Claim Missing Document
Check
Articles

Found 25 Documents
Search

Redesain Pengisian Jabatan Menteri Dalam Sistem Presidensial Di Indonesia Andri Yanto; Harry Setya Nugraha
PROGRESIF: Jurnal Hukum Vol 15 No 2 (2021): PROGRESIF: Jurnal Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33019/progresif.v16i2.2508

Abstract

The filling of ministerial positions in the presidential government system must be based on the pleasure of working and not because of political considerations or imbalances in the support of the President's groups or political parties. In fact, the filling of ministerial positions in Indonesia has so far been carried out using a political approach. The methodology used is a normative juridical research method, with a statutory and conceptual approach. The results of the discussion and conclusions of this study are first, the minister's task load is a lot of political dynamics; secondly, the filling of ministerial positions does not occur democratically; and third, new design ideas in filling ministerial positions include the requirements needed to be appointed as ministers, affirmation of the limitation of concurrent positions, and must first conduct a fit and proper test.
Gagasan Amandemen Ulang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Harry Setya Nugraha
Lex Renaissance Vol 3 No 1 (2018): JANUARI 2018
Publisher : Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/JLR.vol3.iss1.art11

Abstract

AbstractIdeally, the constitution of a state must conform to the values of constitutionalism. However, the Indonesian constitution (1945 Constitution of the Republic of Indonesia) is currently inconsistent with the values of constitutionalism. This can be seen from the bias of presidentialism and the vagueness of the legislative chamber system applied in Indonesia as to whether it relies on a three-chamber or two-chamber parliamentary system. This article examined the ideal design of presidential government and parliamentary systems in Indonesia. Using the juridical-normative research method, this study recommended five ideas that should be employed as the materials for changes in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia to actualize a more authentic presidential system. Additionally, in an effort to reinforce the two-chamber parliamentary system in Indonesia, the first step taken should be to shift the People’s Consultative Assembly (MPR) paradigm from previously being known as an institution with its exclusive membership to being acknowledged as a joint meeting forum between the House of Representatives (DPR) and Regional Representative Council (DPD). Furthermore, to achieve an ideal two-chamber parliamentary system, DPR and DPD must be positioned in the same level in terms of their functions and authorities.Keywords:  The Fifth Amendment to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia; presidential; two-chamber parliament AbstrakDalam tatanan ideal, konstitusi suatu negara haruslah sejalan dengan nilai-nilai konstitusionalisme. Namun realitanya saat ini, konstitusi negara Indonesia (UUD NRI 1945) masih belum sejalan dengan nilai-nilai konstitusionalisme itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari biasnya bangunan presidensialisme di Indonesia serta tidak jelasnya sistem kamar parlemen yang diterapkan di Indonesia, apakah berkayuh pada sistem parlemen tiga kamar ataukah pada sistem parlemen dua kamar. Artikel ini mengkaji bagaimana desain ideal sistem pemerintahan presidensil dan kamar parlemen di Indonesia. Dengan metode penelitian yuridis-normatif, penelitian ini menyimpulkan bahwa, terdapat 5 gagasan yang perlu menjadi materi perubahan dalam UUD NRI 1945 dalam rangka mewujudkan sistem presidensil yang lebih murni. Selain itu, dalam upaya mempertegas parlemen dua kamar di Indonesia, langkah pertama yang harus dilakukan adalah merubah paradigma MPR yang semula dianggap sebagai sebuah lembaga yang memiliki keanggotaan tersendiri, menjadi MPR yang merupakan forum sidang gabungan antara DPR dan DPD. Selanjutnya, agar sistem parlemen dua kamar yang digagas menjadi lebih ideal, DPR dan DPD haruslah diposisikan dalam strata yang sama dalam hal fungsi dan kewenangannya.Kata-kata Kunci:   Perubahan kelima UUD NRI 1945; presidensil; parlemen dua kamar
Eksistensi Kewenangan Legislasi Dewan Perwakilan Daerah Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/Puu-Xii/2014 Harry Setya Nugraha
RIO LAW JURNAL Vol 2, No 1 (2021): Februari-Juli 2021
Publisher : Universitas Muara Bungo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36355/rlj.v2i1.572

Abstract

The presence of the Constitutional Court's Decision Number 79/PUU-XII/2014 brought fresh air to the strengthening of DPD institutions. However, not a few parties still question the actual existence of the DPD in the Indonesian constitutional system, especially in terms of legislative authority. This article will try to discuss the existence of DPD legislative authority after the Constitutional Court Decision Number 79/PUU-XII/2014 and effective ways to strengthen the existence of DPD legislative authority in the Indonesian constitutional system. The methodology used is a normative juridical research method, with a statutory and conceptual approach, as well as a qualitative descriptive analysis. This article concludes that although the DPD legislative authority exists de jure through the Constitutional Court Decision Number 79/PUU-XII/2014, the de facto legislative authority of the DPD cannot be said to exist for two reasons. If the state is committed to strengthening the legislative authority of the DPD, then the constitutional steps that must be taken are not enough just to rely on the Constitutional Court's decision or by making changes to the MD3 Law. The thing that needs to be done is to formulate Article 22D of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia using diction which contains obligatory norms. The only way to reformulate the Article is by way of the Amendment to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Keyword: State Institution, DPD, Law Undang   AbstrakHadirnya Putusan MK Nomor 79/PUU-XII/2014 membawa angin segar terhadap penguatan kelembagaan DPD. Namun begitu, tidak sedikit pihak masih mempertanyakan bagaimana sebenarnya eksistensi DPD dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, khususnya dalam hal kewenangan legislasi. Artikel ini akan coba membahas soal eksistensi kewenangan legislasi DPD pasca Putusan MK Nomor 79/PUU-XII/2014 dan cara yang efektif untuk memperkuat eksistensi kewenangan legislasi DPD dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Metodologi yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan, dan konseptual, serta analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif. Artikel ini berkesimpulan bahwa meskipun secara de jure kewenangan legislasi DPD eksis melalui Putusan MK Nomor 79/PUU-XII/2014, namun secara de facto kewenangan legislasi DPD belum dapat dikatakan eksis oleh karena dua alasan. Jika negara berkomitmen untuk menguatkan kewenangan legislasi DPD, maka langkah konstitusional yang harus dilakukan tidaklah cukup hanya dengan bergantung pada putusan MK maupun dengan dilakukannya kembali perubahan terhadap UU MD3. Hal yang perlu dilakukan adalah merumuskan Pasal 22D UUD NRI 1945 dengan menggunakan diksi yang mengandung norma obligatoir. Satu satunya cara untuk merumuskan kembali Pasal tersebut adalah dengan cara Perubahan UUD NRI 1945.Keyword: Lembaga Negara, DPD, Undang-Undang
Urgensi Pembentukan Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat Harry Setya Nugraha
Volksgeist: Jurnal Ilmu Hukum dan Konstitusi Vol. 4 Issue 1 (2021) Volksgeist: Jurnal Ilmu Hukum dan Konstitusi
Publisher : Faculty of Sharia, Islamic State University (UIN) Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (508.874 KB) | DOI: 10.24090/volksgeist.v4i1.4660

Abstract

This article aims to answer the urgency of the formation of Law about MPR in the Indonesian constitutional system. This research uses normative juridical research method with statutory and conceptual approach, as well as a qualitative descriptive analysis. This article concludes that 1) the formation of law on MPR has philosophical, juridical, and socio-political urgency; 2) the process of forming the law regarding the MPR must pay attention to the process and the content of the formation of good laws and regulations as regulated in the legislations.
Peran Staf Ahli Dalam Pelaksanaan Tugas Bupati Muaro Jambi: Kebijakan Dan Strategi Optimalisasi Harry Setya Nugraha
DATIN LAW JURNAL Vol 4, No 1 (2023): Februari
Publisher : Universitas Muara Bungo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36355/dlj.v4i1.970

Abstract

ABSTRAKPada dasarnya Staf Ahli memiliki kedudukan yang cukup strategisdalam membantu pelaksanaan tugas Bupati Muaro Jambi. Meski begitu, masihditemukan fakta bahwa kedudukan yang strategis tersebut tidak cukup mampu membuat peran staf ahli dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu artikel ini akan mengulas kebijakan dan strategi optimalisasi peran staf ahli Bupati Muaro Jambi, khususnya pada bidang pemerintahan, hukum, dan politik. Akan di uraikan pula program dan kegiatan prioritas untuk menjawab masalah terkait bidang pemerintahan, hukum, dan politik yang terjadi di Kabupaten Muaro Jambi.Metodologi yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif, dengan pendekatanperundang-undangan,dankonseptual, serta analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif. Artikel ini berkesimpulan bahwakebijakan dan strategi untuk mengoptimalkan peran staf Ahli Bupati Muaro Jambi telah secara normatif diatur dalam Peraturan Bupati Muaro Jambi Nomor 118 Tahun 2018 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Staf Ahli Bupati Muaro Jambi. Kedua, terdapat tiga identifikasi permasalahan yang perlu disikapi oleh pemerintah daerah Kabupaten Muaro Jambi melalui staf ahli bidang pemerintahan, hukum dan politik dengan beberapa program dan kegiatan prioritas.Keyword: Staf Ahli, Bupati, Muaro Jambi
Intervensi Kebijakan Politik Hukum dalam Penyelenggaraan Ketahanan Pangan Nugraha, Harry Setya; Utomo, Setiyo
Legal Spirit Vol 8, No 2 (2024): Legal Spirit
Publisher : Pascasarjana Ilmu Hukum, Universitas Widya Gama Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31328/ls.v8i2.5444

Abstract

Implementing food security within the provisions of applicable laws and regulations to accelerate the realization of community welfare through improving services, empowerment, and community participation, as well as increasing regional competitiveness by taking into account the principles of democracy, equality, justice, and the uniqueness of a region. One of them is the Berau Regency, which still needs a statutory policy that regulates food security. Even if there is a policy that regulates food security, this policy is not statutory. It can be considered insufficientinsufficient to resolve the problem of food security in the Berau Regency. This research aims to analyze and provide recommendations for regional regulations regarding food security. The method used is mixed research methods. The research results show that East Kalimantan has the highest level of food security. However, there are still quite a lot of problems faced by the region in implementing food security, namely the conversion of agricultural land, resulting in environmental damage and global climate change. Legal and political policy intervention is a form of fulfilling the obligations and commitment of regional governments as regional government administrators in the context of implementing food security and fulfilling needs to resolve various food security problems that are currently occurring, as well as an effort to prevent other food security problems in the future.
Examining the Legal Standing of IKN Authority Regulations within Indonesian’s Legislation System Harry Setya Nugraha; al Arif, M. Yasin; Fikri, Mhd Zakiul
Volksgeist: Jurnal Ilmu Hukum dan Konstitusi Vol. 6 Issue 2 (2023) Volksgeist: Jurnal Ilmu Hukum Dan Konstitusi
Publisher : Faculty of Sharia, Universitas Islam Negeri (UIN) Profesor Kiai Haji Saifuddin Zuhri Purwokerto, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24090/volksgeist.v6i2.9394

Abstract

This study scrutinizes the status of the regulations enacted by the Nusantara Capital City Authority (IKN Authority) within the Indonesian legislative hierarchy, based on Law Number 3 of 2022, also known as the IKN Law. A normative research approach underpins this analysis, utilizing legislative and conceptual methodologies. The investigation concludes that the IKN Law’s Article 5 paragraph 6, was drafted to accommodate all regulations formulated by the IKN Authority. These regulations, born out of the authority's attribution, hold an equivalent standing to those issued by a minister, institution, or agency at the central level given that the IKN Authority is an institution at the ministerial level. Consequently, the formulation of these regulations adheres to the rules governing central-level regulations, with the Supreme Court conducting their review. The unique aspect is the subject matter, which relates to the governance structure of the IKN Authority. Moreover, the formulation of regulations by the IKN Authority should: 1) Define the IKN entity’s position as a unique regional government entity; 2) Outline the types of regulations to be enacted; 3) Clarify the source of authority, which is attribution-based; 4) Specify its position in the hierarchy, equivalent to Regional Regulations; 5) Detail the formulation process and treatment, aligning it with the creation of regional legal products; 6) Elucidate the subject matter of the Regulatory Authority; and 7) Highlight the review process, which can be escalated to the Supreme Court.
MPR DAN URGENSI GARIS BESAR HALUAN NEGARA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Setya Nugraha, Harry
Veritas et Justitia Vol. 5 No. 1 (2019): Veritas et Justitia
Publisher : Faculty of Law, Parahyangan Catholic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25123/vej.v5i1.3293

Abstract

This article, using a normative-juridical approach, discusses the issue whether Indonesia should re-introduce and re-instate the Guidelines of State Policy which was abolished in 1998, into the existing constitutional system. The author discusses a number of reasons of why re-instatement should be considered necessary. One important finding is that a new model of the Guidelines of State Policy should be made and utilised as a binding directive for state and government institutions at the central as well as regional and local level of governance.
Hakim Tunggal dalam Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu di Mahkamah Konstitusi: Urgensi dan Relevansi Nugraha, Harry Setya; Fitriani, Novita
Jurnal de jure Vol 15, No 2 (2023): Jurnal Dejure
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36277/jurnaldejure.v15i2.874

Abstract

Artikel ini membahas urgensi dan relevansi penyelesaian perselisihan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi oleh hakim tunggal. Metodologi yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif dengan pendektaan perundang-undangan dan konseptual. Artikel ini berkesimpulan bahwa pertama secara filosofis, persidangan oleh hakim tunggal dalam perselisihan hasil pemilihan umum menjadi penting sebagai ikhtiar untuk mengembalikan semangat prinsip speedy trial dalam persidangan perselisihan hasil pemilihan umum dengan tetap memperhatikan perwujudan nilai-nilai keadilan pemilihan. Dalam perspektif sosiologis, sidang oleh hakim tunggal adalah alternatif untuk mengantisipasi berbagai persoalan yang potensial muncul sebagai akibat dari berbagai tantangan yang telah menanti Mahkamah Konstitusi pada pemilu 2024 nanti. Sementara dalam perspektif yuridis dapat dinilai bahwa hakim tunggal dalam penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum merupakan gagasan yang tidak memiliki persoalan konstitusional. Kedua, jika komposisi materi sidang dipahami dalam perspektif tahapan penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan umum, dapat disampaikan bahwa sidang oleh hakim tunggal hanya akan dilaksanakan untuk tahapan pemeriksaan pendahuluan dan/atau pengucapan ketetapan. Sementara sidang panel ataupun sidang pleno dilaksanakan untuk tahapan pemeriksaan persidangan dan pengucapan putusan.
Penyuluhan Hukum Tentang Bahaya Penyalahgunaan Narkotika Kepada Pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Kabupaten Muaro Jambi Lasmadi, Sahuri; Najwan, Johni; Aulia, M. Zulva; Nugraha, Harry Setya
Jurnal Karya Abdi Masyarakat Vol. 3 No. 2 (2019): Jurnal Karya Abdi Masyarakat
Publisher : LPPM Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (157.985 KB) | DOI: 10.22437/jkam.v3i2.8497

Abstract

Pelajar adalah anak didik adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Diharapkan peran aktif masyarakat khususnya guru di sekolah lebih optimal melalui kegiatan yang diarahkan untuk memiliki pengetahuan dan pemahaman serta kesadaran tentang bahaya penyalahgunaan narkotika. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 adalah salah satu sekolah menengah yang ada di Kecamatan Sekernan. Kepala Sekolah merupakan mitra pengusul dalam Program Kegiatan Ipteks bagi Masyarakat yang dapat diberdayakan dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkotika terhadap pelajar SMK Negeri 1 Kabupaten Muaro Jambi. Metode yang digunakan adalah pendidikan kepada masyarakat khususnya ditujukan kepada pelajar SMK Negeri 1: (1) Mengadakan Ceramah Sosialisasi UU Norkotika No 35 Tahun 2009; (2) Mengadakan Penyuluhan hukum tentang isi dari Undang-Undang Narkotika No 35 Tahun 2009; (3) Mengadakan diskusi dan tanya jawab tentang materi yang diberikan. Tujuan: (1) Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman Mitra melalui penyuluhan hukum, simulasi hukum dimulai dengan sosialisasi UU Narkotika No 35 Tahun 2009: (2) Dapat mencegah penyalahgunaan Narkotika secara dini di kalangan pelajar SMK Negeri 1. Kesimpulan: Pengabdian kepada masyarakat dengan melakukan: Penyuluhan Hukum Tentang Bahaya Penyalahgunaan Narkotika Kepada Pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Kabupaten Muaro Jambi”, menunjukkan bahwa akseptabilitas yakni tingkat penyerapan mitra terhadap kegiatan mengalami peningkatan pengetahuan dan pemahaman mitra tentang materi kegiatan. Adanya peningkatan pengetahuan dan pemahaman peserta tentang isi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika serta mampu menyampaikan ide atau pemikiran berkaitan dengan Pencegahan secara dini penyalahguna maupun penyalahgunaan narkotika di kalangan pelajar.