cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
JURISDICTIE Jurnal Hukum dan Syariah
ISSN : 20867549     EISSN : 25283383     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurisdictie (print ISSN 2086-7549, online ISSN 2528-3383) is peer-reviewed national journal published biannually by the Law of Bisnis Syariah Program, State Islamic University (UIN) of Maulana Malik Ibrahim Malang. The journal puts emphasis on aspects related to economics and business law which are integrated to Islamic Law in an Indonesian context and globalisation context. The languages used in this journal are Indonesia, English and Arabic.
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 15, No 1 (2024): Jurisdictie" : 7 Documents clear
TOWARDS A RECOGNISED RIGHT TO A SHARED CULTURE AT THE REGIONAL LEVEL: How Will ASEAN Address Diversity? Arsika, I Made Budi; Suyatna, I Nyoman; Purwani, Sagung Putri M.E
Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah Vol 15, No 1 (2024): Jurisdictie
Publisher : Fakultas Syariah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/j.v15i1.27149

Abstract

ASEAN documents have officially upheld the principle of unity in diversity and agreed on the spirit of one identity and community. However, there is a pronounced tendency for ASEAN countries to struggle with each other with several differences, including cultural tensions. This paper aims to analyse the possibility of recognising a regionally shared culture as jointly claimed collective cultural rights by taking the example of Intangible Cultural Heritage ICH. It is designed as legal research applying statutory, historical, conceptual, and comparative approaches. This research collects norms and principles covering the issues of ICH and cultural rights and conducts a literature study, suggesting that cultural rights, which represent the intersecting of cultural and human rights aspects, have yet to be fully understood as collective cultural rights. ICH is an example of how ASEAN countries are sometimes heated up in non-harmony relations. The possibility of recognising a regionally shared culture in the context of collective cultural rights then, more or less, relies on the ongoing development of the Narrative of ASEAN Identity, the routine convening of human rights dialogues, and the initiation of the ASEAN Cultural Heritage List. These findings are then expected to be considered by ASEAN policymakers. Dokumen-dokumen ASEAN mencatumkan iktikad untuk menjunjung tinggi prinsip persatuan dalam keberagaman dan menyepakati semangat satu identitas dan komunitas. Dalam kenyatannya, negara-negara anggota ASEAN justru bergelut dengan sejumlah persoalan antara negara yang satu dengan negara lainnya, termasuk mengenai ketegangan budaya. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis kemungkinan mengakui budaya bersama secara regional sebagai hak budaya kolektif yang diklaim bersama dengan mengambil contoh warisan budaya tak benda (WBTB). Artikel ini dirancang sebagai penelitian hukum yang menggunakan pendekatan perundang-undangan, sejarah, konsep, dan perbandingan. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan norma-norma dan prinsip-prinsip yang mengatur isu WBTB dan hak budaya serta melakukan studi literatur. Artikel ini menyimpulkan bahwa hak budaya, yang mewakili persilangan antara aspek budaya dan hak asasi manusia (HAM), belum sepenuhnya dipahami sebagai hak budaya kolektif. WBTB menjadi contoh bagaimana negara-negara ASEAN terkadang berada dalam hubungan yang tidak harmonis antara satu dengan lainnya. Adapun kemungkinan untuk mengakui budaya bersama secara regional dalam konteks hak budaya kolektif dapat disandarkan pada pengembangan Narasi Identitas ASEAN, penyelenggaraan dialog HAM secara rutin, dan upaya pembentukan Daftar Warisan Budaya ASEAN. Temuan-temuan ini diharapkan dapat dipertimbangkan oleh para pengambil kebijakan di ASEAN.
THE IMPACT OF THE LIQUIDATION OF THE QUASI-JUDICIAL INSTITUTION OF THE CONSUMER DISPUTE RESOLUTION BODY ON CONSUMERS’ ACCESS TO JUSTICE AND ITS REORGANISATION EFFORTS FROM THE PERSPECTIVE OF SIYASAH SYAR’IYAH Jannani, Nur; Yasin, Noer; Musataklima, Musataklima
Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah Vol 15, No 1 (2024): Jurisdictie
Publisher : Fakultas Syariah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/j.v15i1.26564

Abstract

The Consumer Dispute Settlement Body (BPSK) is authorised to settle consumer disputes located at the district and/or city level. However, following the enactment of Law No. 23/2014 on Local Government (Local Government Law), BPSK was dissolved and transferred to the provincial level. This study aims to determine the causes of BPSK dissolution, its impact on access to justice for consumers and its reorganisation efforts so that it contributes to consumer protection. The research is empirical legal research with a sociological juridical approach. The primary and secondary data were analysed prescriptively. The research results show that the transformation of management and authority to form BPSK from district and/or city governments to provinces by the Regional Government Law resulted in the existence of BPSK in districts and/or cities having to be liquidated. This has implications for limited consumer access to obtain justice. The recommendation from this research is that the government needs to reorganise the legal position of BPSK by returning BPSK's position to districts and/or cities. This can be achieved through legal politics based on siyasah syar'iyah. This article can be a basic reference for the development of consumer dispute resolution institutions based on consumer protection.Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa konsumen yang berada di tingkat kabupaten dan/atau kota. Namun setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemerintahan Daerah), BPSK dibubarkan dan dipindahkan ke tingkat provinsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab pembubaran BPSK, dampaknya terhadap akses keadilan bagi konsumen dan upaya reorganisasinya sehingga berkontribusi terhadap perlindungan konsumen. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris dengan pendekatan yuridis sosiologis. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder yang dianalisis secara preskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peralihan kepengurusan dan kewenangan pembentukan BPSK dari pemerintah kabupaten dan/atau kota kepada provinsi berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah mengakibatkan keberadaan BPSK di kabupaten dan/atau kota harus dilikuidasi. Hal ini berimplikasi pada terbatasnya akses konsumen untuk memperoleh keadilan. Rekomendasi dari penelitian ini adalah pemerintah perlu menata kembali kedudukan hukum BPSK dengan mengembalikan kedudukan BPSK kepada kabupaten dan/atau kota. Hal ini dapat dicapai melalui politik hukum berdasarkan siyasah syar'iyah. Artikel ini dapat menjadi acuan dasar bagi pengembangan lembaga penyelesaian sengketa konsumen yang berbasis perlindungan konsumen.
PROTECTION IN A BUILD-OPERATE-TRANSFER AGREEMENT ON PRIVATELY-OWNED LAND NOT ACCOMPANIED BY THE GRANTING OF A BUILDING RIGHTS TITLE Rustam, Riky; Suwardiyati, Rumi
Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah Vol 15, No 1 (2024): Jurisdictie
Publisher : Fakultas Syariah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/j.v15i1.26214

Abstract

The definition of build-to-transfer agreements in several laws and regulations varies, particularly concerning the objects they govern. However, when associated with build-to-transfer agreements as contracts subject to contract law, complications arise, especially in relation to such agreements involving privately owned land. The determination of specific objects, particularly regarding the duration of build-to-transfer agreements on privately owned land, remains unregulated. Therefore, there is a need to establish legal protections for build-to-transfer agreements on privately owned land that do not include the granting of building rights. This research aims to determine the implementation period of build-to-transfer agreements and to regulate legal protections for such agreements on privately owned land without building rights. The article employs a normative research method with approaches including legal analysis, conceptual exploration, and comparative study. The findings suggest that legal protection can be enhanced by granting building rights on privately owned land, incorporating clauses reflecting the principle of special personality in agreements, and pursuing breach of contract litigation as a final legal recourse. This study contributes significantly to providing legal protection for parties involved in build-to-transfer agreements on private land. Pengertian perjanjian bangun guna serah dalam beberapa peraturan perundang-undangan bervariasi terutama terkait dengan objek yang diatur. Namun, ketika diterapkan sebagai perjanjian yang tunduk pada hukum perjanjian, terdapat tantangan, terutama jika berhubungan dengan perjanjian bangun guna serah atas tanah milik privat. Penetapan objek, khususnya mengenai jangka waktu perjanjian bangun guna serah pada tanah milik privat, masih belum diatur secara spesifik. Oleh karena itu, perlu adanya regulasi perlindungan hukum yang jelas dalam perjanjian bangun guna serah atas tanah milik privat tanpa pemberian hak guna bangunan. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan jangka waktu pelaksanaan perjanjian bangun guna serah serta mengatur perlindungan hukum dalam perjanjian tersebut atas tanah milik privat yang tidak dilengkapi dengan pemberian hak guna bangunan. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan normatif dengan menggunakan Undang-Undang, pendekatan konseptual, dan pendekatan perbandingan. Hasil dari penelitian ini menyarankan bahwa perlindungan hukum dapat ditingkatkan dengan memberikan hak guna bangunan atas tanah milik privat, menambahkan klausul yang mencerminkan asas personalitas khusus dalam perjanjian, dan mengajukan gugatan wanprestasi sebagai upaya terakhir dalam perlindungan hukum. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam meningkatkan perlindungan hukum bagi semua pihak yang terlibat dalam perjanjian bangun guna serah di tanah milik privat.
SHOULD EXCESSIVE MARKETING EXPENSES BE REMUNERATED? LESSONS FROM INDONESIA’S TAX COURT DECISIONS Dwindahany, Cut Sarah; Efendi, Subagio
Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah Vol 15, No 1 (2024): Jurisdictie
Publisher : Fakultas Syariah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/j.v15i1.26915

Abstract

This study examines the causes of remuneration disputes over excessive marketing expenditures that enhance marketing intangibles value and suggests solutions for fairly remunerating such excessive marketing activities. Based on existing literature, this study investigates the causes of disputes using four factors that affect the effectiveness of transfer pricing audits. This study employs a qualitative method using case studies of Indonesia’s tax court decisions from 2020 to 2023. The primary and secondary data are collected through interviews and existing data support and validated further using triangulations. Findings reveal that the disputes are mainly caused by weak proof of the correction made by the tax authority. Applying the arm's length principle became highly subjective due to the unclear transfer pricing regulations, inadequate assessment of the company's business complexity, and lack of comparable data. The tax authority should improve domestic regulations on transfer pricing and disclose taxpayers' nominative list of promotional expenses to implement appropriate corrections in this case. Empirically, this study has novelty by using the perspective of tax court’s judges and is based on tax court decisions in Indonesia. Practically, this research is useful in examining the amount of arm’s length remuneration for excessive marketing activities. Penelitian ini meneliti penyebab dari sengketa remunerasi atas biaya pemasaran yang berlebihan yang dianggap meningkatkan nilai aset pemasaran tak berwujud dan menyarankan solusi untuk memberikan remunerasi yang adil atas aktivitas pemasaran yang berlebihan tersebut. Berdasarkan literatur yang ada, penelitian ini menyelidiki penyebab perselisihan dengan menggunakan empat faktor yang mempengaruhi efektivitas audit transfer pricing. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan studi kasus putusan pengadilan pajak Indonesia dari tahun 2020 hingga 2023. Data primer dan sekunder dikumpulkan melalui wawancara dan data pendukung yang ada, dan divalidasi lebih lanjut dengan menggunakan triangulasi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa sengketa terutama disebabkan oleh lemahnya pembuktian atas koreksi yang dilakukan oleh otoritas pajak. Penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha menjadi sangat subyektif karena peraturan penetapan harga transfer yang tidak jelas, penilaian yang kurang memadai atas kompleksitas bisnis perusahaan, dan kurangnya data pembanding. Otoritas pajak harus memperbaiki peraturan domestik tentang transfer pricing dan mengungkapkan daftar nominatif biaya promosi wajib pajak untuk menerapkan koreksi yang tepat dalam kasus ini. Secara empiris, penelitian ini memiliki kebaruan dengan menggunakan perspektif hakim pengadilan pajak dan didasarkan pada putusan pengadilan pajak di Indonesia. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat dalam mengkaji besaran remunerasi yang wajar atas kegiatan pemasaran yang berlebihan.
HALAL REGULATION AND CERTIFICATION IN THE CATERING BUSINESS: A Critical Review of Consumer Protection Maulidia, Rohmah; Rofi'ah, Khusniati; Santoso, Lukman
Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah Vol 15, No 1 (2024): Jurisdictie
Publisher : Fakultas Syariah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/j.v15i1.26988

Abstract

Halal certification in catering businesses still faces various regulatory and implementation problems, which impact the lack of consumer protection rights. This article explores the implications of halal regulation and certification in the catering business for consumer protection and how the catering business sector is ready to respond to halal certification. The research method used is juridical sociological research, with an empirical approach and critical analysis of relevant literature, including legal regulations and halal certification standards, as well as case studies of catering business practices in Ponorogo. The results show that proper understanding and implementation of halal regulations and certification contribute significantly to consumer protection by creating trust, ensuring information transparency, and improving the quality and safety of the food provided. This research provides a deep insight into the relationship between halal regulation and consumer protection in the context of the catering business. It highlights the importance of legal awareness and appropriate practices for business actors, thereby supporting the success of halal certification programs in the food business sector, including catering. Sertifikasi halal pada usaha catering masih menghadapi beragam problem regulasi dan implementasi, sehingga berdampak pada minimnya hak perlindungan bagi konsumen. Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi implikasi regulasi dan sertifikasi halal dalam bisnis katering terhadap perlindungan konsumen serta bagaimana kesiapan sektor usaha katering dalam menyikapi sertifikasi halal tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis sosiologis, dengan pendekatan empiris dan analisis kritis terhadap literatur yang relevan, termasuk peraturan hukum dan standar sertifikasi halal, serta studi kasus dari praktek bisnis katering di Ponorogo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman dan implementasi yang tepat terhadap regulasi dan sertifikasi halal berkontribusi secara signifikan terhadap perlindungan konsumen, dengan menciptakan kepercayaan, memastikan transparansi informasi, dan meningkatkan kualitas serta keamanan makanan yang disediakan. Kontribusi penelitian ini adalah memberikan wawasan yang mendalam tentang hubungan antara regulasi halal dan perlindungan konsumen dalam konteks bisnis katering, serta menyoroti pentingnya kesadaran hukum dan praktik yang sesuai bagi para pelaku bisnis. Sehingga menunjang keberhasilan program sertifikasi halal pada sektor bisnis makanan, termasuk katering.
THE TRANSFORMATION OF ZAKAT LAW: An Analysis of Ijtihād Maqāṣidī in the Modernisation of Zakat Practices in Indonesia Bashori, Akmal; mutho'am, Mutho'am; Arianti, Farida; Kumala, Irma Nur; Nurviani, Eka; Mukarromah, Firda Laily
Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah Vol 15, No 1 (2024): Jurisdictie
Publisher : Fakultas Syariah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/j.v15i1.26733

Abstract

Zakat is not merely a category of normative worship but also an aspect of mu’āmalah characterized by its adaptability. This notion is evident in the efforts of the National Zakat Agency (BAZNAS) of Kendal District to modernize zakat law, going far beyond what is stipulated in classical naṣ and fiqh. The modernization of zakat law at BAZNAS Kendal, the main focus of this article, is explored through empirical juridical research using a philosophical re-actualization approach, extensive interpretive analysis, and the theory of maqāṣidi ijtihād. The study finds that modernization is apparent in initiatives to mandate zakat from corporations as zakatable entities, with allocations for distribution in forms such as creative consumptive zakat for installing clean water facilities, creative productive zakat in the form of microfinance, and zakat for community development. Methodologically, Baznas Kendal employs the principles of maqāṣid al-shariֿ’ah, evident in its efforts to link normative zakat teachings (naṣ) with various dynamics of modern life (al-wāqi’) and considerations of social welfare as the essence of shari’a presence. Therefore, this study contributes to the reconstruction of pre-modern zakat law formulations whose conceptualization is no longer visible in the modern era into something more contextually meaningful, and it deepens the understanding of the conceptual framework for the modernization of zakat law that adheres to maqāṣid al-shariֿֿ’ah. Zakat bukan saja katagori ibadah kenormatifan yang given, melainkan juga mu’amalah dengan karakter adaptability (keberubahan). Anggapan ini terlihat dalam upaya Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Kendal memodernisasi hukum zakat jauh melampaui apa yang tertertuang dalam naṣ maupun fiqh klasik. Modernisasi hukum zakat di BAZNAS Kab. Kendal sebagai fokus utama dalam artikel ini menggunakan jenis penelitian yuridis empiris dengan pendekatan reaktualisasi filosofis dan analisis interpretatif ekstensif, dan teori ijtihād maqāṣidī. Penelitian ini menemukan bahwa modernisasi hukum terlihat pada upayanya mewajibkan perusahaan sebagai objek yang dikenai zakat, sementara alokasi distribusinya dalam bentuk: zakat konsumtif kreatif berupa pemasangan saluran air bersih, dan produktif kreatif berupa zakat micro finance, serta zakat community development. Secara metodologis Baznas Kendal menggunakan dalil maqāṣid al-shari’a, hal ini terlihat pada upayanya mengaitkan antara ajaran normatif zakat (naṣ) dengan berbagai faktor dinamika kehidupan modern (al-wāqi’), serta pertimbangan kemaslatan sosial sebagai intisari kehadiran shari’a. Dengan demikian penelitian ini berkontribusi merekonstruksi formulasi hukum zakat pramodern yang konseptualisasinya tidak lagi visible di masa modern menjadi lebih memberi makna aplikasi kontekstualnya, serta memperdalam pemahaman kerangka konsepsional modernisasi hukum zakat berbasis maqāṣid al-shariֿֿ’ah.
APPLICATION OF THE PRINCIPLE OF JUSTICE IN NON-ADJUDICATIVE SETTLEMENT OF BANKING DISPUTES FROM THE PERSPECTIVE OF ISLAMIC LAW Maskanah, Ummi; Md Nor, Mohd Zakhiri; Mulyana, Aji
Jurisdictie: Jurnal Hukum dan Syariah Vol 15, No 1 (2024): Jurisdictie
Publisher : Fakultas Syariah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/j.v15i1.25411

Abstract

Improving Indonesia's economy is crucial for overcoming poverty, especially post-Covid-19, which caused many business closures. The government introduced the People's Business Credit (KUR) programme to support MSMEs, though some programmes face bad debt issues. In West Bandung Regency, MSMEs use the programme extensively for economic recovery. This research examines whether the Non-Adjudication Settlement model between MSME actors and Islamic banks upholds principles of justice. Using normative and empirical juridical methods, the study incorporates primary, secondary, and tertiary legal materials, along with interviews with MSME actors and KUR-issuing banks. Dispute resolution for problem credits can occur through adjudication (court) or non-adjudication (out-of-court). Islamic banks integrate values from Islamic teachings, encompassing law, morality, and social procedures. For KUR bad credit disputes, Islamic banks are mandated to select processes aligning with Islamic values of truth, justice, and compassion. The non-litigation settlement model is found to reflect Islamic and Indonesian societal values, emphasizing deliberation for consensus and justice. The contribution of this research is to provide an understanding of the effectiveness of the non-adjudication settlement model in handling bad credit in the KUR program, aligning with Islamic values and reflecting Indonesian values. This model can serve as a fairer and more efficient dispute resolution alternative for MSMEs and Islamic banks in Indonesia. Meningkatkan ekonomi Indonesia menjadi sangat penting untuk mengatasi kemiskinan, terutama pasca-Covid-19 yang menyebabkan banyak bisnis tutup. Pemerintah memperkenalkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk mendukung UMKM, meskipun beberapa program menghadapi masalah kredit macet. Di Kabupaten Bandung Barat, UMKM menggunakan program ini secara luas untuk pemulihan ekonomi. Penelitian ini mengkaji apakah model Penyelesaian Non-Adjudikasi antara pelaku UMKM dan bank syariah menjunjung prinsip-prinsip keadilan. Dengan menggunakan metode yuridis normatif dan empiris, studi ini melibatkan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, serta wawancara dengan pelaku UMKM dan bank penerbit KUR. Penyelesaian sengketa untuk kredit bermasalah dapat dilakukan melalui adjudikasi (pengadilan) atau non-adjudikasi (di luar pengadilan). Bank syariah mengintegrasikan nilai-nilai dari ajaran Islam, yang mencakup hukum, moralitas, dan prosedur sosial. Untuk sengketa kredit macet KUR, bank syariah diwajibkan memilih proses yang sesuai dengan nilai-nilai Islam tentang kebenaran, keadilan, dan kasih sayang. Model penyelesaian non-litigasi ditemukan mencerminkan nilai-nilai Islam dan nilai-nilai masyarakat Indonesia, menekankan musyawarah untuk mufakat dan prinsip keadilan. Kontribusi penelitian ini adalah memberikan pemahaman tentang efektivitas model penyelesaian non-adjudikasi dalam menangani kredit macet dalam program KUR, yang sesuai dengan nilai-nilai Islam dan mencerminkan nilai-nilai Indonesia. Model ini dapat menjadi alternatif penyelesaian sengketa yang lebih adil dan efisien bagi pelaku UMKM dan bank syariah di Indonesia.

Page 1 of 1 | Total Record : 7