Diaz Restu Darmawan, Diaz Restu
Program Studi Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura

Published : 30 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 30 Documents
Search

Inai Cultural Dialectics: Indigenous Knowledge of Natural Dyes among the Iban Dayak as a Response to the Phenomenon of Fast Fashion Darmawan, Diaz Restu; Novianti, Nadia; Praptantya, Donatianus BSE.
Mudra Jurnal Seni Budaya Vol 39 No 3 (2024)
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/mudra.v39i3.2746

Abstract

Basic human needs, including clothing, have become commodities in the hands of industrial players, leading to a culture of consumption and negatively impacting the environment. The fast fashion industry presents numerous challenges requiring human-based solutions to reduce ecological damage. One solution is reintroducing past clothing practices and prioritizing environmentally friendly materials and techniques. Using natural materials with minimal environmental impact in clothing production is becoming more popular. One ecologically friendly material is natural dye, a traditional practice of the Dayak Iban community in Kapuas Hulu Regency, West Kalimantan. This article employs qualitative methods and literature studies to describe the natural dyeing process in the Dayak Iban community, emphasizing the continuation of tradition. The experience of researchers who have lived with indigenous communities in Menua Sadap village can provide valuable objective observation and interview data. In the Dayak Iban tradition, the makers of naturally dyed cloth are predominantly adult women, referred to as Inai. This article describes the local knowledge of the Inai regarding natural dyeing and how this process can solve the environmental damage caused by fast fashion. The indigenous peoples are highly concerned about their climate and environmental conditions as their livelihoods depend on the natural resources where they live. This was then strengthened by customary law so that environmental damage in Menua Sadap occurred less quickly than in urban areas, which often happens.
Men's skincare trends: Korean wave hyperreality media men's beauty standards Novianti, Nadia; Darmawan, Diaz Restu
INTERNATIONAL JOURNAL OF CHILD AND GENDER STUDIES Vol 10, No 2 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/equality.v10i2.25075

Abstract

The desire for a white and smooth face is not only a woman's need, but has become a man's need as well. This new phenomenon is influenced by the globalization of the Korean wave, which has created contemporary cultural standards. Such as the increased need for facial skin care products among men. Therefore, this paper discusses how the development of the Korean Wave affects men's skincare needs that are provided through Instagram. It even leads to the emergence of a new hyperreality that replaces the previous cultural standard. Hyperreality is the result of postmodernism, which makes the role of media a source of new human needs. The preparation of this paper is through the netnography method and literature review. The netnography method itself is a development of ethnography that uses Internet media to find information and connect with informants. Netnography helps research to examine social phenomena that appear in the Internet world, and has special methods in interviewing and validating information data obtained from Internet media. This paper shows that Somethinc's local product is a symbol of hyperreality that shifts the special needs of one gender to a common need raised by the globalization of the Korean Wave at this time. The new standards of life brought by the media show that the media has penetrated human life. It has even become a new standard or a standard for the continuation of life.
PERAN RUMAH INTARAN MELALUI PROGRAM PENGALAMAN RASA DALAM MELESTARIKAN TRADISI KULINER BALI UTARA Made Aji Surya Pratama; Aliffiati, Aliffiati; Diaz Restu Darmawan
Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial Vol. 2 No. 10 (2024): Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.6578/triwikrama.v2i10.1708

Abstract

Penelitian ini berjudul “Peran Rumah Intaran melalui Program Pengalaman Rasa dalam Melestarikan Tradisi Kuliner Bali Utara”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Rumah Intaran dalam melestarikan tradisi kuliner Bali Utara melalui program Pengalaman Rasa. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini adalah teknik wawancara, observasi, dan studi dokumen. Metode analisis data menggunakan metode deskriptif kualitif. Teori yang digunakan untuk menganalisis adalah teori interaksionisme simbolik oleh Herbert Blumer dan teori teori fungsionalisme oleh Talcott Parson. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa peran Rumah Intaran dalam melestarikan tradisi kuliner Bali Utara dilakukan melalui program Pengalaman Rasa yang menggunakan mekanisme sesuai dengan program Pengalaman Rasa diantaranya seperti penyajian dan varian, metode dan alat, identifikasi bahan, dan aturan-aturan di program Pengalaman Rasa. Selain itu strategi yang digunakan Rumah Intaran dalam melestarikan tradisi kuliner Bali Utara diantaranya dengan dokumentasi dan inventarisasi, publikasi buku, pemanfaatan sosial media, dan kerjasama birokrasi dengan pemerintah setempat.
Gejolak Fujoshi Dalam Media Sosial (Peran Media Twitter Dalam Pembentukan Identitas Kelompok Fujoshi) Fitriana, Rossa; Darmawan, Diaz Restu; Efriani, Efriani; Apriadi, Deny Wahyu
KIRYOKU Vol 5, No 2 (2021): Jurnal Kiryoku
Publisher : Vocational College of Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/kiryoku.v5i2.228-235

Abstract

This study discusses the phenomenon of fujoshi, a popular culture from Japan. Fujoshi is a woman's passion for manga or comics genre boys love, where the manga tells the story of the love relationship between men. This research was conducted using a qualitative research method with a virtual ethnography method approach, where the researcher traced twitter accounts that were actively uploading about the manga boys love. This study tries to describe how the identity of fujoshi is formed which shows the manga boys love fondness on social media, especially in twitter. The result of this study is that fujoshi still be considered as an abnormality and also considered to violate the norms of the society. However, social media is able to provide space for free expression to show the identity of their preferences without getting any social sanctions. Social media also builds the fujoshi identity which was initially considered a deviation, has now been accepted and spawned more works and formed a community that has the same passion for manga boys love that is bigger than before.
Hilangnya Bahuma Mototn: Modernisasi Pertanian terhadap Sistem Perladangan Orang Dayak Kanayatn Putri, Nadila; Hasanah; Darmawan, Diaz Restu; Purnomo, Taufik Agus
Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial Vol. 8 No. 2 (2024): Oktober
Publisher : Universitas Muhammadiyah Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22219/satwika.v8i2.32776

Abstract

Tulisan ini merespon perubahan pola perladangan komunitas Dayak karena kebijakan pemerintah yang mengusung modernisasi pertanian. Tujuan tulisan ini menganalisis dampak modernisasi pertanian terhadap praktik perladangan orang Dayak Kanayatn Desa Samalantan, Kecamatan Samalantan, Kabupaten Bengkayang di Provinsi Kalimantan Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain penelitian deskriptif dan merujuk pada teori modernisasi oleh Rostow, yang menggambarkan perubahan sosial dalam lima tahapan pembangunan. Pengumpulan data primer dan sekunder dilakukan untuk mendeskripsikan pola perladangan Dayak Kanayatn, bentuk perubahan yang terjadi, dan dampak yang dihasilkan akibat modernisasi pertanian. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dengan informan yang merupakan peladang dan petani Dayak Kanayatn. Selain itu observasi lapangan dilakukan untuk memperoleh pemahaman langsung tentang praktik perladangan mereka. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur, dokumen resmi, dan catatan lapangan yang relevan dengan topik penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modernisasi pertanian memiliki dampak signifikan terhadap sistem perladangan orang Dayak Kanayatn di Desa Samalantan. Dampak positifnya meliputi peningkatan produktivitas melalui penggunaan teknologi pertanian dan praktik pertanian yang efisien, peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta kontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan. Namun, dampak negatifnya mencakup perubahan nilai-nilai sosial budaya masyarakat Dayak Kanayatn, kehilangan kearifan lokal, dan terancamnya benih padi lokal Dayak Kanayatn. Melalui pemahaman yang lebih mendalam tentang implikasi modernisasi pertanian, diharapkan langkah-langkah kebijakan dapat dirumuskan untuk melestarikan kearifan lokal, meminimalisir dampak negatif, dan memaksimalkan manfaat positif dari modernisasi pertanian dalam upaya mencapai pembangunan berkelanjutan di wilayah ini.           This research aims to analyze the effect of agricultural modernization on the farming system of Dayak Kanayatn in Samalantan Village, Samalantan Subdistrict, Bengkayang Region. It used a qualitative approach using a descriptive design. A modernization theory expressed by W.W. Rostow was used as atheoretical basis, describing social changes in five-stage development. The datawere gathered through primary and secondary sources. The research illustrated the farming pattern of Dayak Kanayatn, the form of changes, and the effects caused by agricultural modernization. The primary data were obtained from in-depth interviews with a participant. He is a native of Dayak Kanayatn, working as a farmer. Observations were also conducted to better understand the farming practices in the area. Following that, secondary sources were traced through literature reviews, official documents, and field notes that were relevant to the research topic. Results indicated that agricultural modernization significantly affected the farming system of the Dayak Kanayatn people in Samalantan Village. The positive effect was a productivity increase with the use of agricultural technology and efficient farming practices. In addition, it contributed to the people's welfare improvement and sustainable economic and developmental growth. However, this modernization also brought some negative effects, such as sociocultural changes among people in Dayak Kanayatn. People might also be facing the threat of losing local wisdom and local rice seeds in Dayak Kanayatn. The results of this study are expected to provide a better understanding of social change and the impact of agricultural modernization on the Kanayatn Dayak community, as well as provide relevant recommendations for sustainable agricultural development in this region.
Perawatan Tubuh Tradisional Pra-Nikah Calon Pengantin pada Melayu di Desa Semuntai Kecamatan Mukok Kabupaten Sanggau Putri, Monica Mandala; Musa, Dahniar Th.; Darmawan, Diaz Restu
Balale' : Jurnal Antropologi Vol 5, No 1 (2024): Mei 2024
Publisher : Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/balale.v5i1.74608

Abstract

Bridal showers called Batangas are essential steps in an ethnic Malay wedding in Sanggau Regency. Batangas is a steam bath procession that aims to cleanse oneself so they are ready to carry out the wedding procession. This research focuses on the Batangas procession of prospective brides and grooms in the Malay community. This research uses qualitative ethnographic methods conducted in Semuntai Village. Foster and Anderson's theory is used as an analytical tool. This research found that betangan is a pre-wedding tradition carried out with a steam bath. This tradition has health values, such as a body that feels healthier and more confident on the wedding day. 
KAMPUNG BALI SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI KECAMATAN BEKASI UTARA Daniel Rafael; Aliffiati, Aliffiati; Diaz Restu Darmawan
Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial Vol. 5 No. 5 (2024): Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.6578/triwikrama.v5i5.6837

Abstract

Tiap kebudayaan yang berbeda yang hadir pada satu tempat bukan menjadi modal pemisah antarkelompok, melainkan suatu modal keanekaragaman yang berkontribusi dalam menjadikan gambaran masyarakat Bekasi sebagai masyarakat multikultural. Keberadaan beberapa kelompok etnis mulai merantau di Kota Bekasi. Dengan salah satunya ialah keberadaan etnis Bali di Kota Bekasi dapat dilihat pada keberadaan “Kampung Bali Bekasi”. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara deskriptif keberlangsungan hidup para diaspora etnis Bali yang menetap di Kampung Bali Bekasi, RT. 011/RW. 009, Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara. Penelitian dikaji menggunakan teori integrasi sosial oleh Esser dengan metode kualitatif. Ditemukannya dalam penelitian ini keberadaan Kampung Bali Bekasi merupakan hasil dari pengintegrasian secara sosial yang telah hadir melalui pembentukan dan pembangunan areanya yang berisikan kebudayaan etnis Bali dilakukan oleh warganya melalui berbagai aktivitas sosial budaya tertentu dengan mempertimbangkan diri mereka sebagai diaspora. Implikasi melalui keberadaan Kampung Bali Bekasi sebagai hasil dari integrasi sosial ialah dijadikannya sebuah daya tarik wisata di Kota Bekasi.
Fenomena Ghosting dalam Hubungan Virtual di Kalangan Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana Evelyn Sarah Sitinjak; Ida Bagus Gde Pujaastawa; Diaz Restu Darmawan
ULIL ALBAB : Jurnal Ilmiah Multidisiplin Vol. 3 No. 8: Juli 2024
Publisher : CV. Ulil Albab Corp

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56799/jim.v3i8.4264

Abstract

Berkembangnya Pandemi Covid-19 menyebabkan intensitas komunikasi melalui dunia virtual semakin meningkat. Ghosting dalam hubungan virtual merupakan salah satu fenomena sosial yang kerap dijumpai di kalangan mahasiswa. Ghosting merupakan bentuk pemutusan komunikasi kepada pasangan secara tiba-tiba. Fokus penelitian ini adalah fenomena ghosting dalam hubungan virtual di kalangan mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bentuk-bentuk fenomena ghosting di kalangan mahasiswa, dan implikasi yang dialami pelaku dan korban ghosting. Teori yang digunakan dalam menganalisis pemasalahan adalah teori uses and gratification dan teori dampak ghosting. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara, dan studi kepustakaan, dan analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat alasan dan implikasi dalam fenomena ghosting. Alasan mahasiswa sebagai pelaku ghosting adalah topik obrolan yang relatif membosankan, merasa tidak nyaman dan ekspetasi kecantikan akan pasangan terlalu tinggi. Sedangkan alasan mahasiswi melakukan ghosting adalah tekanan akademik yang tinggi yang menyebabkan mahasiswi stress, beberapa mahasiswi memiliki kondisi emosional yang sulit untuk melakukan komunikasi. Implikasi bagi pelaku berupa penyesalan dan pelepasan emosi, sedangkan implikasi bagi korban berupa tekanan emosional dan perubahan psikologis yang signifikan sehingga merasa tidak berharga.
Hibriditas Makanan Tradisional Masyarakat Solo sebagai Identitas Pascakolonial Putra, Galuh Febri; Darmawan, Diaz Restu
Balale' : Jurnal Antropologi Vol 6, No 1 (2025): Mei 2025
Publisher : Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/balale.v6i1.92915

Abstract

Artikel ini membahas tentang budaya gastronomi tradisional di Indonesia, khususnya di kota Solo, sebagai refleksi dari identitas pascakolonial yang kompleks. Gastronomi di Indonesia tidak hanya mencakup makanan, tetapi juga sistem pengetahuan yang mencerminkan sejarah dan kearifan lokal. Pengaruh kolonialisme, terutama dari Belanda, telah membentuk cara masyarakat Solo dalam mengolah dan menyajikan makanan, menciptakan hidangan-hidangan yang menunjukkan hibriditas antara tradisi lokal dan pengaruh asing. Melalui pendekatan deskriptif kualitatif, artikel ini ingin mengeksplorasi bagaimana kuliner-kuliner yang ada di Solo berfungsi sebagai alat perlawanan terhadap kolonialisme dan sebagai ekspresi identitas budaya. Hidangan seperti Selat Solo dan Tengkleng mencerminkan adaptasi dan inovasi kuliner yang muncul dari kondisi sosial dan ekonomi yang sulit. Selain itu, artikel ini juga ingin menyoroti pentingnya kuliner sebagai simbol ketahanan budaya dan alat pemberdayaan ekonomi di era pascakolonial. Dengan melestarikan makanan tradisional, masyarakat Solo tidak hanya melestarikan warisan budaya mereka tetapi juga membangun masa depan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Revitalisasi Kampung Adat di Beo Ruteng Pu’u Manggarai Nusa Tenggara Timur Reinaldis Merciayu Parna Jeltiung; Aliffiati Aliffiati; Diaz Restu Darmawan
Dharma Acariya Nusantara: Jurnal Pendidikan, Bahasa dan Budaya Vol. 3 No. 1 (2025): Jurnal Pendidikan, Bahasa dan Budaya
Publisher : Institut Nalanda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47861/jdan.v3i1.1902

Abstract

Revitalization of traditional villages is one of the efforts to preserve local culture, which is now being actively promoted in various regions, including in Beo Ruteng Pu’u, Manggarai, East Nusa Tenggara. This study aims to describe the form of revitalization taking place in the traditional village of Beo Ruteng Pu’u. The theoretical framework used in this research is Anthony F.C. Wallace’s Revitalization Movement Theory, which helps to understand both the forms of revitalization. A qualitative research method was employed, with data collected through observation, in-depth interviews with traditional elders, members of the Beo Ruteng Traditional Institution, and local residents, as well as document analysis. The findings reveal that the revitalization program includes physical improvements to the traditional village, such as repairing damaged structures and constructing access roads as part of a cultural romanticism movement. Non-physical developments also accompany the physical revitalization, including the strengthening of customary values and increasing cultural knowledge among the younger generation. Overall, the revitalization in Ruteng Pu’u serves as an example of successful development based on local culture. The synergy between formal structures and traditional wisdom has made the development process more meaningful and sustainable.