Abstrak: Provinsi Kalimantan Timur dikenal tidak hanya karena kekayaan alamnya, tetapi juga keragaman seni rupanya, seperti Batik Shaho dari Balikpapan yang menjadi identitas budaya lokal. Berdasarkan hasil observasi tim pengabdian masyarakat, dalam beberapa tahun terakhir, produsen Batik Shaho beralih dari pewarna alami ke sintetis seperti remasol dan naphtol demi efisiensi, meskipun bahan tersebut bersifat genotoksik, karsinogenik, dan tergolong limbah B3. Tujuan dari pengabdian masyarakat ini adalah mengusung konsep pendampingan yang berkelanjutan dengan memberikan pemahaman dan keterampilan baru bagi mitra Batik Shaho dalam menggunakan alat degradator fotokatalitik limbah zat pewarna kain batik. Pendampingan ini difokuskan pada pelatihan dan sosialisasi pengunaan alat degradator zat pewarna kain batik yang diharapkan dapat membantu para perajin dalam menangani buangan limbah zat pewarna. Mempertimbangkan efisiensi penanganan limbah di wilayah mitra masih terbatas, tim pengabdian masyarakat ITK mengusulkan diseminasi teknologi dekolorator. Alat ini dilengkapi sensor degradasi real-time, material aktif TiO₂ berkinerja tinggi, dan lampu UV untuk mendukung proses dekolorisasi limbah pewarna. Sistem ini dirancang terintegrasi dan diharapkan mampu memberikan dampak signifikan dalam pengelolaan limbah zat pewarna. Inisiatif ini menjadi bagian dari upaya nyata untuk mewujudkan Gerakan peduli lingkungan melalui penerapan teknologi ramah lingkungan dan berkelanjutan. Indikator keberhasilan kegiatan ini dibuktikan melalui pengumpulan data sebanyak 25 responden peserta pelatihan. Berdasarkan hasil evaluasi kuesioner, lebih dari 90% peserta meraih skor rata-rata di atas 80. Hal tersebut mengindikasikan efektivitas pelatihan yang diselenggarakan dalam meningkatkan kompetensi dan pengetahuan para peserta, khususnya terkait pengelolaan limbah warna kain menggunakan teknologi degradator fotokatalitik.Abstract: East Kalimantan Province is known not only for its natural wealth, but also for its diverse fine arts, such as Batik Shaho from Balikpapan which is a local cultural identity. Based on the results of observations by the community service team, in recent years, Batik Shaho producers have switched from natural to synthetic dyes such as remasol and naphtol for efficiency, even though these materials are genotoxic, carcinogenic, and classified as B3 waste. The purpose of this community service is to carry the concept of sustainable assistance by providing new understanding and skills for Batik Shaho partners in using a photocatalytic degrader for batik fabric dye waste. This assistance focuses on training and socialization of the use of a batik fabric dye degrader which is expected to help craftsmen in handling dye waste. Considering that the efficiency of waste handling in partner areas is still limited, the ITK community service team proposed the dissemination of decolorizer technology. This tool is equipped with a real-time degradation sensor, high-performance TiO₂ active material, and UV lamps to support the dye waste decolorization process. This system is designed to be integrated and is expected to have a significant impact on dye waste management. This initiative is part of a real effort to realize the Environmental Care Movement through the application of environmentally friendly and sustainable technology. The indicator of the success of this activity is proven through the collection of data from 25 training participant respondents. Based on the results of the questionnaire evaluation, more than 90% of participants achieved an average score above 80. This indicates the effectiveness of the training held in improving the competence and knowledge of participants, especially related to the management of fabric color waste using photocatalytic technology.