Claim Missing Document
Check
Articles

Found 19 Documents
Search

LEMBAGA PERKREDITAN DESA (VILLAGE CREDIT INSTITUSION) AS NON BANKING FINANCIAL INSTITUTION BASED CUSTOMARY LAW IN BALI Suwitra, I Made; Arthanaya, I Wayan; Subawa, I Wayan; Sawitri Nandari, Ni Putu
Tadulako Law Review Vol 5, No 1 (2020)
Publisher : Tadulako University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The study in this paper aims to show the strength of the Village Rural Institution owned by Desa Adat (costumory village) in Bali in the current globalization based on Awig-Awig (costumary law). This study is based on normative legal research methods and emperical law using satute approach, analytical, case, legal anthropology, and costumory law. The results of the study show that the presence of various financial institutions such as banking, finance, cooperatives have no significant effect on the existence of Lembaga Perkreditan Desa as a non-bank financial institution owned by Desa Adat. It is precisely the financial institutions established under state law are afraid of the existence of Rural Credit Institutions owned by Adat Village because of the strength of its legal alliance body and its awig-awig. So it can be concluded that the Village Rural Institution owned by Desa Adat in Bali can coexistence with various institutions and state law. Since the administration as a model of legal document used by Rural Credit Institution in credit distribution can imitate the model of banking administration in general with some adjustment to the local wisdom law for the welfare of the people of Desa Adat
STUDI PENGGUNAAN ALBUMIN PADA PASIEN LUKA BAKAR DERAJAT II SAMPAI III DI RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE 2016-2017 Putu Sinta Ratna Sari Dewi; Made Suka Adnyana; I Wayan Subawa
E-Jurnal Medika Udayana Vol 8 No 9 (2019): Vol 8 No 9 (2019): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (357.176 KB)

Abstract

Luka bakar adalah salah satu penyakit trauma yang sering dijumpai dalam dunia medis. Lukabakar dapat menyebabkan rusaknya barier kulit sehingga menimbulkan terjadinya respon inflamasi,hal ini mengakibatkan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga kadar albumin dalam darah akanmenurun. Pada pasien luka bakar dimana kadar albumin plasmanya menurun, tindakan pemberianalbumin intravena bisa menjadi salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut. Atas dasar itu penelitianini dilakukan untuk mengetahui penggunaan albumin pada pasien luka bakar derajat II sampai III diUnit Luka Bakar RSUP Sanglah Denpasar. Jenis dan rancangan penelitian ini adalah laporan kasusberseri dengan total sampel 40 pasien luka bakar derajat II sampai III yang menerima terapi albumindari April 2016 sampai Maret 2017 dengan mengambil data dari rekam medis pasien. Hasil penelitianmenunjukkan sebanyak 70% sampel berjenis kelamin laki-laki dan 72,50% rentang umurnya 10-50tahun. Penggunaan albumin 97,50% dengan sediaan albumin 20% dengan rata-rata sebanyak 3,08 vialselama perawatan. Sampel terbanyak pada kelompok luas luka 21-40% sebesar 62,5%. Pada kelompokini didapatkan 96% sembuh dan 4% meninggal. Lama perawatan dan jumlah vial albumin yang habisterbanyak pada kelompok luas luka 41-60% dengan rata-rata lama perawatan 57,33 hari dan jumlahalbumin sebanyak 8,17 vial. Rata-rata jumlah albumin yang habis pada kelompok pasien yang sembuhpada luas luka 41-60% yaitu 6,20 vial. Namun secara keseluruhan didapatkan rata-rata menghabiskan3,08 vial albumin 20%. Kata Kunci : Albumin, luka bakar, sediaan albumin
PROFIL PASIEN RUPTUR LIGAMENTUM KRUSIATUM ANTERIOR YANG DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2018–2019 Kardi Rahayu; , I Gusti Ngurah Wien Aryana; I Wayan Subawa
E-Jurnal Medika Udayana Vol 9 No 5 (2020): Vol 9 No 05(2020): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (281.576 KB) | DOI: 10.24843/MU.2020.V09.i5.P09

Abstract

Ruptur LKA merupakan cedera ligamen lutut yang umum terjadi karena kecelakaan atau olahraga yang membebankan lutut, seperti basket, sepak bola, atau ski. Informasi mengenai hasil terapi operatif kasus ruptur LKA khususnya di RSUP Sanglah belum didokumentasikan dengan baik. Maka, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui profil pasien ruptur LKA yang dilakukan tindakan operasi di RSUP Sanglah tahun 2018–2019. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif menggunakan data sekunder dari rekam medik. Total sampling digunakan dalam penelitian ini dengan mempertimbangkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi didapatkan 32 sampel. Data dianalisis dengan menggunakan SPSS 22. Hasil penelitian menunjukkan 75,0% kasus merupakan ruptur LKA kronis. Kasus ruptur LKA terbanyak terjadi pada kelompok usia >19 tahun dan lebih banyak terjadi pada laki-laki (78,1%). Mekanisme trauma terbanyak karena cedera non-kontak (56,3%). Berdasarkan lokasi terjadinya ruptur terbanyak adalah LKA sisi kiri (56,3%). Graft yang umumnya digunakan adalah dari peroneus longus tendon (93,8%), dengan diameter ?8 mm (75,0%). Patologi lain yang terbanyak ditemukan adalah cedera meniscal (37.5%). Kasus ruptur LKA dominan merupakan ruptur LKA kronis. Sebagian besar pasien ruptur LKA akut maupun kronis berusia >19 tahun, jenis kelamin laki-laki, karena cedera non-kontak, dengan sebagian besar mengenai LKA sisi kiri. Peroneus longus tendon graft merupakan graft yang paling sering digunakan dengan diameter ?8 mm. Patologi lain yang sering ditemukan adalah cedera meniscal. Maka, penelitian lebih lanjut dengan ukuran sampel yang lebih besar dan spesifik diperlukan untuk penelitian analitik kedepannya. Kata kunci: profil, ruptur LKA akut, ruptur LKA kronis.
PERBANDINGAN OUTCOME TERAPI OPERATIF DAN NON OPERATIF FRAKTUR BATANG FEMUR PADA ANAK DI RSUP SANGLAH DENPASAR JANUARI 2016 - MARET 2017 I G A A Diah Pradnya Paramita; I Wayan Subawa
E-Jurnal Medika Udayana Vol 8 No 2 (2019): Vol 8 No 2 (2019): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (159.047 KB)

Abstract

Terapi fraktur batang femur pada anak telah dalam transisi sejak dua dekade belakangan untuk meningkatkan kualitas dan efektifitas biaya, namun sering terjadi tumpang tindih dalam menentukan terapi yang ideal yaitu terapi operatif atau non operatif. Pemilihan terapi didasari berbagai pertimbangan salah satunya adalah dengan melihat outcome. Salah satu indikator outcome yang digunakan pada terapi fraktur batang femur pada anak dengan menggunakan skor Silva yang terdiri dari penilaian pemendekan tungkai bawah, deviasi angular, dan ROM fleksi lutut. Sehingga peneliti bertujuan untuk membandingkan outcome antara kelompok subjek dengan terapi operatif dan non operatif pada fraktur batang femur pada anak. Desain peneltian ini adalah studi analitik cross sectional dimana dilakukan pengambilan data sekunder yaitu data rekam medis untuk mengetahui karakteristik subjek penelitian dan data primer dengan melakukan pemeriksaan fisik sesuai skor Silva untuk mengetahui tingkat atau grading outcome subjek penelitian. Total subjek peneltian yang berjumlah 30 orang, kelompok dengan terapi operatif memiliki tingkat outcome sangat baik dengan persentase 75% dan baik 25%, tidak ditemukan outcome cukup dan buruk. Pada kelompok terapi non operatif didapatkan outcome sangat baik 36.7% dan baik 64.3%, serta tidak ditemukan outcome cukup atau buruk. Hasil penelitian ini didapatkan perbedaan outcome terapi operatif dan non operatif yang bermakna signifikan (p = 0,03). Sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan antara outcome pada terapi operatif dan non operatif pada fraktur batang femur pada anak, yang mana outcome terapi operatif lebih baik dari pada non operatif. Kata kunci : fraktur batang femur, terapi, outcome, anak
PROFIL KASUS FRAKTUR LEHER FEMUR YANG DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI DI RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE MARET 2016-AGUSTUS 2017 Ketut Trisna Parama Kartika; I Wayan Subawa
E-Jurnal Medika Udayana Vol 7 No 12 (2018): Vol 7 No 12 (2018): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (223.916 KB)

Abstract

Fraktur leher femur merupakan fraktur ekstremitas bawah yang jarang terjadi diantara fraktur lainnya, namun dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang sehingga memerlukan penanganan yang tepat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui profil kasus fraktur leher femur yang dilakukan tindakan operasi di RSUP Sanglah periode Maret 2016-Agustus 2017. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif cross-sectional dengan jumlah sampel sebanyak 49 responden yang dilakukan di RSUP Sanglah dalam periode Maret 2016-Agustus 2017. Data pada penelitian ini menggunakan data sekunder yang didapatkan dari rekam medis dan dianalisis dengan menggunakan SPSS. Hasil penelitian yang didapatkan bahwa dari 49 responden, tindakan ORIF sebesar 42,9%, hemiarthroplasty bipolar 53,1%, THA 4,1%. Usia rerata adalah 52 tahun dimana kelompok usia terbanyak terjadi pada usia dewasa (25-59 tahun) sebesar 44,9%. Jenis kelamin laki-laki sebesar 44,9% dan perempuan 55,1%. IMT rerata adalah 23 kg/m2 yang terbanyak pada kelompok IMT di atas normal (23-29,9 kg/m2) sebesar 46,9%. Responden dengan riwayat merokok 8,2%; minum alkohol 2,6%; riwayat penyakit kronis seperti DM (8,2%), hipertensi (8,2%), gagal ginjal kronis (2%); dan riwayat penggunaan obat kortikosteroid sebesar 14,3%. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pada kasus fraktur leher femur tindakan yang sering dilakukan adalah hemiarthroplasty bipolar, yang banyak terjadi pada usia dewasa dengan jenis kelamin perempuan dan rerata IMT di atas normal. Responden lebih dominan tidak memiliki riwayat merokok, minum alkohol, penyakit komorbid, dan penggunaan kortikosteroid. Kata kunci: fraktur leher femur, profil pasien, tindakan
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PEDAGANG GORENGAN TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PERTAMA LUKA BAKAR DI DENPASAR TAHUN 2017 Gabriel Audrey Wijaya; I Made Suka Adnyana; I Wayan Subawa
E-Jurnal Medika Udayana Vol 8 No 9 (2019): Vol 8 No 9 (2019): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.405 KB)

Abstract

Luka bakar adalah kerusakan yang terjadi pada kulit atau jaringan tubuh lainnya yangdisebabkan oleh panas atau radiasi, radioaktivitas, arus listrik, gesekan, atau kontak dengansenyawa kimia. Data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia di tahun 2008 menunjukkanprevalensi luka bakar di Indonesia berjumlah 2,2%, sementara data di RSUP Sanglah Denpasarmenunjukkan kejadian luka bakar pada tahun 2010 adalah sebanyak 333 orang. Penyebabtertinggi terjadinya luka bakar adalah suhu tinggi atau panas (95%), dan terbagi menjadi 3 yaitumelepuh (50%), kontak langsung dengan api (24%), dan kebakaran (26%). Luka bakar terbagiatas 4 derajat, yaitu derajat 1, 2A, 2B, dan 3 dengan perbedaannya terletak pada kedalaman dantingkat keparahan luka bakar. Penanganan pertama sangat penting dalam kejadian luka bakar gunamengurangi morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh luka bakar, yaitu dengan mengaliriluka menggunakan air dingin bersuhu 2-15°C dengan durasi 15 menit segera setelah terjadi lukabakar. Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif dengan pendekatan potong lintang danmenggunakan teknik consecutive sampling. Penelitian dilakukan pada 97 pedagang gorengan diarea Denpasar yang bersedia mengisi kuisioner. Dari penelitian didapatkan hanya 6 orang yangpernah mendapat informasi tentang pencegahan dan penanganan pertama luka bakar. Hasilpenelitian didapatkan 88,7% responden berpengetahuan kurang dan 11,3% berpengetahuan cukupdalam melakukan pencegahan dan penanganan pertama luka bakar. Kata Kunci: Luka bakar, tingkat pengetahuan, pedagang gorengan
Hubungan status kesehatan berdasarkan WOMAC dengan kualitas hidup berdasarkan WHOQOL-BREF pada pasien osteoartritis lutut di Rumah Sakit Sanglah tahun 2016-2017 Ni Putu Ayu Pande Arista Dewi; Wayan Subawa; Agung Artha Wiguna
Intisari Sains Medis Vol. 9 No. 1 (2018): (Available online: 1 April 2018)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (222.413 KB) | DOI: 10.15562/ism.v9i1.164

Abstract

Latar Belakang: Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degeneratif pada persendian yang bersifat kronik. Keterbatasan fungsi yang dialami oleh penderita osteoartritis lutut berhubungan dengan adanya perubahan pada kualitas hidup. Kualitas hidup tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan fisik dari penderita OA, namun juga dipengaruhi oleh mental dan psikis. Hal ini juga penting digunakan sebagai terapi secara menyeluruh bagi penderita OA, tidak hanya dalam bidang klinis, akan tetapi bidang mental dan psikis penderita juga harus diperhatikan dan menjadi tolok ukur dalam keberhasilan suatu terapiMetode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross-sectional mencari hubungan antara variabel bebas (status kesehatan) dengan variabel tergantung (kualitas hidup). Sampel penelitian adalah pasien OA lutut yang telah terdiagnosis secara klinis dan radiografi di RSUP Sanglah pada tahun 2016-2017. Penelitian dilaksanakan dengan memberikan 2 kuesioner ke rumah masing-masing subjek.Hasil: Dari 38 responden 26,3% merupakan laki-laki dan 73,7% merupakan perempuan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1)Terdapat hubungan positif yang signifikan (r=0,345, p=0,034) antara status kesehatan dengan kualitas hidup, (2) perbedaan hubungan rerata diantara masing-masing domain, dimana terdapat hubungan negatif yang signifikan (r= -0,324, p= 0,048) antara status kesehatan dengan domain kesehatan fisik pada WHOQOL-BREF dan hubungan yang positif signifikan antara status kesehatan dengan domain psikologis (r=0,328, p=0,044), hubungan sosial (r=0,325, p=0,047) lingkungan (r=0,530, p=0,001) pada WHOQOL-BREF.Simpulan: Terdapat hubungan yang positif signifikan antara status kesehatan berdasarkan rerata skor WOMAC dengan kualitas hidup berdasarkan WHOQOL-BREF pada pasien OA lutut di RS Sanglah tahun 2016-2017. Hasil penelitian ini diharapkan dengan meningkatkan kualitas hidup dapat membantu terapi pasien OA lutut agar tercapai hasil terapi yang maksimal. 
Pola Kuman dan Uji Kepekaan Antibiotik Pada Pasien Unit Luka Bakar RSUP Sanglah Periode 1 Januari 2016 - 1 Januari 2017 I Wayan Jorden Junior; I Made Suka Adnyana; I Wayan Subawa; Vivi Paula Putri
Intisari Sains Medis Vol. 10 No. 2 (2019): (Available online: 1 August 2019)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (445.392 KB) | DOI: 10.15562/ism.v10i2.209

Abstract

Background: Burns are a skin injury or injury caused by thermal that causes morbidity or mortality in patients, due to either heat or radiation, electrical and chemical reactions. In burns can occur bacterial growth that will cause an infection, both gram-positive bacteria and gram-negative bacteria. Necessary antibiotics in the treatment of infection by bacteria on burns. The incidence of burns is increasing from year to year, but data in Indonesia that discuss about the number of infections in burns and the use of antibiotics is still small.Aim: The study aims to determine the pattern of germs and antibiotic sensitivity test in patient burn unit at Sanglah Denpasar Hospital period January 2016 - January 2017.Method: This research is a descriptive descriptive cross sectional study conducted at Sanglah Denpasar General Hospital (RSUP). Data obtained in the form of secondary data of medical record of patient period January 2016 - January 2017. Data were analyzed by using SPSS program.Result: The results showed that from 63 patients, found 51.0% gram positive and 49.0% gram negative. In the positive gram found 8 species of bacteria with the most bacteria that is Staphylococcus aureus 15.87% and Strep β Haemolyticus 15.87% and gram negative found 3 types of bacteria with the highest number Pseudomonas aeruginosa 30.16%.Conclusion: Antibiotics with the highest resistance were found Amoxicillin 85.7%, Amoxicillin / Sulbactam 81.2% and Ampicillin 87.5% while the highest sensitivity antibotics were Amikacin 82.3%, Meropenem 75.0% and Linezolid 85.7% both on gram negative and gram positive.
Perbandingan outcome penanganan pembedahan dan tanpa pembedahan pada fraktur radius distal di RSUP Sanglah periode April 2016-Agustus 2017 Putu Prabhawati DwiKrisna; I Wayan Subawa; IGL Ngurah Agung Artha Wiguna
Intisari Sains Medis Vol. 11 No. 3 (2020): (Available online: 1 December 2020)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (254.75 KB) | DOI: 10.15562/ism.v11i3.220

Abstract

Background: Fracture of the distal radius is one of the most common fractures of the wrist. The incidence of fracture of the distal radius increases in each year. Management on the fracture of the distal radius can be grouped into two ie surgery and without surgery.Aim: This study aims to determine the comparison of successful treatment between fracture of distal radius surgically and without surgery.Method: This research used descriptive cross-sectional approach which is conducted at Sanglah General Hospital (RSUP) Denpasar. Data obtained was secondary data in the form of patient's medical record from April 2016 - August 2017 as well as primary data from patient interview. Data were analyzed using SPSS program.Result: This study indicated that the most involved gender was men classified as adult (25-59 years). The incidence of most fracture of distal radius was caused by traffic accidents. It also obtained that there were no different outcomes between surgical and non-surgical therapy in patients with fracture of distal radius.Conclusion: The comparison of surgical and non-surgical outcome at distal radius do not show significant differences statistically. Fraktur radius distal adalah salah satu dari macam fraktur yang biasa terjadi pada pergelangan tangan. Angka kejadian fraktur radius distal meningkat di setiap tahunnya. Penatalaksanaan pada fraktur radius distal dapat dikelompokan menjadi dua yaitu pembedahan dan tanpa pembedahan.Tujuan: Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbandingan keberhasilan terapi penanganan fraktur radius distal dengan pembedahan dan tanpa pembedahan.Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar. Data yang diperoleh berupa data sekunder rekam medis pasien periode April 2016 – Agustus 2017 dan data primer dari wawancara pasien. Data dianalisis dengan menggunakan program SPSS.Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa jenis kelamin terbanyak yaitu pada laki-laki tergolong dewasa (25-59 tahun). Insiden fraktur radius distal terbanyak disebabkan oleh kecelakaan lalulintas. Penelitian ini juga mendapatkan hasil tidak terdapat perbedaan hasil outcome terapi pembedahan dan tanpa pembedahan pada pasien fraktur radius distal.Kesimpulan: Perbandingan outcome penanganan pembedahan dan tanpa pembedahan pada fraktur radius distal tidak menunjukan perbedaan yang signifikan secara statistic.
Konfigurasi fraktur Schatzker VI dan malalignment merupakan faktor risiko terjadinya joint narrowing pada fraktur tibia plateau di RSUP Sanglah, Bali, Indonesia Herryanto Agustriadi Simanjuntak; Ketut Siki Kawiyana; I Ketut Suyasa; Putu Astawa; Ketut Gede Mulyadi Ridia; I Wayan Suryanto Dusak; I Gede Eka Wiratnaya; I Wayan Subawa
Intisari Sains Medis Vol. 11 No. 3 (2020): (Available online: 1 December 2020)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (322.672 KB) | DOI: 10.15562/ism.v11i3.783

Abstract

Background: Tibia plateau fracture is a fracture that involves the joint surface and dramatically contributes to the early development of knee osteoarthritis, which can lead to disability. The joint narrowing is one of the most initial signs of knee osteoarthritis. Until now, the mechanism of joint narrowing is not known with certainty but is thought to be related to the configuration of the patient's fracture, malalignment, and BMI. This study aims to determine and analyze the effect of Schatzker VI fracture configuration, malalignment, and BMI > 25 kg/m2 on joint narrowing in post-operative tibia plateau fracture patients.Methods: This research is an observational study with a case-control design. Thirty-eight patients with tibia plateau fractures who had surgery with acceptable reduction were followed-up within 12-15 months post-operatively. The control group consisted of patients who did not experience joint narrowing post-operatively, while the case group are patients with joint narrowing. Schatzker classification, malalignment, and BMI were compared and statistically analyzed for significance. Data were analyzed using SPSS version 21 for Windows.Results: Sixteen patients (84,0%) had Schatzker VI with a risk of 11.56 times to experience joint narrowing (p=0.003). Malalignment were 18 samples (47,0%), with a risk of 11,56 times becoming joint narrowing (p=0.003); and 8 samples with BMI > 25 kg/m2 had a risk of 0.802 times to develop joint narrowing (p=1.000).Conclusion: Schatzker VI configuration and malalignment are risk factors for joint narrowing in patients following tibial plateau surgery, while a BMI is not a risk factor for joint narrowing. Latar Belakang: Fraktur tibia plateau merupakan fraktur yang melibatkan permukaan sendi dan sangat berkontribusi terhadap perkembangan dini osteoartritis lutut yang dapat berujung pada timbulnya disabilitas. Joint narrowing merupakan salah satu tanda awal terjadinya osteoartritis lutut. Sampai saat ini mekanisme terjadinya joint narrowing belum diketahui secara pasti namun diduga terkait dengan konfigurasi fraktur, malalignment, dan BMI pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konfigurasi fraktur Schatzker VI, malalignment, dan BMI > 25 kg/m2 terhadap terjadinya joint narrowing pada pasien pasca operasi fraktur tibia plateau.Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional dengan desain case control. Tiga puluh delapan pasien yang menjalani operasi fraktur tibia plateau diamati dalam 12-15 bulan pasca operasi. Kelompok kontrol terdiri dari pasien yang tidak mengalami joint narrowing pasca operasi sedangkan kelompok kasus terdiri dari pasien yang mengalami joint narrowing. Klasifikasi Schatzker, malalignment, dan BMI dibandingkan dan dianalisis secara statistik untuk signifikansi.Hasil: Enam belas pasien (84,0%) memiliki konfigurasi fraktur Schatzker VI berisiko 11,56 kali mengalami joint narrowing (p=0,003); malalignment dengan 18 sampel (47%), berisiko 11,56 kali menjadi joint narrowing (p=0,003); dan sampel dengan BMI> 25 kg/m2 adalah 8 sampel dan berisiko 0,802 kali untuk mengalami joint narrowing (p=1.000). Simpulan: Konfigurasi Schatzker VI fraktur tibia plateau dan malalignment adalah faktor risiko untuk terjadinya joint narrowing pada pasien yang pasca operasi fraktur tibia plateau, sementara BMI > 25kg/m2 bukan merupakan faktor risiko terjadinya joint narrowing.