Articles
DIMENSI PSIKOLOGI DALAM ALQURAN (ANALISIS TEKSTUAL TENTANG AYAT-AYAT ALQURAN)
Sri Hartati;
Muhamad Rezi
Islam Transformatif : Journal of Islamic Studies Vol 3, No 1 (2019): Januari-Juni 2019
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (766.726 KB)
|
DOI: 10.30983/it.v3i1.844
Alquran, as the Holy Book of Moslems, contents all of the guidance for humans in their life. Those guidances are written in global, not in detail. On the other hand, humanity consists of physics and psychics, and all need guidance from Allah in the Holy Qur’an. One of the directions is about psychology that is defined as a science of mental activities of a living organism. According to the Holy Qur’an, there are five terms of psychological aspects, and they are al-nafs, al-aql, al-qalb, al-ruh, and al-fithrah. All of these we call them the inner dimensions of human or psychology. Each of these aspects has a similarity to understand psychology. But in other case has different meaning and function.
MTQ ; Antara Seni Membaca Alquran dan Politik Akomodasionis Pemerintah terhadap Umat Islam
Sri Handayana;
Muhamad Rezi
Islam Transformatif : Journal of Islamic Studies Vol 2, No 2 (2018): Juli - Desember 2018
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (670.675 KB)
|
DOI: 10.30983/it.v2i2.747
MTQ is a manifestation of Islamic culture and is constantly evolving. MTQ is also one of the government policies related to Muslims and even seems to accommodate the interests of Muslims. The author believes that MTQ can be investigated from various aspects. If viewed from a religious perspective, MTQ is one way to improve spiritual life. If viewed from an economic standpoint, MTQ can support economic development through exhibitions or bazaars held in the main arena. Whereas if it is highlighted with the political glasses of MTQ, perhaps on the one hand the government is accommodating towards Muslims. This paper attempts to describe MTQ and its ins and outs, then also attempts to analyze MTQ as a form of aesthetic reception of the Qur'an and the political dimension of MTQ. The effort to express the Koran aesthetically has actually emerged since the time of the Prophet Muhammad. One of the most popular stories is about the Islamic story of Umar ibn Khattab after hearing the reading of several verses of the Qur'an by his younger sister named Fatimah with her husband named Sa'id bin Zayd. Therefore MTQ is an opportunity to develop the art of reading the Qur'an, and an event to foster awareness to read and study the Qur'an.
MEROKOK DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM (Studi Nash-Nash Antara Haram Dan Makruh)
Muhamad Rezi;
Sasmiarti Sasmiarti
Alhurriyah Vol 3, No 1 (2018): Januari-Juni 2018
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (417.257 KB)
|
DOI: 10.30983/alhurriyah.v3i1.534
Rokok pada awalnya berupa tembakau yang dibakar dan dihisap melalui sebuah pipa. Kegiatan ini awalnya dilakukan pada saat berkumpulnya beberapa suku untuk mempererat hubungan antar suku yang berbeda. Di Indonesia, merokok sudah menjadi hal yang biasa secara turun temurun. Pada artikel ini, penulis akan mencoba untuk mengkaji hukum tentang merokok. Karena fenomena yang kita saksikan saat ini dirasa sudah cukup untuk membuktikan bahwa rokok sudah menjadi kebutuhan sebagian masyarakat indonesia saat ini dan ada juga yang memakainya sebagai sampingan saja. Berangkat dari berbagai dalil yang telah dipaparkan sebelumnya baik dari Alquran maupun Hadis serta beberapa pendapat Ulama tentang dalil-dalil tersebut, maka penulis menyimpulkan bahwa hukum merokok bersifat kasuistis. Adakalanya dapat dikatakan haram dan adakalanya bersifat makruh tanzih.
PEMAHAMAN HADIS-HADIS RUKYAT HILAL DAN RELASINYA DENGAN REALITA ISBÂT RAMADHAN DI INDONESIA
Muhamad Rezi
Alhurriyah Vol 1, No 1 (2016): Januari - Juni 2016
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (516.463 KB)
|
DOI: 10.30983/alhurriyah.v1i1.484
It has become customary that every Muslim anywhere in the world are obliged to fast during Ramadan. One of the annual problems that always appear at the Ramadan is the determination of the beginning and end of Ramadan by sighting the moon. On the orders of the Prophet Muhammad, the determination of Ramadan should be done at the end of the month of Sha'ban. The beginning and end of Ramadan is determined by the appearance of the crescent moon. Such activity is known by rukyat hilal. In its history, the Prophet explained that the methodology of the determination of the beginning and end of Ramadan is sighting the crescent moon with eyes. If sight is obstructed by natural phenomena such as cloud cover, the day of the month of Sha'ban accomplished to 30 days. Contemporary, classic visual method has been carried out with the use of modern tools. Problems often arise because of differences in the understanding the passages of sunnah related to this. Some considered that the hilal rukyat commanded by the Prophet Muhammad is rukyat fi'liyyah while others considered that it is more accurate to use rukyat 'Ilmiyyah with the arithmetic method of calculation (hisab). In Indonesia, the different interpretation and understanding that always makes a difference in executing the fasting and Idul Fitri.
SEJARAH DAN KARAKTERISTIK METODOLOGI TAFSIR AL-QUR'AN
Muhamad Rezi
PERADA Vol 4 No 2 (2021)
Publisher : STAIN Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.35961/perada.v4i2.427
Artikel ini berutujuan untuk mengeksplorasi perkembangan metode tafsir dan penafsiran terhadap Al-Qur’an yang telah berkembang hingga saat ini. Metode penulisan tafsir yang selama ini berkembang ialah ijmali (umum), maudhui (tematik), tahlili (terperinci) dan muqoran (perbandingan). Dalam perkembangannya para mufasir juga banyak menghasilkan metode penafsiran dalam upaya mengunggap pesan yang terkandung dalam Al-Qur’an. Sebagaimana yang dijelaskan dalam artikel ini, bahwa penafsiran terhadap al-Qur’an merupakan sebuah upaya untuk mengaktualisasikan kandungan dalam Al-Qur’an dalam realitas kehidupan saat ini. Oleh sebab itu, lahirnya teori-teori tafsir yang baru tidak lepas dari upaya menafsirkan Al-Qur’an sesuai dengan konteks dan realitas saat ini. Bahkan, variasi metode dan keberagaman corak menjadi bukti kemajuan dan fleksibilitas pemikiran umat Islam dalam merelevansikan ajaran Agama dengan tuntutan zaman dan kondisi masyarakat. Dengan realita semakin jauhnya umat dari pemahaman agama dan berkembangnya berbagai pengaruh ideologi luar, ulama dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam menyampaikan syari’at Islam dengan tetap menjaga keaslian dan validitas sumber ajarannya. This article aims to explore the development of the method of interpretation and interpretation of the Qur'an that has developed to date. The methods of writing commentary that have been developed so far are ijmali (general), maudhui (thematic), tahlili (detailed) and muqoran (comparison). In its development, the commentators also produced many methods of interpretation in an effort to reveal the message contained in the Qur'an. As explained in this article, the interpretation of the Qur'an is an attempt to actualize the content in the Qur'an in the reality of today's life. Therefore, the birth of new interpretation theories cannot be separated from efforts to interpret the Qur'an in accordance with the current context and reality. In fact, the variety of methods and the variety of styles are evidence of the progress and flexibility of Muslim thought in relevating religious teachings to the demands of the times and conditions of society. With the reality that people are getting farther away from religious understanding and the development of various external ideological influences, scholars are required to be more creative and innovative in conveying Islamic law while maintaining the authenticity and validity of the source of their teachings.
Konsep Penciptaan Bumi dalam al-Qur’an (Studi Terhadap QS. al-Anbiya’ [21]: 30) Menurut Hamka dalam Tafsir al-Azhar
Mersi Hendra;
Muhamad Rezi
Jurnal Tafsere Vol 9 No 1 (2021)
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1210.501 KB)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana konsep penciptaan bumi dalam al-Qur’an (studi terhadap QS. al-Anbiya’[21]: 30) menurut Hamka dalam Tafsir al-Azhar. Konsep penciptaan bumi selalu mengalami perkembangan dari masa kemasa. Pada abad ke-20 terdapat beberapa konsep penciptaan bumi yang dikemukakan oleh para ahli astronomi yaitu, yang dimulai dari pemikiran yang bersifat spekulatif yang mengembangkan gagasan bahwa alam semesta mengikuti hukum-hukum yang bersifat kuantitatif. Kemudian muncul teori big bang (ledakan besar), setelah itu muncul teori osilasi (ekspansi) yang lahir akibat perbedaan pendapat antara model alam semesta statis dan big bang yang menyatakan alam semesta mengembang lalu mengerut, lalu mengembang lagi dan seterusnya. Sedangkan al-Qur’an telah lama menginformasikan tentang penciptaan bumi, salah satunya terdapat dalam QS. al-Anbiya’[21]: 30. Ayat inilah yang menjadi fokus penulis dalam penelitian ini, karena ayat ini menggambarkan sejumlah fakta yang telah dibuktikan dengan sains dan teknologi tentang adanya ledakan yang memisahkan langit dan bumi. Selanjutnya ayat ini dihubungkan dengan teori big bang, karena terdapat kemiripan antara ayat al-Qur’an dengan teori big bang tersebut. Penelitian ini hanya membahas bagaimana penafsiran Hamka terhadap QS. al-Anbiya’[21]: 30, dan bagaimana relevansi penafsirannya dengan teori big bang. Hamka dalam tafsirnya menjelaskan mengenai QS. Al-Anbiya’[21]: 30 yaitu pada awalnya alam semesta ini merupakan satu kesatuan yang berpadu satu, kemudian Allah memisahkan antara langit dan bumi, setelah peristiwa pemisahan tersebut maka langit itu berupa asap atau gas. Setelah peristiwa pemisahan tadi, maka langit dan bumi terus-menerus mengembang dan bergerak. Mengenai proses pemisahan tersebut Hamka tidak menjelaskan secara detail di penelitian ini penulis menguraikan pendapat mufassir lain untuk menjelaskan proses pemisahan tersebut. Sedangkan awal penciptaan bumi dalam teori big bang dijelaskan bahwa seluruh ruang angkasa terjadi dari satu ledakan raksasa. Jadi, awal penciptaan yang dimaksud Hamka disini sejalan dengan awal penciptaan bumi yang terdapat dalam teori big bang, yaitu alam ini terjadi setelah ledakan raksasa (big bang). Dari ledakan tersebut tercipta lah planet-planet salah satunya planet bumi. Kemudian Allah menciptakan segala sesuatu yang hidup dari air, dan seterusnya.
Modernisme Islam dan Perkembangan Intelektualisme Islam
Maman Rahman Hakim;
Satibi;
Muhamad Rezi
Al Ashriyyah Vol. 9 No. 1 (2023): Al Ashriyyah
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Nurul Iman Bogor
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.53038/alashriyyah.v9i1.153
Islam is a religion that contains universal teachings. Some things are given relatively detailed descriptions, but some big things are left universal. Such as state, social, economic, and cultural orders whose values are universal. Nevertheless, Islamic principles form the basis for making ijtihad on the details of these aspects. This article describes the phenomenon of Islamic modernism and the development of Islamic intellectuality, especially in Indonesia.
PEMAHAMAN HADIS-HADIS RUKYAT HILAL DAN RELASINYA DENGAN REALITA ISBÂT RAMADHAN DI INDONESIA
Rezi, Muhamad
Alhurriyah Vol 1 No 1 (2016): Januari - Juni 2016
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.30983/alhurriyah.v1i1.484
It has become customary that every Muslim anywhere in the world are obliged to fast during Ramadan. One of the annual problems that always appear at the Ramadan is the determination of the beginning and end of Ramadan by sighting the moon. On the orders of the Prophet Muhammad, the determination of Ramadan should be done at the end of the month of Sha'ban. The beginning and end of Ramadan is determined by the appearance of the crescent moon. Such activity is known by rukyat hilal. In its history, the Prophet explained that the methodology of the determination of the beginning and end of Ramadan is sighting the crescent moon with eyes. If sight is obstructed by natural phenomena such as cloud cover, the day of the month of Sha'ban accomplished to 30 days. Contemporary, classic visual method has been carried out with the use of modern tools. Problems often arise because of differences in the understanding the passages of sunnah related to this. Some considered that the hilal rukyat commanded by the Prophet Muhammad is rukyat fi'liyyah while others considered that it is more accurate to use rukyat 'Ilmiyyah with the arithmetic method of calculation (hisab). In Indonesia, the different interpretation and understanding that always makes a difference in executing the fasting and Idul Fitri.
MEROKOK DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM (Studi Nash-Nash Antara Haram Dan Makruh)
Rezi, Muhamad;
Sasmiarti, Sasmiarti
Alhurriyah Vol 3 No 1 (2018): Januari-Juni 2018
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.30983/alhurriyah.v3i1.534
Rokok pada awalnya berupa tembakau yang dibakar dan dihisap melalui sebuah pipa. Kegiatan ini awalnya dilakukan pada saat berkumpulnya beberapa suku untuk mempererat hubungan antar suku yang berbeda. Di Indonesia, merokok sudah menjadi hal yang biasa secara turun temurun. Pada artikel ini, penulis akan mencoba untuk mengkaji hukum tentang merokok. Karena fenomena yang kita saksikan saat ini dirasa sudah cukup untuk membuktikan bahwa rokok sudah menjadi kebutuhan sebagian masyarakat indonesia saat ini dan ada juga yang memakainya sebagai sampingan saja. Berangkat dari berbagai dalil yang telah dipaparkan sebelumnya baik dari Alquran maupun Hadis serta beberapa pendapat Ulama tentang dalil-dalil tersebut, maka penulis menyimpulkan bahwa hukum merokok bersifat kasuistis. Adakalanya dapat dikatakan haram dan adakalanya bersifat makruh tanzih.
AL-MAQÂSHID AL-SYARÎ’AH: Teori dan Implementasi
Suhaimi, Suhaimi;
Rezi, Muhamad;
Rahman Hakim, Maman
Sahaja: Journal Sharia and Humanities Vol. 2 No. 1 (2023): Sahaja: Journal Sharia and Humanities
Publisher : Universitas Darunnajah Jakarta, Indonesia
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.61159/sahaja.v2i1.13
Dikalangan ahli hukum Islam banyak yang konsen terhadap maqasid syariah dari lintas mazhab, seperti Izz al-Din ibn ’Abd al-Salam dari mazhab Syafi’i, Ibnu Qayyim al-Jauziyah dari mazhab Hambali, Abu Ishaq Al-Syâthibi dari mazhab Maliki dan lain-lain yang telah menulis karangan-karangan mengenai teori hukum Islam dan tujuannya, seperti prinsip kemaslahatan dan mengenai sebab-musabab yang didasarkan kepada syari’at. Maqasid syariah adalah masalah kemaslahatan hidup dunia. Artikel ini menjelaskan posisi dan peran maqasid al syariah itu sendiri dalam merekonsiderasi pemberlakuan hukum islam bagi masyarakat muslim dan mengungkapkan tata kerja maqasid syariah yakni dijadikan sebagai pendekatan penentuan hukum dan dijadikan dasar pemberlakuan dan terwujudnya kemaslahatan pada muslim. Makalah ini disusun dengan menerapkan metode penelitian library research. Sumber utama penelitian ini adalah berbagai literatur Maqashid Syariah dalam bentuk kitab rujukan asli. Maqasid syariah mencerminkan perkembangan cukup besar dari eksistensinya sebagai konsep menuju eksistensti sebagai metode pendekatan. Sebagai konsep maqasid syariah di pahami sebagai nilai yang pasti terkandung dalam setiap ketentuan syariah. Nilai nilai yang berkembang mulai dari konsep klasik yang terbatas pada lima nilai utama, menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan harta dan pada konsep modern selain lima nilai tersebut pada akhirnya masuk pada nilai keadilan, kebebasan, dan hak asasi manusia dan lai-lain.