Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search

Performance of a 160 cc Four-Stroke Engine Using Non-Programmable Aftermarket CDI and Aftermarket Ignition Coil When Operating With Three Types of Gasoline Nurcahyadi, Teddy; Wahyudi, Wahyudi; Ruswanto, Dwi Isnaini; Ramadhani, Fithrio Manggala; Sidiq, Burhannudin; Handoko, Wahyu Tri
Semesta Teknika Vol 20, No 2 (2017): NOVEMBER 2017
Publisher : Semesta Teknika

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ignition timing and output voltage must be re-tuned when the engine used different types of fuel.  This research aimed to investigate the effectiveness of CDI and ignition coil upgrade, both separately and combined, when various types of fuel was used by the engine.  This research was done on a 160 cc four-stroke engine of a Honda motorcycle with compression ratio 9:1.  The types of fuel used by the engine in this research was RON 88, RON 90, and RON 95 gasoline fuels. The engine’s torque was measured on an inertial type motorcycle chassis dynamometer.  The fuel consumption data was obtained by on road test, the value of the data was calculated by dividing the distance being traveled with the volume of fuel being consumed. The result of this research showed that when RON 88 gasoline was used, the influence of aftermarket CDI and aftermarket ignition coil gave almost comparable impacts to the increase of torque.  The combination of aftermarket CDI and aftermarket ignition coil was found to influence the largest torque increase percentage of 5.3% when RON 90 gasoline was used.  When RON 95 gasoline was used, the aftermarket ignition coil influenced the largest torque increase percentage of 4.3% at lower engine speed and 7.4% at higher engine speed.  The aftermarket CDI and aftermarket ignition coil, whether used separately or combined, always gave worse impact to fuel consumption when RON 88 and RON 90 gasoline was used. The opposite is true when RON 95 was used.
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT PELIPAT BAJU DENGAN PENGONTROL SISTEM ELEKTRO PNEUMATIK DAN PLC UNTUK INDUSTRI KONVEKSI Fahmi, M. Iqbal Nur; Wahyudi, Wahyudi; Riyanta, Bambang
JMPM : Jurnal Material Dan Proses Manufaktur Vol 1, No 2 (2017): DESEMBER 2017
Publisher : JMPM : Jurnal Material Dan Proses Manufaktur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dunia industri konveksi tidak terlepas dari berkembangnya mesin-mesin produksi, mulai dari bahan baku, pembuatan sampai dengan pengemasan barang yang sudah jadi. Penggunaan sistem otomasi dalam dunia industri konveksi dapat membantu pekerjaan menjadi lebih efisien, menghemat biaya produksi, mutu pada produk dan konsisten. Salah satu peralatan yang dibutuhkan adalah alat pelipat baju. Hal yang mendasari dalam perancangan adalah cara  melipatcara melipat baju secara manual. Setelah mendapatkan skema melipat baju maka selanjutnya dapat membuat sistem yang akan digunakan, desain alat, simulasi, pemilihan komponen dan bahan yang akan digunakan. Software yang digunakan untuk perancangan yaitu Autodesk Inventor Professional 2013, CX-Programmer dan FluidSIM Pneumatic. Tahap selanjutnya yaitu proses pembuatan prototype. Bahan yang digunakan untuk pembuatan yaitu besi hollow, Aluminium Composite Panel (ACP), Akrilik dan plat besi. Sedangkan komponen utama yang digunakan untuk sistem PLC adalah PLC type CP1E, Power Supply. Sedangkan untuk sistem elektro pneumatik meliputi solenoid valve, air service, control flow dan clynder pneumatic. Alat pelipat baju berdimensi panjang 1100 mm lebar 945 mm dan tinggi  895tinggi   mm895 mm.  Uji  cobaUji coba prototype pelipat baju memperoleh waktu 25 (Detik) untuk setiap satu baju. Dengan kecepatan yang didapatkan tersebut dan dioperasikan 8 jam kerja setiap harinya sehingga prototype ini mampu menyelesaikan lipatan baju kurang lebih sebanyak 1152. Untuk biaya pemakaian alat yang harus dikerluarkan untuk melipatan setiap baju sebesar Rp 9.7. Alat ini dapat membantu industri konveksi khususnya Industri Kecil dan Menengah (IKM) untuk memperpendek siklus proses produksinya
PERANCANGAN ROLLER SPINNING SEBAGAI MESIN PEMBUAT PANCI DARI PLAT ALUMINIUM Thoharudin, Thoharudin; Caroko, Novi; Wahyudi, Wahyudi; Sembiring, Suzad Miko; Aji, Hanung Yudistira
JMPM : Jurnal Material Dan Proses Manufaktur Vol 1, No 2 (2017): DESEMBER 2017
Publisher : JMPM : Jurnal Material Dan Proses Manufaktur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Makalah ini menyajikan proses perancangan mesin roller spinning yang digunakan untuk membuat panci dari plat aluminium. Proses perancangan digunakan untuk menentukan dimensi dari komponen penting dari mesin roller spinning dan kebutuhan daya penggeraknya. Proses perancangan melibatkan persamaan-persamaan yang diambil dari beberapa referensi. Hasil dari perancangan ini menampilkan bahwa kebutuhan ukuran baut sambungan flange poros-mandrel minimal berukuran M6 kelas 4.6 berjumlah 8 buah, diameter poros penggerak minimal sebesar 40,54 mm terbuat dari bahan baka AISI 6150. Kebutuhan daya pengerolan bervariasi tergantung dari ketebalan plat dan kecepatan putar motor yang digunakan, semakin tebal plat dan kecepatan motor maka penggunaan daya penggerak semakin besar. Untuk kebutuhan industri mikro disarankan kecepatan putar maksimum sebesar 500 rpm agar kebutuhan daya untuk pengerolan plat tebal 1,5 mm cukup dengan motor listrik berkapasitas 1 HP.
SIMULASI PENERAPAN END PLATE WING TIP DEVICES PADA PESAWAT MODEL UAV JENIS GLIDER Azmi, Azhim Asyratul; Wahyudi, Wahyudi; Nugroho, Aris Widyo
JMPM : Jurnal Material dan Proses Manufaktur Vol 3, No 2 (2019): DESEMBER 2019
Publisher : JMPM : Jurnal Material dan Proses Manufaktur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/jmpm.3239

Abstract

Aliran udara yang bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah menimbulkan pusaran udara pada ujung sayap atau biasa dikenal sebagai wing tip vortices. Wing tip vortices menyebabkan downwash yang mengurangi nilai gaya angkat pada sayap. Berbagai tipe wing tip devices kemudian dirancang untuk mengurangi wing tip vortices, salah satunya adalah wing tip devices jenis end plate. Penelitian pengaruh penerapan wing tip devices dengan variasi sudut kemiringan dapat menggunakan metode pendekatan simulasi. Wing tip devices jenis end plate dirancang dengan desain mengacu pada Withcomb winglet bagian atas. Objek simulasi meliputi pesawat model glider tanpa end plate, menggunakan end plate dengan sudut kemiringan 0o dan end plate dengan sudut kemiringan 15°. Simulasi dilakukan dengan tiga variasi kecepatan jelajah 50, 60, dan 70 km/jam. Hasil simulasi menunjukkan bahwa penerapan end plate dapat meningkatkan nilai gaya angkat. Persentase peningkatan terbesar yaitu 4,1% menggunakan end plate dengan sudut kemiringan 15° pada kecepatan 70 km/jam. Persentase penurunan nilai gaya hambat terbesar terjadi pada konfigurasi end plate dengan sudut kemiringan 15° pada kecepatan 50 km/jam yaitu sebesar 1,04%. Hasil kontur dan iso surface menunjukkan bahwa penerapan end plate pada ujung sayap menjadikan distribusi tekanan lebih merata di permukaan sayap sehingga terjadi peningkatan nilai gaya angkat. Air flow moving from high pressure to low pressure produces vortex at wing tip known as wing tip vortices. Wing tip vortices generate downwash flow and reduce distribution of pressure on the wing. Many types of wing tip devices had been designed to reduce wing tip vortices effect, one of the design is known as end plate wing tip devices. Research of wing tip devices with cant angle variation can be conducted by simulation approach. The end plate wing tip devices has been designed according to the upper section of with comb winglet. The object of simulation was a glider plane model without end plate, end plate with cant angel 0° and 15°. Simulation had been observed with three variations of cruising speed: 50, 60, and 70 km/h. Simulation result shows the 15° end plate can increase 4.1% lift at 70 km/h, and reduce 1.04% drag at 50 km/h compared to wing tip without end plate. Contour and iso surface result the end plate make pressure distribution on wing pressure more uniform and generated more lift. 
UNJUK KERJA MESIN DIESEL BERBAHAN BAKAR CAMPURAN BIODIESEL JARAK DAN BIODIESEL JELANTAH Wahyudi, Wahyudi; Sarip, Sarip; Sudarja, Sudarja; Suhatno, Haris
JMPM : Jurnal Material dan Proses Manufaktur Vol 3, No 1 (2019): JUNI 2019
Publisher : JMPM : Jurnal Material dan Proses Manufaktur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/jmpm.3135

Abstract

AbstrakCadangan bahan bakar fosil yang bersifat tidak dapat diperbarui semakin menipis. Pengembangan energi terbarukan perlu dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, diantaranya dengan pemanfaatan minyak nabati menjadi biodisel. Pada penelitian ini digunakan bahan baku biodisel campuran minyak jarak dan biodisel minyak jelantah yang dikombinasikan dengan minyak solar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja dari mesin disel dengan menggunakan bahan bakar solar 100% dan campuran biodisel jarak ? jelantah dan solar dengan variasi 5% biodisel ? 95% solar (B5), 10% biodisel ? 90% solar (B10) dan 15% biodisel ? 85% solar (B15). Penelitian dimulai dengan melakukan pengujian sifat fisis bahan bakar meliputi viskositas, densitas, flashpoint, nilai kalor. Selanjutnya dilakukan uji unjuk kerja mesin disel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya yang dihasilkan dari bahan bakar B5, B10, B15 masih lebih rendah daripada bahan bakar solar murni. Laju konsumsi bahan bakar pada biodisel B5, B10, dan B15 lebih rendah dibanding bahan bakar solar murni. AbstractReserves of non-renewable fossil fuels are diminishing. Renewable energy development needs to be done to reduce dependence on fossil fuels, including the utilization of vegetable oil into biodiesel. This research used a mixture of jatropha and waste cooking oil biodiesel combined with diesel oil. The purpose of this study was to determine the performance of diesel engines using 100% diesel fuel and biodiesel with a variation of 5% biodiesel - 95% diesel (B5), 10% biodiesel - 90% diesel (B10) and 15% biodiesel - 85% diesel (B15). The study has begun by testing the physical properties of the fuel, including viscosity, density, flashpoint, heating value. Then the diesel engine performance test was carried out. The results showed that the power produced from B5, B10, B15 fuels was lower than pure diesel fuel. The fuel consumption rate of B5, B10, and B15 biodiesel is lower than pure diesel fuel.
PERANCANGAN SISTEM AUTONOMOUS PADA PESAWAT MODEL UAV JENIS GLIDER Azmi, Azhim Asyratul; Wahyudi, Wahyudi
JMPM : Jurnal Material dan Proses Manufaktur Vol 3, No 1 (2019): JUNI 2019
Publisher : JMPM : Jurnal Material dan Proses Manufaktur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/jmpm.3134

Abstract

AbstrakPesawat model jenis glider merupakan pesawat yang mampu terbang dangan kecepatan rendah dan memiliki efisiensi tinggi dalam penggunaan sumber daya tenaga yang digunakan, sehingga banyak digunakan untuk misi pemantauan. Misi pemantauan menggunakan pesawat glider memiliki keterbatasan. Pilot sebagai ahli kemudi pesawat memiliki keterbatasan jarak pandang, sehingga misi pemantauan yang dilakukan hanya sebatas jarak pandang pilot itu sendiri. Untuk meningkatkan luas area pemantauan, pesawat harus dapat terbang secara mandiri atau biasa disebut dengan aotonomous. Pesawat model yang mampu terbang secara autonomous disebut dengan pesawat model Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Paenerapan sistem autonomous pada pesawat model UAV dilakukan dengan menggunakan perangkat autonomous berupa flight controller, GPS, software GCS dan telemetri. Pemilihan perangkat autonomous disesuaikan terhadap spesifikasi pesawat model Solfix yang meripan pesawat model jenis glider untuk pemantauan titik api kebakaran hutan. Pemberian parameter atur yang merupan kontrol PID dilakukan dengan metode eksperimen uji terbang secara langsung. Nilai parameter atur diperoleh dari observasi yang dilakukan terhadap pergerakan pesawat ketika auto mode. Waypoint uji terbang berbentuk persegi dengan jarak 500m untuk setiap sisi.Pesawat model Solfix dapat terbang secara autonomous dengan stabil melewati waypointyang ditentukan. AbstractGlider model airplane is an aircraft model with low speed cruising capability and high energy efficiency, widely used for observation missions. The main problem of using glider model plane to observation missions is the limitation of pilot visibility. Glider model airplane must be able to fly autonomously that also known as Unamanned Aerial Vehicle (UAV) to increase observation area futher. Implimitation of autonomous system on glider model airplane can be carried out by applying flight controller, GPS, GCS software and telemetry. Autonomous system was applied and adjusted to glider model airplane called Solfix. Arduflyer 1.5 Flight controller was used in this topic with flight test experimental approach to reach flight setup and tuning. Rectangle shape waypoint was set up with 90 m width and 100 m long. The flying set up and tuning was reached by observed airplane movement behavior on auto mode to follow the waypoint. Solfix model airplane was successfully flown on auto mode by following the waypoint with flight tuning: RLL2SRV_P=1,5;RLL2SRV_D=0,1;PTCH2SRV_P=1,5; PTCH2SRV_D =0,12; YAW2SRV_RLL=1,0; YAW2SEV_DAMP=0,3 and Rudder Mix=0,250.       
PENGARUH KOMPOSISI BIODISEL JAGUNG TERHADAP SIFAT-SIFAT CAMPURAN BIODISEL JATROPHA-JAGUNG Wahyudi, Wahyudi; Sasuta, Andre; Nadjib, Muhammad
Semesta Teknika Vol 22, No 2 (2019): NOVEMBER 2019
Publisher : Semesta Teknika

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/st.222249

Abstract

Biodisel merupakan bahan bakar alternatif untuk mesin disel yang biasanya terbuat dari minyak nabati. Minyak jatropha dan minyak jagung merupakan bahan baku biodisel yang potensial. Namun biodisel dari bahan baku minyak jatropha memiliki kelemahan, diantaranya adalah viskositas yang relatif tinggi dan nilai kalor yang relatif rendah. Salah satu upaya perbaikannya adalah pencampuran dengan minyak jagung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari variasi komposisi campuran terhadap karakteristik biodisel. Kedua jenis bahan baku diproses menjadi biodisel melalui reaksi transesterifikasi. Selanjutnya dilakukan pencampuran antara biodisel jatropha dan biodiesel jagung. Campuran dibuat dalam sembilan variasi komposisi. Setiap komposisi campuran diaduk dan dipanaskan pada suhu 90 °C selama 60 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran biodisel jatropha dan jagung memiliki viskositas yang lebih rendah daripada biodisel jatropha murni. Densitas dan titik nyala campuran biodisel tersebut juga mengalami penurunan. Hasil lainnya adalah nilai kalor biodiesel campuran lebih tinggi daripada nilai kalor biodiesel jatropha murni. Biodiesel is an alternative fuel for diesel engines that are usually made from vegetable oil. Jatropha and corn oil are potential biodiesel feedstocks. However, biodiesel from jatropha oil has disadvantages, including high viscosity and relatively low heating value. An effort to improve its properties is mixing it with corn oil. The purpose of this study was to determine the effect of the composition of the mixture on the biodiesel properties. Both raw materials were processed into biodiesel through transesterification reactions. The next step is mixing jatropha and corn biodiesel. There were nine variations of the biodiesel mixture. Each mixture was stirred and heated at 90 °C for 60 minutes. The results showed that the mixture of jatropha and corn biodiesel had lower viscosity than pure jatropha biodiesel. Density and flash point of the biodiesel mixture also decreased. The heating value of mixed biodiesel is higher than its of pure jatropha biodiesel.
Penelitian Nilai Kalor Biomassa : Perbandingan Antara Hasil Pengujian Dengan Hasil Perhitungan Wahyudi Wahyudi
Semesta Teknika Vol 9, No 2 (2006): NOVEMBER 2006
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/st.v9i2.875

Abstract

Indonesia memiliki berbagai jenis bahan bakar biomassa yang banyak seperti limbah pertanian, limbah peternakan dan lainnya. Walaupun banyak digunakan oleh masyarakat pedesaan sebagai bahan bakar, namun pemanfaatannya belum optimal, bahan bakar limbah pertanian masih berkisar pada kayu dan sekam padi, sedangkan ampas tebu, daun kering dan limbah peternakan belum banyak digunakan. Banyakya jenis biomassa yang belum dimanfaatkan secara optimal, khususnya di Indonesia, mengharuskan adanya penelitian-penelitian yang ditujukan untuk pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar. Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian nilai kalor biomassa meliputi limbah pertanian dan limbah peternakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai kalor biomassa yang diuji dan membandingkannya dengan hasil perhitungan menggunakan korelasi-korelasi yang ada. Penelitian diawali dengan melakukan analisa ultimat dan analisa proksimat masing-masing bahan untuk mengetahui komposisi dasar bahan. Data tersebut digunakan untuk memperkirakan nilai kalor bahan bakar berdasar korelasi-korelasi yang ada. Pengujian menggunakan kalorimeter bomb memberikan data kenaikan suhu yang digunakan untuk menghitung nilai kalor. Nilai kalor hasil pengujian dibandingkan dengan nilai kalor yang dihitung dari korelasi, sehingga dapat diketahui korelasi yang paling sesuai untuk biomassa yang diuji.   Hasil pengujian menunjukkan nilai kalor biomassa yang diuji adalah 10,2 MJ/kg sampai dengan 24,7 MJ/kg. Korelasi yang memberikan nilai kalor mendekati nilai kalor hasil pengujian adalah Korelasi Tillman. Korelasi yang paling sesuai untuk biomassa yang diuji adalah HHV = 1.3941.C-18.3638.H+1.4682.O+16.7184.N-95.753.S+0.5184.A
Performance of a 160 cc Four-Stroke Engine Using Non-Programmable Aftermarket CDI and Aftermarket Ignition Coil When Operating With Three Types of Gasoline Teddy Nurcahyadi; Wahyudi Wahyudi; Dwi Isnaini Ruswanto; Fithrio Manggala Ramadhani; Burhannudin Sidiq; Wahyu Tri Handoko
Semesta Teknika Vol 20, No 2 (2017): NOVEMBER 2017
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/st.v20i2.3347

Abstract

Ignition timing and output voltage must be re-tuned when the engine used different types of fuel.  This research aimed to investigate the effectiveness of CDI and ignition coil upgrade, both separately and combined, when various types of fuel was used by the engine.  This research was done on a 160 cc four-stroke engine of a Honda motorcycle with compression ratio 9:1.  The types of fuel used by the engine in this research was RON 88, RON 90, and RON 95 gasoline fuels. The engine’s torque was measured on an inertial type motorcycle chassis dynamometer.  The fuel consumption data was obtained by on road test, the value of the data was calculated by dividing the distance being traveled with the volume of fuel being consumed. The result of this research showed that when RON 88 gasoline was used, the influence of aftermarket CDI and aftermarket ignition coil gave almost comparable impacts to the increase of torque.  The combination of aftermarket CDI and aftermarket ignition coil was found to influence the largest torque increase percentage of 5.3% when RON 90 gasoline was used.  When RON 95 gasoline was used, the aftermarket ignition coil influenced the largest torque increase percentage of 4.3% at lower engine speed and 7.4% at higher engine speed.  The aftermarket CDI and aftermarket ignition coil, whether used separately or combined, always gave worse impact to fuel consumption when RON 88 and RON 90 gasoline was used. The opposite is true when RON 95 was used.
Pengaruh Komposisi Biodisel Jagung Terhadap Sifat-Sifat Campuran Biodisel Jatropha-Jagung Wahyudi Wahyudi; Andre Sasuta; Muhammad Nadjib
Semesta Teknika Vol 22, No 2 (2019): NOVEMBER 2019
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/st.222249

Abstract

Biodisel merupakan bahan bakar alternatif untuk mesin disel yang biasanya terbuat dari minyak nabati. Minyak jatropha dan minyak jagung merupakan bahan baku biodisel yang potensial. Namun biodisel dari bahan baku minyak jatropha memiliki kelemahan, diantaranya adalah viskositas yang relatif tinggi dan nilai kalor yang relatif rendah. Salah satu upaya perbaikannya adalah pencampuran dengan minyak jagung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari variasi komposisi campuran terhadap karakteristik biodisel. Kedua jenis bahan baku diproses menjadi biodisel melalui reaksi transesterifikasi. Selanjutnya dilakukan pencampuran antara biodisel jatropha dan biodiesel jagung. Campuran dibuat dalam sembilan variasi komposisi. Setiap komposisi campuran diaduk dan dipanaskan pada suhu 90 °C selama 60 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran biodisel jatropha dan jagung memiliki viskositas yang lebih rendah daripada biodisel jatropha murni. Densitas dan titik nyala campuran biodisel tersebut juga mengalami penurunan. Hasil lainnya adalah nilai kalor biodiesel campuran lebih tinggi daripada nilai kalor biodiesel jatropha murni. Biodiesel is an alternative fuel for diesel engines that are usually made from vegetable oil. Jatropha and corn oil are potential biodiesel feedstocks. However, biodiesel from jatropha oil has disadvantages, including high viscosity and relatively low heating value. An effort to improve its properties is mixing it with corn oil. The purpose of this study was to determine the effect of the composition of the mixture on the biodiesel properties. Both raw materials were processed into biodiesel through transesterification reactions. The next step is mixing jatropha and corn biodiesel. There were nine variations of the biodiesel mixture. Each mixture was stirred and heated at 90 °C for 60 minutes. The results showed that the mixture of jatropha and corn biodiesel had lower viscosity than pure jatropha biodiesel. Density and flash point of the biodiesel mixture also decreased. The heating value of mixed biodiesel is higher than its of pure jatropha biodiesel.