Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

EKONOMI POLITIK REDISTRIBUSI TANAH, DINAMIKA KELAS DAN PERJUANGAN PENGUNGSI TIMOR TIMUR DI TIMOR BARAT, INDONESIA Dhosa, Didimus Dedi; Ratumakin, Paulus AKL
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio Vol 11 No 1 (2019): Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio
Publisher : STKIP Santu Paulus Ruteng

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2016/jpkm.v11i1.324

Abstract

Sejarah Timor Timur adalah sejarah imperialisme dan pembantaian massal. Peristiwa tersebut terjadi sejak tahun 1975 di saat Indonesia menginvasi Timor Timur yang telah menewaskan ribuan orang, dan berpuncak pada tahun 1999, tatkala warga Timor Timur diberikan opsi menentukan nasib sendiri. Sejak itu, ribuan warga Timor Timur hijrah ke Timor Barat. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan potret kehidupan pengungsi di tiga settlement: Noelbaki, Oebelo dan Naibonat-Kabupaten Kupang, Timor Barat. Selain itu, tulisan ini pun menjelaskan dinamika sosial-ekonomi dan penciptaan kelas-kelas sosial diantara warga Timor Timur yang berjuang memiliki tanah. Ditinjau dari perspektif ekonomi politik, tulisan ini berpendapat bahwa negara berperan penting membidani proletarianisasi melalui eksklusi warga dari tempat asal, memfasilitasi konsentrasi tanah pada elite ekonomi lokal, sembari mengecilkan akses warga Timor Timur atas lahan, dan konsekuensi lanjut adalah negara mendepak para pengungsi untuk bertarung dalam rimba ekonomi kapitalistik. Kegagalan untuk memiliki tanah menyebabkan mereka menjadi buruh migran dalam pasar neoliberal, sambil pada saat bersamaan mereka terus berjuang untuk memiliki hak sebagai warga negara.
Akumulasi Kapital, Penghancuran Gerakan Kiri, dan Kemiskinan di Nusa Tenggara Timur Didimus Dedi Dhosa
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol 4, No 2 (2017): Merangkai Kebhinnekaan Indonesia
Publisher : Departemen Sosiologi Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (932.563 KB) | DOI: 10.22146/jps.v4i2.28578

Abstract

Kemiskinan di Nusa Tenggara Timur dalam anggapan banyak pihak disebabkan oleh faktor seperti alam yang tandus, infrastruktur yang kurang memadai, sumber daya manusia yang minim, perilaku korup para pejabat publik, serta minimnya penerapan prinsip-prinsip good governance dalam tata kelola pemerintahan. Berbeda dengan pandangan di atas, tulisan ini melalui pendekatan ekonomi politik yang berusaha menelusuri jejak sejarah hingga era kolonial, berargumen bahwa kemiskinan di Timor disebabkan oleh akumulasi kapital dan penghancuran gerakan sosial kiri sampai ke akar-akarnya. Akumulasi kapital berlangsung bukan saja pada cara primitif melainkan juga dengan cara penjarahan yang meliputi sejarah panjang kolonialisme, privatisasi dan komodifikasi. Melalui akumulasi kapital Timor yang dahulu kala dikenal sebagai lumbung cendana dirampok hingga punah demi pembangunan negeri-negeri kolonial, bahkan pengelolaannya didominasi oleh negara pascakolonial. Selain itu, penguasaan agraria dan peternakan di Timor didominasi oleh segelintir elit tradisional yang terus mengalami metamorfosis kepemilikan pada kaum elit kontemporer. Kenyataan semacam itu diperburuk oleh adanya penghancuran gerakan sosial kiri pada tahun 1965 yang sebelumnya mendorong perjuangan keadilan distributif agraria dan kepemilikan ternak secara lebih merata di Timor.
Dampak Pengembangan Kawasan Industri Bolok Terhadap Subordinasi Perempuan Di Kupang, Nusa Tenggara Timur Didimus Dedi Dhosa; Paulus AKL Ratumakin
ISJN Journal Vol 3 No 1 (2021): Volume 3 Issue 1, 2021
Publisher : Indonesia Social Justice Network (ISJN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38026/journalhsj.v3i1.40

Abstract

The development of the Bolok Industrial Zone in Kupang of East Nusa Tenggara Province has resulted in not only land acquisition, exclusion of farmers and ecological destruction but also in woman subordination. This research was conducted in the village of Kuanheum in Kupang regency, East Nusa Tenggara Province from April through November 2019. It found that the expansion of capitalism necessitated the appropriation of land in the Bolok Industrial Zone which on the one hand gave advantages to the capital owner and the state bureaucracy but on the other hand caused disadvantages to women around the area as they were constructed as the second class. The results of the social construction can be outlined as follows. First, women do not have right of ownership over communal land upon which they can do their business. Secondly, the denial of land ownership for women has resulted in little participation of women in the deliberation on land cultivation and on the impact of land acquisition. Thirdly, women are differentiated in three distinct groups namely women of the landowners, female tenants and female newcomers. The class differentiation of women has brought about the fizzling out of woman movement to defend their land when they are confronted with male dominance, state hegemony and expansion of land appropriating corporations. Abstrak Pembangunan Kawasan Industri Bolok di Kupang, Nusa Tenggara Timur, bukan saja menyebabkan akuisisi tanah, eksklusi petani, dan destruksi ekologi melainkan juga menyebabkan subordinasi terhadap perempuan. Penelitian ini dilakukan di desa Kuanheum di Kupang pada April hingga November 2019. Tulisan ini menemukan bahwa ekspansi kapitalisme membutuhkan tanah di Kawasan Industri Bolok yang pada satu sisi menguntungkan pemilik kapital dan aparatur negara, akan tetapi pada sisi lain merugikan perempuan. Perempuan di Kawasan Industri Bolok dikonstruksi sebagai kelas dua. Konsekuensi dari konstruksi demikian adalah pertama, perempuan tidak memiliki hak atas tanah ulayat sebagai basis produksi. Kedua, ketiadaan hak atas tanah berdampak pada minimnya partisipasi perempuan dalam pertimbangan mendalam tentang pengelolaan tanah dan dampak akuisisi tanah. Ketiga, adanya diferensiasi kelas perempuan, yang dapat dibedakan atas tiga karakteristik yakni perempuan dari kalangan tuan tanah, perempuan penggarap, dan perempuan pendatang dari luar desa Kuanheum yang bekerja sebagai penggarap. Diferensiasi kelas perempuan telah menyebabkan melempemnya gerakan perempuan untuk mempertahankan tanah ketika berhadapan dengan dominasi laki-laki, hegemoni aparatur negara dan ekspansi korporasi yang mengakuisisi tanah.
EKONOMI POLITIK KEBIJAKAN PAS LINTAS BATAS INDONESIA-REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR LESTE Didimus Dedi Dhosa; Zakarias Dos Santos Maia; Marianus Kleden
ISJN Journal Vol 2 No 2 (2020): Volume 2 Issue 2, 2020
Publisher : Indonesia Social Justice Network (ISJN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38026/journalhsj.v2i2.41

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan dampak kebijakan pas lintas batas di perbatasan Indonesia-Republik Demokratik Timor Leste. Pas lintas batas merupakan suatu bentuk kebijakan kedua negara untuk memfasilitasi aktivitas perdagangan di pasar tradisional dan memudahkan mobilisasi warga lintas negara selama mengikuti rangkaian ritual sosial-budaya, tanpa menggunakan visa dan pasport. Penelitian dilakukan di Desa Silawan, Kabupaten Belu pada bulan Februari hingga Juni 2019. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif kritis melalui wawancara mendalam, observasi dan studi literatur, tulisan ini berpendapat bahwa kebijakan pas lintas batas tidak hanya membantu meringankan beban warga, tetapi juga menimbulkan persoalan ekonomi politik yang pelik. Penerapan border pass hanya berlaku pada desa dan anggota masyarakat tertentu menimbulkan diskriminasi negara terhadap warga dan membidani lahirnya ketidakpuasan warga. Konsekuensi lanjut adalah warga melakukan perjalanan lintas batas secara ilegal. Aturan negara yang membatasi jumlah penjualan dan pembelian barang pada satu pihak menguntungkan negara, akan tetapi di pihak lain, [ia] tidak menguntungkan para pedagang kecil yang hendak memvalorisasi nilai ekonomi. Pada akhirnya, kebijakan border pass melahirkan dominasi militer dalam melakukan pungutan liar atas pelintas batas ilegal yang mendatangkan keuntungan ekonomi politik bagi militer.
Penguatan Literasi bagi Siswa-Siswi SDK Kristus Raja Baun Kabupaten Kupang-NTT pada Masa Pandemi Covid-19 Anselmus Boy Baunsele; Erly G. Boelan; Hildegardis Missa; Adri Gabriel Sooai; Paskalis Andrianus Nani; Maximus M. Taek; Gerardus D. Tukan; Didimus Dedi Dhosa; Adrianus Ketmoen
Jurnal Mandala Pengabdian Masyarakat Vol. 4 No. 1 (2023): Jurnal Mandala Pengabdian Masyarakat
Publisher : Progran Studi Farmasi STIKES Mandala Waluya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35311/jmpm.v4i1.173

Abstract

Pandemi Covid-19 menyebabkan perubahan dari semua segi kehidupan, temasuk bidang pendidikan. Pembelajaran online yang ditawarkan mengharuskan pembelajaran tanpa adanya interaksi langsung antara guru dan siswa di Sekolah Dasar Katolik (SDK) Kristus Raja Baun. Hal ini menyebabkan banyak siswa yang kesulitan dalam hal membaca. Pendampingan dan peningkatan budaya literasi yang dilaksanakan oleh mahasiswa  Universitas Katolik Widya Mandira menjadi salah satu solusi untuk membantu anak-anak SDK Kristus Raja Baun. Setelah melalui pendampingan di sekolah maupun Grup Belajar Sore (GBS), diperoleh hasil pengakuan dari guru dan orang tua  bahwa terjadi perubahan kebiasaan dari para siswa di rumah dan disekolah. Para siswa cenderung untuk mencari lebih banyak sumber bacaan untuk dibaca. Hasil lain yang diperoleh yaitu para siswa semangat untuk menceritakan kembali cerita yang mereka baca serta interaksi positif dari para siswa selama pembelajaran. Peran guru, orang tua dan  masyarakat sangat diperlukan dalam menanamkan budaya literasi bagi generasi masa depan bangsa.
DINAMIKA KOMUNIKASI ORGANISASI DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT DI PEMERINTAHAN KOTA KUPANG Riang, Yoseph; Bataona, Mikhael Rajamuda; Dhosa, Didimus Dedi
Jurnal Ilmu Komunikasi UHO : Jurnal Penelitian Kajian Ilmu Komunikasi dan Informasi Vol. 9 No. 1 (2024): EDISI JANUARI
Publisher : Laboratorium Ilmu Komunikasi Fisip UHO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52423/jikuho.v9i1.161

Abstract

Di era modern yang serba cepat dan sangat kompetitif saat ini, setiap organisasi perlu terus berinovasi agar tetap relevan dalam mencapai tujuan dan memenangkan persaingan. Pada institusi pemerintahan, satu aspek yang turut menentukan keberhasilan mengadopsi inovasi adalah dinamika komunikasi organisasi dalam proses pengambilan keputusan. Jenis penelitian ini ialah deskriptif kualitatif dan menggunakan metode studi kasus. Teknik analisis data yang dipakai ialah analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman. Teknik yang dipakai untuk uji kredibilitas penelitian kualitatif adalah triangulasi dan penelitian ini memakai triangulasi sumber. Selain itu, peneliti juga membandingkan data hasil wawancara dengan studi dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan implementasi inovasi E-Government yang terjadi di Pemerintahan Kota Kupang umumnya sesuai dengan teori Rogers. Hanya saja dalam setiap tahapan pengambilan keputusan masih terdapat hambatan komunikasi seperti perbedaan persepsi, gangguan semantik dan teknis, terbatasnya praktek sharing informasi, tidak adanya umpan balik dan rendahnya tingkat motivasi antara para anggota organisasi tentang implementasi inovasi E-Government.
State-led Forest Development and Social Protest in East Nusa Tenggara Province Dhosa, Didimus Dedi
Forest and Society Vol. 5 No. 2 (2021): NOVEMBER
Publisher : Forestry Faculty, Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24259/fs.v5i2.11320

Abstract

This research examines models of social resistances in response to top-down forest governance in the provincial government of East Nusa Tenggara Province,  Indonesia. The researcher demonstrates the models of (1) forest management and (2) people’s resistance against the regional government.The author found three fundamental problems through the perspectives of the right to the governing authority of the state and social resistance. First, the provincial government monopolise forest management since 1982 for cattle breeding.  Instead of offering prosperity to the people, this forest management model excludes the people from the forest and cattle resources. Second, when the signed contract ended, the local residents refused to extend forest management concessions to the provincial government. Third, the refusal by the residents was carried out through various forms of social movements and cultural politics. However, the provincial government mobilised the police, the civil service police, and the armed forces to intimidate the resistant communities.
Land Acquisition, Peasant Exclusion, and People Resistance Advocacy at Bolok Industrial Area in Kupang, East Nusa Tenggara, Indonesia Dhosa, Didimus Dedi
Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan Vol. 7 No. 3 (2019): Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan
Publisher : Departement of Communication and Community Development Sciences, Faculty of Human Ecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (335.536 KB) | DOI: 10.22500/sodality.v7i3.27169

Abstract

This study aims to investigate industrial development project by corporations facilitated by the government of East Nusa Tenggara Province. The government argues that the development of Bolok Industrial area can open workforce, elevate the welfare of citizens, and reduce the poverty index. This research was conducted from February to July 2019. Data collection techniques are indepth interview, focus group discussion, and participant observation.  By using a critical qualitative approach and a Marxian analysis of land acquisition and capital accumulation, this paper finds four urgent things. Firstly, people’s land is grabbed by corporations with government’s support. Secondly, the acquisition is carried out with the politics of 'lure' and 'tourism' to the island of Java. Thirdly, land acquisition causes inequality in land tenure and exclusion of farmers from their arable land. Fourthly, advocacy of critical awareness by various actors becomes less effective when important actors in society have been co-opted by corporations which resulted in conquering to the masses. The government of NTT Province must reconsider the development of an industrial area if they don’t want local people to be trapped in the poverty circle and ecological destruction.
Water Governance Conflict in Kupang: between Limited Water Debit versus Commercialization Dhosa, Didimus Dedi
Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan Vol. 12 No. 2 (2024): Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan
Publisher : Departement of Communication and Community Development Sciences, Faculty of Human Ecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22500/12202451316

Abstract

This study aims to present the long-standing water governance dilemma in Kupang, East Nusa Tenggara, which has never been fully resolved. On the one hand, the people of Kupang City and Kupang Regency experience water shortages during the dry season. On the other hand, the practice of water commercialization appears to be carried out by local political economy elites in a vulgar and massive manner. Commercialization is understood as an effort involving a set of rules, policies, and norms that empower the market to provide clean water, and even produce and distribute water to citizens. This research was a qualitative study that employed in-depth interviews with 20 informants, observations at 5 water selling locations, and focus group discussions with drinking water customers. Using the commercialization perspective, this paper challenged the view that water scarcity in Kupang is due to limited water debit, rapid population growth, and low rainfall. This study found that the water problem in Kupang was caused by the massive commercialization of water, which was dominated by the private sector with government support through water sales operation permits, as well as illegal water drilling by local communities.
KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT DALAM MENJAGA KETAHANAN PANGAN MELALUI TRADISI REWA`NG PLEA “(Studi Kasus Desa di Daniwato Kecamatan Solor Barat Kabupaten Flores Timur)” Antonio Jawan Jawan; Frans Bapa Tokan; Didimus Dedi Dhosa
Journal Education and Government Wiyata Vol 3 No 1 (2025): Februari 2025
Publisher : Yayasan Panca Bakti Wiyata Pangandaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71128/e-gov.v3i1.212

Abstract

This study is entitled "Local Wisdom of Indigenous Peoples in Maintaining Food Security Through the Rewa`Ng Plea Tradition" (Case Study of Villages in Daniwato, West Solor District, East Flores Regency). To explain the main problem in the title above, a theory is built on local wisdom and food security with a focus on local wisdom in implementing the rewang p'lea tradition ceremony based on aspects of the stages of implementing the rewang p'lea tradition and local wisdom in maintaining food security. The method used in this study is a qualitative descriptive method and the techniques used are interview techniques, observation, and documentation. The results of the study show that (1) this tradition begins with the initial stage of implementation involving the preparation of natural ingredients consisting of crushed tree trunks and dog blood and liver. This process not only involves practical knowledge in utilizing nature, but also contains spiritual values that have been passed down from generation to generation. Thus, the community prepares this potion to be used to protect their gardens from pests that can damage agricultural products, such as caterpillars and grasshoppers. (2) The implementation stage of the rewang p’lea ritual involves the entire community involved in this traditional ceremony, both from the men who play an important role in the ritual procession, as well as the general public (ribu ratu). In this process, the traditional potion that has been prepared is then distributed to all members of the community, who then place the potion at strategic points in their gardens. (3) In the final stage of implementation, the Daniwato Village community follows the taboo of not entering the garden for three days after the ritual is carried out, as a form of respect for the spiritual power that has been applied to their gardens. This taboo shows how the rewang p’lea ritual is viewed as something sacred and requires patience and caution so that the success of the ritual can be realized. (4) The rewang p’lea tradition in Daniwato Village is a real example of how the local wisdom of indigenous communities in maintaining food security is rooted in very deep and meaningful cultural values. Through close cooperation between residents, the use of natural materials, and appreciation of spiritual and social values, the community is able to maintain the continuity of their agricultural production despite facing the threat of pests.