Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

ANALISA YURIDIS SOSIOLOGIS TENTANG PENERAPAN ASAS RESMI DAN PATUT DALAM PERKARA PERCERAIAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 201 TENTANG PEMBENTUKAN PERUNDANG UNDANGAN Saifuddin, Saifuddin; Jamaluddin, Jamaluddin; Ramziati, Ramziati
Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol 7, No 1 (2019): Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
Publisher : Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (358.472 KB) | DOI: 10.29103/sjp.v7i1.1982

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisa secara yuridis  sosiologis terhadap penerapan asas resmi dan patut dalam perspektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-Undangan, dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif sosiologis. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penerapan asas resmi dan patut dalam penyelesaian perkara perdata perceraian di Mahkamah Syar’iyah mengalami kendala secara sosiologis, dimana surat panggilan sidang atau relaas panggilan cenderung lebih sering diterima oleh aparat kampung: sekretaris kampung, kepala dusun atau pun kepala lorong, hal tersebut terjadi karena kepala desa/kampung sering tidak berada di tempat, sehingga surat panggilan sidang atau relaas panggilan sidang sering diserahkan dan diterima oleh sekretaris kampung, kepala dusun atau pun kepala lorong. Fakta tersebut menunjukkan bahwa norma keabsahan sebuah surat panggilan sidang atau relaas panggilan sidang perkara perdata perceraian (Pasal 390 HIR, Pasal 718 ayat (1) RBg, Pasal 26 ayat (3) PP Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 138 Kompilasi Hukum Islam), yang selama ini menjadi pedoman pelaksanaan pemanggilan para pihak, sudah tidak sesuai lagi diterapkan dalam wilayah yurisdiksi Mahkamah Syar’iyah akibat adanya perubahan struktur sosial kemasyarakatan, sehingga perlu adanya redefinisi tentang standar keabsahan sebuah surat panggilan sidang atau relaas panggilan.
IMPLIKASI PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2019 TENTANG PERKAWINAN TERHADAP PERMOHONAN DISPENSASI KAWIN DI MAHKAMAH SYAR’IYAH BIREUEN Safitri, Nora; Ramziati, Ramziati; Yusrizal, Yusrizal
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 6, No 4 (2023): (Oktober)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v6i4.13224

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis implikasi pemberlakuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan terhadap permohonan dispensasi Kawin di Mahkamah Syar’iyah Bireuen. Permohonan dispensasi kawin di Indonesia masih menjadi persoalan yang sering dibahas, hal tersebut dilihat dari peluang dikabulkannya permohonan dispensasi kawin yang dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan dibutuhkan untuk mengendalikan persoalan pernikahan dibawah umur yang semakin tinggi beserta akibatnya. Berdasarkan penelusuran jumlah permohonan dispensasi  kawin di Mahkamah Syar’iyah Bireuen menunjukkan bahwa pasca revisi Undang-Undang Perkawinan, jumlah permohonan dispensasi kawin masih mengalami peningkatan. Fakta tersebut menunjukkan bahwa pemberian dispensasi kawin di Mahkamah Syar’iyah Bireuen belum berjalan sesuai harapan. Penelitian ini termasuk penelitian lapangan yaitu field research dengan pendekatan penelitian yang digunakan ialah pendekatan yuridis empiris yaitu suatu Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan pendekatan yuridis empiris. Data diperoleh melalui penelitian lapangan (field research), wawacara, dokumentasi dan penelitian kepustakaan (library research). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Mahkamah Syari’ah Bireuen menerapkan dan melaksanakan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 dan juga berpedoman pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin, bahwa disamping masalah usia, Hakim juga harus mempertimbangkan perlindungan serta kepentingan terbaik bagi anak. Kemudian permintaan dispensasi kawin mengalami peningkatan pasca penetapan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019. Namun, tidak dapat dikatakan bahwa satu-satunya dampak dibalik meningkatnya permintaan dispensasi kawin adalah karena lahirnya undang-undang tersebut. Minimmya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang dispensasi kawin menjadi Kendala/hambatan dalam pelaksanaanya dan tidak adanya sosialisasi yang jelas terkait dispensasi kawin di lingkungan masyarakat sehingga membuat pengajuan dispensasi kawin tidak tepat sasaran. Faktor lainnya meliputi rendahnya kesadaran hukum masyarakat, faktor kekhawatiran orang tua, faktor pendidikan dan faktor ekonomi. Upaya yang dilakukan adalah dengan melihat benar tidaknya “alasan mendesak” yang sering diajukan para pemohon dispensasi kawin. Kesimpulan dari penelitian ini adalah hendaknya orang tua dan anak memiliki kesadaran dan pemahaman tentang dampak dari perkawinan dibawah umur, sehingga pengimplikasian Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 Tentang Perkawinan bisa berjalan dengan efektif dan dapat menurunkan angka permohonan dispensasi kawin di Mahkamah Syar’iyah dengan melakukan pengawasan terhadap hal-hal yang dapat memicu dilakukannya perkawinan pada usia anak.
TANGGUNG JAWAB DIREKSI ATAS KERUGIAN PERSEROAN AKIBAT WANPRESTASI (Studi Putusan Nomor 47/Pdt.G/2021/PN.Mtr) Ratuwala, Anjeli; Ramziati, Ramziati; Sastro, Marlia
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 7, No 2 (2024): (April)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v7i2.16052

Abstract

Tanggung jawab direksi terhadap wanprestasi diatur oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Namun, direksi dapat dimintai pertanggungjawaban pribadi atas wanprestasi yang menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Melalui penelitian ini, akan dibahas tanggung jawab direksi terhadap kerugian yang disebabkan oleh wanprestasi, khususnya dalam kasus Putusan Nomor 47/Pdt.G/2021/PN.Mtr. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis normatif, dengan sifat deskriptif. Bentuk tanggungjawab penyedia jasa konstruksi adalah menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak, berdasarkan Pasal 1233 KUHPerdata, yang merupakan perikatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa. Metode pemilihan penyedia jasa adalah negosiasi, di mana pihak pengguna jasa berunding langsung dengan penyedia jasa. Putusan pengadilan nomor 47/Pdt.G/PN.Mtr mengabulkan sebagian gugatan Penggugat dan menyatakan Tergugat 1 telah melakukan wanprestasi berdasarkan perjanjian konstruksi tertanggal 15 Juni 2015. Tergugat 1 dihukum membayar kerugian dan bunga moratoir. Namun, gugatan terhadap Tergugat 2 dan Tergugat 3 ditolak karena perjanjian hanya mengikat Tergugat 1. Tanggung jawab penyedia jasa konstruksi atas kegagalan proyek pembangunan Villa/Hotel dengan memberikan jaminan atas harta pribadi tergugat berupa tanah dan bangunan di lokasi proyek. Pertimbangan hakim dalam mengadili dan memutus perkara didasarkan pada pelanggaran Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata. Berdasarkan penelitian tersebut, disarankan agar para pihak menyelesaikan pembangunan sesuai perjanjian untuk menghindari wanprestasi dan kerugian. Para tergugat juga diminta bertanggung jawab atas kegagalan proyek dan membayar ganti rugi serta bunga moratoir kepada penyedia jasa konstruksi, mengingat tidak adanya progres pembangunan setelah pembayaran dilakukan selama hampir 7 bulan.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KURIR ONLINE PADA LAYANAN PENGIRIMAN BARANG (GOSEND) ( Sudi Pada PT Gojek Medan) Sihombing, Liondi Ramadhan; Ramziati, Ramziati; Kurniasari, Tri Widya
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 7, No 3 (2024): (Agustus)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v7i3.17160

Abstract

 Kurir online PT Gojek Medan yang mengoperasikan layanan pengiriman barang secara online (Layanan Gosend) kerap kali mendapati kerugian baik disebabkan dari sistem penilaian  konsumen terhadap kurir yang dirasa belum akurat maupun fasilitas penyelesaian perselisihan dari PT Gojek yang belum optimal. Perlindungan hukum merupakan hak setiap warga Negara dijelaskan Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 tidak terkecuali kurir online PT Gojek Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap hak kurir online PT Gojek Medan berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta mengetahui tugas utama kurir menjalankan layanan Gosend dan kendala juga upaya perlindungan hukum pada PT Gojek Medan melindungi hak kurir. Metode yang digunakan adalah eksploratif, sumber data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian Pasal 18 ayat (1) UU ITE menjelaskan bahwa para pihak terikat karena adanya  transaksi elektronik yang dituangkan dalam kontrak elektronik. Oleh sebab itu para pihak tunduk pada kontrak yang telah disepakati. Tugas utama kurir adalah melakukan pengiriman barang yang dipesan secara online. Kendala PT Gojek Medan dalam melindungi hak kurir dibatasi oleh PT Gojek sendiri dijelaskan pada Pasal 11 ayat (2) tentang Batasan dan Tanggung Jawab Gojek. Upaya PT Gojek melindungi hak kurir tidak tertuang dalam kontrak elektronik adapun layanan laporan permasalahan yang disediakan PT Gojek belum optimal dalam penerapannya. Saran Penulis, hendaknya pemerintah memberikan perlindungan hukum kepada kurir online dalam bentuk aturan tertulis dan menyediakan lembaga penyelesaian perselisihan para pihak serta PT Gojek memberikan perlindungan yang jelas tertulis didalam kontrak. 
Perlindungan Hukum terhadap guru pesantren terkait kekerasan dan perlakuan tidak adil di Kabupaten Bireuen Arja, Arin; Sari, Elidar; Ramziati, Ramziati
Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol 12, No 1 (2024): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, April 2024
Publisher : Program Studi Magister Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v12i1.15444

Abstract

 The recent phenomenon is that Islamic boarding school teachers often receive verbal violence from their students' parents and also receive unfair treatment regarding honorariums given from the Ministry of Religion. In fact, it is appropriate for Islamic boarding school teachers to receive legal protection, including protection that arises as a result of the actions of students, student guardians, the community, bureaucracy or other parties. Legal protection for Islamic boarding school teachers is still very general and relatively fragmentary, so that there are many problems, especially in Bireuen Regency, Islamic boarding school teachers in Bireuen Regency have many opinions about unfair treatment, verbal violence from Islamic boarding school teachers and discrimination from the Ministry of Religion. This research aims to study and analyze legal protection for Islamic boarding school teachers in Bireuen Regency, to study and analyze the obstacles that occur to legal protection for Islamic boarding school teachers in Bireuen Regency and to study and analyze the efforts made to prevent obstacles for Islamic boarding school teachers to receive adequate legal protection. both in Bireuen Regency.This research uses empirical juridical methods, and uses a qualitative approach. This research is descriptive in nature, with the research location in Bireuen Regency. Data collection sources consist of primary and secondary data, data collection tools using observation, interviews and documentation, the results of the research are arranged systematically to obtain clarity on the problems to be researched.Based on the results of research that teacher protection for Islamic boarding school teachers in Bireuen Regency is not specifically regulated in the law,. The obstacles that occur to legal protection for Islamic boarding school teachers in Bireuen Regency are the legal substance factor. The Bireuen Regency government does not yet have regional regulations regarding the protection of Islamic boarding school teachers to date so that the protection of Islamic boarding school teachers tends to receive less attention through concrete actions, legal structure factors, enforcement of legal protection against Islamic boarding school teachers in Bireuen Regency have not run well, the legal culture factor in the legal culture aspect is a lack of legal awareness from parents/guardians of students in Bireuen Regency without finding out first regarding the problems that occur. Efforts are being made so that obstacles to legal protection for Islamic boarding schools in Bireuen Regency can be resolved. Socialization and Revision of the Law on Islamic Boarding School Teachers regarding several limitations of the Bireuen Regency government in implementing policies regarding teacher protection. Establishment of the Islamic Boarding School Teacher Protection Agency. Apply for an Operational Permit for the Mujadi Education Unit (SPM).It is recommended that legal protection for Islamic boarding school teachers in the educational process related to acts of violence in the educational sector should be implemented using penal policies and non-penal policies. To anticipate forms of violence that occur in the teaching and learning process, related parties such as school principals, the Education Department and also NGOs working in the education sector should be able to carry out work coordination in trying to stop forms of violence in educational institutions.                           
PERTANGGUNGJAWABAN SUAMI MEMBERIKAN NAFKAH KEPADA ISTERI PADA MASA TUNGGU IKRAR TALAK DI KABUPATEN BENER MERIAH Susanti, Susi; Jamaluddin, Jamaluddin; Ramziati, Ramziati
Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol 11, No 2 (2023): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Oktober 2023
Publisher : Program Studi Magister Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v11i2.13053

Abstract

ABSTRAKKewajiban memberikan nafkah oleh suami kepada isteri merupakan salah satu kewajiban pokok suami setelah akad perkawinan terjadi. Hal ini diatur dalam pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan pasal 80 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Kompilasi Hukum Islam. Pada saat terjadi perkara cerai talak, terdapat batas waktu untuk mengucapkan ikrar talak yaitu selama 6 bulan sesuai yang diatur dalam pasal 131 ayat (4) kompilasi Hukum Islam. Namun, pada masa tunggu ikrar talak ini, sering kali suami melalaikan atau mengabaikan kewajibannya untuk memberikan nafkah bagi isteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan tanggung jawab dan penyebab suami tidak memberikan nafkah bagi isteri pada masa tunggu ikrar talak serta upaya dan bagaimana perlindungan hukum bagi isteri yang tidak diberikan nafkah oleh suami pada masa tunggu ikrar talak.Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan penelitian normative-empiris yang pokok kajiannya mengkaji peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat. Sumber data pada penelitian ini adalah sumber data primer. Teknik pengumpulan data dengan cara wawancara langsung dengan reponden dan informan yang telah ditentukan terlebih dahulu. Analisis data dalam penelitian ini yaitu semua data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan dianalisis secara kualitatif, untuk mencapai kejelasan terhadap masalah yang diteliti terkait pertanggungjawaban suami memberikan nafkah kepada isteri pada masa tunggu ikrar talak.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suami tetap memiliki tanggung jawab untuk memberikan nafkah kepada istrinya selama masa tunggu ikrar talak. Hal ini disebabkan karena putusnya perkawinan terjadi setelah suami mengikrarkan talak di hadapan hakim pada sidang pengadilan dalam hal ini di Mahkamah Syari'ah. Dalam prakteknya, sering kali suami enggan melaksanakan kewajibannya memberikan nafkah kepada isteri pada masa tunggu ikrar talak. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab, di antaranya adalah terjadi kekosongan aturan hukum dalam Undang-Undang Perkawinan maupun dalam Kompilasi Hukum Islam, dimana tidak adanya aturan sanksi terhadap suami yang tidak menunaikan kewajibannya dalam memberikan hak isteri yaitu berupa nafkah pada masa tunggu ikrar talak, kurangnya edukasi terhadap calon suami dan isteri pada saat pelaksanaan bimbingan pra nikah yang berhubungan dengan kewajiban dan hak pemberian nafkah, ketidakmauan suami dan kesanggupannya untuk memberikan nafkah, suami isteri yang sudah tidak tinggal dalam satu atap rumah, dan oleh sebab kebencian suami terhadap isterinya. Untuk melindungi hak-haknya, istri dapat mengajukan gugatan nafkah, menuntut hak nafkah yang tertunggak, atau melaporkan tindakan kekerasan dalam rumah tangga (penelantaran dalam rumah tangga) ke pihak berwenang.Disarankan kepada pemangku kepentingan seperti MPU, KUA dan Kepala Desa untuk dapat melakukan upaya preventif dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan calon pengantin terkait kesiapan nikah dan kewajiban setelah menikah serta pemenuhan mafkah. Disarankan kepada Mahkamah Syariyah dalam putusan perkara perceraian untuk memasukkan pertimbangan kewajiban suami tetap memberikan nafkah kepada isteri pada masa tunggu ikrar talak. Disarankan kepada pembentuk undang-undang melakukan revisi terhadap undang-undang perkawinan untuk dapat melengkapi kekosongan hukum terhadap kewajiban nafkah pada masa tunggung ikrar talak dan terhadap sanksi yang akan diterima apabila suami tidak menjalakan kewajiban tersebut, tanpa si isteri perlu melakukan upaya hukum terlebih dahulu.
ANALISIS PINJAMAN ONLINE SYARIAH BERDASARKAN QANUN ACEH NOMOR 11 TAHUN 2018 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DI ACEH Utomo, Widi; Ramziati, Ramziati; Sari, Elidar
Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol 11, No 2 (2023): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Oktober 2023
Publisher : Program Studi Magister Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v11i2.11536

Abstract

Kebijakan Qanun No. 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah menurut ketentuan Pasal 2 Jo. Pasal 6 menyatakan bahwa seluruh orang perorangan maupun lembaga maupun transaksi keuangan yang berada di Aceh harus menggunakan prinsif syariah, hal dimaksud juga berlaku bagi layanan jasa keuangan Financial Technology yakni pada ketentuan Pasal 35. Bahwa dalam qanun tidak secara jelas mengatur mengenai Pinjaman Online, namun pada Pasal 35 tersebut juga tetap menerapkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku saat ini, sehingga Pinjaman Online yang berada di Aceh tidak diperbolehkan menggunakan prinsif konvensional.Permasalahan yang timbul sejak berlakunya Qanun ini, masih ditemukan adanya transaksi keuangan tidak menerapkan prinsif syariah di Provinsi Aceh sebagaimana data yang diperoleh sejak tahun 2020 sampai dengan 2021 sebanyak 97 transaksi keuangan yang jika ditaksir lebih kurang Rp. 93.000.000.000,00 masih menggunakan sistem konvensional sehingga praktik-praktik Riba, Maisir maupun Gharar tetap masih terjadi di Aceh dan tentu berlawanan dengan prinsif syariah sebagaimana ketentuan Qanun A quo.Rumusan permasalahan pada penelitian ini: 1). Menganalisa ketentuan Pinjaman Online Syariah sebagaimana Qanun No. 11 Tahun 2018 tentang LKS, 2). Bagaimanakah penerapan Pinjaman Online Syariah berdasarkan Qanun No. 11 Tahun 2018 tentang LKS, 3) Bagaimanakah penanganan terhadap Pinjaman Online Non Syariah pasca terbitnya Qanun No. 11 Tahun 2018 tentang LKS. Jenis dalam kajian ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian hukum kepustakaan yang didapatkan dengan melakukan penelitian bahan kepustakaan. Lebih lanjut dalam pelaporan penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Sumber data mengacu pada informasi diperoleh dari sumber langsung (data primer) atau dari sumber tidak langsung (data sekunder). Teknik pengumpulan data adalah penelitian dokumen atau penelitian kepustakaan (library research).Pada penelitian ini disimpulkan: 1) Adanya kelemahan terhadap Qanun LKS itu sendiri yang belum secara detil mengakomodir kebijakan penerapan syariah di Aceh, 2) Kemudian lemahnya sektor pengawasan terhadap penerapan syariah untuk lembaga keuangan yang ada di Aceh sehingga masih ditemukannya transaksi keuangan berprinsif konvensional, 3) Juga diperlukannya Satuan Tugas Khusus untuk mengawasi serta melakukan penindakan secara langsung terhadap penerapan lembaga keuangan syariah di Aceh yang tetap memakai sistem konvensional.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERLAWANAN TEREKSEKUSI PARTIJ VERZET ATAS SITA EKSEKUSI (STUDI PUTUSAN NOMOR: 16/PDT.BTH/2022/PN.KTN) Putra, Najuasah; Manfarisyah, Manfarisyah; Ramziati, Ramziati
Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol 12, No 1 (2024): Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, April 2024
Publisher : Program Studi Magister Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v12i1.15186

Abstract

Perlawanan tereksekusi (partij verzet) atas sita eksekusi akan menjadi suatu perkara baru yang harus mendapatkan penyelesaian, sehingga perkara pokoknya yang sudah selesai menjadi berkepanjangan dan Putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap juga dimungkinkan untuk penundaan eksekusi, berdasarkan perlawanan tereksekusi tersebut dan disesuaikan dengan asas kasuitis dan asas eksepsional. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan pendekatan yuridis normatif, dan bersifat preskriptif, sumber data diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, dan pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library research). Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa perlindungan hukum terhadap perlawanan tereksekusi (partij verzet) yang diatur dalam Pasal 207 HIR dan Pasal 225 RBg dapat dilakukan sepanjang pihak tereksekusi dapat membuktikan alas hak terhadap objek eksekusi. Perlawanan pada dasarnya tidak menangguhkan eksekusi, dan perlawanan juga harus diajukan sebelum eksekusi dijalankan. Pertimbangan hakim terhadap perlawanan tereksekusi atas sita eksekusi (studi putusan nomor: 16/Pdt.Bth/2022/PN.Ktn) menyatakan dalam amar putusannya bahwa perlawanan tereksekusi para pelawan dinyatakan sebagai pelawan yang tidak benar; maka perlawanan para pelawan harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard); maka para pelawan harus dihukum untuk membayar biaya perkara;
Publik Hearing Pengaturan Hukum Tentang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Kabupaten Aceh Utara Faisal, Faisal; Jamaluddin, Jamaluddin; Sari, Elidar; Jumadiah, Jumadiah; Ramziati, Ramziati
Jurnal SOLMA Vol. 13 No. 2 (2024)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka (UHAMKA Press)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22236/solma.v13i2.13306

Abstract

Background: Pemerintah telah mengeluarkan Permenkes Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Namun, ketentuan yang ada belum maksimal dalam pelaksanaannya, sehingga diperlukan keterlibatan pemerintah dan masyarakat Kabupaten Aceh Utara untuk mewujudkan pencegahan dan pengendalian penyakit secara seksama. Kegiatan ini bertujuan mendapatkan masukan terhadap rancangan pencegahan dan pengendalian penyakit dalam mewujudkan kepastian hukum dan peran pemerintah serta masyarakat. Metode: Kegiatan ini dilakukan secara public hearing yaitu Focus Group Discussion, dimana Tim Pengabdian menyampaikan materi, diskusi, dan tanya jawab. Subyek dalam pengabdian ini meliputi Pemerintahan Aceg Utara, Tokoh Masyarakat, Akademisi dan perwakilan dari Lembaga Swadaya Masyarakat yang berada di wilayah Aceh Utara. Metode yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif, diskusi dan dokumentasi. Hasil: Hasil dari kegiatan ini, pentingnya regulasi secara khusus dalam bentuk qanun Kabupaten Aceh Utara untuk mencegah dan mengendalikan penyakit dengan melibatkan pemerintah dan masyarakat, sehingga menjadi tanggung jawab bersama. Kesimpulan: Focus Group Discussion merekomendasikan pentingnya regulasi khusus untuk mengatur berbagai norma dan mengikat pemerintah dan masyarakat yang dituangkan dalam bentuk Qanun Aceh Kabupaten Aceh Utara.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP PEREDARAN OBAT TRADISIONAL YANG MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA (STUDI PENELITIAN DI KABUPATEN ACEH UTARA) khaira, Safwatul; Afrizal, Teuku Yudi; Ramziati, Ramziati
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 8 No. 1 (2025): (Januari)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v8i1.19298

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum bagi konsumen terhadap peredaran obat tradisional yang mengandung bahan berbahaya, dan juga guna mengetahui dan menganalisis tanggungjawab pelaku usaha terhadap peredaran obat tradisional yang mengandung bahan berbahaya. Perlindungan hukum bagi konsumen terhadap peredaran obat tradisional yang mengandung bahan berbahaya masih menjadi isu yang sangat penting dalam menjaga kesehatan masyarakat. Kurangnya kesadaran pelaku usaha dalam memberikan informasi yang jelas dan transparan tentang komposisi obat tradisional, termasuk bahan-bahan yang digunakan dan potensi efek samping membuat masyarakat mengkonsumsi obat tradisional yang mengandung bahan berbahaya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, perlindungan hukum ini bertujuan untuk melindungi konsumen dari efek samping dan bahaya yang ditimbulkan oleh obat tradisional yang tidak aman serta tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen yang telah mengkonsumsi obat tradisional yang mengandung bahan berbahaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris dengan pendekatan kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan guna memperoleh data sekunder yang bersifat teoritis, sedangkan penelitian lapangan dilakukan guna memperoleh data primer melalui wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum bagi konsumen terhadap peredaran obat tradisional yang mengandung bahan berbahaya adalah dengan memberikan sanksi tegas terhadap pelaku usaha yang merugikan hak konsumen juga pemberian ganti rugi kepada konsumen berupa pengembalian uang sejenis atau setara nilainya. Tanggung jawab pelaku usaha terhadap korban adalah dengan cara melakukan ganti rugi terhadap korban yang sudah terlanjur membeli obat tradisional yang mengandung bahan berbahaya tersebut dengan cara pengembalian uang.