Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Implementasi Zakat Tambang Pasir (Studi Di Desa Bago Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang) Chalimatus Sa'diyah; Ahsin Dinal Mustafa
Sakina: Journal of Family Studies Vol 6 No 2 (2022): Sakina: Journal of Family Studies
Publisher : Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/jfs.v6i2.1557

Abstract

Lumajang mempunyai sumber daya alam yang melimpah dan menghasilkan banyak keuntungan yang dihasilkan. Hasil yang melimpah dan melebihi nisab mempunyai kewajiban mengeluarkan zakat. Zakat yang dikeluarkan harus sesuai dengan syariat Islam dan dilaksanakan sesuai dengan hukum islam menurut Yusuf Qardhawi. Penelitian ini betujuan untuk mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan zakat tambang pasir dan untuk menganalisis bagaimana tinjauan hukum islam menurut Yusuf Qardhawi dalam pelaksanaan zakat tambang pasir yang ada di Desa Bago Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang. Jenis penelitian ini adalah field research (penelitian lapangan) yang bersifat empiris dengan pendekatan deskriptif-kualtatif. Metode pengumpulan data melalui wawancara dan dokumentasi. Wawancara dilakukan kepada para penambang yang ada di Desa Bago Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang yang merupakan penjaga tambang yang mengawasi berjalannya petambangan setiap harinya dan mendata berapa truk pasir yang mengambil pasir di tempat tambangnya. Teknik analisis data yaitu dengan pemeriksaan data klarifikasi, verifikasi, analisis, dan kesimpulan. Kesimpulan dari jurnal ini menjelaskan bahwa penambang yang ada di Desa Bago Kecmatan Pasirian Kabupaten Lumajang terdapat yang belum melaksanakan zakat dan hanya satu penambang yang telah melaksanakan zakat dan lainnya hanya mengeluarkan sedekah. Penambang yang telah melaksanakan zakat sudah sesuai hukum Islam menurut Yusuf Qardhawi dengan mengeluarkan 2,5% hari hasil yang didapatkan setelah mencapai nishab.
QIBLA DIRECTIONS THROUGH ULAMA’S FATWA : Comparative Study between Qibla Direction Fatwa of Indonesian Ulama Council and Dar Al-Ifta Al-Misriyyah Ahsin Dinal Mustafa
Al-Hilal: Journal of Islamic Astronomy Vol 1, No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (455.117 KB) | DOI: 10.21580/al-hilal.2019.1.1.5675

Abstract

Qibla direction is one of the important things in Islam. Especially in the prayer worship. Al-Quran and Hadith have explained about the direction of qibla during the lifetime of the Prophet. The Problems begun  when Muslims spread all  the world as it is today. Muslims who are far from Mecca can not see the Ka’bah, so it is difficult to determine the "ainul  Ka'bah". But now the rapid development of technology makes it easy for Muslims to determine the direction of the Qibla appropriately. In this case, however, the ulama' do ijtihad with their fatwa regarding how precisely facing the Qibla is permissible for those who cannot see the Ka'bah. This study aims to explain how 'Indonesian' ulama in this case the Indonesian Ulama Council (MUI) and 'Egyptian' ulama (Dar al-Ifta 'al-Misriyyah) resolve the problem and explain what lies behind the views of both. This study is a comparative normative study using a qualitative approach. The study data was taken from the MUI fatwas and Dar al-Ifta 'al-Misriyyah. The results of the study showed that the MUI fatwa initially decided the direction of the qibla of Indonesian Muslims to face westward, but then a new fatwa emerged afterwards which decided the qibla of Indonesian Muslims to face northwest with varying positions according to the location of their respective regions. In contrast to the MUI fatwa, the fatwa from Dar al-Ifta 'al-Misriyyah shows that for those who cannot see the Kaaba it is permissible to deviate slightly from the actual qibla direction with a 45 degree limit in the right or left direction.
Corak Putusan Hakim Terhadap Putusan Pernikahan Dengan Wali Muhakkam Ahsin Dinal Mustafa
Khuluqiyya: Jurnal Kajian Hukum dan Studi Islam Vol. 3 No. 1 (2021)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Hikmah 2

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (716.081 KB) | DOI: 10.56593/khuluqiyya.v3i1.57

Abstract

Wali muhakkam, dalam pernikahan, merupakan seseorang yang bukan pejabat atau wali hakim resmi yang ditunjuk seorang perempuan untuk menjadi wali nikahnya. Praktik ini dilakukan pada nikah siri dan menjadi sebuah masalah ketika mengajukan itsbat nikah di Pengadilan Agama. Terdapat banyak putusan berbeda yang berkaitan dengan wali muhakkam. Berdasarkan hal tersebut, perlu ada kajian tentang ragam putusan Pengadilan Agama terkait pernikahan dengan wali muhakkam. Penelitian ini merupakan studi normatif komparatif dengan pendekatan konseptual digunakan dalam penelitian ini. Komparasi dilakukan untuk mengurai persamaan atau perbedaan serta latar belakang dari persamaan atau perbedaan antara putusan-putusan Pengadilan Agama tentang wali muhakkam. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari artikel-artikel jurnal dan buku-buku terkait dengan topik pembahasan. Hasil penelitian ini adalah: Pertama, dalam konteks fikih dikenal adanya tiga jenis wali nikah, yaitu wali nasab, wali hakim, dan wali muhakkam. Dari ketiga jenis tersebut, wali muhakkam tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi para hakim untuk berijtihad dalam memutus sebuah perkara. Kedua, dari beberapa putusan pengadilan Agama yang telah dikaji sebelumnya, diketahui bahwa ada kecenderungan hakim tidak mengabulkan permohonan para pemohon jika itsbat nikah mereka menggunakan wali muhakkam sedangkan pihak perempuan masih memiliki ayah kandung yang non muslim. Hal ini berbeda dengan kasus jika pihak perempuan tidak mempunya wali nasab dikarenakan wali nasabnya meninggal atau semacamnya yang cenderung dikabulkan.
Upaya Membentuk Keluarga Islami Dalam Keluarga Pekerja Migran Perspektif Sayyid Muhammad Dofa Ibrah Lil Insan; Ahsin Dinal Mustafa
Sakina: Journal of Family Studies Vol 6 No 3 (2022): Sakina: Journal of Family Studies
Publisher : Islamic Family Law Study Program, Sharia Faculty, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/jfs.v6i3.1964

Abstract

Membentuk Keluarga Islami dalam sebuah keluarga merupakan hal yang tidak mudah. Terkadang ada suatu persoalan yang datang jika kita menyelesaikan persoalan yang lain. Seperti jika seorang kepala keluarga yang menjadi pekerja migran, pastinya akan banyak rintangan yang akan dia dapat. Berpisah dengan istri dengan menunggu sangat lama bisa menjadi pemicu untuk retaknya hubungan, terjadinya perselingkuhan, dan bahkan bisa menimbulkan perceraian. Untuk mengetahui upaya keluarga migran di Dusun Tlogogede memenuhi hak dan kewajiban mereka sebagai suami istri dari KHI dan perspektif sayyid Muhammad dalam Adabul Islam Fi Nidhomil Usroh. Jenis penelitian ini adalah yurisis empiris, sedangkan pendekatannya adalah yuridis sosiologis. Berdasarkan hasil dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa keluarga Islami dapat diwujudkan jika memiliki pondasi yang kuat, yaitu adanya kepala keluarga sebagai pemimpin dalam keluarga tersebut. Jadi kepala keluarga memiliki kewajiban untuk membimbing anak dan istrinya menjadi lebih baik. Lalu hubungan orang tua dan anak juga merupakan hal yang penting agar keluarga tersebut dapat dikatakan keluarga yang Islami. Komunikasi yang baik dengan anak dapat memberikan suasana yang hangat dalam keluarga. Jika poin-poin di atas sudah terpenuhi, maka membangun keluarga yang Islami, keluarga yang memiliki ketentraman akan lebih mudah diwujudkan.
Implementasi Pasal 30-34 Undang-Undang Perkawinan dalam Membentuk Keluarga Sakinah pada Masyarakat yang Terdampak Pandemi Covid 19 Ariza Leni Maghfirroh; Ahsin Dinal Mustafa
Sakina: Journal of Family Studies Vol 6 No 3 (2022): Sakina: Journal of Family Studies
Publisher : Islamic Family Law Study Program, Sharia Faculty, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/jfs.v6i3.1981

Abstract

Pandemi Covid 19 sangat berdampak besar terhadap segala aktifitas sehari-hari, banyak masyarakat mengalami keretakan dalam rumah tangganya sehingga banyak terjadi percerain, namun sejauh ini masyarakat Polowijen mampu mempertahankan keharmonisan keluarga dan bertanggungjawab atas hak dan kewajiban masing-masing tidak adanya kasus perceraian walaupun mengalami dampak pandemi, sehingga keluarga sakinah itu terbentuk. Beradasarkan hal tersebut jurnal ini ditulis guna untuk mengetahui faktor penyebab terbentuknya keluarga sakinah ditengah pandemi Covid 19 pada masyarakat Kelurahan Polowijen dan upaya nya dalam memenuhi hak dan kewajiban berdasarkan Pasal 30-34 Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan di tengah pandemi covid 19. Jenis metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah empiris dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam proses mengumpulkan data dengan melakukan wawancara kepada 5 narasumber warga Kelurahan Polowijen yang mengalami dampak pandemi covid 19. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan penulis kepada narasumber yang telah dipilih ada tiga yang bisa dilaksanakan dari kelima faktor ketentuan M. Quraish Shihab. Dua indikator yang tidak kalah penting yaitu meluangkan waktu bersama keluarga dan menjalin ikatan yang erat antar anggota keluarga. Apabila dalam kedua temuan faktor tersebut juga diterapkan, maka keluarga sakinah itu akan terwujud dengan sendiri. Upaya yang dapat dilakukan narasumber terdampak pandemi Covid 19 dalam hak dan kewajiban yaitu dengan menerapkan nilai pasal 30-34 Undang-Undang no 1tahun 1974 tentang Perkawinan serta dengan cara: a) mengkonsumsi makanan pokok lebih murah, b) berbelanja sesuai kebutuhan, c) memberi pengetian pada keluarga dan d) bekerjasama antar anggota keluarga untuk hidup hemat.
Pandangan Hakim Terhadap Permohonan Izin Poligami Karena Istri Tidak Bersedia Menambah Keturunan Lailil Agustin Khamdiyati; Ahsin Dinal Mustafa
Sakina: Journal of Family Studies Vol 6 No 3 (2022): Sakina: Journal of Family Studies
Publisher : Islamic Family Law Study Program, Sharia Faculty, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/jfs.v6i3.2242

Abstract

Poligami merupakan isu yang tidak bisa dilepaskan dalam konteks pernikahan. Berbagai macam alasan menjadikan seseorang melakukan poligami di pernikahannya. Seperti yang terjadi di Pengadilan Agama Blitar dengan Nomor perkara 1233/pdt.G/2017/PA.BL tentang permohonan izin poligami. Dalam putusan tersebut hakim mengabulkan permohonan izin poligami kepada suami dikarenakan istri tidak bersedia menambah keturunan. Adanya perkara tersebut, artikel ini telah meneliti pandangan hakim dan putusan Hakim Pengadilan Agama Blitar dalam mengabulkan permohonan izin poligami dikarenakan istri tidak bersedia menambah keturunan. Adapun tujuan pokok penelitian untuk mengetahui pandangan hakim terhadap putusan, serta meneliti tentang Putusan Hakim Pengadilan Agama Blitar dalam mengabulkan permohonan izin poligami dikarenakan istri tidak bersedia menambah keturunan. Metode penelitian menggunakan metode empiris (field research) atau penelitian lapangan. Adapun lokasi penelitian di Pengadilan Agama Blitar. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara terstruktur terhadap objek penelitian. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan Kualitatif Deskriptif. Hasil penelitian ini : pertama, pendapat hakim terhadap permohonan izin poligami karena istri tidak bersedia menambah keturunan adalah mubah “boleh”, karena dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan perkara tersebut memang sudah menjadi pertimbangan dasar yang terkait dengan permasalahan poligami. Kedua,. Menurut pandangan hakim tidaklah bertentangan dengan pasal 57 Kompilasi Hukum Islam, dikarenakan terdapat izin dari istri serta alasan dan bukti yang menguatkan pertimbangan dari majelis hakim yang memutus perkara tersebut.
Implementasi Konsep Kafa'ah Oleh Orang Tua Dalam Proses Perjodohan Anak Khoirul Azis Saputra; Ahsin Dinal Mustafa
Sakina: Journal of Family Studies Vol 6 No 4 (2022): Sakina: Journal of Family Studies
Publisher : Islamic Family Law Study Program, Sharia Faculty, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/jfs.v7i1.2469

Abstract

Orang tua pasti menginginkan agar anaknya mendapatkan pasangan yang baik, salah satu cara yang dilakukan adalah melakukan perjodohan. Hal tersebut didasari pada kekhawatiran orang tua ketika anak sudah matang usianya namun belum menikah, anak akan susah mendapatkan pasangan dan bahkan tidak akan menikah karena usianya sudah terlalu tua. Terkait alasan dari kafa’ah adalah orang tua sebagai wali memiliki hak dalam menentukan calon pasangan anak, dan tidak ingin anaknya menikah dengan orang yang tidak setara dengannya. Bukan hanya setara untuk anak tetapi juga setara dengan keluarga perempuan. Dan standar kafa’ah yang digunakan orang tua disini ialah dari segi nasab, agama, pendidikan dan pekerjaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pandangan orang tua terhadap urgensi kafa’ah dalam perjodohan di Desa Sumurgeneng Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban dan kriteria apa yang dipegang orang tua dalam menjodohkan anak. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian empiris dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Sedangkan sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primer yang dipakai bersumber dari wawancara dan dokumentasi, adapun untuk wawancara bertanya dengan delapan orang tua yang menjodohkan anak. Untuk data sekunder bersumber dari Fiqh Islam Wa Adillatuhu, kitab hadits, kitab fiqh, dan lain sebagainya yang memiliki hubungan dengan objek penelitian khususnya kafa’ah. Metode pengumpulan data, melalui wawancara, dokumentasi, dan observasi, penelitian ini menghasilkan metode analisis data yang bersifat analisis deskriptif. Hasil penelitian ini orang tua menganggap kafa’ah itu penting, karena kebanyakan orang tua menjadikan kafa’ah sebagai pertimbangan utama dalam menjodohkan anak. Mengenai kriteria dalam perjodohan, orang tua menilai nasab sebagai pertimbangan pertama dalam menjodohkan anak. Karena nasab yang baik bisa dipastikan orang tersebut memiliki kepribadian yang baik. Kemudian agama yang dijadikan dasar adalah yang ibadahnya baik, bisa mengaji dan yang mengamalkan amaliah Nahdlatul Ulama. Kemudian baru dari aspek pendidikan dan terakhir pekerjaan.
Pertimbangan Hakim Terhadap Penetapan Wali Adhal Bagi Anak Perempuan yang Berbeda Agama Dengan Ayah Kandung Metana Sinare Salsabillah; Ahsin Dinal Mustafa
Sakina: Journal of Family Studies Vol 7 No 4 (2023): Sakina: Journal of Family Studies
Publisher : Islamic Family Law Study Program, Sharia Faculty, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/jfs.v7i4.3712

Abstract

Putusan Pengadilan Agama No. 65/Pdt.P/2019/PA.Dps merupakan kasus tentang seorang anak perempuan muallaf yang mengajukan permohonan wali nikah dikarenakan wali dari anak perempuan (ayah kandungnya) beragama Hindu. Dalam permohonannya, anak perempuan tersebut mengajukan wali adhal, yang mana hal tersebut kemudian dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Denpasar melalui beberapa pertimbangan. Penelitian ini terfokus pada wali adhal beda agama. Adapun tujuan pokok penelitian ini adalah Pertama, untuk mendeskripsikan kronologi perkara pada putusan Pengadilan Agama Denpasar No.65/Pdt.P/2019/PA.Dps dalam persidangan. Kedua, untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam penetapan wali adhal bagi anak perempuan yang berbeda agama dengan ayah kandungnya. Metode Penelitian menggunakan metode yuridis empiris dengan pendekatan kualitatif. Berlokasi di kota Denpasar tepatnya di Pengadilan Agama Denpasar. Pengumpulan data diperoleh dari wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa; 1). Kronologi dalam persidangan menemukan fakta jika pemohon dan calon suami pemohon adalah seorang muallaf yang telah menikah secara agama dan dikaruniai seorang buah hati. Namun, pernikahan tersebut tidak dapat diisbatkan dikarenakan tidak memenuhi syariat. Pada proses pernikahannyapun mengalami kendala berupa surat penolakan perkawinan dari PPN karna tidak memenuhi persyaratan administratif, hal tersebut yang kemudian membuat pemohon mengajukan permohonan. 2). Pertimbangan hakim yang digunakan dalam menetapkan perkara No.65/Pdt.P/2019/PA.Dps dengan beberapa faktor diantaranya pertimbangan hukum berdasarkan fakta dan konstitusi hal ini diperoleh dari hal hal yang terungkap dalam persidangan, pertimbangan berdasarkan non hukum dan subjektif yang dilihat dari kesiapan pemohon baik fisik dan mental, yang terakhir pertimbangan hukum berdasarkan diskresi hakim dengan mengutip beberapa pendapat pakar hukum atau hadis hadis yang dirasa relevan dengan kasus yang terjadi.
The Construction of Women's Piety Through Women's Special Mushaf Ahsin Dinal Mustafa; Miski Miski
QOF Vol. 8 No. 1 (2024)
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Keiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30762/qof.v8i1.2231

Abstract

The Cordoba Qur'an Special for Muslimah features the '319 thematic interpretations regarding women,' which is intended to 'beautify' women by making them pious women. However, the main question is what kind of 'piety' is meant. From this section, it is evident how women are made objects within it. As an interpretation, this prominent feature is never free of interest. This article aims to explain and analyze the construction of women's piety in the related mushaf and its relevance to the aspects of tafsir scholarship and the context of positioning women in life. By using explanatory and correlative analysis of the 319 thematic interpretations specifically for women in the mushaf, this article shows that women's piety is constructed through the process of thematizing Qur'anic verses according to certain understandings through titles that give a convincing impression because they contain narratives of hadith or explanations by Muslim figures. However, the relevance of these interpretations is questionable, both from the aspect of tafsir scholarship and the aspect of women's existence itself. In fact, in some examples of interpretation, certain parts are neglected, such as the context of the verses and the resulting interpretations that tend to be patriarchal. Thus, this issue cannot be ignored. It is not only related to the discourse of interpretive authority but also concerns gender justice, which deserves attention.  
The Charity Values within Islamic Law of Inheritance in Malang: Maqāṣid al-Sharī’ah and Social Construction Perspectives Mahmudi, Zaenul; Zenrif, M. Fauzan; Haris, Abdul; Mustafa, Ahsin Dinal; Yasin, Noer
Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Vol 8, No 3 (2024): Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam
Publisher : Islamic Family Law Department, Sharia and Law Faculty, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/sjhk.v8i3.19986

Abstract

Islamic principles regarding zakat in general are closely related to the issue of wealth which must be distributed to the needy and poor as well as groups that have been determined by Islamic law. This article aims to discuss the principles of charity in the distribution of inheritance by analyzing the views of ulama and intellectuals in Malang City, East Java. This study is socio-legal research using the theory of maqāṣid al-sharī'ah and social construction. Data was obtained from document study sources in the form of opinions of tafsir and fiqh scholars, journal articles and books related to the discussion. The informants interviewed were NU member, Muhammadiyah, MUI, and academics. The results of this study revealed that: first, based on the principles of justice and benefit, as the general elements of maqāṣid, in the inheritance verses, there is a command to set aside inherited property for the needy from the group of distant relatives, orphans, and the poor (al-Nisa: 8) and to help the heirs who are less able (al-Nisa: 9) as maqāṣid al-kulli. Second, based on social construction, at the externalization stage, the ulema and Muslim community in the city of Malang practice the Islamic charity by setting aside inherited property for the poor, the needy, and orphans in various forms such as slametanfor the deceased, endowments for orphanages, and donations to educational institutions, as well as giving some of the inherited property to their less fortunate relatives. Muslim community simultaneously objectifies the Islamic charity so that the Islamic charity becomes an objective reality in the city of Malang, although the Muhammadiyah community does not observe slametan. The internalization of the construction of Islamic charity as a final stage is understood by internalizing the verses of Islamic charity as the beliefs and teachings that must be implemented in society.