Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Penyuluhan Tentang Penyelesaian Restorative Justice Terhadap Anak Berhadapan Hukum Dalam Masyarakat Di Desa Gegerung Sartika, Dewi; Jumadi, Joko; Ibrahim, Lalu Adnan; Fatahullah, Fatahullah
Jurnal Risalah Kenotariatan Vol. 2 No. 2 (2021): Jurnal Risalah Kenotariatan
Publisher : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/risalahkenotariatan.v2i2.56

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan mngkaji tentang poa penyelesaian restorative justice terhadap anak yang berhadapan dengan hukum melalui penguatan kelembagaan dan peran serta masyarakat ditingkat desa. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Berdasarkan hasil penelitian bahwa Restorative Justice yang digunakan sebagai cita hukum dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana anak masih teradapat beberapa kekurangan dan didalam Peraturan Pemerintah yang menjadi turunan dari Undang-Undang tersebut secara teknis juga belum mampu menjawab permasalahan anak yang berhadapan dengan hukum, penguatan peran serta masyarakat melalui lembaga kemasyarakatan ditingkat Desa menjadi penting dalam mewujudkan keadilan restoratif sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang tersebut. Desa Gegerung merupakan Desa yang berada di wilayah Kabupaten Lombok Barat.
Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Persetubuhan Sedarah Di Nusa Tenggara Barat Islam, M. Khotibul; Sartika, Dewi; Jumadi, Joko
Jurnal Kompilasi Hukum Vol. 8 No. 2 (2023): Jurnal Kompilasi Hukum
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jkh.v8i2.148

Abstract

Keadilan, sebagai prinsip hukum yang mencakup persamaan dan perbedaan, memiliki dampak besar dalam konteks kejahatan persetubuhan sedarah atau inses. Artikel ini mengeksplorasi pengaturan hukum terkait inses di Indonesia, fokus pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Meskipun istilah “inses” tidak secara eksplisit digunakan dalam KUHP, praktek tersebut dapat dikategorikan sebagai perzinaan atau kejahatan seksual, tergantung pada kondisi hubungan antara pelaku dan korban. Jenis Penelitian yang digunakan dalam Penelitian ini yaitu Penelitian Hukum Normatif Empiris dengan menitikberatan kajian dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang disesuaikan dengan doktrin para ahli yang kemudian dilakukan kajian mendalam dalam tatanan pelaksanaan/empiris melakukan institusi penegak hukum dan stakeholder terkait dengan isu penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan peraturan perundangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan sosiologis (sosiological approach). Pendekatan perundang-undangan (statute approach), yaitu suatu pendekatan dalam penelitian hukum yang menekankan pada pencarian norma yang terdapat dalam ketentuan perundang-undangan. Pendekatan Konseptual (conceptual approach).
Judge Independence in Criminal Imposition Below The Special Minimum Case of The Criminal Action of Corruption Shafira, Maya; Achmad, Deni; Pitaloka, Diva; Jumadi, Joko; Silvia Riani, Rahmawati; Ernawati, Ninin
Journal of Law and Policy Transformation Vol 8 No 2 (2023)
Publisher : Universitas Internasional Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The inclusion of a specific minimum crime in the Law on the Eradication of Criminal Acts of Corruption is intended to prevent a very striking disparity of sentencing, both for the same case in the context of deelneming, as well as for different cases but the types of offenses involved. the ratio decidendi of the judge's decision that imposes a criminal under a special minimum in corruption cases. Judges who impose criminal penalties under the special minimum criminal threat on decisions on corruption cases, the authors of the analysis assume that the degree of guilt of the accused is not directly proportional to its dangerous act and will be very disproportionate between the act and the punishment that will be given to the defendant of a criminal act of corruption, so that in the name of "Justice" the judge carries out contra legem or legal breakthroughs against the provisions of the special minimum criminal threat in the Law on the Eradication of Criminal Acts of Corruption. The independence of judges and the conviction of judges in imposing criminal penalties under a special minimum penalty in cases of criminal acts of corruption are reflected in legal reasoning in the judge's decision.
Legal Analysis Of Testament Wajibah For Interfaith Heirs (Case Study: Religious Court Decision No.0554/PDT.P/2023/PA.Sby) Pitaloka, Diva; Jumadi, Joko; Putra, Muhd. Hamka Maha; Ridwan, Ridwan; Putri, Ria Wierma
Journal of Law and Policy Transformation Vol 8 No 2 (2023)
Publisher : Universitas Internasional Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

There are 3 (three) conditions that must be met in order to become an heir as regulated in Article 171 letter c of the Compilation of Islamic Law (KHI) namely that an heir is a person who at the time of death, he was related by blood or marriage to the testator, was a Muslim and was not prevented by law from becoming an heir. As in case number 0554/Pdt.P/2023/Pa .Sby. In this decision the Panel of Judges granted the applicant's request and determined the applicant to be a mandatory testator. This research method is  normative legal research, conceptual approach and case approach. The result states that the judge granted the Petitioner to be the Legal Heir as a Testament Wajibah even though he had a different religion from the Muslim heir due to consideration of justice. Judges are not mouthpieces of the law, so for the sake of 'justice' judges carry out legal inroads (contra legem) into the provisions contained in the Compilation of Islam.
Position Of Children In The Distribution Of Inheritance From Incestual Marriage According To Islamic And Civil Law Pitaloka, Diva; Havez, Muhammad; Jumadi, Joko; Putri, Ria Wierma
Journal of Law and Policy Transformation Vol 9 No 2 (2024)
Publisher : Universitas Internasional Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37253/jlpt.v9i2.9874

Abstract

Marriage is a sacred process with several legal requirements that must be obeyed when one of the conditions for the validity of a marriage is not fulfilled. Furthermore, if things contained in the prohibition of marriage, such as committing inbreeding or incest, then the marriage is considered invalid or can even be canceled by law. When a marriage is considered invalid or even annulled by law, it will have legal consequences for the position of children born from the marriage, including the position of children in inheritance. This research uses a normative legal approach method that uses doctrines and principles of law as a reference and uses primary and tertiary legal materials. From this research, it can be concluded that inbreeding or incest is considered invalid in Indonesia, so it results in the position that children born from incest relationships are illegitimate children and are also referred to as adulterous children or discordant children (civil code). In terms of inheritance, children of incest have no inheritance at all. Both Islamic and Civil Law state that children of incest only have relation to their biological mother and mother's family, while to their biological father, there are no relations at all because they have no obligation to inherit each other and only have a right to demand the necessary maintenance from their biological father asset’s
Efektifitas Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia ., Syachdin; Jumadi, Joko
JATISWARA Vol. 33 No. 1 (2018): Jatiswara
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jtsw.v33i1.155

Abstract

Masa penahanan anak dalam tahapan penyidikan dengan perpanjangan maksimal adalah 15 hari, sementara penahanan untuk anak dalam tahapan penuntutan adalah 10 hari, artinya masa dimana bisa diajukan praperadilan adalah total 25 hari dari mulai dilakukan penahanan. Melihat persesuaian antara waktu dapat diajukannya parperadilan dalam UU SPPA, dilihat dari masa penahanan, dengan fakta empiris waktu acara praperadilan, maka bisa dipastikan akan terjadi kendala serius dalam pengajuan praperadilan dalam kasus-kasus anak. Belum lagi fakta yang menunjukkan bahwa dengan menelisik proses pengajuan permohonan praperadilan, keberadaan advokat rupanya berpengaruh besar pada penggunaan mekanisme praperadilan. Situasi ini dapat dilihat dalam komposisi pengajuan permohonan praperadilan antara yang diwakili advokat dengan yang tidak. kedudukan lembaga praperadilan dengan adanya asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis memiliki kedudukan hukum umum karena tidak diatur secara khusus dalam SPPA mengenai lembaga praperadilan, maka hubungan antara SPPA dengan KUHAP merupakan Lex Specialis Derogat Legi Generalis dari KUHAP. Dalam mengadili perkara anak penggunaan pengaturan Undang Undang SPPA didahulukan dari pengaturan yang diatur dalam KUHAP. Namun jika tidak diatur di dalam Undang Undang SPPA, baru digunakan pengaturan yang diatur dalam KUHAP yang merupakan ketentuan hukum umumnya. Jadi, Lembaga Praperadilan berlaku juga pada proses penyelesaian perkara tindak pidana anak karena tidak diatur secara khusus dalam SPPA.
Restortative Justice Terhadap Tindak Pidana Narkotika Sebagai Strategi Penanggulangan Overcrowding Di Lembaga Pemasyarakatan Sartika, Dewi; Khairani Pancaningrum, Rina; Jumadi, Joko
JATISWARA Vol. 38 No. 1 (2023): Jatiswara
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jtsw.v38i1.529

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang peluang Restorative Justice digunakan sebagai strategi penanggulangan overcrowding di lembaga pemasyarakatan terhadap tindak pidana narkotika. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan studi kepustakaan dan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Berdasarkan hasil penelitian bahwa, pada dasarnya angka over kapasitas terhadap lapas pada tahun 2022 mencapai angka 109 %, hal tersebut menjadi persoalan yang kompleks bagi efektifitas pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan, dimana mayoritas warga binaan lapas merupakan pelaku tindak pidana narkotika. Hal tersebut menjadi persoalan yang mendasar, khususnya tentang pemberlakukan pasal-pasal dalam tindak pidana narkotika yang sangat memungkinkan memasukkan pelaku ke dalam jeratan penyelesaian formil sistem peradilan pidana. Restorative justice menjadi alternatif bahkan dapat dijadikan solusi untuk menekan angka pelaku pelanggar tindak pidana narkotika masuk ke dalam lapas, hal tersebut tentunya bukan merupakan sebuah apriori terhadap sistem pemidaan, namun kembali menggunakan pendekatan pemulihan dalam setiap penanganan tindak pidana khususnya tindak pidana narkotiska.
Indonesia and the Rohingya crisis: An analysis of the role of transit countries in refugee protection Jumadi, Joko
Ex Aequo Et Bono Journal Of Law Vol. 3 No. 1: (July) 2025
Publisher : Institute for Advanced Science, Social, and Sustainable Future

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61511/eaebjol.v3i1.2025.2044

Abstract

Background: This article examines Indonesia's role as a transit country in handling Rohingya refugees fleeing violence and persecution in Myanmar. On the other hand, this study also highlights ad hoc policies and humanitarian practices carried out by the central government, local governments, international organizations, and local communities in Aceh in accommodating and assisting Rohingya refugees. Methods: Using a normative legal approach and policy analysis, this study evaluates Indonesia's national legal framework which does not specifically regulate refugee status, thus creating challenges in providing long-term protection. Findings: The results of the study show that although Indonesia is not a party to the 1951 Refugee Convention, the principle of non-refoulement and the value of human solidarity have been the basis of a relatively consistent temporary policy. Conclusion: This article recommends the need to strengthen national regulations, multi-party coordination mechanisms, and increase the capacity of related institutions so that Indonesia can carry out its role as a transit country more effectively, humanely, and in line with human rights principles. Novelty/Originality of this article: This study offers a comprehensive analysis of Indonesia's role as a transit country in handling Rohingya refugees, which has previously been rarely studied in depth from a national legal and policy perspective. This study also raises the importance of integrating the principle of non-refoulement into domestic regulations as an innovation in more sustainable refugee protection policies.