ABSTRAKTradisi Merarik di Desa Merembu, Lombok Barat, menjadi sorotan menarik dalam kajian antropologi hukum. Praktik perkawinan di bawah umur yang marak dalam tradisi ini menghadirkan tantangan dalam konteks hukum positif Indonesia. Penelitian ini secara mendalam mengurai mekanisme penyelesaian perkawinan Merarik, dengan fokus pada implikasi hukum yang timbul. Metode penelitian menggunakan metode hukum empiris dan pendekatan kualitatif dengan data primer dari lokasi penelitian dan data sekunder dari sumber terpercaya. Teknik pengumpulan data meliputi observasi, wawancara, dan studi dokumen. Hasil Penelitian ini mengungkapkan bahwa Tradisi Merarik di Desa Merembu, Lombok Barat, meski sarat dengan nilai budaya, namun berpotensi menimbulkan permasalahan hukum akibat ketidaksesuaiannya dengan ketentuan perkawinan dalam hukum positif Indonesia. Penelitian ini menyoroti pentingnya mencari titik temu antara hukum dan budaya untuk melindungi hak-hak individu dan memastikan kepastian hukum dalam konteks perkawinan adat. Temuan ini mengindikasikan adanya pertentangan antara nilai-nilai budaya lokal dengan ketentuan hukum nasional. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mencari solusi yang dapat mengakomodasi kedua aspek tersebut, sehingga perlindungan hukum bagi individu, khususnya perempuan dan anak, dapat terjamin tanpa mengabaikan nilai-nilai kearifan lokal. The Merarik tradition in Merembu Village, West Lombok, is an interesting highlight in the study of legal anthropology. The rampant practice of underage marriage in this tradition presents challenges in the context of Indonesian positive law. This research deeply analyzes the mechanism for resolving Merarik marriages, with a focus on the legal implications that arise. The research method uses empirical legal methods and a qualitative approach with primary data from the research location and secondary data from trusted sources. Data collection techniques include observation, interviews, and document studies. The results of this study reveal that the Merarik Tradition in Merembu Village, West Lombok, although full of cultural values, has the potential to cause legal problems due to its incompatibility with the provisions of marriage in Indonesian positive law. The research highlights the importance of finding common ground between law and culture to protect individual rights and ensure legal certainty in the context of customary marriage. The findings indicate a conflict between local cultural values and national legal provisions. Therefore, efforts are needed to find solutions that can accommodate both aspects, so that legal protection for individuals, especially women and children, can be guaranteed without ignoring local wisdom values.