Pada masa jahiliyah terdapat tujuh bentuk pernikahan dan empat bentuk penyimpangan sosial yang menyerupai pernikahan. Selain itu, terdapat juga bentuk hubungan mirip pernikahan, seperti milkul yamin, yang tidak memerlukan akad pernikahan karena didasari oleh kepemilikan budak perempuan oleh pemilik budak laki-laki. Pada masa Islam, pernikahan diatur dengan ketentuan yang ketat, dan bentuk-bentuk pernikahan pada masa jahiliyah dilarang. Penelitian ini bertujuan untuk menggali makna pernikahan dalam Islam dan bagaimana prinsip-prinsip ini diimplementasikan dalam praktik pernikahan. Analisis ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan historis, kesetaraan gender, dan kesehatan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pernikahan dalam Islam didasarkan pada prinsip-prinsip etika, kesetaraan gender, dan kesehatan. Pernikahan dalam Islam dianggap sakral dan harus dijalani dengan serius. Lebih dari sekadar pemenuhan nafsu seksual, pernikahan mencakup pembentukan hubungan harmonis, dengan prinsip saling menghargai, melengkapi, dan mengasihi. Konflik dalam pernikahan dianggap wajar dan harus diselesaikan melalui komunikasi yang baik, bukan dengan dominasi. Hal ini dasandarkan pada asas dalam Al-Qur’an meliputi Mistaqan ghalizhan, Sakinah, Mawadah, Rahmah, Mua’syaroh bil ma’ruf dan perlindungan terhadap wanita. Pernikahan dalam Islam juga memiliki dampak positif didalam kesehatan, seperti mencegah penyakit menular seksual seperti HIV, kangker Serviks dan meningkatkan kesejahteraan kardiovaskular. Selain itu, pernikahan juga berdampak positif pada kesehatan mental dan kebahagiaan individu.