Claim Missing Document
Check
Articles

Found 20 Documents
Search

Hak Korban untuk Menuntut Restitusi Akibat Tindak Pidana Korupsi Tertentu Supanto Supanto; Sulistyanta Sulistyanta; Ismunarno Ismunarno; Winarno Budyatmojo; Tika Andarani Parwitasari; Budi Setyanto; Sabar Selamet
Kosmik Hukum Vol 22, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30595/kosmikhukum.v22i1.13502

Abstract

AbstractThere is a government program for the poor in the COVID-19 pandemic situation. People who receive assistance have the right to control as a form of transparency (Law 14 of 2008 concerning Openness of Public Information) so that people are not just objects. The public generally plays a preventive role in overcoming corruption. However, the judge's decision has not been touched on the Crime of Corruption (Tindak Pidana Korupsi, TIPIKOR). Especially when the community members are in a position as "victims." Cases of social assistance (Bantuan Sosial, BANSOS) and direct cash assistance (Bantuan Langsung Tunai, BLT) can be examples of how citizens are people who have a disadvantaged position of rights due to corrupt behavior so that they "can" become victims of corruption. This research seeks to make an innovation in law enforcement. In law enforcement of corruption criminal acts, if the perpetrator has been proven guilty, the judge will generally sentence them in the form of a loss of independence, a fine, and an additional penalty in the form of criminal compensation for the loss to the state as much as the one that has been corrupted. In addition, criminals often encounter difficulties and obstacles in collecting them. Fines and additional penalties in the form of corrupted returns must be deposited into the state treasury according to the legislation. At this point, mainly for corruption cases related to social assistance to the people, the people become "victims." Why become "victims" because they have the right to get it? Because it has been stipulated in a decision, people are entitled to receive assistance from the government. For this reason, it is necessary to be given access to prosecute perpetrators for recovering the amount of assistance they should have received. The claim is based on the binding rights and obligations that must be carried out. This demand can be in the form of restitution because the people who should have received the aid did not receive it, but it was reduced. So that people can be positioned as victims. An alternative pattern of settlement by involving the victim (beneficiary), such as social assistance, will be more equitable because it will provide access to people who have been formatted as objects of sufferers. This alternative solution involving the receiving community has never been seen before. Because so far, the public can participate in law enforcement only as providers of information and reports of alleged criminal acts of corruption. This alternative is a construction of law enforcement expected to provide justice for the community. The method uses a socio-legal research approach. Research locations in Semarang and Yogyakarta. Structured interviews do primary data, and secondary data is case studies. Data analysis was carried out employing content analysis. The research urgency: (1) to overcome the problem of non-cash social assistance, which so far has caused the "victim" of the community, which is consistently formatted as an object, (2). overcome injustice by seeking a balance between services closer to justice and community welfare.Keywords: Victims, Corruption, Restitution.AbstrakTerdapat program pemerintah untuk rakyat miskin dalam situasi pandemi covid 19. Masyarakat yang mendapat bantuan mempunyai hak mengontrol sebagai wujud transparansi (UU 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik) sehingga rakyat tidak sekedar sebagai obyek. Masyarakat umumnya berperan secara preventif dalam penanggulangan tindak pidana korupsi. Namun dalam putusan hakim belum tersentuh dalam kaitannya dengan putusan hakim TIPIKOR. Utamanya ketika warga masyarakat dalam posisi sebagai “korban”. Kasus bantuan sosial (BANSOS) dan bantuan langsung tunai (BLT) dapat menjadi contoh bagaimana warga masyarakat adalah orang yang mempunyai posisi terugikan haknya akibat perilaku koruptif sehingga “dapat” menjadi korban tindak pidana korupsi. Penelitian ini berupaya melakukan inovatif dalam penegakan hukum. Dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi, apabila terhadap pelaku telah terbukti bersalah umumnya dijatuhi putusan oleh hakim berupa pidana hilang kemerdekaan, pidana denda dan pidana tambahan berupa pidana pengganti kerugian terhadap negara sebesar yang telah dikorupsi. Untuk pidana tambahan sering menemui kesulitan dan hambatan untuk menagihnya. Pidana denda dan pidana tambahan berupa pengembalian yang dikorupsi sesuai perundang-undangan harus disetorkan ke kas negara. Pada titik inilah utamanya untuk kasus korupsi yang berkaitan dengan bantuan sosial kepada rakyat, maka rakyat menjadi “korban.” Mengapa menjadi “korban’ karena mereka telah berhak untuk mendapatkan karena telah ditetapkan dalam suatu keputusan sebagai orang yang berhak untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah. Untuk itulah perlu diberi akses melakukan penuntutan kepada pelaku untuk memulihkan besaran bantuan yang seharusnya mereka terima. Tuntutan tersebut didasarkan pada ikatan hak dan kewajiban yang musti dilakukan. Tuntutan ini dapat berupa restitusi karena rakyat yang seharusnya menerima bantuan ternyata tidak menerima atau menerima namun dikurangi. Sehingga rakyat dapat diposisikan sebagai korban. Suatu alternatif pola penyelesaian dengan melibatkan pihak korban (penerima bantuan) seperti bantuan sosial ini akan lebih berkeadilan karena akan memberi akses pada masyarakat yang selama ini diformat sebagai obyek penderita. Alternatif penyelesaian yang melibatkan masyarakat penerima ini belum pernah terjadi. Karena selama ini masyarakat dapat berperan serta dalam penegakan hukum sekedar pemberi informasi dan laporan dugaan tindak pidana korupsi. Alternatif ini merupakan konstruksi penegakan hukum yang diharapkan memberikan keadilan bagi masyarakat.Metode dengan pendekatan sosio-legal riset. Lokasi penelitian di Semarang dan Yogyakarta. Data primer dilakukan dengan wawancara terstruktur, data sekunder studi kasus. Analisis data dilakukan secara analisis isi. Urgensi penelitian: (1) mengatasi persoalan bantuan sosial non tunai yang selama ini telah menimbulkan “korban” masyarakat yang senantiasa diformat sebagai obyek, (2). mengatasi ketidakadilan dengan mencari keseimbangan antara pelayanan yang mendekatkan pada keadilan dan kesejahteraan masyarakat.Kata kunci: Korban, Tindak Pidana Korupsi, Restitusi.
RESTORATIVE JUSTICE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SECARA “WIN-WIN SOLUTION” KASUS RESIKO ATAU KEKELIRUAN MEDIS (MEDICAL MALPRACTICE) Sulistyanta Sulistyanta; Riska Andi Fitriono; Hartiwiningsih Hartiwiningsih; R Ginting; Winarno Budyatmojo; Subekti Subekti; Budi Setyanto; Dian Esti Pratiwi
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum 2021: Volume 7 Nomor 2 Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/lljih.v7i2.459

Abstract

Pemahamam malparaktek medis harus di dasarkan pada asas praduga tak bersalah, bahwa kecil kemungkinan dokter dengan sengaja menimbulkan korban dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Sifat hubungan kontrak ini bila dihubungkan masalah malpraktik medis menjadi persoalan rumit. Sehingga penyelesaian yang lebih berkeadilan, berimbang dan bermartabat perlu dipikirkan. Tawaran alternatif penyelesaian kasus malpraktik medis dengan menerapkan restorative justice didasarkan pada asumsi bahwa penafsiran malpraktik medis secara substansif masih multitafsir dan relative. Keadaan ini dapat menimbulkan rasa tidak puas, termasuk tahapan penyelesaian persoalan yang ada. Alternatif penyelesaian restoratif justice berbasis pada kesepakatan, kepercayaan dan keterbukaan, tanpa paksaan kedua belah pihak dapat menjadi alternatif penyelesaian yang berkeadilan dan bermartabat. Alternatif penyelesian ini didasarkan pada keseimbangan antara tugas professional tenaga medis dan perhatian terhadap korban (pasien). Suatu konstruksi penegakan hukum non litigasi yang diharapkan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak. Terdapat kelebihan dan kekuarangan dalam penerapan restoratif justice. Kelebihannya dapat dilakukan secara cepat, biaya murah, menghemat waktu dan tenaga. Urgensi penelitian ini antara lain (1) mengatasi persoalan malpraktik yang selama ini telah menimbulkan korban namun penyelesaiannya kurang memuaskan, (2). mencari keseimbangan antara pelayanan kesehatan dan pengguna kesehatan dengan merekonstruksi penegakan hukum yang berkeadilan. Metode dengan melakukan identifkasi dan menganalisis dan mengevaluasi kasus malpraktik medis dan kasus yang diduga malpraktik yang telah membawa korban dan penyelesaian (hukum) dilakukan. Alternatif penyelesaian atau penegakkan hukum medis yang berkeadilan ini selain berkontribusi pada tataran teoretik dalam pengembangan teori penyelesaian dan penegakan hukum di bidang medis yang berkeadilan, transparan, dan jujur, diharapkan juga dapat menjadi model ideal bagi penegakan hukum malpraktik medik di Indonesia.
KAJIAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMERASAN DISERTAI PENGANCAMAN BERBASIS FINANCIAL TECHNOLOGY DI PENGADILAN NEGERI JAKARTA UTARA (STUDI PUTUSAN NOMOR438/PID.SUS/2020/PN.JKT.UTR) Iqbal Bagas Dewantoro; Winarno Budyatmojo; Diana Lukitasari
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 10, No 1 (2021): APRIL
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v10i1.58831

Abstract

AbstrakPenelitian Hukum ini bertujuan untuk mengetahui penerapan hukum dalam tindak pidana pemerasan dan pengancaman berbasis fintech. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum doktrinal atau normatif. Penelitian doktrinal yaitu penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum yang fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan sekunder, dengan menggunakan pendekatan Perundang-undangan (statute approach). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini mengunakan teknik penelitian studi kepustakaan atau studi dokumen dan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik deduksi silogisme. Hasil dari penelitian ini adalah penerapan pasal oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam memutus Putusan NOMOR 438/PID.SUS/2020/PN.JKT. UTR. Seharusnya hakim bisa menjatuhkan sanksi pada terdakwa yang telah melakukan tindak pidana gabungan atau concursus, sebagaimana diatur dalam Pasal 65 KUHP yaitu concursus realis yang merupakan gabungan dari beberapa tindak pidana yang dapat berdiri sendiri. Beberapa perbuatan tersebut yaitu tentang pengancaman dengan muatan pemerasan, pencemaran nama baik, dan pencurian identitas. Putusan yang seharusnya dijatuhkan hakim yaitu Pasal 27 ayat (4) jo. Pasal 45 ayat tentang pemerasan dan/atau pengancaman, Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3) tentang pencemaran nama baik, dan Pasal 30 ayat (2) jo. Pasal 46 ayat (2) tentang pencurian identitas pribadi.Kata Kunci : UU ITE, Teknologi FinansialAbstractThis legal research aims to determine the application of law in fintech-based extortion and threats. This research uses doctrinal or normative legal research methods. Doctrinal research is research based on legal materials that focuses on reading and studying primary and secondary legal materials, using a statute approach. The data collection technique used in this study is literature study or document study research technique and the data analysis technique used was the syllogistic deduction technique. The result of this research is the application of the article of law by the North Jakarta District Court Judge in deciding Verdict NUMBER 438 / PID.SUS / 2020 / PN.JKT.UTR. The judges should have been able to impose sanctions on a defendant who has committed a combined criminal act or concursus, as regulated in Article 65 of the Criminal Code, it is a combination of several criminal acts that stands alone. Some of these actions include threats with extortion, defamation, and identity theft. The verdict that should have been passed by the judge was Article 27 paragraph (4) jo. Article 45 paragraph about extortion and / or threats, Article 27 paragraph (3) jo. Article 45 paragraph (3) about defamation, and Article 30 paragraph (2) jo. Article 46 paragraph (2) about  personal identity theft.Keywords : ITE Law, Financial Technology
KAJIAN KRIMINOLOGI TERHADAP PELAKU PELECEHAN SEKSUAL YANG DILAKUKAN OLEH WANITA TERHADAP PRIA Andini L Tamara; Winarno Budyatmojo
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 8, No 2 (2019): AGUSTUS
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v8i2.40625

Abstract

Abstrak  Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengkaji dari segi kriminologi tindak pidana Pelecehan seksual yang  dilakukan  wanita pada pria  dan upaya  penanggulangan  yang  dilakukan  Kepolisian  Resor Klaten untuk menanggulangi tindak pidana tersebut. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian empiris. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan studi kasus. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui buku-buku, jurnal ilmiah, dan  sebagainya. Teknik pengumpulan  data  yang  digunakan  yaitu  dengan  teknik  wawancara  dan studi pustaka. Teknik  analisis   data menggunakan   analisis deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian dapat  diperoleh  hasil  bahwa  obyek  kajian  kriminologi  mencakup  tiga hal,  yaitu  tindak  pidana, pelaku tindak pidana, dan reaksi masyarakat terhadap keduanya. kemudian obyek kajian tersebut dianalisis  menggunakan teori-teori kriminologi. Pelecehan Seksual   ini   dianalisis   menggunakan   teori   asosiasi diferensial. Pelaku tindak pidana Pelecehan Seksual pastilah melakukan kejahatannya dikarenakan adanya faktor-faktor penyebab kejahatan, yaitu faktor yang bersumber dari dalam diri pelaku (faktor intern) dan faktor dari luar diri pelaku (faktor ekstern). Setelah diketahui faktor-faktor tersebut dikaji menggunakan teori Social Anomalies. Reaksi masyarakat terhadap tindak pidana dan pelaku tindak pidana Pelecehan seksual. Pertama, masyarakat yang berada disekitar pelaku memberikan labeling, atau hukuman sosial yang diberikan kepada pelaku. Kedua, disisi lain masih ada beberapa masyarakat yang mengetahui bentuk kejahatan ini dan memperdulikan adanya kejahatan Pelecehan Seksual dengan membuat forum atau menjadi aktivis. Analisis reaksi masyarakat ini menggunakan teori Social interactionist. Kemudian dari  ketiga obyek penelitian tersebut penulis menganalisis menggunakan teori-teori yang telah ada. Lalu untuk menanggulangi tindak pidana tersebut maka aparat penegak hukum melakukan upaya-upaya agar kejahatan  tersebut  dapat diatasi,  dalam  hal  ini  upaya  penanggulangan  tersebut  adalah  upaya preemtif, preventif,  dan  represif  yang  dilakukan  oleh  Kepolisian  Resor  Klaten.  Upaya preemtif adalah  upaya pencegahan dini  yang dilakukan sebelum upaya  preventif yaitu  dengan  penyuluhan. Upaya  preventif  yaitu  upaya  pencegahan  dengan tindakan  penyuluhan  dan  layanan  pengaduan masyarakat. Upaya represif yaitu penanggulangan dengan dilakukannya penyelidikan dan penyidikan.  Kata kunci: Kriminologi, Kekerasan Seksual, Pelecehan Seksual Wanita terhadap Pria   Abstract  Technique  of  This  legal  writing  intended  for  knowing  sexual abuse committed by woman against man in criminology views and the efforts that have been  done  by  Klaten  regency  police  department to  overcome  this  criminal  act. This  study  included  empirical  research  that  using  primary  and secondary  data. The primary data obtained from scientific journals and printed refence books.           The collecting data are by interview and study of literature. The technique of analyzing data that using descriptive analyze. Based on the results of the research, the object of criminology studies         is concerns in three aspects; the criminal act, the subject, and the social reaction. The object                         of criminology study can be analyzed using theories in criminology. Sexual abuse  can  be  analyzed  using  Asosiasi Differential.  The  subject  of  sexual abuse  can  be happen  because  of  some  factors,  it’s  the  internal  and  external factors. Those factors later can be analyzed using Social Anomalies theory. Social interaction of sexual abuse and the cyber sexual abuse. There are two social reaction according of this crime. The first, our society have a permissive tendency and less                     care    to  this concern about this crime by initiating a forum or being an activist. Analysis of this social  reation  using  Social  Interactionist  theory.  The writer then analyzing those three object using criminology theories. To ward off this crime, the Klaten Regency Police Departement is doing some efforts  to overcome by using preemptive, preventive, and repressive way.  Preemptive effort is  early  prevention  before  preventive,  that  is  by  giving  education.  Preventive  is prevention  efforts  with  extension  actions  and  public  complaints  service. Repressive is reduction efforts by inquiries and investigations.Keywords: Criminology, Sexual Abuse, Sexual Abuse Committed by Woman Against Man.
PERBANDINGAN PENGATURAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) INDONESIA DAN MALAYSIA PENAL CODE Dessy Kusuma Wardani; Winarno Budyatmojo; Diana Lukitasari
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 7, No 3 (2018): DESEMBER
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v7i3.40601

Abstract

AbstrakPenulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pengaturan Tindak Pidana Perkosaan berdasarkan KUHP Indonesia dan Malaysia Penal Code. Perbandingan tersebut meliputi persamaan, perbedaan serta kelebihan dan kekurangan dari masing-masing peraturan perundang-undangan. Penulisan hukum ini merupakan penulisan hukum normatif yang bersifat preskriptif dan terapandengan pendekatan perbandingan. Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan datanya dengan studi kepustakaan dan analisis data yang digunakan adalah metode silogisme dengan pendekatan deduktif. Berdasarkan perbandingan pengaturan tindak pidana perkosaan berdasarkan KUHP Indonesia dan Malaysia Penal Code terdapat beberapa persamaan dan perbedaan. Dari persamaan dan perbedaan tersebut dapat diketahui kelebihan dan kekurangan dari masing-masing pengaturan baik dari KUHP Indonesia maupun Malaysia Penal Code. Sehingga dari perbandingan tersebut dapat ditemukan beberapa kelebihan dari Peraturan Malaysia Penal Code tentang Tindak Pidana Perkosaan di Malaysia yang dapat menjadi masukan untuk pembaharuan peraturan KUHP Indonesia tentang Tindak Pidana Perkosaan di Indonesia,sehingga pengaturan Tindak Pidana Perkosaan di Indonesia menjadi lebih baik.Kata kunci: Perkosaan, KUHP Indonesia, Malaysia Penal CodeAbstractThis study was to compare the threat of rape based on the IndonesiaPenal Code and MalaysiaPenal Code. The comparison  includes similarities, differences equations, differencesin the strengths and weaknesses of the respective legislations. The method used in this study is a normative legal research which prescriptive characteristic with a comparative approach. Sources of legal materials used are primary and secondary legal materials. Data collection techniques withliterature study and data analysis used is the syllogisme with deductive approach. Based on the comparasion of the rape based on the Indonesia Penal Code andMalaysia Penal Code there are some similarities and differences. From these similarities and differences can be know strengths and weaknesses of the settings from either the Indonesia Penal Codeor MalaysiaPenal Code. So, from the comparison can be found some of the excess from the MalaysiaPenal Code rape in Malaysia that can be input to the renewal of the regulation of IndonesiaPenal Code about rape in Indonesia so the settings about rape in Indonesia for the better.Keywords: Rape, Indonesia Penal Code, Malaysia Penal Code
ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK SEBAGAI KORBAN KEKERASAN AYAH KANDUNG (STUDI PUTUSAN NOMOR 242/PID.SUS/2015/PN.PDG) DHANIA ALIFIA; Winarno Budyatmojo
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 6, No 2 (2017): AGUSTUS
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v6i2.47729

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum bagi anak sebagai korban tindak pidana kekerasan oleh ayah kandungnya dalam Putusan Nomor 242/Pid.Sus/2015/PN.Pdg. Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal atau penelitian hukum normatif. Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah bahan hukum primer berupa undang-undang perlindungan anak dan peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan perlindungan anak sebagai korban, dan juga bahan hukum sekunder yang berupa jurnal, buku-buku, dan berbagai literatur. Penelitian ini bersifat preskriptif, yang memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukan terkait dengan perlindungan hukum bagi anak sebagai korban kekerasan ayah kandung. Penelitian ini menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa studi kepustakaan dan teknik analisis data yang digunakan bersifat deduksi dengan metode silogisme. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia telah mengatur berbagai hal terkait perlindungan bagi anak sebagai korban. Namun dalam Putusan Nomor 242/Pid.Sus/2015/PN.Pdg, hakim nampak kurang memperhatikan aspek perlindungan bagi anak sebagai korban karena dalam putusan hakim tidak menjatuhkan pemberatan pidana kepada pelaku sebagaimana yang diperintahkan oleh undang-undang dan tidak ada penetapan restitusi.Kata kunci: Kekerasan dalam rumah tangga, Anak sebagai korban, Perlindungan AnakAbstractThe aim of this research is to know the legal protection for children who are the victims of abuse by his father in the verdict number 242/Pid.Sus/2015/PN.Pdg. This study is a doctrinal law or normative legal research. Legal materials that used in this legal writing is a primary legal material such as child protection laws and other legislation that relating to the protection of children as victims, and also secondary legal materials, such as journals, books, and other literatures. This research provides the argumentation based on the research result about the legal protection for children who are victims of abusement by his father. The statte approach and case approach are used in this study. This research used literature review tecnique of data collection and deductive syllogism tecnique of data analysis. Based on the results of research and discussion, many legislation in Indonesia has been set various things that related to legal protection for children as victim. But, in the verdict number 242/Pid.Sus/2015/PN/Pdg, the judge appears not pay to attention to aspects of child legal protection as a victim because in the verdict, the judge did not impose criminal weighting for perpetrators and there’s no restitution.Keyword: Domestic Violence, Child as Victims, Child Protection
ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK SEBAGAI KORBAN KEKERASAN AYAH KANDUNG (STUDI PUTUSAN NOMOR 242/PID.SUS/2015/PN.PDG) Dhania Alifia; Winarno Budyatmojo
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 7, No 1 (2018): APRIL
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v7i1.40576

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum bagi anak sebagai korban tindak pidana kekerasan oleh ayah kandungnya dalam Putusan Nomor 242/Pid.Sus/2015/PN.Pdg. Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal atau penelitian hukum normatif. Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah bahan hukum primer berupa Undang-Undang Perlindungan Anak dan peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan perlindungan anak sebagai korban, dan juga bahan hukum sekunder yang berupa jurnal, buku-buku, dan berbagai literatur. Penelitian ini bersifat preskriptif, yang memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukan terkait dengan perlindungan hukum bagi anak sebagai korban kekerasan ayah kandung. Penelitian ini menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa studi kepustakaan dan teknik analisis data yang digunakan bersifat deduksi dengan metode silogisme. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia telah mengatur berbagai hal terkait perlindungan bagi anak sebagai korban. Namun dalam Putusan Nomor 242/Pid.Sus/2015/PN.Pdg, hakim nampak kurang memperhatikan aspek perlindungan bagi anak sebagai korban karena dalam putusan hakim tidak menjatuhkan pemberatan pidana kepada pelaku sebagaimana yang diperintahkan oleh Undang-Undang dan tidak ada penetapan restitusi.Kata kunci: Kekerasan dalam Rumah Tangga, Anak sebagai Korban, Perlindungan AnakAbstractThe aim of this research is to know the legal protection for children who are the victims of abuse by his father in the verdict number 242/Pid.Sus/2015/PN.Pdg. This study is a doctrinal law or normative legal research. Legal materials that used in this legal writing is a primary legal material such as child protection laws and other legislation that relating to the protection of children as victims, and also secondary legal materials, such as journals, books, and other literatures. This research provides the argumentation based on the research result about the legal protection for children who are victims of abusement by his father. The statte approach and case approach are used in this study. This research used literature review tecnique of data collection and deductive syllogism tecnique of data analysis. Based on the results of research and discussion, many legislation in Indonesia has been set various things that related to legal protection for children as victim. But, in the verdict number 242/Pid.Sus/2015/ PN/Pdg, the judge appears not pay to attention to aspects of child legal protection as a victim because in the verdict, the judge did not impose criminal weighting for perpetrators and there’s no restitution.Keywords: Domestic Violence, Child as Victims, Child Protection
KERINGANAN PENJATUHAN PIDANA SEBAGAI BENTUK PENGHARGAAN UNTUK SAKSI PELAKU(JUSTICE COLLABORATOR) (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 127/PID.SUS.TPK/2015/PN.JKT.PST) Reza Fitra Ardhian; Winarno Budyatmojo
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 7, No 2 (2018): AGUSTUS
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v7i2.40588

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengkaji, pengaturan tentang JusticeCollaborator dalam hukum pidana Indonesia dan pertimbangan Hakim dalam memberikan keringanan penjatuhan pidana kepada terdakwa yang menjadi JusticeCollaborator dalam tindak pidana korupsi tanpa rekomendasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) & Penuntut Umum dalam Putusan Nomor 127/PID.SUS.TPK/2015/PN.JKT. PST. Penelitian ini bersifat normatif dengan analisis kualitatif. Penelitian ini menggunakan sumber bahan hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara membaca, mengkaji, dan mempelajari bahan-bahan referensi yang berkaitan dengan materi yang diteliti untuk mendapatkan bahan primer dan bahan sekunder. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa pengaturan mengenai JusticeCollaborator merupakan langkah yang baik untuk mengatasi tindak pidana korupsi di Indonesia yang saat ini sudah sangat parah. Peneliti menganalisis Putusan Nomor 127/PID.SUS.TPK/2015/PN.JKT.PST dengan terdakwa Amir Fauzi, Majelis Hakim yang mengadili & memutus perkara ini berpendapat bahwa Amir Fauzi layak menjadi JusticeCollaborator sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2011, namun masih terdapat syarat untuk ditetapkan menjadi JusticeCollaborator yang belum terpenuhi sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (2) jo. Pasal 10A ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 jo. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, sehingga ada perbuatan penegak hukum yang melanggar asas hukum dan melanggar ketentuan sanksi minumum khusus, karena belum adanya pengaturan mengenai ketentuan keringanan penjatuhan pidana yang dapat diberikan kepada JusticeCollaborator.Kata Kunci: JusticeCollaborator, Keringanan Penjatuhan Pidana, Tindak Pidana KorupsiAbstractThis research aims to know and examine two issues, the arrangement of Justice Collaborator in Indonesian criminal law and judges consideration give penalty relief to the defendant who became Justice Collaborator in corruption case without the recommendation of Witness and Victim Protection Agency (LPSK) & Prosecutor in decision no. 127/PID.SUS.TPK/2015/PN.JKT.PST. This study is classified as normative research through content analysis. The type of data used in this research is secondary data. The technique to collect the data is done by library research, through reading, studying, and examining references which are related to the material in order to get the secondary data. The result of the research shows that the ruling of Justice Collaborator was a good way to eradicate the worsening corruption cases in Indonesia. Researcher analyzed decision No. 127/PID.SUS.TPK/2015/PN.JKT.PST with the defendant Amir Fauzi. Judges of his case agreed that Amir Fauzi was worth the name Justice Collaborator in accordance with Circular Letter of Supreme Court Number 04 of 2011, but that there were several requirements for a Justice Collaborator as contained in Article 28 line (2) jo. Article 10A line (4) of The Law Number 13 of 2006 jo. The Law Number 31 of 2014 on Witness and Victim Protection that had not been fulfilled yet, thus there was law enforcer’s wrongdoing of breaking the principles of law and special minimum sanctions as there hadn’t been any law about conditions for granting penalty relief to Justice Collaborator.Keywords: Justice Collaborator, penalty relief, corruption cases
PERBANDINGAN PENGATURAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) INDONESIA DAN MALAYSIA PENAL CODE Dessy Kusuma Wardani; Winarno Budyatmojo; Diana Lukitasari
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 6, No 3 (2017): DESEMBER
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v6i3.47739

Abstract

AbstrakPenulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pengaturan  Tindak Pidana Perkosaan berdasarkan KUHP Indonesia dan MalaysiaPenal Code.Perbandingan tersebut meliputi persamaan, perbedaan serta kelebihan dan kekurangan dari masing-masing peraturan perundang-undangan. Penulisan hukum ini merupakan penulisan hukum normatif yang bersifat preskriptif dan terapandengan pendekatan perbandingan. Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan datanya dengan studi kepustakaan dan  analisis data yang digunakan adalah metode silogisme dengan pendekatan deduktif. Berdasarkan perbandingan pengaturan tindak pidana perkosaan berdasarkan KUHP Indonesia dan Malaysia Penal Code terdapat beberapa persamaan dan perbedaan. Dari persamaan dan perbedaan tersebut dapat diketahui kelebihan dan kekurangan dari masing-masing pengaturan baik dari KUHP Indonesia maupunMalaysia Penal Code. Sehingga dari perbandingan tersebut dapat ditemukan beberapa kelebihan dari Peraturan MalaysiaPenal Code tentang Tindak Pidana Perkosaan di Malaysia yang dapat menjadi masukan untuk pembaharuan peraturan KUHP Indonesia tentang Tindak Pidana Perkosaan di Indonesia,sehingga pengaturan Tindak Pidana Perkosaan di Indonesia menjadi lebih baik.Kata kunci : Perkosaan, KUHP Indonesia, MalaysiaPenal Code  AbstractThis study was to compare the threat of rape based on the IndonesiaPenal Code and MalaysiaPenal Code. The comparison  includes similarities, differences equations, differencesin the strengths and weaknesses of the respective legislations. The method used in this study is a normative legal research which prescriptive characteristic with a comparative approach. Sources of legal materials used are primary and secondary legal materials. Data collection techniques withliterature study and data analysis used is the syllogisme with deductive approach. Based on the comparasion of the rape based on the Indonesia Penal Code andMalaysia Penal Code there are some similarities and differences. From these similarities and differences can be know strengths and weaknesses of the settings from either the Indonesia Penal Codeor MalaysiaPenal Code. So, from the comparison can be found some of the excess from the MalaysiaPenal Code rape in Malaysia that can be input to the renewal of the regulation of IndonesiaPenal Code about rape in Indonesia so the settings about rape in Indonesia for the better.Keywords: Rape, Indonesia Penal Code, MalaysiaPenal Code
HAMBATAN IMPLEMENTASI SANKSI PIDANA REHABILITASI TERHADAP PENYALAHGUNA DAN PECANDU NARKOTIKA DALAM UPAYA MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH BADAN NARKOTIKA NASIONAL Naufal Nabawi Basworo; Winarno Budyatmojo; Budi Setiyanto
Recidive : Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan Vol 9, No 3 (2020): DESEMBER
Publisher : Criminal Law Section Faculty of Law Universitas Sebelas Maret

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/recidive.v9i3.47412

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui hambatan yang didapati serta upaya apa yang dilakukan  oleh Badan Narkotika Nasional dalam mengimplementasikan sanksi pidana rehabilitasi terhadap   penyalahguna dan pecandu narkotika. Penulisan hukum ini menggunakan penelitian hukum dengan jenis metode penelitian empiris. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data melalui wawancara dan studi kepustakaan. Lokasi penelitian pada Badan Narkotika Nasional. Hasil penelitian ini, diketahui bahwa dalam mengimplementasikan sanksi pidana rehabilitasi terhadap penyalahguna dan pecandu narkotika terdapat beberapa hambatan yang ditemui oleh Badan Narkotika Nasional, seperti dalam problematika dalam peraturan tindak pidana narkotika, kurangnya sarana dan prasarana, serta pembiayaan. Dalam hal mengupayakan agar rehabilitasi dapat sesuai sasaran dan tujuan disamping hambatan yang ditemukan, Badan Narkotika Nasional tengah berupaya  untuk mengajukan revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika kepada presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat, mengedukasi sumber daya manusia yang terdapat di Lembaga Permasyarkatan agar dapat melakukan rehabilitasi, serta meningkatankan anggaran rehabilitasi dan menyusun program-program rehabilitasi sesuai dengan anggaran.Kata Kunci : Implementasi, Rehabilitasi, Tindak Pidana Narkotika. AbstractThis study aims to determine the obstacles encountered and what efforts are made by the National  Narcotics Board in implementing criminal sanctions for the rehabilitation of narcotics abusers and addicts. This legal writing uses legal research with the type of empirical research method. Data collection techniques through interviews and literature study. Research location at the National Narcotics Board.  The results of this study, it is known that in implementing criminal sanctions for rehabilitation against  narcotics abusers and addicts, there are several obstacles encountered by the National Narcotics Board, such as problems in the regulation of narcotics crime, lack of facilities and infrastructure, and financing. In terms of making the rehabilitation work according to the targets and objectives in addition to the obstacles found, the National Narcotics Board is trying  to  submit  a  revision  of  Law  Number  35  of  2009  on  Narcotics  to  the president and the House of Representatives, educating human resources in the Penitentiary carry out rehabilitation, as well as increase the rehabilitation budget and prepare rehabilitation programs according to the budget.Keywords : Narcotics Crime, Rehabilitation, Research.