Claim Missing Document
Check
Articles

PENEGAKAN HUKUM TENTANG HAK FAKIR MISKIN UNTUK MENDAPATKAN PELAYANAN KESEHATAN TERKAIT BERLAKUNYA UNDANG – UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011 Titin Oktalina Safitri; Ni Nyoman Sukerti
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol. 04, No. 01, Februari 2016
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (236.542 KB)

Abstract

Tulisan ini berjudul Penegakan Hukum Tentang Hak Fakir Miskin Untuk MendapatkanPelayanan Kesehatan Terkait Berlakunya Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2011.Tulisan ini dilatar belakangi oleh adanya perlakuan yang diskriminatif terhadap hak fakirmiskin sebagai kaum minoritas dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Tujuan daritulisan ini adalah untuk mengetahui tentang penegakan hukum di masyarakat terkait hakfakir miskin serta kewajiban dan tanggung jawab pemerintah terhadap hak fakir miskindalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalahmetode hukum empiris yaitu melihat perilaku hukum yang terjadi di masyarakat.Kesimpulan dari tulisan ini adalah penegakan hukum terkait hak fakir miskin, sertakewajiban dan tanggung jawab pemerintah terhadap hak fakir miskin dalam mendapatkanpelayanan kesehatan yang diatur dalam Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2011 TentangBadan Penyelenggara Jaminan Sosial belum terlaksana dengan baik di masyarakat.
ANALISA HUKUM PEJABAT PEMERINTAH DAERAH PENGGANTI TUGAS SEMENTARA WALIKOTA YANG MENGIKUTI PILKADA M. Nova Arifin; Ni Nyoman Sukerti
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol. 06, No. 05, November 2018
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (109.89 KB)

Abstract

Aparatur Negara atau pejabat pemerintahan merupakan salah satu hal yang penting dalam menjalankan sistem pemerintahan yang baik. Dalam menjalankan pemerintahan yang baik dan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang memberikan kewenangan pemerintah dan khususnya bagi pejabat pemerintahan itu sendiri sehingga segala perbuatan yang dilakukan dan keputusan yang dibuat dapat di pertanggungjawabkan. Tulisan ini mengangkat permasalahan mengenai dasar hukum kewenangan pemerintah dan mekanisme pengangkatan pejabat pelaksana tugas sementara Walikota. Metode penelitian dalam tulisan ini menggunakan metode normatif dengan pendekatan undang-undang. Penulisan dan jurnal ini adalah untuk memahami batasan kewenangan pemerintah dan hak kewajiban dari pejabat pemerintahan. Kesimpulan dalam penelitian ini Pemerintah Daerah pengganti walikota dalam masa pengangkatan jabatannya memiliki prosedur yang kompleks. Maka dari hal itu pejabat pengganti walikota memiliki tanggung jawab sesuai dengan peraturan perundangan yang ada. Saran yang penulis dapat paparkan dalam hal kekosongan kursi jabatan walikota haruslah segera diisi oleh pengganti untuk jalannya administrasi pemerintahan yang baik. Kata kunci : Analisa Hukum, Pejabat Pemerintah Daerah Pengganti Walikota, Mengikuti Pilkada.
KEWENANGAN BEBAS (FREIES ERMESSEN) DALAM KEBIJAKAN KARTU INDONESIA SEHAT DITINJAU DARI SISTEM ADMINISTRASI DI INDONESIA I Made Surya Dharma; Ni Nyoman Sukerti
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol. 04, No. 06, Oktober 2016
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (48.344 KB)

Abstract

Tulisan ini bertujuan membahas mengenai bagaimana kewenangan bebas atau freies ermessen dalam kebijakan Kartu Indonesia Sehat  ditinjau dari sistem administrasi di Indonesia. Tulisan ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan kepustakaan. Tulisan ini menjelaskan mengenai penerapan kewenangan bebas atau freies ermessen dalam kebijakan Kartu Indonesia Sehat  yang bertentangan dengan asas legalitas di Indonesia, sehingga dapat menjadi permasalahan hukum dikemudian hari. Solusi yang dapat diambil adalah menerbitkan peraturan mengenai Kartu Indonesia Sehat.
PENEGAKAN HUKUM TENTANG HAK FAKIR MISKIN UNTUK MENDAPATKAN PELAYANAN KESEHATAN TERKAIT BERLAKUNYA UNDANG – UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011 Titin Oktalina Safitri; Ni Nyoman Sukerti
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol. 04, No. 05, Juli 2016
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tulisan ini berjudul Penegakan Hukum Tentang Hak Fakir Miskin Untuk Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Terkait Berlakunya Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2011. Tulisan ini dilatar belakangi oleh adanya perlakuan yang diskriminatif terhadap hak fakir miskin sebagai kaum minoritas dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui tentang penegakan hukum di masyarakat terkait hak fakir miskin serta kewajiban dan tanggung jawab pemerintah terhadap hak fakir miskin dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode hukum empiris yaitu melihat perilaku hukum yang terjadi di masyarakat. Kesimpulan dari tulisan ini adalah penegakan hukum terkait hak fakir miskin, serta kewajiban dan tanggung jawab pemerintah terhadap hak fakir miskin dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang diatur dalam Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial belum terlaksana dengan baik di masyarakat.
IMPLIKASI IDEOLOGI GENDER DALAM HUKUM ADAT BALI (STUDI DI KOTA DENPASAR) Ni Nyoman Sukerti; I Gusti Ayu Agung Ariani; I Gusti Agung Ayu Ari Krisnawati
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 5 No 4 (2016)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (370.128 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2016.v05.i04.p12

Abstract

Customary law is the law of life and as a guideline to behave in social life. While the government through Presidential Decree No. 9 of 2000 on Gender Pengharusutaan in National Development. In connection with these two problem are; 1). What is the meaning of the gender ideology? and 2). How the ideological implications of the customary law of Bali? This study is a socio-legal, where field data as primary data. The results of the study addressed that there are two groups; The first group's view justify Balinese customary law is sound and reflects the uniqueness of Balinese society, women are not involved in decision-making in the family, a decision was taken on the deal man. In the field of inheritance girls are not taken into account. So the first group did not reflect the views of gender ideology, while the second group's view, gave the reason that customary law is difficult to change, to change requires public awareness, awig-awig has not set things up in accordance with the development of society and legislation can be made perarem. Most respondents have not gender responsive and only a small portion gender responsive and progressive-minded. Thus gender ideology customary law is not implicated in Bali. Factors that become barriers that the legal culture of the Balinese people, the patriarchal customary law is still strong binding Balinese life. The conclusion that the meaning of gender ideology implies equality of men and women and it is not affected by the customary law of Bali, because of the legal culture of society and customary law still strong binding. Hukum adat adalah hukum kehidupan dan sebagai pedoman untuk berperilaku dalam kehidupan sosial. Sedangkan pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Kesehatan Jender dalam Pembangunan Nasional. Sehubungan dengan kedua masalah tersebut adalah; 1). Apa arti ideologi gender? Dan 2). Apa implikasi ideologis hukum adat Bali? Penelitian ini bersifat sosio-legal, dimana data lapangan sebagai data primer. Hasil penelitian menyebutkan bahwa ada dua kelompok; Pandangan kelompok pertama tentang membenarkan hukum adat Bali adalah suara dan mencerminkan keunikan Bali, wanita tidak terlibat dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga, sebuah keputusan dibuat berdasarkan kesepakatan manusia. Di bidang warisan anak perempuan tidak diperhitungkan. Jadi kelompok pertama tidak mencerminkan pandangan ideologi gender, sedangkan pandangan kelompok kedua, dengan alasan bahwa hukum adat sulit untuk berubah, untuk berubah membutuhkan kesadaran masyarakat, awig awig tidak mengatur segala sesuatu sesuai dengan perkembangan masyarakat. Dan perundang-undangan bisa dibuat perarem. Sebagian besar responden belum responsif terhadap gender dan hanya sedikit yang responsif terhadap gender dan progresif. Dengan demikian ideologi gender hukum adat tidak dilibatkan di Bali. Faktor-faktor yang menghambat budaya hukum masyarakat Bali, hukum adat patriarkhi masih mengikat kehidupan masyarakat Bali yang kuat. Kesimpulan bahwa makna ideologi gender menyiratkan kesetaraan laki-laki dan perempuan dan tidak terpengaruh oleh hukum adat Bali, karena budaya hukum masyarakat dan hukum adat yang mengikat.
Status Hukum Perempuan dalam Keluarga Akibat Perceraian pada Perkawinan Nyerod Di Bali Ni Nyoman Sukerti; I Gusti Ayu Agung Ariani
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 10 No 4 (2021)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JMHU.2021.v10.i04.p15

Abstract

This study aims to find and analyze the legal status of women who marry into the family in the event of a divorce and society's views on their nationality. This is an empirical legal research with a non-doctrinal approach, which emphasizes field data. The data were collected using interview techniques, the data were processed and analyzed in a qualitative way and the findings were presented in descriptive analytical form.The findings of the study show that women suffer from divorce, have clear and unclear legal status. Obviously, accepted by parents and family, returned as family members. It is not clear because the parents and their families did not accept returning to their original home so that their status was floating (ngambang). It is not clear who will have a very fatal impact in the future in terms of his death, who is responsible, especially according to custom and religion. The public's view of their nationality varies greatly, namely a small proportion is still extreme by considering that they are no longer a tri-wangsa dynasty, but those who are more do not question it. This is reflected in the Balinese language used to communicate, there is no change. Against the extreme conditions where there are still Balinese people who uphold outdated customary values, it is not in line with the State law on Human Rights (women). Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan menganalisis tentang status hukum perempuan kawin nyerod dalam keluarga dalam hal terjadi perceraian dan pandangan masyarakat terhadap kewangsaannya. Ini penelitian hukum empiris dengan pendekatan non doktrinal, yang menekan pada data lapangan. Data dikumpulkan dengan teknik interview, data diolah dan dinalisis dengan cara kualitatif serta temuannya dipresentasikan dalam bentuk deskriptif analitis.Temuan penelitian menunjukan bahwa perempuan nyerod yang bercerai, status hukumnya ada yang jelas dan tidak jelas. Jelas karena diterima oleh orang tua dan keluarga, kembali sebagai anggota keluarga. Tidak jelas karena kembali ke rumah asal tidak diterima oleh tua dan keluarganya sehingga statusnya menggatung (ngambang). Tidak jelas membawa dampak yang sangat fatal ke depannya dalam hal kematiannya, siapa yang bertanggung jawab terutama secara adat dan agama. Pandangan masyarakat terhadap kewangsaannya, sangat bervariasi yakni sebagian kecil masih bersifat ekstrim dengan menganggap bukan lagi sebagai wangsa tri wangsa, tetapi yang lebih banyak tidak mempermasalahkannya. Hal tersebut tercermin dari bahasa Bali yang dipakai berkomunikasi tidak ada perubahan. Terhadap kondisi yang ekstrim dimana masih adanya warga masyarakat Bali yang menjujung tinggi nilai-nilai adat yang sudah usang, tidak selaras dengan hukum Negara tentang Hak Asasi Manusia (perempuan).
PERKEMBANGAN KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM HUKUM ADBALI (Studi di Kota Denpasar) Ni Nyoman Sukerti
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 3 No 2 (2014)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (193.233 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2014.v03.i02.p02

Abstract

Women as citizens of the ancients is still received discriminatory treatment in someaspects of life, although the government has made some rules that provide protection towomen evens have ratified CEDAW. The Constitution also been set in Article 27, paragraphs1 and 2, but discrimination against women still exist, especially in the traditional law of Baliinheritance. On the basis of the two problems posed namely 1). Against wealth whose positiondaughter suffered developments in traditional law of Bali heritance? and, 2). What factorsinfluence the occurrence of the development of women position in traditional law of Baliheritance ? Results of the research showed that inherited asset is generally daughter disposableproperty rich guna kaya. Varied forms of inherited property have fixed things as well asmoving objects. Rights received largely daughter also vary greatly between the cases of theother cases, this depends of the economic condition of her parents. Daughter of position heirsare not burdened family responsibilities. So, the position of the daughter of experience in thedevelopment of traditional law of Bali heritance limited -use property rich guna kaya .Factors that influence the occurrence of the development of women position in traditional law of Bali heritance, the availability of legislation that gender perspective, there is aparadigm shift in attitude and behavior of the parents of the girls looked, viability of publiceducation level and economy growing family.
SIKAP MASYARAKAT HUKUM ADAT BALI TERHADAP PUTUSAN MK NO. 46/PUU-VIII/2010 TERKAIT KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN Ni Nyoman Sukerti; I Gst. Ayu Agung Ariani; I Ketut Sudantra
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 4 No 3 (2015)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (383.901 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2015.v04.i03.p15

Abstract

This study aimed to determine the knowledge of indigenous people of Bali against theConstitutional Court No.46 / PUU-VII / 2010, meaning the Constitutional Court rulingrelated to the child outside the mating position, to identify and analyze the attitudes ofindigenous communities Bali on the discharge of the Constitutional Court. This study is anempirical law with non-doctrinal approach (socio legal research).The results showed that indigenous people in general do not yet know Bali Court DecisionNo.46 / PUU-VII / 2010 was. Meaning beyond mating gives children the same rights aschildren born within marriage. Balinese people’s attitudes related to this decision, can beclassified into two: 1. Most accept the decision of the reason; children outside the matingstatus to clear, the mother can claim responsibility for the biological father of the child,the child is no longer despised in the family and society. 2. small Sebagain reject reason;children outside mating can cause problems in inheritance in biological father, contraryto the customary law of Bali, girls may prefer not to marry. The attitude of the indigenouspeoples of Bali pros and cons of the legal culture of society.Conclusion: Its meaning is to give children the right to marry outside the same as childrenborn within marriage. Balinese customary law community in general have not been awareof the Constitutional Court. Balinese people’s attitudes towards the Constitutional Courtruling pro and cons.
PENGATURAN PERKAWINAN PADA GELAHANG DALAM AWIG-AWIG DESA PAKRAMAN I Ketut Sudantra; Ni Nyoman Sukerti; A.A. Istri Ari Atu Dewi
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 4 No 3 (2015)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (382.748 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2015.v04.i03.p12

Abstract

This article was written based by result of normative legal research about the regulation of padagelahang marriage on customary law that created by customary law society of desa pakraman inBali. That research was aimed to identify legal norms in awig-awig desa pakraman that regulateabout pada gelahang marriage.From that research’s result, it was known that aspect of matrimonial law has been regulated inawig-awig, whic is on certain chapter that regulate family law. That chapter titled Sukerta TataPawongan, that regulate the legal aspects about marriage, divorce, lineage, and inheritance.Although, the research result aslo shown that on nine awig-awig desa pakraman researched, onlyone that regulate about pada gelahang marriage, which is Awig-Wig Desa Pakraman Gadungan(Tabanan). The regulation is rather ambigious, only regulate about recognition of pada gelahangmarriage existance, without any further regulation about requirements, procedure or it’s legalconsequences.
Budaya Hukum Masyarakat Adat Bali Terhadap Eksistensi Perkawinan Beda Wangsa Ni Nyoman Sukerti; I Gst. Ayu Agung Ariani
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 7 No 4 (2018)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (413.371 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2018.v07.i04.p07

Abstract

Different weddings are still a polemic for the custom society of Bali until now, even though they have been normatively removed by Decree No. DPRD. 11 of 1951. This study aims to elaborate and analyze the notion of a marriage of different ancestors and the legal culture of Balinese indigenous peoples related to the marriage. The research method used is empirical legal research by prioritizing field data as primary data extracted by interviews. The type of pedestal is socio-legal. The results show that the marriage of different wangsa is a marriage between tri wangsa women and jaba wangsa men, while the legal culture of Balinese indigenous people towards marriage is as follows; most of the respondents no longer maintained their interfaith marriage in full meaning that the term was not discarded from the family, there was no ceremony for the decline of the house for the woman, and there was no change in calling her parents. This happens because of the development and progress in the fields of education, science, and information technology that change the mindset of some citizens. A small number of respondents still maintain an old tradition that is formally juridically revoked based on the Bali DPRD Decree No. 11 of 1951, wanted to maintain its nationality, respect the old customary law and lack of understanding of applicable law. Perkawinan beda wangsa masih merupakan polemik bagi masyarakat adat Bali hingga kini , walaupun secara normative sudah dihapus dengan Keputusan DPRD No. 11 Tahun 1951. Penelitian ini bertujuan untuk mengelaborasi dan menganalisis pengertian perkawinan beda wangsa dan budaya hukum masyarakat adat Bali terkait perkawinan tersebut. Metode penelitian yang dipakai adalah penelitian hukum empirik dengan mengutamakan data lapangan sebagai data primer yang digali dengan wawancara. Jenis pendekatannya adalah socio-legal. Hasil menunjukkan bahwa perkawinan beda wangsa adalah perkawinan antara perempuan tri wangsa dengan laki-laki jaba wangsa, sedangkan budaya hukum masyarakat adat Bali terhadap perkawinan tersebut adalah sebagai berikut; sebagian besar responden tidak lagi mempertahankan secara utuh perkawinan beda wangsa tersebut artinya tidak dilakukan istilah dibuang dari keluarga, tidak dilakukan upacara penurunan wangsa bagi si perempuan, dan tidak ada perubahan dalam memanggil orang tuanya. Hal tersebut terjadi karena perkembangan jaman dan kemajuan di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan teknologi informasi yang mengubah pola pikir dari sebagian warga masyarakat. Sebagian kecil responden masih ada mempertahankan tradisi lama yang secara yuridis formal sudah dicabut berdasarkan Keputusan DPRD Bali No. 11 Tahun 1951, ingin mempertahankan kewangsaannya, menghormati hukum adat yang sudah usang dan kurangnya pemahaman tentang hukum yang berlaku.