cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota surakarta,
Jawa tengah
INDONESIA
REPERTORIUM
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 59 Documents
OPTIMALISASI NILAI EKONOMI HAK MEREK MENJADI AGUNAN KREDIT DI BANK (Kajian Kritis Peraturan Perundang-undangan di bidang Hak kekayaan intelektual, Perbankan, dan Fidusia) Susilowardani, Susilowardani
REPERTORIUM Vol 1, No 1 (2014)
Publisher : REPERTORIUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian dan kajian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan  Hak Merek sebagai objek jaminan fidusia menjadi agunan dalam kredit di bank. Untuk mencapai tujuan tersebut maka  dilakukan penelitian hukum normatif, mengunakan data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan melakukan content identification. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan penafsiran hukum gramatikal, historis, dan penafsiran teleologis.Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa  Hak Merek sebagai objek jaminan fidusia memenuhi syarat menjadi agunan kredit di bank karena merupakan benda bergerak tidak berwujud, dapat dialihkan, dan mempunyai nilai ekonomi, tetapi belum memperoleh dukungan yuridis berupa peraturan perundang-undangan  yang mengatur Hak Merek sebagai agunan kredi di bank, sehingga upaya optimalisasi ekonomi Hak Merek menjadi agunan kredit di bank belum optimal.
PROBLEMATIKA HUKUM PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN BARANG DAGANGAN Annisa, Marla Dwi
REPERTORIUM Vol 1, No 1 (2014)
Publisher : REPERTORIUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam mewujudkan pembangunan di bidang ekonomi, pemerintah telah memberikan berbagai kebijakan, di antaranya adalah dengan jalan pemberian kredit yang dilakukan oleh perbankan, dengan memberikan pinjaman uang antara lain dalam bentuk kredit perbankan. Kredit yang diberikan oleh Kreditur tentunya mengharuskan Kreditur merasa aman, yaitu dengan memberikan jaminan. Salah satu objek jaminan yang saat ini berlaku adalah jaminan fidusia, dimana objek tersebut adalah benda bergerak. Dengan mempergunakan fidusia sebagai lembaga jaminan kredit, tidak tertutup kemungkinan akan muncul permasalahan-permasalahan hukum karena objek fidusianya tetap berada dalam tangan debitur, dalam hal ini adalah persediaan barang dagangan (inventory). Dari hal-hal yang dijelaskan diatas maka tujuan dalam penulisan ini hendak mengkaji status uang hasil penjualan dari persediaan barang dagangan yang menjadi objek jaminan fidusia dalam perjanjian kredit dan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia berupa barang persediaan. Berdasarkan uraian materi pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan, yaitu: a)sebagai hasil penjualan objek jaminan fidusia berupa barang persediaan termasuk dalam objek jaminan fidusia dalam perjanjian kredit; b). Eksekusi jaminan fidusia barang persediaan menurut Undang-Undang Jaminan Fidusia, Khusus barang persediaan atau efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa, penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PENGATURAN PARATE EXECUTIE DALAM UNDANG-UNDANG HAK TANGGUNGAN Putri, Rahmani Eka
REPERTORIUM Vol 1, No 1 (2014)
Publisher : REPERTORIUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstractparate executie be regarded as a means of execution ready to hand. One thing is the inconsistency of setting parate executie the Mortgage Act is a mechanism or formal rules in the implementation of parate executie mortgage itself. Under the General Explanation Number 9, it can be concluded that the intent maker Mortgage Act is that the implementation parate Mortgage executie done under the provisions referred to in Article 224 HIR/258 R.Bg. Thus under the provisions of Article 224 HIR, parate execution executie Mortgage can only be done through permits and at the behest of the chairman of the District court. The government together with the parliament should give priority and speed up the revision of the Act Mortgage.Abstrakparate Executie dikatakan sebagai sarana eksekusi yang siap ditangan. Suatu hal yang merupakan ketidakkonsistenan dari pengaturan parate executie dalam Undang-Undang Hak Tanggungan adalah mekanismeatau aturan formal dalam pelaksanaan parate executie hak tanggungan itu sendiri. Berdasarkan PenjelasanUmum Angka 9, dapat disimpulkan bahwa maksud pembuat Undang-Undang Hak Tanggungan adalah agarpelaksanaan parate executie Hak Tanggungan dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 224 H.I.R/258 R.Bg. Dengan demikian berdasarkan ketentuan Pasal 224 H.I.R, pelaksanaan parateexecutie Hak Tanggungan hanya dapat dilakukan melalui izin dan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri.Pemerintah bersama dengan DPR RI hendaknya memberikan prioritas dan melakukan percepatan terhadaprevisi Undang-Undang Hak Tanggungan.
DISHARMONISASI HUKUM KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG JAMINAN HUTANG DENGAN HAK PREFEREN Yahya, Alvin
REPERTORIUM Vol 1, No 1 (2014)
Publisher : REPERTORIUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractThe written of this article based on disharmony between act No. 4, 1996 about Dependent rights on the land along with the existing objects on top of it,   facing act No. 34, 2004, about bankruptcy and debt payment suspension article 56, 56, 58, 59, 60, 61 and chapter 6th about reconciliation.  This  article entitle “The Disharmony of law legal position of creditors the holder of a debt guarantee rights of preference”. legal position creditors the holder of debt guarantee rights of preferen in accordance with article 21 act 4,1996 still get a right of preference despite bankruptcy, however, in accordance with article 56 act34, 2004 there is a suspension of executions during the 90 days of declared bankrupt and plus 2 months of debitors declared a state of insolvency. Rights of preference are reduced by act No. 34, 2004, about Bankruptcy and debt payment suspension, although the legal certainly of the institution guarantees the rights of dependants is still valid, but creditors will suffer losses in material against the period of repayment of an existing credit facility. The principle is easy and definitely within the institution guarantees the rights of a dependent cannot be realized due to the procedure execution rights have to go through long and complicated procedure in the process of bankruptcy or debt payment suspension.AbstrakPenulisan ini dilatarbelakangi adanya disharmonisasi hukum antara Undang-undang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Ada Diatasnya (UUHT) Pasal 21 dengan Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU) Pasal 56, 57, 58, 59, 60 dan 61 serta Bagian Keenam Tentang Perdamaian. Maka penulisan artikel ini diberi judul “Disharmonisasi Hukum Kedudukan Kreditur Pemegang Jaminan Hutang dengan Hak Preferen”. Dengan pokok permasalahan Bagaimana kedudukan kreditur pemegang jaminan hutang dengan hak preferen. Kedudukan kreditur pemegang hak preferen terhadap jaminan kebendaan sesuai pasal 21 UUHT tetap mendapatkan hak preferennya meskipun terjadi kepailitan, akan tetapi sesuai dengan pasal 56 UUKPKPU terdapat penangguhan terhadap hak eksekusi selama 90  hari dari dinyatakan pailit dan ditambah 2 bulan dari debitur dinyatakan keadaan insolvensi. Hak preferen tereduksi dengan adanya UUKPKPU meskipun kepastian hukum terhadap lembaga jaminan hak tanggungan masih berlaku, akan tetapi kreditur akan mengalami kerugian secara materiil terhadap jangka waktu pengembalian fasilitas kredit yang ada. Asas kemudahan dan pasti didalam lembaga jaminan hak tanggungan tidak dapat terwujud dikarenakan prosedur hak eksekusi dari lembaga jaminan hak tanggungan harus melalui prosedur yang rumit dan lama didalam proses Kepailitan ataupun penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
DISHARMONISASI HUKUM KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG JAMINAN HUTANG DENGAN HAK PREFEREN Yahya, Alvin
REPERTORIUM Vol 1, No 1 (2014)
Publisher : REPERTORIUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractThe written of this article based on disharmony between act No. 4, 1996 about Dependent rights on the land along with the existing objects on top of it,   facing act No. 34, 2004, about bankruptcy and debt payment suspension article 56, 56, 58, 59, 60, 61 and chapter 6th about reconciliation.  This  article entitle “The Disharmony of law legal position of creditors the holder of a debt guarantee rights of preference”. legal position creditors the holder of debt guarantee rights of preferen in accordance with article 21 act 4,1996 still get a right of preference despite bankruptcy, however, in accordance with article 56 act34, 2004 there is a suspension of executions during the 90 days of declared bankrupt and plus 2 months of debitors declared a state of insolvency. Rights of preference are reduced by act No. 34, 2004, about Bankruptcy and debt payment suspension, although the legal certainly of the institution guarantees the rights of dependants is still valid, but creditors will suffer losses in material against the period of repayment of an existing credit facility. The principle is easy and definitely within the institution guarantees the rights of a dependent cannot be realized due to the procedure execution rights have to go through long and complicated procedure in the process of bankruptcy or debt payment suspension.preference, Material losses. AbstrakPenulisan ini dilatarbelakangi adanya disharmonisasi hukum antara Undang-undang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Ada Diatasnya (UUHT) Pasal 21 dengan Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU) Pasal 56, 57, 58, 59, 60 dan 61 serta Bagian Keenam Tentang Perdamaian. Maka penulisan artikel ini diberi judul “Disharmonisasi Hukum Kedudukan Kreditur Pemegang Jaminan Hutang dengan Hak Preferen”. Dengan pokok permasalahan Bagaimana kedudukan kreditur pemegang jaminan hutang dengan hak preferen. Kedudukan kreditur pemegang hak preferen terhadap jaminan kebendaan sesuai pasal 21 UUHT tetap mendapatkan hak preferennya meskipun terjadi kepailitan, akan tetapi sesuai dengan pasal 56 UUKPKPU terdapat penangguhan terhadap hak eksekusi selama 90  hari dari dinyatakan pailit dan ditambah 2 bulan dari debitur dinyatakan keadaan insolvensi. Hak preferen tereduksi dengan adanya UUKPKPU meskipun kepastian hukum terhadap lembaga jaminan hak tanggungan masih berlaku, akan tetapi kreditur akan mengalami kerugian secara materiil terhadap jangka waktu pengembalian fasilitas kredit yang ada. Asas kemudahan dan pasti didalam lembaga jaminan hak tanggungan tidak dapat terwujud dikarenakan prosedur hak eksekusi dari lembaga jaminan hak tanggungan harus melalui prosedur yang rumit dan lama didalam proses Kepailitan ataupun penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
PRINSIP–PRINSIP HUKUM JAMINAN DALAM UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Putra, Oky Ditya Argo
REPERTORIUM Vol 1, No 1 (2014)
Publisher : REPERTORIUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbtractMortgage is rights land and objects related to the land hereinafter referred to, is a collateral right who charged on land rights referred to in Act No. 5 of 1960 on Basic Regulation of Agricultural succeding objects or not the other objects that constitute a unity of to the land, to a particular repayment of debt, who gives the position of preferred certain creditors against other creditors. There are some basic principles of collateral right, who became the basis for UUHT, collateral law is a part of law objects who refers to rights as a principle general concrete, the principles on who it will be explained is Absolut principle, Droit De Suite principle, De preference principle, Speciality principle, and publicity principle.AbstrakHak Tanggungan adalah hak atas tanah beserta benda-benda  yang berkaitan dengan tanah yang selanjutnya disebut Hak  Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah yang sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria berikut atau  tidak berikut benda – benda lain  yang merupakan satu kesatuan dengan tanah-tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kreditor lertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya. Terdapat beberapa prinsip dasar hukum jaminan, yang menjadi dasar dalam UUHT, hukum jaminan itu sendiri merupakan bagian dari hukum benda yang mengacu pada hak kebendaan sebagai suatu asas yang bersifat umum konkrit, prinsip- prinsip di dalamnya yang akan dijelaskan yaitu Prinsip Absolut/Mutlak, Prinsip Droit de Suite, Prinsip Droit de Preference, Prinsip Spesialitas, dan terakhir Prinsip Publisitas.
PROBLEMATIKA SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) DARI DIMENSI : SUBJEK, OBJEK DAN KEPENTINGAN YURIDIS Sayuna, Inche
REPERTORIUM Vol 1, No 1 (2014)
Publisher : REPERTORIUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstractpower of Attorney charge Mortgage (SKMHT) is the power of a special nature , do not contain legal power to do anything other than charge Mortgage . SKMHT must be made by deed of Notary / ppAT deed . SKMHT arrangements stipulated in law No. 4 of 1996 regarding Mortgage , Jo pERKABAN No. 8 of 2012 jo pERMENAG No. 4 of 1996 About Determination Deadlines power of Attorney Impose Usage Rights Mortgage. Implementation of these rules to meet a number of problems both dimensions Subject , Object and Juridical Interests . The problems concerning the subject of discussion on the prohibition of the power of substitution to the principle of publicity of a power of attorney that can be subsituted. The problems concerning the Object , questioned about the time period stipulated in PERMENAG SKMHT 4 , of 1996 , and Problems juridical interests associated with Notary authority in making SKMHT which requires a notary to make a deed based format standard form set out in pERKABAN No. 8 of 2012 which is considered contrary to law No. 2 of 2014 , especially with regard to the provision of an authentic deed.AbstrakSurat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) merupakan kuasa yang bersifat khusus, tidakmemuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain selain membebankan Hak Tanggungan. SKMHT wajibdibuat dengan akta Notaris/Akta PPAT. Pengaturan SKMHT diatur dalam UU No. 4 Tahun 1996 tentangHak Tanggungan junto Peraturan Menteri Negeri Agraria (PERMENAG) No.8 Tahun 2012 junto PeraturanKepala BPN RI (PERKABAN) No. 4 Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat KuasaMembedakan Hak Tanggungan. Implementasi dari aturan aturan tersebut menemui sejumlah persoalan baikdari dimensi Subjek, Objek dan Kepentingan yuridis. Problematika Subjek menyangkut tentang larangankuasa substitusi dengan asas publisitas dari surat kuasa yang bisa disubstitusikan. Problematika tentang Objek,mempersoalkan tentang jangka waktu SKMHT sebagaimana diatur dalam PERMENAG 4 Tahun 1996, danProblematika Kepentingan yuridis berkaitan dengan kewenangan Notaris dalam pembuatan SKMHT yangmewajibkan notaris untuk membuat akta berdasarkan format blanko standart yang diatur dalam PERKABANNo. 8 Tahun 2012 yang dianggap bertentangan dengan UU No. 2 Tahun 2014, khususnya yang berkaitandengan ketentuan tentang bentuk akta otentik.
ITIKAD BAIK PRA KONTRAK PERJANJIAN BANK DALAM PENERBITAN KARTU KREDIT BERDASARKAN PERBANDINGAN CIVIL LAW DAN COMMON LAW Sukma, Dara Pustika
REPERTORIUM Vol 1, No 1 (2014)
Publisher : REPERTORIUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractThere  are many agreement issues between issuer bank and cardholder which are not based on good faiththe process of pre-contract or negotiation process before fulfillment and application applicant’s credit cdelivery. There is no good faith of pre-contract agreement could be observed from the implemented obligatdone by both parties in order to measure good faith implementation in a pre-contract process named dto disclose and duty to search. concretely, the absence duty of disclose which could be seen from the dresearch showed that there are a lot of credit card marketing officers of issuer bank do not explain detaibrief and complete information to applicants about the credit card. Meanwhile, there is no duty to seacould be observed from most of cardholders are apathetic and not willing to learn further about the crcard issued by issuer bank.AbstrakMasih ditemukan banyak terjadi perjanjian penerbitan kartu kredit antara bank penerbit kartu kredit (issuer bank) dengan cardholder yang tidak dilandasi itikad baik dalam pra kontrak atau proses negosiasi sebelum pengisian dan pengiriman aplikasi permohonan kartu kredit. Tidak adanya itikad baik pra kontrak dalam perjanjian tersebut dapat dilihat dari tidak dilaksanakannya kewajiban para pihak yang digunakan sebagai parameter pelaksanaan itikad baik dalam suatu proses pra kontrak yatitu duty to disclose dan duty to search. Secara konkret tidak adanya duty to disclose dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa banyak petugas pemasaran kartu kredit yang diterbitkan bank tidak memberikan penjelasan dan edukasi secara rinci, jelas, dan lengkap mengenai kartu kredit yang diajukan pemohon. Sedangkan tidak dilaksanakannya duty to search dapat dengan jelas dilihat bahwas sebagian besar cardholder bersifat apatis dan tidak mau mempelajari lebih dalam tentang kartu kredit yang akan diajukan kepada penerbit kartu kredit.
PERBANDINGAN ASAS PERJANJIAN DALAM HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Damaitu, Emanuel Raja
REPERTORIUM Vol 1, No 1 (2014)
Publisher : REPERTORIUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract:Economic activity growth in Indonesia is very rapidly. Although still dominated by conventional economic activity, the economic activities of sharia or berasis muamallah be a concern in terms of the law. On the basis of the Treaty of Nice dsarnya based on Islamic law or The legislation of civil law has the same basic kepentigan to protect the parties mutually committing yourself in a contract.Abstrak:Perkembangan dalam kegiatan ekonomi di Indonesia sangat pesat. Meskipun masih didominasi oleh kegiatan ekonomi konvensional, kegiatan ekonomi berasis syariah atau muamallah menjadi perhatian dalam segi hukum. Pada dsarnya asas perjanjian baik berdasarkan Hukum Islam maupun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mempunyai dasar yang sama untuk melindungi kepentigan para pihak yang saling mengikatkan diri dalam sebuah kontrak.
TEORI-TEORI HUKUM KONTRAK BERSUMBER DARI PAHAM INDIVIDUALISME Saptono, Saptono
REPERTORIUM Vol 1, No 1 (2014)
Publisher : REPERTORIUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractThis paper analyzes the problem about how the ideology of individualism in the freedom of contract and what kind of theory that comes from the idea of individualism in the freedom of contract. To examine the issue, this paper using a normative assesment, the study of literature and legal materials. The result show that, first, the individual’s autonomy is the basis of freedom of contract which became the foundation for the development of contract law. Second, the individual theory which is source from the will theory or the classical theory of contract law that derived from the principle of private autonomy, namely that the will of parties to determine their contractual legal relationship. Abstrak:Tulisan ini menganalisis tentang bagaimana ideologi individualisme dalam kebebasan berkontrak, dan teori apa saja yang bersumber dari paham individualisme dalam kebebasan berkontrak tersebut. Untuk mengkaji permasalahan tersebut, tulisan ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan studi kepustakaan dan bahan-bahan hukum. Kesimpulan yang dapat diambil yakni pertama, otonomi individu menjadi dasar kebebasan berkontrak  yang kemudian menjadi landasan bagi perkembangan hukum kontrak. Yang kedua, teori yang bersumber dari paham individualisme yaitu teori kehendak atau teori hukum kontrak klasik yang berasal dari prinsip otonomi individu, yakni kehendak para pihak menentukan hubungan klasik mereka.Â