Claim Missing Document
Check
Articles

Found 25 Documents
Search

Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga terhadap Perkara Harta Bersama (Analisis Putusan Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh Nomor 0257/Pdt.G/2015/MS.Bna) Analiansyah, Analiansyah; Rudanto, Rudanto
Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Vol 1, No 2 (2017): Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam
Publisher : Islamic Family Law Department, Sharia and Law Faculty, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/sjhk.v1i2.2386

Abstract

Terdapat kasus perceraian yang terjadi di Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh yang menyangkut perkara perceraian, namun perkara tersebut berlanjut kepada sengketa harta bersama. Dalam sengketa harta bersama terjadi polemik lain yaitu perlawanan eksekusi pihak ketiga terhadap putusan tersebut. Pihak ketiga keberatan atas putusan hakim Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh, karena ada harta peninggalan Almh ibupihakketiga yang digunakan dalam pembagian harta bersama. Namun, hakim menolak perlawanan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan penyebab hakim Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh menolak perlawanan eksekusi pihak ketiga dan langkah yang digunakan hakim Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh dalam menetapkan kembali putusan yang telah dieksekusi. Dalam penelitian ini penulis mengunakan bahan hukum primer yaitu putusan Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh Nomor 0257/Pdt.G/2015/MS-Bna. Kemudian data ini di analisis dengan metode deskriptif analisis. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 3 (tiga) penyebab hakim menolak perlawanan pihak ketiga.Pertama, alat bukti pihak ketiga tidak memiliki Kualitas Hukum.Kedua, tidak memilikiLegalitas Hukum. Ketiga,tidak memiliki Legal Standing/Kapasitas Hukum dalam mengajukan bukti-bukti yang dibebankan kepada pihak ketiga. Oleh karena itu, dasar penolakan hakim yang mengadili dan memutuskan perkara perlawanan eksekusi pihak ketiga terhadap sengketa harta bersama dengan Nomor 0257/Pdt.G/2015/MS-Bna sudah benar dan telah memenuhi syarat yang telah diberikan oleh Undang-Undang termasukHukum Acara Peradilan Agama. Dikarenakan hakim telah memberikan peluang kepada pihak ketiga untuk memberikan hak-haknya yang dirugikan, namun dalam pembuktian pihak ketiga tidak memberikan alat-alat bukti yang dibutuhkan oleh hakim.Selanjutnya langkah yang digunakan oleh hakim Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh dalam memutuskan kembali putusan yang telah dieksekusi secara hukum telah menangguhkan putusan yang berkekuatan hukum tetap. Seharusnya putusan yang telah dieksekusi itu tidak bisa lagi dilakukan persengketakan. Oleh karena itu, dalam menetapkan kembali putusan eksekusi. Hakim kembali pada putusan terdahulu atau putusan sebelumnya (awal).
The Public Policy Implementation on The Pre-Marital Screening for Prospective Bride and Groom (A Study on The Implementation of The Regulation of The Regent of Pidie, Aceh, Number 54/ 2018) Analiansyah, Analiansyah; Ulfatun, Cut
Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Vol 4, No 2 (2020): Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam
Publisher : Islamic Family Law Department, Sharia and Law Faculty, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/sjhk.v4i2.7937

Abstract

The goal is consequential, but it has not been implemented appropriately. The purpose of this research is to explain the implementation of the health examination policy for the prospective brides and grooms in Pidie, Aceh. This research is a qualitative study, located in Mutiara Timur District, Pidie. The data were obtained through observation, interviews, and document study which were then analyzed by using Gindle’s theory of public policy. The results showed that the implementation of health examinations for the brides and grooms did not run well. The government has not prepared all the equipment needed for medical examinations which results in the inability of the screening procedures to detect certain diseases. Also, the community's low understanding of the noteworthiness of health examination persisted as the result of low socialization. They only considered it as sheer administrative requirements. In consequence, it caused a fiasco to achieve the goal of pre-marital screening, specifically to avoid every married couple contracted any disease, and as a preventive measure to decrease criminal behavior in the community. To get the desired outcomes, the Pidie Regency Government must provide all the instruments needed and carry out a joint movement to socialize this policy to the public.
HUKUM PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Dr. Analiansyah, MA
Al-MURSALAH Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2016
Publisher : STAI Tapaktuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam studi hukum Islam, kajian beban pembuktian perlu mendapat tempat yang luas, karena diyakini hukum Islam memiliki ruang lingkup yang syumul (mencakup semua hal). Dengan demikian meskipun jumlah nas al-Qur’ān  dan hadis Nabi Saw terbatas, namun tidak berarti secara konsep memiliki keterbatasan pula. Para ulama telah memberikan pemikiran dan metode yang dapat digunakan untuk pengembangan hukum Islam. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana pandangan hukum Islam terhadap beban pembuktian terbalik. Untuk membahas masalah ini, digunakan pendekatan statute approach (pendekatan perundang-undangan) dan ushul fiqh. Hasil kajian menunjukkan bahwa pembuktian terbalik menurut hukum Islam dapat diterima menjadi salah satu bentuk beban pembuktian untuk kasus-kasus tertentu saja. Artinya, beban pembuktian tidak berlaku umum untuk semua kasus tindak pidana. Kasus-kasus tertentu yang dimaksud di sini adalah korupsi. Korupsi di Indonesia dapat berupa memperkaya diri sendiri dan atau korporasi secara melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara. Korupsi dapat pula terjadi dalam bentuk orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Children Handling Procedure in Islamic Criminal Offense in Aceh Analiansyah Analiansyah; Ali Abubakar
AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah Vol 21, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Islam Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/ajis.v21i1.20869

Abstract

The Law of the Republic of Indonesia authorizes Aceh to implement shari’a law in various sectors, including jināyāt (Islamic criminal law). This additional authority is different from the authority of the Religious Courts (Pengadilan Agama) in other provinces in Indonesia. This article analyzes the process of handling children in criminal cases in the Aceh’s Shari’a Courts in Aceh using the lex specialis derogate legi generalis and the systematic lex specialis principles. The data in this study comes from legal documents and interviews with Shari’a Court judges. The results show that the handling of Islamic criminal offenses involving children has been carried out by referring to existing laws and regulations according to the principle of specificity. However, some issues arise related to human resources and appropriate facilities. Most of the judges have not obtained special training in handling children’s cases, which influenced their knowledge on the issue. Moreover, children involving in legal cases are still treated using similar facilities as adults. These weaknesses, however, can be appropriately resolved by the Shari’a Courts and the Aceh Government. Abstrak:Undang-Undang Republik Indonesia memberikan kewenangan kepada Aceh untuk menerapkan syariat Islam di berbagai bidang, termasuk jināyāt (hukum pidana Islam). Pemerintah Aceh mengeluarkan qanun (Peraturan Daerah) yang mencakup beberapa jarīmah (perbuatan pidana) dan pelaksanaannya menjadi kewenangan Pengadilan Syariah (Mahkamah Syar’iyyah) di Aceh. Kewenangan tambahan ini berbeda dengan kewenangan Peradilan Agama di provinsi lain di Indonesia. Hakim-hakim di pengadilan-pengadilan tersebut tidak mendapatkan pendidikan khusus dalam hukum pidana, terutama kasus-kasus yang melibatkan anak-anak yang telah diatur dalam undang-undang khusus. Kewenangan tambahan dalam memeriksa dan mengadili perkara pidana di Mahkamah Syariah menimbulkan persoalan Sumber Daya Manusia (SDM) baru. Artikel ini menganalisis proses penanganan anak di Pengadilan Syariah di Aceh dengan menggunakan prinsip lex specialis derogate legi generalis dan systematic lex specialis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanganan tindak pidana Islam yang melibatkan anak telah dilakukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang ada sesuai dengan asas kekhususan. Beberapa kelemahan sumber daya manusia dan infrastruktur dapat diselesaikan dengan baik oleh Pengadilan Syariah dan Pemerintah Aceh. 
Ulil Amri dan Kekuatan Produk Hukumnya Analiansyah Analiansyah
Analisa: Journal of Social Science and Religion Vol 21, No 2 (2014): Analisa Journal of Social Science and Religion
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18784/analisa.v21i02.20

Abstract

AbstractThis writing aims to explain the perspective of teungku dayah salafi about the concept of ulil amri and the attitude of Muslim society to any laws endorsed by the ulil amri. Data for this study isgathered through an in-depth interview with the tengkus of dayah salafi located in Aceh Besar. The result shows that the tengkus have different opinions about the concept of ulil amri. First, theulil amri is similar to the formal administrator along with other religious institutions. Second, ulil amri is the government institution that only performs religious duties. Third, ulil amri is the ulama who is appointed as the head of state. Furthermore, majority of the tengkus believe thatthe regulations endorsed by the ulil amri were not obligated to conform otherwise mentioned in the Qur’an. Meanwhile, some of them insist that the ulil amri must be obeyed as it is mentioned inthe Qur’an along with all regulations.Keywords: ulil amri, law, teungku dayah AbstrakTulisan ini bertujuan untuk menjelaskan perspektif teungku dayah salafi tentang konsep ulil amri dan sikap kaum muslimin terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang dihasilkannya. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara mendalam denganbeberapa teungku dayah salafi di Aceh Besar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mereka memiliki pendapat yang berbeda tentang konsep ulil amri. Pertama, ulil amri merupakan pemerintah yang sah bersama dengan lembaga-lembaga keagamaan yang ada di bawahnya. Kedua: lembaga pemerintah yang menangani bidang keagamaan saja. Ketiga, ulama yang diangkat sebagai kepala Negara. Selanjutnya, mayoritas teungku dayah menilai bahwa regulasiyang dihasilkan ulil amri tidak wajib untuk dikuti, kecuali yang disebutkan di dalam Al-Quran. Sementara itu, sebagian mereka berpendapat bahwa ulil amri wajib dipatuhi bersama denganregulasi yang dihasilkannya karena disebutkan di dalam Al-Quran.Kata kunci: ulil amri, produk hukum, dan teungku dayah
Peran AKal dan Kebebasan Bertindak dalam Filsafat Ketuhanan Mu'tazilah Analiansyah Analiansyah
Substantia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin Vol 15, No 1 (2013)
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/substantia.v15i1.4886

Abstract

Mu`tazilite is one of the Islamic theology schools. The school is quite  different from the other schools such as of the Sunnite and of the Shi`ite. Due to  its difference it is considered unique, mainly in the case of the role of intellect to  find the truth and the freedom human act. Consider to human freedom and the  power of intellect gifted by God, it is obliged to a Moslem to upgrade his intellect  in solving his problems of life, not solely dependent on the taqdir or God’s  determination. According to Mu`tazilte, through intellect, man is capable to  exploit natural sources for the human benefits as he likes rather than he depends  on the taqdir like a fatalistic point of view.
PERAN DAN KIPRAH AKTIVIS DAN PEMIMPIN PEREMPUAN ACEH SELATAN PADA KONFLIK DAN PASCA KONFLIK ACEH Analiansyah Analiansyah
Takammul : Jurnal Studi Gender dan Islam Serta Perlindungan Anak Vol 6, No 1 (2017): TAKAMMUL
Publisher : Pusat Studi Wanita UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (405.737 KB) | DOI: 10.22373/takammul.v6i1.2456

Abstract

The long conflict in Aceh, have men and women discouraged to take part in society. Nevertheless, there are still figures of women who want and dare to do community organizing until the era of Aceh Peace. This article explains what and how the role of some women figures in South Aceh, both as activists and women leaders. This ethnographic research and women's role show that women contribute greatly to development, even in difficult situations such as conflict.The roles are initiating and strengthening women's organizations, enhancing human resource capacity, empowering the economy, initiating organizations specifically dealing with women and children who are vulnerable to violence, facilitating and supporting women in the political sphere. The involvement of women figures is based on several factors: 1) Their concerns about the socio-political conditions of Aceh, 2) Disillusionment with the gender bias in society that makes the space for women in the public very limited.
Pengembalian Tanda Pertunangan Karena Gagal Pernikahan (Analisis Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Mahar Dalam Perspektif Fiqh, Undang-undang dan Adat Aceh) Analiansyah Analiansyah; Muhammad Iqbal
El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga Vol 1, No 2 (2018): El-Usrah: Jurnal Hukum Keluarga
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/ujhk.v1i2.7636

Abstract

Praktek pertunangan dalam masyarakat adat di Aceh biasa dilakukan dengan pemberian tanda pertunangan dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan, baik sifatnya hadiah ataupun panjar mahar. Tanda ini dijadikan sebagai bukti keseriusan kedua pasangan untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan. Apabila pertunangan dibatalkan dari pihak perempuan, ia wajib menanggung denda dua kali lipat dari tanda pertunangan tersebut. Sebaliknya, tanda pernikahan dihitung hangus jika yang membatalkan pihak laki-laki. Kenyataan semacam ini memicu banyak tanggapan dan pandangan. Dalam hal ini, MPU Aceh telah mengeluarkan fatwa mahar mengenai status hukumnya. Adapun pertanyaan pernelitian ini adalah apa yang melatar belakangi MPU Aceh mengeluarkan Fatwa Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Mahar dalam Perspektif Fiqh, Undang-Undang dan Adat Aceh, dan bagaimana dalil dan metode istinbāṭ yang digunakan MPU Aceh dalam menetapkan fatwa. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui metode analisis-normatif. Hasil penelitian ini yaitu: Pertama, fatwa MPU Aceh Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Mahar dalam Perspektif Fiqh, Undang-Undang dan Adat Aceh dikeluarkan dengan sebab prakrek pemberian mahar dan hal-hal lainya yang berkenaan dengannya dipandang perlu untuk dikaji. Kemudian, terdapat beragam pandangan masyarakat tentang mahar, khususnya dalam pengembalian tanda pertunangan karena gagal pernikahan. Ragam pandangan tersebut berpotensi menimbulkan disharmonisasi antar masyarakat. Oleh sebab itu, fatwa mahar dipandang perlu untuk ditetapkan. Kedua, dalil yang digunakan MPU Aceh dalam menetapkan fatwa mahar yaitu Alquran surat al-Nisā’ ayat 4, Hadis riwayat Bukhari dari Abdullah bin Maslamah, Ijma’ ulama, dan kaidah fikih. Keempat dalil tersebut berkaitan dengan kewajiban laki-laki memberikan mahar dan menjadi hak penuh isterinya. Adapun metode istinbāṭ yang digunakan MPU Aceh yaitu cenderung memakai metode bayani atau lughawiyah, yaitu metode dengan melihat kaidah kebahasan. Kaitan dengan pengembalian mahar, MPU Aceh memandang mahar itu menjadi kewajiban suami dan menjadi hak isteri ketika akad nikah telah dilangsungkan. Sebaliknya, mahar yang diberikan sebagai tanda pertunangan wajib dikembalikan ketika pernikahan gagal dilaksanakan. Sebab, hak mahar hanya diterima saat nikah bernar-benar telah diakadkan.
Ulil Amri dan Kekuatan Produk Hukumnya Analiansyah Analiansyah
Analisa: Journal of Social Science and Religion Vol 21, No 2 (2014): Analisa Journal of Social Science and Religion
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (513.248 KB) | DOI: 10.18784/analisa.v21i02.20

Abstract

AbstractThis writing aims to explain the perspective of teungku dayah salafi about the concept of ulil amri and the attitude of Muslim society to any laws endorsed by the ulil amri. Data for this study isgathered through an in-depth interview with the tengkus of dayah salafi located in Aceh Besar. The result shows that the tengkus have different opinions about the concept of ulil amri. First, theulil amri is similar to the formal administrator along with other religious institutions. Second, ulil amri is the government institution that only performs religious duties. Third, ulil amri is the ulama who is appointed as the head of state. Furthermore, majority of the tengkus believe thatthe regulations endorsed by the ulil amri were not obligated to conform otherwise mentioned in the Qur’an. Meanwhile, some of them insist that the ulil amri must be obeyed as it is mentioned inthe Qur’an along with all regulations.Keywords: ulil amri, law, teungku dayah AbstrakTulisan ini bertujuan untuk menjelaskan perspektif teungku dayah salafi tentang konsep ulil amri dan sikap kaum muslimin terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang dihasilkannya. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara mendalam denganbeberapa teungku dayah salafi di Aceh Besar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mereka memiliki pendapat yang berbeda tentang konsep ulil amri. Pertama, ulil amri merupakan pemerintah yang sah bersama dengan lembaga-lembaga keagamaan yang ada di bawahnya. Kedua: lembaga pemerintah yang menangani bidang keagamaan saja. Ketiga, ulama yang diangkat sebagai kepala Negara. Selanjutnya, mayoritas teungku dayah menilai bahwa regulasiyang dihasilkan ulil amri tidak wajib untuk dikuti, kecuali yang disebutkan di dalam Al-Quran. Sementara itu, sebagian mereka berpendapat bahwa ulil amri wajib dipatuhi bersama denganregulasi yang dihasilkannya karena disebutkan di dalam Al-Quran.Kata kunci: ulil amri, produk hukum, dan teungku dayah
Pengembangan TPA Sabilil Falaq melalui Penguatan SDM Pengajar di Gampong Janguet, Indra Jaya, Aceh Jaya Analiansyah Analiansyah; Tiara Nur Mulyawati; Ahmad Roy Suli; M. Fauzi; Salwa Athifah; M. Zikrillah; Ansarullah Ansarullah; Jemadin Jemadin; Rezka Pebrina Kusuma Putri; Muhammad Mirdasil Aslami
Jurnal Riset dan Pengabdian Masyarakat Vol 3 No 1 (2023): Jurnal Riset dan Pengabdian Masyarakat
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jrpm.v3i2.2035

Abstract

The quality of human resources is actually determined by the level of education. Quality and character education will certainly produce quality and character human beings. Al-Qur'an Education Park (TPA) is a place for non-formal education to study religious knowledge among children. The existence of the Qur'an education park is used as an effort to increase the knowledge of Islamic religious knowledge and character in children. Al-Quran education park has a major role to teach the ability to read and write the Koran. On this occasion, Serumpun Malay KKN students provided assistance and development at the Sabilil Falaq TPA related to strengthening the teaching staff of the Sabilil Falaq TPA. The method used is a qualitative method with data collection techniques, namely interview surveys, documentation, and field research. The results obtained are that there are several problems at TPA Sabilil Falaq, namely, the number of students is more than the number of teachers, the ability of teachers is still standard, and the lack of learning media in learning. The solution provided is to make efforts to add teaching teachers or to cadre students who are already capable, carry out training for Koran teachers, and provide fun and innovative learning media.