Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

IMPLEMENTASI TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH TERHADAP PEMELIHARAAN JALAN DI KABUPATEN BENGKALIS Ruben, Awi; Asnawi, Eddy; Oktapani, Silm
Collegium Studiosum Journal Vol. 7 No. 1 (2024): Collegium Studiosum Journal
Publisher : LPPM STIH Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56301/csj.v7i1.1268

Abstract

Strategic district roads are roads that are prioritized to serve the interests of the district based on considerations to stimulate economic growth, welfare and security of the district, while city roads are roads located within the autonomous city area as referred to in the law on regional government. see the explanation of Article 9 (4) of Law Number 38 of 2004 concerning Roads. The purpose of this study is to analyze the implementation of government responsibility for road maintenance in Bengkalis Regency based on Law Number 38 of 2004 concerning Roads, to find obstacles and efforts to overcome obstacles in the implementation of government responsibility for road maintenance in Bengkalis Regency based on Law Number 38 of 2004 concerning Roads. The method used is sociological legal research. Based on the research results, it is known that the Implementation of Government Responsibility for Road Maintenance in Bengkalis Regency Based on Law Number 38 of 2004 concerning Roads has not run as it should, because in Bengkalis Regency there are still several damaged roads, this is certainly contrary to Law Number 38 of 2004 concerning Roads, which is a crucial aspect in ensuring connectivity and transportation security for the community.
PERAN KONSTITUSI DALAM MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PENERAPAN UNDANG-UNDANG ITE DI ERA DEMOKRASI Jasmadi; Yamin, Mohd.; Febriansyah; Oktapani, Silm
Collegium Studiosum Journal Vol. 7 No. 1 (2024): Collegium Studiosum Journal
Publisher : LPPM STIH Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56301/csj.v7i1.1314

Abstract

Konstitusi memiliki peran krusial dalam melindungi hak asasi manusia (HAM) dalam penerapan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di era demokrasi. Konstitusi biasanya menjamin hak-hak dasar seperti kebebasan berpendapat, hak privasi, dan hak atas informasi. Dalam konteks UU ITE, konstitusi memastikan bahwa penerapan undang-undang tersebut tidak melanggar hak-hak ini.Misalnya, jika UU ITE digunakan untuk membatasi kebebasan berekspresi secara berlebihan, konstitusi harus melindungi hak individu dari tindakan tersebut. Konstitusi menjamin prinsip legalitas (nullum crimen, nulla poena sine lege) yang mengharuskan adanya peraturan yang jelas dan tegas sebelum seseorang dapat dikenai sanksi. UU ITE harus disusun dan diterapkan sesuai dengan prinsip ini. Kepastian hukum juga harus diberikan agar hak-hak individu tidak dilanggar secara sewenang-wenang. Konstitusi mengatur mekanisme pengawasan, baik melalui lembaga peradilan maupun komisi hak asasi manusia, untuk memastikan bahwa penerapan UU ITE sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusi. Masyarakat memiliki hak untuk menuntut perlindungan konstitusional melalui jalur hukum jika mereka merasa hak-haknya terlanggar akibat penerapan UU ITE. Konstitusi biasanya mensyaratkan bahwa setiap pembatasan terhadap hak asasi manusia harus bersifat proporsional dan tidak melebihi apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang sah. UU ITE harus diterapkan dengan cara yang tidak melanggar prinsip proporsionalitas, yaitu tidak membatasi hak asasi manusia lebih dari yang diperlukan untuk melindungi kepentingan umum. Dalam era demokrasi, keseimbangan antara keamanan, ketertiban, dan hak asasi manusia adalah penting. Konstitusi berperan sebagai panduan dan pengawas untuk memastikan bahwa undang-undang seperti UU ITE diterapkan secara adil dan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar HAM. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk Peran Konstitusi Dalam Melindungi Hak Asasi Manusia Terhadap Penerapan Undang-Undang ITE Di Era Demokrasi. Metode yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Peran Konstitusi Dalam Melindungi Hak Asasi Manusia Terhadap Penerapan Undang-Undang ITE Di Era Demokrasi bahwa konstitusi memainkan peran vital dalam melindungi hak asasi manusia dalam penerapan UU ITE di era demokrasi. Jaminan konstitusi terhadap hak-hak dasar seperti kebebasan berekspresi, hak atas privasi, dan hak atas informasi harus dijaga agar tidak terlanggar oleh penerapan undang-undang tersebut. UU ITE harus memenuhi prinsip legalitas dan kepastian hukum yang dijamin konstitusi. Setiap tindakan hukum yang diambil berdasarkan UU ITE harus jelas dan dapat diprediksi agar tidak terjadi penyalahgunaan dan pelanggaran terhadap hak individu. Konstitusi menyediakan mekanisme untuk pengawasan dan penegakan hak asasi manusia, termasuk melalui lembaga peradilan dan komisi hak asasi manusia. Mekanisme ini penting untuk memastikan bahwa UU ITE diterapkan sesuai dengan prinsip konstitusi. Pembatasan terhadap hak asasi manusia yang diatur dalam UU ITE harus proporsional dan tidak melebihi apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang sah. Hal ini penting untuk memastikan bahwa hak-hak dasar tidak terabaikan demi kepentingan keamanan atau ketertiban.
HARMONISASI HUKUM ADAT DAN KONSTITUSI NASIONAL: Studi Konflik Pengelolaan Sumber Daya Alam di Indonesia Ramadhan, Ramadhan; Syafrizal, Syafrizal; Oktapani, Silm
Nusantara Journal for Southeast Asian Islamic Studies
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/nusantara.v20i2.33987

Abstract

Konflik antara hukum adat dan hukum nasional dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) menjadi isu yang terus meningkat di Indonesia, terutama pada wilayah-wilayah dengan pengakuan hak ulayat masyarakat adat yang belum memadai. Hukum adat sering kali berbenturan dengan kebijakan nasional yang memprioritaskan kepentingan pembangunan ekonomi dan investasi, sehingga memicu ketegangan sosial, hilangnya akses masyarakat adat terhadap wilayah tradisional, dan kerusakan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis akar konflik tersebut, dengan fokus pada studi kasus di Kalimantan dan Sulawesi Selatan. Melalui pendekatan yuridis dan antropologis, studi ini mengungkapkan bahwa minimnya harmonisasi antara hukum nasional dan hukum adat menjadi penyebab utama konflik. Selain itu, rendahnya keterlibatan masyarakat adat dalam proses perizinan dan tata kelola SDA memperburuk ketimpangan kekuasaan antara pihak pemerintah, korporasi, dan komunitas lokal. Sebagai solusi, studi ini merekomendasikan revisi regulasi terkait, seperti pengesahan RUU Masyarakat Adat dan implementasi putusan Mahkamah Konstitusi tentang pengakuan hutan adat. Pendekatan partisipatif melalui pemetaan wilayah adat dan dialog multistakeholder juga dianggap penting untuk menyelesaikan konflik secara damai. Studi ini menegaskan pentingnya pelestarian kearifan lokal untuk mencapai pengelolaan SDA yang berkeadilan dan berkelanjutan.
EFEKTIVITAS PENGELOLAAN LAYANAN PERPARKIRAN PADA UNIT PELAKSANA TEKNIS PERPARKIRAN Ramadanti, Vista Dwi; Asnawi, Eddy; Oktapani, Silm
Collegium Studiosum Journal Vol. 7 No. 2 (2024): Collegium Studiosum Journal
Publisher : LPPM STIH Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56301/csj.v7i2.1380

Abstract

Untuk indikator dan standar pelayanan diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Walikota Nomor 132 Tahun 2020 Tentang Standar Pelayanan Minimal Unit Pelaksana Teknis Perparkiran Dinas Perhubungan Kota Pekanbaru bahwa setiap jenis pelayanan BLUD perparkiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 mempunyai indikator dan standar pelayanan. Ayat (2) juga menjelaskan bahwa indikator dan standar pelayanan yang dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahakan dari peraturan walikota ini. Namun pada kenyataanya, sering kali tidak ada kejelasan atau implementasi yang konsisten terhadap standar ini di lapangan, terutama dalam pelayanan terhadap petugas yang bertugas dalam pengelolaan layanan perparkiran in tidak mendapatkan pelatihan yang memadai, sehingga kurang siap untuk menghadapi situasi di lapangan dan memberikan pelayanan yang optimal. Metode yang dipergunakan adalah penelitian hukum sosiologis. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Efektivitas Pengelolaan Layanan Perparkiran Pada Unit Pelaksana Teknis Perparkiran Kota Pekanbaru Berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 132 Tahun 2020 Tentang Standar Pelayanan Minimal Unit Pelaksana Teknis Perparkiran Dinas Perhubungan Kota Pekanbaru adalah belum berjalan dengan baik, karena masih adanya beberapa juru parkir yang tidak menerapakan standar pelayanan minimal tempat parkir umum milik pemerintah daerah, seperti untuk memberikan pelayanan parkir di dalam ruang milik jalan ditempatkan juru parkir. Setiap juru parkir dilengkapi dengan pakaian seragam berserta atributnya dan untuk memunggut tarif parkir, para juru parkir dibekali karcis parkir. Hambatan Dalam Efektivitas Pengelolaan Layanan Perparkiran Pada Unit Pelaksana Teknis Perparkiran Kota Pekanbaru Berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 132 Tahun 2020 Tentang Standar Pelayanan Minimal Unit Pelaksana Teknis Perparkiran Dinas Perhubungan Kota Pekanbaru adalah minimnya sosialisasi terhadap masyarakat dan juru parkir, kurangnya pengawasan yang memadai dan penegakan aturan di lapangan, dan tidak adanya sanksi yang diberikan kepada juru parkir yang melanggar aturan. Upaya Mengatasi Hambatan Dalam Efektivitas Pengelolaan Layanan Perparkiran Pada Unit Pelaksana Teknis Perparkiran Kota Pekanbaru Berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 132 Tahun 2020 Tentang Standar Pelayanan Minimal Unit Pelaksana Teknis Perparkiran Dinas Perhubungan Kota Pekanbaru adalah pemerintah Kota melalui Dinas Perhubungan dapat meningkatkan sosialisasi mengenai pentingnya tertib parkir, baik kepada masyarakat maupun juru parkir, perlu adanya pengawasan rutin oleh petugas di lapangan untuk memastikan juru parkir mematuhi aturan dan dilakukan Pemanfaatan teknologi seperti CCTV di area parkir serta penggunaan perangkat digital untuk memantau aktivitas di lapangan dapat membantu pengawasan yang lebih efektif dan efisien, nperlunya sanksi yang tegas yang bagi juru parkir yang melanggar aturan, seperti tidak mengenakan atribut resmi, tidak memberikan karcis, atau mengizinkan parkir liar, sanksi dapat berupa teguran, denda, hingga pencabutan izin menjadi juru parkir.
Pengawasan Penyetoran Retribusi Parkir Daerah Kota Pekanbaru Kecamatan Rumbai Pesisir Putra, Pajar Pratama; Ardiansah, Ardiansah; Oktapani, Silm
MORALITY: Jurnal Ilmu Hukum Vol 10 No 1 (2024): Morality : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas PGRI Palangkaraya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52947/morality.v10i1.342

Abstract

Undang-undang No. 9 tahun 2015 menetapkan mengenai Pemerintahan Daerah, mengatur Kepala Daerah dalam melaksanakan tugas urusan pemerintahan daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merujuk pada kegiatan pembangunan sebagai hasil dari dana suatu daerah, yang menjadi komponen pajak daerah. Pajak dan retribusi sangat penting dalam membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah otonomi yang luas, pemungutan retribusi daerah dilakukan oleh jasa pelayanan pemerintahan daerah, bersifat memaksa karena menghasilkan hubungan timbal balik negara dengan penduduk. Salah satu pengolahan retribusi daerah di tepi jalanan umum, dikelola oleh Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Pekanbaru, dengan menggunakan sistem manajemen koordinator terhadap titiktitik parkir melalui Surat Perintah Tugas (SPT), koordinator menginstruksikan tugas teknis kepada juru parkir di lapangan, guna menarik retribusi dari pengguna jasa parkir. Terkhusus di wilayah Kecamatan Rumbai Pesisir, Kota Pekanbaru, retribusi parkir dilaksanakan sesuai Peraturan Daerah Kota Pekanbaru No. 14 Tahun 2016 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum. Penelitian bertujuan untuk mengetahui Implementasi dan Kendala dalam Pelaksanaan Penyetoran Retribusi Parkir di Kecamatan Rumbai Pesisir berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pekanbaru No. 14 Tahun 2016 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian Sosiologis Hukum, hubungan korelasi (sebab-akibat) antara hukum dengan masyarakat. Hasil penelitian adalah masih adanya juru parkir yang melakukan penyelewengan uang retribusi parkir, demi kepentingan pribadi, karena kendala tersebut maka diperlukannya pengawasan retribusi parkir yang lebih ketat oleh Dinas Perhubungan dan pengawas parkir, dengan cara menerapkan sanksi tegas sesuai Peraturan Daerah Kota Pekanbaru No. 14 Tahun 2016 tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum, dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
PROBLEMATIKA KEPEMILIKAN SERTIFIKAT PENDIDIK DI INDONESIA Oktapani, Silm
JISPO Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol. 9 No. 1 (2019): JISPO Vol 9 No 1 2019
Publisher : Faculty of SociaI and Political Sciences (FISIP), Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/jispo.v9i1.4683

Abstract

This study examines (a) problems for lecturers who do not have an educator certificate, (b) looking for root causes of difficulties lecturers have educator certificates and (c) looking for solutions for lecturers who do not have an educator certificate. This research is a normative study. The data used is secondary data collected through literature. The results of this study concluded that lecturers must always update data on the Higher Education Data Base. On filling in the self description must be relevant to the questions given and do not copy paste. Lecturers are required to conduct research and publish and do not let the lecturer to falsify scientific work. Use a valid certificate/AA certificate. Persuasive assessments should not be carried out by only one person and also do not allow persuasive assessments with perfect scores to be carried out by the entire committee. Lecturers must know how to take steps in each stage of the certification examination.
ANALISIS PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU Ardiansah, Ardiansah; Oktapani, Silm
JISPO Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Vol. 9 No. 2 (2019): JISPO Vol 9 No 2 2019
Publisher : Faculty of SociaI and Political Sciences (FISIP), Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/jispo.v9i2.5408

Abstract

Thearrangement of the green open space of the City of Pekanbaru has not been implemented as mandated by the Law on Spatial Planning. Because the rapid development of malls and offices is not comparable to the construction of green open spaces. This research is categorized as sociological legal research, namely research on the effectiveness of law in the community. The results of the study show that the Pekanbaru City Government has not yet fully organized and utilized green open space land. The barriers are structured due to the weak ability to control the land, limited funds, the absence of green open space planning, low private participation, low public awareness, expensive land prices, the ability of the government to only buy land according to the Tax Object Value, and not yet effective implementation of the green open space program. Regulatory efforts include preparing green open space, providing funding, collaborating with the private sector, limiting the construction of buildings and buildings, cooperating with investors, making regulations with strict sanctions on the conversion of green open spaces, synergies between government, the private sector, and community and a strategy for structuring green open space. The Pekanbaru City Government needs to show a strong commitment in structuring green open space.
LAW ENFORCEMENT AGAINST DRIVERS WHO DO NOT REPORT CHANGE OF OWNERSHIP Dony, Mulian; Asnawi, Eddy; Oktapani, Silm
JILPR Journal Indonesia Law and Policy Review Vol. 6 No. 2 (2025): Journal Indonesia Law and Policy Review (JILPR), February 2025
Publisher : International Peneliti Ekonomi, Sosial dan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56371/jirpl.v6i2.351

Abstract

The assignment of Vehicle Registration Numbers (Tanda Nomor Kendaraan Bermotor - TNKB) serves a purpose and represents one of the initial steps in implementing the legal norms that society aims to achieve. Therefore, as citizens, it is our duty to comply with prevailing laws and regulations. Consequently, every motor vehicle must display a TNKB that adheres to the applicable provisions to ensure compliance with legal norms and regulations. The Indonesian National Police (Kepolisian Republik Indonesia) is the authority responsible for law enforcement, particularly concerning traffic. Traffic and road transportation must be developed to enhance their potential and role in ensuring security, welfare, and order in traffic and transportation, supporting economic development, advancements in science and technology, regional autonomy, and accountability in state administration. This study employs a sociological legal research method. Based on the research findings, law enforcement against drivers who fail to report changes in vehicle ownership in Pekanbaru City, as stipulated in the Chief of the Indonesian National Police Regulation Number 7 of 2021 on Vehicle Registration and Identification, has not been effectively implemented. This is due to the presence of drivers who neglect to report changes in vehicle ownership. Strict law enforcement against non-compliance aims to prevent potential misuse of vehicles, such as theft or fraud, and to ensure the legitimate identification of vehicle owners. Furthermore, law enforcement ensures that vehicles operating on public roads remain properly registered in the vehicle administration system, which is crucial for ownership and tax obligation. The factors hindering law enforcement against drivers who fail to report changes in vehicle ownership in Pekanbaru City, as outlined in the Chief of the Indonesian National Police Regulation Number 7 of 2021 on Vehicle Registration and Identification, include a lack of public awareness about the importance of reporting changes in vehicle ownership, inadequate coordination between law enforcement and relevant agencies in monitoring the ownership change process, as the reporting procedure often involves various administrative stages requiring validation from multiple parties, such as the Regional Revenue Office for vehicle tax payments. Additionally, insufficient oversight of motor vehicle sales transactions, especially those conducted without official documentation, has resulted in many vehicles changing hands without undergoing proper reporting processes. Efforts to address the obstacles to law enforcement against drivers who fail to report changes in vehicle ownership in Pekanbaru City, as per the Chief of the Indonesian National Police Regulation Number 7 of 2021 on Vehicle Registration and Identification, include enhancing public awareness of the importance of compliance with this regulation, imposing sanctions on drivers who fail to report ownership changes to create a deterrent effect and encourage compliance, and providing more intensive education to the public about the legal risks of failing to report vehicle ownership changes. Additionally, the police should develop a more practical and efficient reporting system, such as a digital application that allows the public to report vehicle ownership changes without having to visit police stations.
Implementasi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Terhadap Anggota Kepolisian di Lingkungan Wilayah Hukum Kepolisian Daerah Riau yang Melakukan Desersi Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 Tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republ Rusjaidi, Ananda Rizky; Asnawi, Eddy; Oktapani, Silm
Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan Vol 11 No 2.D (2025): Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan 
Publisher : Peneliti.net

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This study examines the implementation of dishonorable discharge for police officers who committed desertion in the Riau Regional Police jurisdiction based on Government Regulation Number 1 of 2003. Using socio-legal research methods through interviews and document analysis, the study found that the implementation has not been optimal, evidenced by the absence of dishonorable discharge recommendations in 2022-2023 cases. Several factors hamper implementation, including limited human resources and budget, non-compliance of perpetrators, human rights considerations, and technical constraints. The research suggests that improvement efforts are needed, including personnel additions according to staffing requirements, enhanced inter-agency coordination, stricter sanctions for repeat offenders, and optimization of budget and examination techniques. The study concludes that the Riau Regional Police needs to be more assertive in implementing dishonorable discharge for repeat desertion offenders while encouraging deserters to uphold their commitment not to repeat violations and demonstrate behavioral improvement.
Legal Philosophy Review of The Authority to Add Norms in the Constitutional Court Decision No. 90/PUU-XXI/2023 Oktapani, Silm; Libra, Robert
Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum Vol. 24 No. 1 (2025): Pena Justisia
Publisher : Faculty of Law, Universitas Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31941/pj.v24i1.5792

Abstract

The Constitutional Court (MK) has a central role in maintaining the constitutionality of laws in Indonesia. One of its important functions is to review laws against the 1945 Constitution. However, the Constitutional Court's review should still respect the authority of the legislative power as the legislator. On the contrary, the addition of provisions occurred in Constitutional Court Decision No. 90/PUU-XXI/2023. The problems raised in this research are the position of Consitutional Court as the guardian of the constitution and the legal philosophy review of the authority to add norms in the a quo decision. The method used is normative juridical with a statutory, conceptual, and philosophy approach. The Constitutional Court did not reflect as the guardian of a quo decision. Then, philosophical analysis of the a quo decision found the following points: 1) in terms of positivism, the Constitutional Court exceeded its authority; 2) the addition of provisions in a quo decision has significant impact on national legislation; and 3) the limitation of the Constitutional Court's authority in adding provisions in its decision.