Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Rinosinusitis Kronis dengan Komplikasi Abses Periorbita Effy Huriyati; Bestari Jaka Budiman; Heru Kurniawan Anwar
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 4, No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v4i1.240

Abstract

AbstrakAbses periorbita merupakan salah satu komplikasi dari rinosinusitis baik akut ataupun kronis. Beberapa faktor sangat berperan pada penyebab penyebaran rinosinusitis ke orbita. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik baik THT ataupun Mata, pemeriksaan nasoendoskopi, pemeriksaan penunjang tomografi komputer dengan gambaran perselubungan pada sinus paranasal dan orbita serta MRI. Penatalaksanaan konservatif berupa pemberian antibiotik intravena spektrum luas dan atau kombinasi, dekongestan serta kortikosteroid. Sedangkan pembedahan dapat melalui pendekatan eksternal atau pendekatan bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF). Dilaporkan satu kasus rinosinusitis kronis dengan komplikasi abses periorbita pada laki-laki umur 16 tahun dan telah diberikan terapi konservatif selama 48 jam tetapi tidak ada perbaikan sehingga dilanjutkan dengan pembedahan melalui pendekatan BSEFKata kunci: abses periorbita, rinosinusitis kronis, bedah sinus endoskopiAbstractPeriorbital abscess is a complication of acute or chronic rhinosinusitis. There was some factors can caused the spread of rhinosinusitis into orbital region. Diagnosis can be confirmed by anamnesis, physical examination either ENT department or Opthalmic department, nasoendoscopic, computer tomographic that showed homogenous appearence on the orbital and paranasal sinuses and also MRI. Conservative management with the provision of broad-spectrum and or combination intravenous antibiotics, decongestants and corticosteroid. The surgery management can be performed with esternal approach or functional endoscopic sinus surgery (FESS). One case of chronic rhinosinusitis with complications periorbital abscess in boy aged 16 years old had presented and had given conservative therapy for 48 hours, since there is no improvement, the management then continued with FESS.Keywords: periorbital abscess, chronic rhinosinusitis, endoscopic sinus surgery
Augmentasi Silikon pada Hidung Pelana Jacky Munilson; Effy Huriyati; Sri Mulyani
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 3, No 3 (2014)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v3i3.199

Abstract

AbstrakHidung pelana merupakan salah satu tantangan dalam bedah rinoplasti. Hidung pelana dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti trauma, infeksi dan iatrogenik. Pembedahan bertujuan untuk mengoreksi kelainan bentuk fisiologi serta meningkatkan aspek estetik dan emosional. Metode: Satu kasus hidung pelana pada anak perempuan usia 14 tahun yang yang telah ditatalaksana dengan rinoplasti eksterna dan augmentasi silikon. Hasil: Terdapat perbaikan kosmetik pada hidung pelana. Diskusi: Tujuan utama penatalaksanaan hidung pelana adalah meningkatkan penampilan hidung dengan mempertahankan fungsi hidung.Kata kunci: hidung pelana, rinoplasti eksterna, silikonAbstractSaddle nose is one of the most challenging in all of rhinoplasty surgery. Saddle nose may be caused by many factors: traumatism, infection and iatrogenic. Surgical intervention is required to correct the anatomic and physiologic disorder andd improve the aesthetic and emotional aspect. Methods: A case of saddle nose in a 14 years olg girl had been treated by external rhinoplasyi and augmentation of of silicone. Results: There cosmetic repairs on the saddle nose . Discussion: The main objective the management of saddle nose was to improve the appearance of the nose and maintain nasal function.Keywords: saddle nose, open rhinoplasty, silicone
Gangguan Fungsi Penghidu dan Pemeriksaannya Effy Huriyati; Tuti Nelvia
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 3, No 1 (2014)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v3i1.16

Abstract

AbstrakLatar belakang: Fungsi penghidu pada manusia memegang peranan penting. Gangguan penghidu dapat mempengaruhi keselamatan dan kualitas hidup seseorang. Tujuan: Untuk mengetahui jenis gangguan penghidu, penyebab gangguan penghidu, dan pemeriksaannya. Tinjauan Pustaka: Gangguan penghidu dapat berupa anosmia yaitu hilangnya kemampuan penghidu, atau hiposmia yaitu berkurangnya kemampuan penghidu. Gangguan penghidu disebabkan gangguan konduksi, gangguan sensoria dan gangguan neural. Penyakit tersering penyebab gangguan penghidu yaitu rinosinusitis kronis, rinitis alergi, infeksi saluran nafas atas dan trauma kepala. Ada beberapa modalitas pemeriksaan kemosensoris fungsi penghidu diantaranya Tes “Sniffin sticks”. Dengan tes „Sniffin sticks” dapat diketahui ambang penghidu, diskriminasi penghidu dan identifikasi penghidu seseorang. Kesimpulan: Gangguan penghidu memerlukan perhatian khusus. Diantara beberapa modalitas pemeriksaan kemosensoris penghidu, tes “Sniffin sticks” mempunyai beberapa kelebihan.Kata kunci: Gangguan penghidu, anosmia, hiposmia, tes “Sniffin sticks”.AbstractBackground: Olfactory function in humans plays an important role. Olfactory disorders can affect the safety and quality of life. Objective: To determine the type of olfactory disorder, the causes of olfactory disorders, and the examination. Literature Review: Olfactory disorder can be not smell anything or anosmia, and reduced of smell or hyposmia. Olfactory disorders caused by conduction disturbances, neural disturbances and sensoris disturbances. Disease that often causes disturbances of olfactory function is, chronic rhinosinusitis, allergic rhinitis, upper respiratory tract infections and head trauma. There are several modalities to examine chemosensoris smelling function, one of them is “Sniffin sticks” test. This test can examine threshold, discrimination, and identification of smelling. Conclusions: Impaired smelling require special attention. Between some modalities to examine chemosensors smelling function, “Sniffin sticks” test has several advantages.Keywords: Olfactory disorders, anosmia, hyposmia, “Sniffin sticks” test.
Diagnosis dan Penatalaksanaan Tragus Asesorius dan Stenosis Liang Telinga pada Hemifasial Mikrosomia Al Hafiz; Jacky Munilson; Effy Huriyati; Yan Edward; Sylvia Rachman; Gunawan Yudhistira
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 5, No 1 (2016)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v5i1.482

Abstract

Abstrak           Hemifasial mikrosomia (HFM) adalah diagnosis paling sering pada lesi wajah asimmetris dan merupakan kelainan kongenital wajah terbanyak kedua. HFM merupakan malformasi kongenital dimana terdapat defisiensi jaringan lunak dan tulang pada satu sisi wajah dan gangguan perkembangan telinga, terutama telinga luar. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis. HFM memiliki manifestasi klinis yang beragam, dan dipertimbangkan mendapatkan penatalaksanaan komprehensif yang melibatkan rekontruksi medik luas.               .           Sebuah kasus hemifasial mikrosomia dengan tragus asesorius dan stenosis liang telinga kanan dilaporkan pada perempuan berusia 13 tahun dan telah dilakukan rekonstruksi tragus dan kanaloplasti. Kata kunci: hemifasial mikrosomia, lesi wajah asimmetris, rekontruksi tragus, kanaloplasti. AbstractHemifacial microsomia (HFM) is the most frequent diagnosis in asymmetry facial lesions and the top second facial congenital lesion. HFM is a congenital malformation in which there is a deficiency of soft tissue and bone on one side of the face and malformation of the ear, especially outer ear. The diagnosis is based on history, physical examination, and radiological finding. HFM had various clinical manifestation and considered to comprehensive management involving extensive medical reconstruction. A hemifacial microsomia case with right tragal assesoria and ear canal stenosis has been reported in girl aged 13 years old and have performed tragus reconstruction and canaloplasty. Keywords:  hemifacial microsomia, asymmetrical facial lession, tragus reconstruction, canaloplasty
Peran Kemokin dalam Patogenesis Rinitis Alergi Effy Huriyati; Bestari J Budiman; Ricki Octiza
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 3, No 2 (2014)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v3i2.101

Abstract

AbstrakLatar belakang: Rinitis alergi merupakan penyakit dengan insiden yang cukup tinggi diseluruh dunia dengan prevalensi yang semakin meningkat setiap tahun. Patogenesis rinitis alergi melibatkan reaksi imun yang cukup komplek. Tujuan: Mengetahui peranan kemotaktik sitokin (Kemokin) dalam patogenesis rinitis alergi. Tinjauan pustaka: Kemokin sebagai kemotaktik sitokin berperan dalam semua tahap reaksi alergi. CC kemokin merupakan subfamili kemokin yang berperan dalam reaksi alergi. Kemokin bekerja pada permukaan sel-sel inflamasi berikatan dengan reseptor. CCR3 merupakan reseptor dengan kadar tertinggi yang ditemukan pada permukaan eosinofil dan eotaxin sebagai ligand yang spesifik bagi CCR3. Kesimpulan: Eotaxin dan reseptor CCR3 adalah faktor yang paling menonjol dalam patogenesis rinitis alergi yang melibatkan eosinophilKata kunci: Reaksi alergi, Th2, CC Kemokin, eosinofil, CCR3 AbstractBackground: Allergic rhinitis such a disease with high incidence among the world and its prevalence appears to be increasing every year. The pathogenesis of allergic rhinitis commit complex imunological reaction. Purpose: To know the role of chemotactic cytokine (chemokine) in pathogenesis of allergic rhinitis. Literature review: Chemokine as a chemotactics cytokine participate to all allergic reaction stage. CC chemokines were subfamilial chemokines which have role in allergic reaction. They working by binding with receptor on the surface of inflamatory cells. CCR3 is the receptor with the highes level could be found on eosinophil cell membran and eotaxin was the spesific ligand to itt. Conclusion: Eotaxin and CCR3 are the major factor in pathogenesis of allergic rhinitis which is involve eosinophil.Keywords: Allergic reaction, Th2, CC Chemokines, eosinophil, CCR3
Trombosis Sinus Kavernosus Akibat Komplikasi Furunkulosis Hidung Dolly Irfandy; Bestari Jaka Budiman; Dolly Irfandy; Effy Huriyati; Dewi Yuri Lestari
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 6, No 1 (2017)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v6i1.675

Abstract

Trombosis sinus kavernosus merupakan kasus yang jarang, tetapi dapat mengancam kehidupan. Penyebab trombosis dapat berasal dari infeksi daerah sinonasal, midface atau orbita. Gejala klinis meliputi gejala yang melibatkan mata dan beberapa nervus kranial. Penatalaksanaan pada trombosis sinus kavernosus terdiri dari pemberian antibiotik, pembedahan terhadap sumber infeksi, kortikosteroid dan pemberian antikoagulan yang masih kontroversial. Dilaporkan satu kasus trombosis sinus kavernosus akibat komplikasi furunkulosis hidung pada pasien laki-laki 13 tahun dengan penurunan penglihatan pada kedua mata. Pasien diberi terapi antibiotik empirik dan kortikosteroid, memperlihatkan perbaikan. Simpulan studi ini ialah trombosis sinus kavernosus merupakan kondisi yang fatal. Terapi yang segera dan tepat dapat memberikan prognosis yang lebih baik. Penatalaksanaan medikamentosa merupakan pengobatan dasar trombosis sinus kavernosus.
Diagnosis dan Penatalaksanaan Fraktur Le Fort I-II disertai Fraktur Palatoalveolar Sederhana Dewi Yuri Lestari; Al Hafiz; Effy Huriyati
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 7 (2018): Supplement 3
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v7i0.854

Abstract

Pendahuluan: Fraktur pada sepertiga tengah wajah (midface) memerlukan pemeriksaan yang teliti dan penatalaksanaan yang tepat. Fraktur palatoalveolar jarang terjadi dan dapat terjadi bersamaan dengan fraktur lain pada trauma wajah. Pada beberapa dekade terakhir, berbagai modalitas penatalaksanaan fraktur sepertiga tengah wajah telah dicoba. Penatalaksanaan fraktur sepertiga tengah wajah dengan menggunakan fiksasi dengan miniplate dan screw mengungguli teknik-teknik terdahulu. Laporan Kasus: Dilaporkan satu kasus fraktur Le fort I-II dan fraktur palatoalveolar sederhana pada seorang laki-laki umur 19 tahun. Telah dilakukan Open Reduction Internal Fixation (ORIF) dengan miniplate dan screw serta pemasangan wire. Simpulan: ORIF dengan miniplate dan screw telah menjadi pilihan pada fraktur maksilofasial karena lebih stabil dalam hal fungsi dan fiksasi tulang yang lebih baik. Berdasarkan indikasi, fiksasi intermaksila, palatum splint, dan wire dapat digunakan secara tersendiri atau kombinasi untuk penatalaksanaan fraktur palatoalveolar.
UPAYA PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN COVID-19 MELALUI PEMBUATAN DAN PENDISTRIBUSIAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA BERBAGAI PUSKESMAS DI KOTA PADANG Efrida Efrida; Fachzi Fitri; Sukri Rahman; Ade Asyari; Al Hafiz; Dolly Irfandy; Yan Edward; Novialdi Novialdi; Bestari Jaka Budiman; Effy Huriyati; Jacky Munilson; Nirza Warto; Rossy Rosalinda
BULETIN ILMIAH NAGARI MEMBANGUN Vol 3 No 3 (2020)
Publisher : LPPM (Institute for Research and Community Services) Universitas Andalas Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/bina.v3i3.241

Abstract

The Covid-19 case that has spread in Indonesia requires efforts from various parties to resolve it. The Faculty of Medicine, Andalas University, is also making efforts to prevent and control Covid-19. The purpose of this activity is to minimize the possibility of the rapid spread of Covid-19 and preventive efforts to keep the people around Pauh, Kuranji, and Air Cold healthy and protected from Covid-19. This activity was carried out in three health centers: Pauh Puskesmas, Kuranji Health Center, and Padang City Puskesmas Air Cold. The method used is KIE (Educational Information Communication) about the COVID-19 disease in publishing articles in the mass media and giving masks. The target of the activity is the community around Pauh, Kuranji, and Air Cold Padang City. The results of the activities obtained include producing PPE (Personal Protective Equipment) as many as 80 face shields, 400 masks, and 60 hazmat suits involving MSMEs (Micro, Small, and Medium Enterprises) and convection. Furthermore, this PPE is distributed to health centers in need, namely Pauh Puskesmas, Kuranji Health Center, and Puskesmas Air Cold Padang City. Furthermore, it is distributed to parties in need, namely the public and medical personnel. The Covid-19 prevention and control program is carried out to suppress and reduce the positive number of Covid-19 and protect medical personnel from providing top service to patients. Furthermore, making PPE that involves MSMEs and convection can help the community's economy, which has declined due to this pandemic.
Peran biofilm bakteri terhadap derajat keparahan rinosinusitis kronis berdasarkan skor Lund-Mackay Dolly Irfandy; Y Yolazenia; Bestari Jaka Budiman; Effy Huriyati; Aziz Djamal; Rizanda Machmud; Dolly Irfandy
Oto Rhino Laryngologica Indonesiana Vol 47, No 2 (2017): Volume 47, No. 2 July - December 2017
Publisher : PERHATI-KL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (402.193 KB) | DOI: 10.32637/orli.v47i2.220

Abstract

Latar belakang: Rinosinusitis kronis (RSK) adalah penyakit inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung lebih dari 12 minggu. Berbagai kondisi telah dikaitkan dengan patogenesis penyakit ini, seperti infeksi bakteri, jamur, superantigen, dan biofilm. Banyak penelitian telah menunjukkan terdapatnya biofilm bakteri pada pasien dengan RSK. Biofilm bakteri dapat memfasilitasi terjadinya resistensi pada antibiotik. CT Scan sinus paranasal (SPN) merupakan pemeriksaan penunjang pilihan untuk diagnosis radiologik RSK. Lund dan Mackay telah mengembangkan suatu sistem berdasarkan skor dari CT Scan SPN untuk menilai kuantifikasi proses peradangan pada sinus paranasal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan biofilm bakteri memiliki skor Lund-Mackay CT Scan SPN yang lebih tinggi pada saat pra operatif. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran biofilm bakteri terhadap derajat keparahan RSK berdasarkan skor Lund-Mackay. Metode: Penelitian ini adalah penelitian cross-sectional dengan jumlah total sampel adalah 48 orang pasien RSK. Sekret hidung diambil menggunakan kapas lidi steril dengan swab pada meatus medius lalu dilakukan identifikasi bakteri dan pemeriksaan biofilm dengan tube method. Skor Lund-Mackay dihitung dari CT Scan SPN potongan koronal. Data dianalisis dengan uji Fisher. Hasil: Proporsi pasien RSK dengan skor Lund-Mackay yang tinggi lebih banyak pada pasien dengan biofilm (46,2%), dibandingkan tanpa biofilm (44,4%). Secara statistik tidak terdapat perbedaan bermakna pada skor Lund-Mackay antara pasien dengan biofilm dan tanpa biofilm (p=1,000). Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara biofilm bakteri dengan derajat keparahan RSK berdasarkan skor Lund-Mackay. Kata Kunci: Rinosinusitis kronis, biofilm bakteri, tube method, skor Lund-Mackay ABSTRACT Background: Chronic rhinosinusitis (CRS) is inflammation of the nose and paranasal sinuses with the symptoms duration more than 12 weeks. Many conditions have been linked to its pathogenesis such as bacterial and fungal infection, superantigens and biofilm. Many studies showed the presence of bacterial biofilms in patients with CRS. Bacterial biofilms can facilitate the resistance to antibiotics. Paranasal sinuses (PNS) CT scan is the method of choice for radiological diagnosis of CRS. Lund and Mackay has developed a scoring system based on the CT finding to assess the quantification of inflammatory process in PNS. Some research suggested that patients with bacterial biofilms have higher Lund-Mackay score pre-operatively. Purpose: To determine the role of bacterial biofilms to the severity of CRS according to Lund-Mackay score. Methods: This was a cross-sectional study with 48 CRS patient’s sample. Nasal discharges were taken by swab in middle meatal using sterile cotton buds, followed by identification of bacteria and detection of bacterial biofilms using tube method. Lund-Mackay score was counted from coronal section of PNS CT Scan. Data was analyzed by Fisher’s exact test. Results: Proportion of patients CRS with high Lund-Mackay score was more common in patient with biofilm (46.2%) compared to patients without biofilm (44.4%). Statistically, there was no significant difference of Lund-Mackay score between patient with biofilm and without biofilm (p=1.00). Conclusion: There was no relationship between the bacterial biofilm with the severity of CRS according to Lund-Mackay score. Keywords: Chronic rhinosinusitis, bacterial biofilm, tube method, Lund-Mackay scores
PARAMEDIAN FOREHEAD FLAP FOR RECONSTRUCTION OF THE NOSE Al Hafiz; Effy Huriyati; Bestari J. Budiman; Jacky Munilson
Majalah Kedokteran Andalas Vol 38, No 2 (2015): Published in September 2015
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (589.439 KB) | DOI: 10.22338/mka.v38.i2.p147-154.2015

Abstract

AbstrakPenutupan defek yang ditimbulkan akibat operasi di daerah kepala dan leher umumnya dapat dilakukan dengan penjahitan langsung. Untuk defek yang lebih luas, atau apabila metode penjahitan langsung tidak memungkinkan untuk dilakukan, maka dapat digunakan flap kulit. Laporan kasus ini bertujuan untuk mendemonstrasikan ke ahli THT-KL, bagaimana forehead flap dapat memperbaiki estetika dan fungsi hidung pada kasus deformitas hidung. Satu kasus deformitas pada hidung, seorang laki-laki berusia 69 tahun dengan riwayat basalioma di daerah hidung. Pada pasien dilakukan rekonstruksi hidung dengan menggunakan forehead flap. Rekonstruksi hidung menggunakan forehead flap dapat mengurangi defek pada deformitas hidung. Diperlukan analisis wajah terutama daerah hidung untuk menentukan jenis dan posisi dari flap kulit yang tepat.AbstractA Defect following head and neck surgery can often be closed using the technique of direct suture. For larger defects or in situations where direct suture is neither applicable, surgical defect in the head and neck especially at the nose, can be filled by local skin flaps. The case was reported in order to demonstrate to Otorhinolaryngology Head and Neck surgeons on how the forehead flap could restore the aesthetic and function of the nose in nasal deformity case. One case of the nasal deformity was reported in a 69 years old man with history of basal cell carcinoma on the nose. This patient was managed using the forehead flap for nasal reconstruction purpose. The employment of this technique could reduce the defects of nasal deformity. Facial analysis particularly nasal area is necessary to determine the exact kind and position of skin flap.