Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

MENGELOLA RISIKO PERUBAHAN IKLIM PADA AIR IRIGASI DI DAERAH KERING Nurzanah, Wiwin; Pane, Yunita; Dewi, Irma
Jurnal Al Ulum LPPM Universitas Al Washliyah Medan Vol. 13 No. 1 (2025): Jurnal Al Ulum: LPPM Universitas Al Washliyah Medan
Publisher : UNIVERSITAS AL WASHLIYAH (UNIVA) MEDAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47662/alulum.v13i1.819

Abstract

Changes in temperature, precipitation, atmospheric carbon dioxide, or abnormal solar radiation are examples of climate changes that can affect irrigation water needs. Reduced river runoff and aquifer recharge in the Mediterranean basin are also likely to exacerbate water scarcity in existing arid environments This study aims to propose a systematic approach to identifying, analyzing, and responding to climate change risks to irrigation water in dry areas using the Risk Management process. The scope of this study is to use Monte Carlo simulation to manage climate change risks to irrigation water in dry areas. The first research method used is to make a list of identified climate change risks. Conduct qualitative and quantitative analysis of the identified risks and make responses to the identified risks. The results of the quantitative risk analysis indicate that crop production losses due to climate change are estimated at 69%, 57%, and 45% at 90%, 50%, and 10% confidence levels, respectively. The last phase of the risk management process is risk response. The proposed responses to climate change risks include strategies to avoid, transfer, mitigate, and/or accept these risks. This study has made three contributions. First, it adopts a well-known risk management methodology in climate change studies. Second, it measures the combined impact of climate change risks on irrigation water in dry areas. Third, it recommends a series of response strategies to help policymakers mitigate the adverse impacts of climate change on irrigation water.
PKM Pemberdayaan Istri Nelayan untuk Pengelolaan Cumi Menjadi Abon di Desa Percut Kabupaten Deli Serdang Pane, Yunita; Yusri, Mohd; Astuty, Widia; Pasaribu, Fajar
Journal Liaison Academia and Society Vol 1, No 2 (2021): September
Publisher : Lembaga Komunikasi dan Informasi Dosen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (494.291 KB) | DOI: 10.58939/j-las.v1i2.194

Abstract

Pendapatan nelayan di desa Percut dalam pemasaran dan pengolahan hasil tangkapan ikan dan cumi-cumi belum memadai. Kurangnya pengetahuan dan kemampuan nelayan dalam memaksimalkan hasil tangkapan menjadi salah satu penyebabnya . Oleh karena itu tujuan dari kegiatan ini yaitu membantu Mitra dalam hal Pengolahan produk cumi-cumi menjadi abon merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan , dikarenakan produksi dari tangkapan nelayan terutama cumi-cumi cukup melimpah sehingga diharapkan nantinya dengan teknologi pengolahan abon cumi ini dapat meningkatkan produksi. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini diawali dengan diskusi dan praktek pengolahan cumi menjadi abon. Hasil kegiatan ini antara lain pelatihan pembuatan cumi menjadi abon, mendesain kemasan dan teknik pemasaran yang telah dilaksanakan bersama Mitra sehingga para istri – istri Nelayan di Desa Percut Kabupaten Deli Serdang sudah mampu membuat abon cumi sendiri dan telah mengetahui teknik manjemen dan pemasaran baik secara online maupun tidak.Kata kunci: Cumi – cumi, Abon,Pendapatan , Istri Nelayan
RANCANG BANGUN ALAT PENCACAH BATANG SAGU UNTUK MENINGKATKAN EFESIENSI PRODUK PAKAN TERNAK Nurzanah, Wiwin; Muharnif, Muharnif; Dewi, Irma; Pane, Yunita; A, Arfis; Asfiati, Sri
JMM (Jurnal Masyarakat Mandiri) Vol 9, No 3 (2025): Juni
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/jmm.v9i3.31382

Abstract

Abstrak: Tanaman sagu (Metroxylon sp.) merupakan komoditas pangan kaya karbohidrat yang menjadi bahan pokok di beberapa wilayah Indonesia. Kegiatan pengabdian masyarakat ini melibatkan 10 orang peserta petani sagu di Desa Durian Lingga. Kegiatan PKM ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan teknis (hardskill) petani dalam pengolahan limbah sagu menjadi pakan ternak dan pembuatan alat pencacah, serta mengembangkan kemampuan manajerial (softskill) dalam pemasaran produk. Metode pelaksanaan menggunakan pendekatan partisipatif melalui ceramah interaktif, pelatihan praktik langsung, focus group discussion (FGD), dan pendampingan intensif. Untuk sistem evaluasi dilakukan dengan Observasi langsung dan Uji kinerja alat Pencacah tersebut. Selain sebagai sumber pangan, sagu memiliki multi-fungsi karena seluruh bagian tanamannya dapat dimanfaatkan. Pelatihan pengolahan sagu menjadi pakan ternak ini menjadi solusi strategis untuk mengatasi masalah limbah pertanian sekaligus meningkatkan pendapatan petani melalui diversifikasi produk. Namun, petani sagu di Desa Durian Lingga masih menghadapi kendala berupa kurangnya pengetahuan teknis dan keterampilan manajerial. Kegiatan ini penting untuk membangun kemandirian petani dalam mengelola sumber daya lokal secara berkelanjutan. Tim pengabdian masyarakat melaksanakan pelatihan praktis yang mencakup: pengolahan sagu menjadi pakan ternak, pembuatan alat pencacah sagu, serta manajemen pemasaran. Dampak jangka panjangnya adalah peningkatan ekonomi sekitar 85% masyarakat melalui pengoptimalan potensi lokal dan penguatan kelembagaan petani berbasis agribisnis.Abstract: Sago plants (Metroxylon sp.) are a carbohydrate-rich food commodity that is a staple food in several regions of Indonesia. This community service activity involved 10 sago farmer participants in Durian Lingga Village. This PKM activity aims to improve farmers' technical skills (hard skills) in processing sago waste into animal feed and making shredders, as well as developing managerial skills (soft skills) in product marketing. The implementation method uses a participatory approach through interactive lectures, direct practice training, focus group discussions (FGD), and intensive mentoring. For system evaluation, direct observation and performance testing of the shredder tool are carried out. In addition to being a food source, sago has multiple functions because all parts of the plant can be utilized. This training in processing sago into animal feed is a strategic solution to overcome the problem of agricultural waste while increasing farmers' income through product diversification. However, sago farmers in Durian Lingga Village still face obstacles in the form of a lack of technical knowledge and managerial skills. This activity is important to build farmer independence in managing local resources sustainably. The community service team conducted practical training that included: processing sago into animal feed, making sago shredders, and marketing management. The long-term impact is an increase in the economy of around 85% of the community through harmonization of local potential and strengthening of agribusiness-based farmer institutions.
Greenhouse Cerdas dengan Kontrol Suhu Otomatis Berbasis IoT In Kecamatan Sunggal Pane, Yunita; Nurzanah, Wiwin; Dewi, Irma; A, Arfis; Gultom, Togar Timoteus; Sinurat, Fadlah; Mulia, Mulia
All Fields of Science Journal Liaison Academia and Sosiety Vol 5, No 2: Juni 2025
Publisher : Lembaga Komunikasi dan Informasi Dosen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58939/afosj-las.v5i2.1127

Abstract

Perkembangan pertanian presisi di Indonesia masih terkendala oleh mahalnya biaya sistem kontrol lingkungan greenhouse konvensional dan ketergantungan pada pengawasan manual. Penelitian ini mengembangkan greenhouse cerdas berbasis IoT dengan struktur bambu termodifikasi nano-silika dan sistem kontrol adaptif untuk mengoptimalkan produktivitas tanaman hortikultura di Kecamatan Sunggal, Sumatera Utara. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa prototipe ini berhasil mempertahankan kondisi mikroklimat optimal (suhu 26,5±1,2°C, kelembapan 70±5%) dengan konsumsi energi hanya 38,5 watt melalui integrasi panel surya 150Wp. Treatment nano-silika 7% meningkatkan ketahanan struktural bambu terhadap kelembapan sebesar 47% dan mengurangi biaya material 35% dibanding konstruksi baja. Implementasi lapangan pada tanaman tomat menunjukkan peningkatan hasil panen 40,4% (7,3 kg/m²) dengan kualitas buah lebih baik (kadar gula 5,6°Brix). Analisis ekonomi mengungkap kelayakan implementasi dengan ROI 28,7% dan periode pengembalian modal 3,5 tahun, menjadikannya solusi berkelanjutan untuk pertanian presisi di daerah tropis.
SOSIALISASI WAJIK CRISPY REVOLUTION TRANSFORMASI LIMBAH NENAS MENJADI KERUPUK BERNILAI DI KAMPUNG WAJIK PULO BRAYAN BENGKEL BARU Pane, Yunita; Astuty, Widya; Yusri, Mohammad; Nurzanah, Wiwin; Dewi, Irma
JMM (Jurnal Masyarakat Mandiri) Vol 9, No 4 (2025): Agustus
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/jmm.v9i4.33223

Abstract

Abstrak: Limbah nanas seringkali menjadi masalah lingkungan akibat penumpukan dan pembusukan yang tidak terkelola. Namun, inovasi pengolahan limbah nanas menjadi kerupuk "Wajik Crispy" di Kampung Wajik, Pulo Brayan Bengkel Baru, memberikan solusi kreatif yang meningkatkan nilai ekonomi sekaligus mengurangi dampak lingkungan. Pengabdian ini bertujuan untuk melihat bagaimana proses pengolahan limbah nanas menjadi kerupuk, potensi pasar, serta dampak sosial-ekonomi bagi masyarakat setempat. Metode yang digunakan meliputi observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan uji kelayakan produk. Adapun jumlah peserta mitra yang ikut serta di dalam pelaksanaan pengabdian ini adalah 20 orang. Program pengolahan limbah nanas menjadi kerupuk "Wajik Crispy" telah menunjukkan dampak nyata yang terukur melalui evaluasi komprehensif. Hasil kuantitatif membuktikan keberhasilan program ini: (1) Aspek produksi - kapasitas pengolahan limbah meningkat dari 0 kg/minggu menjadi 150 kg/minggu, (2) Dampak lingkungan - terjadi penurunan volume limbah nanas sebesar 68,5% dalam 3 bulan, (3) Respon pasar - produk terjual 325 kemasan/bulan dengan tingkat repurchase 82%, (4) Ekonomi masyarakat - rata-rata pendapatan mitra naik 47% dari Rp 850.000/bulan menjadi Rp 1.250.000/bulan, dan (5) Keterlibatan warga - 20 mitra aktif yang semula hanya 5 orang mampu memproduksi secara mandiri. Capaian kualitas juga terlihat dari nilai rata-rata uji organoleptik 4,2/5 untuk rasa dan 4,5/5 untuk kerenyahan. Sistem evaluasi berkelanjutan melalui buku catatan produksi dan pertemuan bulanan berhasil mempertahankan konsistensi mutu produk dengan variasi kualitas ≤5% selama 6 bulan pelaksanaan program. Dengan demikian, transformasi limbah nanas menjadi kerupuk bernilai tidak hanya mendukung ekonomi sirkular, tetapi juga memperkuat ketahanan komunitas di Kampung Wajik.Abstract: Pineapple waste often becomes an environmental problem due to unmanaged accumulation and decomposition. However, the innovation of processing pineapple waste into “Wajik Crispy” crackers in Kampung Wajik, Pulo Brayan Bengkel Baru, offers a creative solution that not only increases economic value but also reduces environmental impacts. This community engagement program aims to explore the processing of pineapple waste into crackers, its market potential, and its socio-economic impacts on the local community. The methods employed include participatory observation, in-depth interviews, and product feasibility testing. A total of 20 partner participants were involved in the implementation of this program. The processing of pineapple waste into “Wajik Crispy” crackers has demonstrated measurable impacts through comprehensive evaluation. Quantitative results confirm the program’s success: (1) Production aspect – processing capacity increased from 0 kg/week to 150 kg/week, (2) Environmental impact – pineapple waste volume decreased by 68.5% within three months, (3) Market response – the product reached 325 packages/month with a repurchase rate of 82%, (4) Community economy – the average income of partners rose by 47% from IDR 850,000/month to IDR 1,250,000/month, and (5) Community involvement – 20 active partners, initially only 5, are now able to produce independently. Quality achievements were also reflected in the average organoleptic test scores of 4.2/5 for taste and 4.5/5 for crispiness. A sustainable evaluation system through production logbooks and monthly meetings successfully maintained product consistency with a quality variation of ≤5% over six months of program implementation. Thus, the transformation of pineapple waste into value-added crackers not only supports the circular economy but also strengthens community resilience in Kampung Wajik.