Keragaman bangsa Indonesia yang tinggi merupakan sumbu yang mudah tersulut oleh konfrontasi-konfrontasi etnisitas dan rasialitas. Masalah etnisitas dan rasialitas bagi bangsa Indonesia menggejala secara kuat setelah era Reformasi 1998. Konflik yang berbau SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) terjadi di banyak daerah dan menjadi peringatan serius bagi bangsa Indonesia bahwa masalah etnisitas dan rasialitas bisa mengancam ketahanan sosial. Artikel ini mendiskusikan masalah etnisitas dan rasialitas sebagai konsep ketahanan sosial berdasarkan data sejarah perlawanan rakyat Madiun yang dipimpin oleh Raden Ronggo Prawirodirjo III tahun 1810 yang kental akan nilai-nilai. Penelitian ini menggunakan metode historis. Sumber yang digunakan yaitu sumber primer dan sekunder berupa arsip Residensi Yogyakarta 1724-1903, babad, majalah, dan pustaka berupa buku-buku. Pengumpulan data dilakukan dengan dengan teknik studi pustaka. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis historis. Prosedur penelitian dilaksanakan meliputi tahap heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Temuan penelitian menunjukkan bahwa Raden Ronggo Prawirodirjo III menyerukan kepada semua golongan masyarakat baik bumiputra maupun Timur Asing (Tionghoa) di wilayah mancanegara timur dan pesisir untuk turut serta dalam perlawanan terhadap kolonialisme Belanda pada 20 November 1810 hingga 17 Desember 1810. Fakta-fakta tersebut menunjukkan aspek ketahanan sosial, antara lain: 1) ketahanan budaya berupa keragaman ras dan etnis dalam suatu wilayah sebagai bonus demografi. 2) ketahanan politik dengan penyatuan berbagai suku bangsa untuk kepentingan yang sama, yaitu perlawanan terhadap kolonialisme. 3) ketahanan sosial sebagai tujuan bersama dengan mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan individu dan kelompok. Selain memiliki kesamaan kepentingan, Raden Ronggo melihat bahwa perbedaan suku dan ras tidak serta merta menjadi penghalang untuk bersatu melawan penjajahan Belanda yang mengancam kehidupan sosial mereka. Sehingga paradigma mengenai isu etnisitas dan rasialitas mengarah pada chauvinisme, namun dapat dikelola sebagai modal ketahanan sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.