The use of perfume among Muslim women has sparked debate due to prophetic traditions (hadiths) prohibiting it. This article reexamines the interpretation of these hadiths, which, when understood literally, contradict contemporary contexts. Initially associated with negative connotations, perfume has evolved into a symbol of self-respect and consideration for others. This qualitative study employs a literature-based research design, utilizing primary sources from hadith collections and secondary sources from books, journals, and related research. The study aims to reevaluate the prohibition's meaning within relevant contexts. Nashr Hamid' Abu Zayd's hermeneutics is guided by extracting three principles, namely dalalah, maghza and maskut 'anhu. Applying Nashr Hamid Abu Zayd's hermeneutics, the research reveals that Islamic teachings permit perfume use if it doesn't cause disturbance and promotes environmental comfort. The signification of the hadith is that Islam teaches not to have an excessive attitude, care about environmental cleanliness and respect for others. The dimension of unrelated dimension is the excessive use of perfume and with the wrong intention, such as flirting with the opposite sex is prohibited. Furthermore, excessive or malicious perfume use, particularly for seduction, is prohibited due to its potential harm and exploitation of women.[Penggunaan parfum untuk perempuan telah menjadi perdebatan karena adanya hadis yang melarangnya. Artikel ini membahas tentang pemahaman dalam pamaknaan kembali atas hadis yang melarang penggunaan parfum untuk wanita. Hadis tersebut apabila dipahami secara tekstual bertolak belakang dengan kondisi sekarang. Parfum yang mulanya dikaitkan sebagai identitas “pezina” dengan fungsi yang buruk, kemudian bergeser menjadi tanda untuk menghormati diri sendiri dan sekitar. Penelitian ini berupa penelitian kualitatif dengan jenis data studi pustaka. Data diperoleh dari sumber primer berupa kitab hadis. Sedangkan sumber sekunder adalah berupa buku, jurnal, dan penelitian yang terkait dengan tulisan ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji kembali makna pelarangan penggunaan parfum agar sesuai dengan konteks yang relevan. Penulis menggunakan hermenutika Nashr Hamid Abu Zayd sebagai pisau bedahnya. Hermenutika dari Nashr berpedoman pada penggalian tiga prinsip: dalalah (original meaning), maghza (signifikasi), dan maskut ‘anhu (makna tersembunyi). Berdasarkan pada perangkat hermenutika Nashr, penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwasa hadis tentang larangan penggunaan parfum untuk wanita memiliki makna bahwa penggunaan parfum diperbolehkan selama tidak menimbulkan bau yang menyengat dan memiliki tujuan untuk membuaat kenyamanan lingkungan sekitar. Sedangkan maghza dari hadis tersebut adalah Islam mengajarkan untuk tidak memiliki sikap berlebihan, peduli dengan kebersihan lingkungan dan menghormati orang lain. Adapun dimensi dari maskut ‘anhu adalah penggunaan parfum yang berlebihan dan dengan niat yang salah adalah dilarang karena madharat. Selain itu untuk mencegah eksploitasi terhadap perempuan].