Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

TUGAS DAN WEWENANG PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK) DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Johari Johari
Fiat Justisia: Jurnal Ilmu Hukum Vol 5 No 3 (2011)
Publisher : Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25041/fiatjustisia.v5no3.334

Abstract

Tugas dan wewenang Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terdapat di dalam Pasal 26 dan Pasal 27 Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pencucian Uang. Berdasarkan ketentuan tersebut, tugas dan wewenang PPATK tersebut bertujuan untuk mendeteksi terjadinya tindak pidana pencucian uang, dan membantu penegakan hukum yang berkaitan dengan pencucian uang, termasuk tindak pidana asal yang melahirkannya (predicate offences). Namun, Peranan PPATK akan berjalan secara efektif apabila aparat penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Bea dan Cukai, para regulator seperti Bank Indonesia, Departemen Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal serta Penyedia Jasa Keuangan, industri perbankan, asuransi, perusahaan pembiayaan, dana pensiun, perusahaan efek, pengelola reksadana, media massa, masyarakat bekerjasama secara terorganisir dan terpadu dalam pemberantasan tindak pencucian uang di Indonesia. Dengan kewenangan yang dimilikinya, PPATK dapat mengejar hasil dari kejahatan, apabila hasil kejahatan tersebut dapat dikejar dan disita maka negara dengan sendirinya akan mengurangi tindak kejahatan itu sendiri. Kata kunci : Pencucian uang, tindak pidana pencucian uang (money laundering), kejahatan terorganisir, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
EFEKTIVITAS REHABILITASI PECANDU NARKOTIKA MENURUT SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 4 TAHUN 2010 (Studi Penelitian Di Badan Narkotika Nasional Lhokseumawe) Hayatun Nani; Johari J; Ummi Kalsum
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 4, No 3 (2021): Oktober
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v4i3.5491

Abstract

Rehabilitasi pecandu merupakan suatu proses pengobatan untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan dan masa menjalani rehabilitasi tersebut diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman. Upaya penanggulangan narkotika, dilakukan dengan cara menjatuhkan pidana badan, denda, rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Rehabilitasi di atur pada Undang-undang 35 tahun 2009 tentang narkotika maka kemudian dikelurkan Surat Edaran Mahkamah Agung nomor 4 tahun 2010 tentang penempatan penyalahguna, korban penyalahguna dan pecandu narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi medis dan sosial.Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kasus dan undang-undang dilakukan untuk menganalisis dan memberikan jawaban tentang masalah yang terjadi secara efektif. Bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan pelaksanaan dan efektivitas dalam rehabilitasi terhadap pecandu narkotika menurut Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2010. Salah satu alasan dikeluarkan SEMA tersebut adalah permasalahan tentang pecandu, korban penyalahguna narkotika yang semakin meningkat. sementara di sisi lain, upaya pengobatan atau perawatan melalaui proses rehabilitasi belum optimal. Mahkamah agung menyadari juga tataran implementasi aparat penegakan hukum masih belum terdapat keterpaduan.Hasil dari penelitian ini Pelaksanaan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2010 bahwasanya sudah menerapkan akan tetapi belum ada putusan yang memutuskan untuk di rehabilitasi oleh hakim. Hakim lebih memilih untuk menjatuhkan pidana penjara terhadap pengguna narkotika.Efektivitas rehabilitas berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung, masih belum berjalan dengan efektif dimana untuk biaya rehabilitasi yang sangat mahal belum ada upaya dari pemerintah untuk mengoptimalkan dana peserta rehabilitasi untuk peserta yang menginginkan untuk direhabilitasi dan juga belum ada pengoptimalkan tempat rehabilitasi yang haya satu di Lhokseumawe, dan juga peserta yang setelah rehabilitasi ada kemungkinan untuk menggunakan narkotika setelah keluar dari tempat rehabilitasi.Disarankan Kepada Hakim supaya melakukan Pelaksanaan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2010 harus benar-benar, dimana Hakim harus benar-benar melihat tersangka tertangkap tangan agar bisa direhabilitasi dan tidak memutuskan untuk memenjarakan pecandu yang memerlukan rehabilitasi, Untuk Pemerintah diharapkan untuk mengoptimalkan dana rehabilitasi dimna semakin bertambahnya pecandu narkotika harusnya pemerintah melihat dana rehabilibiltasi jadi tidak ada pecandu yang memakai narkotika berkeliaran dijalan, dan mengoptimalkan tempat rehabilitasi yang sangat terbatas hanya satu tempat yang ada di Lhokseumawe, dan juga tenaga medis dalam rehabilitasi harus memperkuat pecandu narkotika agar tidak kembali menggunakan narkotika setelah rehabilitasi.
Urgensi Program Cuti Mengunjungi Keluarga Bagi Narapidana Safriana S; Johari J; Joelman Subaidi
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 5, No 1 (2022): Januari
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v5i1.5288

Abstract

Penelitian ini untuk mengetahui apakah cuti mengunjungi keluarga sudah sesuai dengan tujuan sistem pemasyarakatan dan untuk mengetahui apakah cuti mengunjungi keluarga sudah sesuai dengan sistem perundang- undangan. karena pentingnya program cuti mengunjungi keluarga maka seharusnya pengaturan tentang cuti mengunjungi keluarga dipermudah tanpa melihat lamanya masa pidana dan lamanya masa menjalani pidana, Namun cuti mengunjungi keluarga diberikan tanpa dilihat dari jenis tindak pidana tetapi dengan melihat kemajuan perubahan yang dialami narapidana tersebut. penelitian ini yaitu penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji norma dan peraturan perundang-undangan, penelitian ini ditujukan atau dilakukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yaitu penelitian yang objek kajiannya adalah peraturan perundang-undangan dan bahan pustaka. hasil penelitian dapat menyimpulkan bahwa cuti mengunjungi keluarga tidak sepenuhnya sesuai dengan sistem pemasyarakatan dikarenakan cuti mengunjungi keluarga tidak sepenuhnya sesuai dengan tujuan pemasyarakatan, karena narapina tetap kecendrungan diberikan cap dari masyarakat dan di tolaknya narapidana didalam masyarakat. Cuti mengunjungi kelurga dalam sistem perudang-undangan perlu ditinjau ulang agar tidak ada kesulitan dalam pemberian cuti mengnjungi keluarga. Kata Kunci: Narapid, Lembaga Pemasyarakatan, Cuti Mengunjungi Keluarga.
Analisis Yuridis persidangan perkara pidana secara elektronik Siti Nurhaliza; Romi Asmara; Johari J
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 4, No 1 (2021): Januari
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v4i1.4332

Abstract

Kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia direspon pemerintah dengan dikeluarkan aturan mengenai Persidangan Perkara Pidana Secara Elektronik. Dalam menjalani pelaksanaan persidangan secara elektronik, terdakwa harus tetap melaksanakan persidangan yang dilakukan di lapas. Namun bagaimana dengan terdakwa yang positif Covid-19. Oleh karena itu maka peneliti ingin meneliti bagamana tata cara pelaksanaan persidangan secara elektronik tehadap terdakwa yang positif Covid-19 dan upaya apakah yang akan dilakukan oleh Penegak Hukum terhadap terdakwa yang positif covid-19. Tujuan penelitian ini membahas implementasi persidangan secara elektronik terhadap terdakwa yang terinfeksi/positif covid-19 kemudian membahas mengenai hambatan dan upaya dalam implementasi persidangan persidangan secara elektronik terhadap terdakwa yang terinfeksi/positif covid-19 apakah sesuai dengan hak-hak yang dimiliki terdakwa. Metode ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis empiris yang dengan kata lain jenis penelitian hukum sosiologis yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau wawancara langsung dengan pihak-pihak yang terkait. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa Implementasi Persidangan Perkara Pidana Secara Elektronik terhadap terdakwa yang positif covid-19 dilakukan dengan Tahapan Pelaksanaan dan Pengesahan Peraturan Makamah Agung terhadap Persidangan Elektronik Perma Nomor 4 tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana secara Elektronik khususnya pada Pengadilan Negeri Lhokseumawe Kelas I B pada bulan April tahun 2020, Mengenai Pelaksanaan terdakwa yang positif covid-19 yang tata cara pelaksanaannya tidak ada aturan dalam Perma Nomor 4 tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana Secara Elektronik. Seperti, petugas kesehatan itu seharusnya ada Dokter khusus yang menangani terdakwa positif, dan sarana prasarananya lebih dilengkapkan kembali. Saran kepada penegak hukum yaitu menjelaskan kepada tersangaka/terdakwa mengenai hak terdakwa dengan jelas, baik itu hak atas dirinya sendiri maupun hak terdakwa melakukan sidang di pengadilan.
Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak (Study Penelitian di Kepolisian Resor Aceh Selatan) Ayu Yu Azhari; Johari J; Ferdy Saputra
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 5, No 1 (2022): Januari
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v5i1.5265

Abstract

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mejelaskan tindakan anggotakepolisian dalam tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh anak, serta upaya dan hambatan dalam melakukan penanggulangan tindak pidana narkotika oleh polres aceh selatan. Penyelahgunaan narkotika dikalangan anak di aceh selatan tidak mengalami penurunan, sehingga perlu adanya penanggulangan tindak pidana narkotika yang teratur dan sesuai dengan kondisi dan situasi masyrakat, agar penyalahgunaan narkotika dapat diminimalisir dan dapat dikendalikan. Pengaturan mengenai narkotika tertuang dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Menjadi Aturan Pedoman Kepolisian dalam Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Narkotika. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, yaitu penelian hukum yang di lakukan dengan cara penelitian lapangan, yang bertitik tolak pada data primer. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upaya dari penanggulangan narkotika yang dilakukan oleh anak dipolres aceh selatan dengan sarana non penal menggunakan upaya pre-emptive (pembinaan). Upaya preventif (pencegahan), upaya represif (penindakan) dan upaya rehabilitasi. Hambatan dari penanggulangan narkotika yang dilakukan oleh anak itu dilihat dari faktor internal dan eksternal. Kata kunci : Anak, kepolisian, narkotika
ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA TERORISME YANG DILAKUKAN OLEH ANAK EDY RENTA SEMBIRING; Zul Akli; Johari J
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 4, No 3 (2021): Oktober
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v4i3.5179

Abstract

Munculnya anak-anak pelaku terorisme tidak diragukan lagi mengejutkan dan membuka mata masyarakat sebagai pelaku kejahatan terorisme. Kemandirian anak tidak diragukan lagi menjadi alasan pemberian sanksi terhadap anak-anak yang melakukan kejahatan teroris.Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari keterlibatan dalam sengketa bersenjata; keterlibatan dalam kerusuhan sosial; keterlibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur Kekerasan; pelibatan dalam peperangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertanggungjawaban atas tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh anak di bawah umur, berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teroris, dan untuk mengetahui prosedur penanganan tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis mengarah kepada penelitian hukum yuridis normatif. Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari data Sekunder. Penelitian ini menggunakan studi dokumen. Analisis bahan hukum merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupaya melakukan kajian telaah terhadap hasil pengolahannya data yang dibantu dengan teori-teori yang telah didapat sebelumnya Tanggung jawab pelaku tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh anak adalah tindak pidana terorisme, dan pidana minimum khusus yang dijelaskan dalam UU No. 6 tidak berlaku. Terkait pemberantasan tindak pidana terorisme, pada tanggal 15 tanggal 15 tahun 2003, anak yang menjadi korban tindak pidana terorisme berhak atas santunan atau santunan berdasarkan Pasal 36 UU No.3. 15th, 2003. Undang-Undang Peradilan Anak, jika seorang anak usia 12-18 tahun terlibat kejahatan yang diancam pidana mati atau seumur hidup, maksimal hukuman yang dapat dijatuhkan adalah 10 tahun. Beberapa anak yang terlibat dalam kasus terorisme ditempatkan di Lapas / Rutan (LP). Walaupun pengelolaannya berbeda dengan Lapas dewasa, secara struktural bangunan fisik mereka tinggal dalam satu bangunan fisik serupa berada dalam satu bangunan fisik yang sama, Kompleks Lapas dewasa. Masih terkait proses penahanan, anak-anak yang terlibat kasus terorisme biasanya dijauhkan dari orang tua atau anggota keluarganya yang biasanya bukan berasal dari Jabodetabek. Hal ini tentu menyulitkan orang tua untuk menjenguk anaknya.
Kebijakan Asimilasi Terhadap Narapidana Dimasa Pandemi COVID-19 dinni rachmawati putri; Johari J; Husni H
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 4, No 2 (2021): April
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v4i2.4450

Abstract

Kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia direspon pemerintah dengan membebaskan narapidana melalui program asimilasi. Keadaan lembaga pemasyarakatan di Indonesia yang kekurangan kapasitas menyebabkan terjadinya saling berdesakan dan tidak ada jarak diantara narapidana sehingga tidak dapat diterapkannya protokol kesehatan demi pencegahan dan penanggulangan COVID-19. Penelitian ini membahas tentang kebijakan asimilasi terhadap narapidana dimasa pandemi COVID-19. Tujuan penelitian ini membahas kebijakan asimilasi terhadap narapidana sebelum dan saat masa pandemi COVID-19 dan kebijakan asimilasi terhadap narapidana dimasa pandemi COVID-19 apakah sesuai dengan tujuan Lembaga Pemasyarakatan adalah setelah menjalani masa hukumannya, narapidana tersebut dapat hidup dengann lebih baik dalam masyarakat dan tidak mengulangi kejahatannya lagi. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu bentuk penelitian yang menempatkan hukum sebagai suatu sitsem norma. Adapun sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, serta doktrin (ajaran) yang terkait dengan kebijakan asimilasi dimasa pandemi COVID-19. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa peraturan menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengenai Kebijakan Asimilasi terhadap narapidana sudah berlaku sebelum adanya pandemi COVID-19. Adapun Kebijakan Asimilasi dimasa pandemi COVID-19 dikeluarkan oleh menteri hukum dan hak asasi manusia atas dasar kekhawatiran pemerintah akan penyebaran COVID-19 didalam lapas. Pembebasan Narapidana jangan hanya di fokuskan untuk mencegah penyebaran COVID-19, akantetapi juga memerhatikan dari segi keadilan dan efek jera sebagai tujuan dari pemasyarakatan. Sehingga akan menimbulkan masalah baru.
VICTIMISASI DAN EKSPLOITASI SEKSUAL Johari J; Ummi Kalsum; Zainal Abidin; T Saifullah
Jurnal Ilmu Hukum Reusam Vol 9, No 1 (2021): Mei
Publisher : LPPM Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/reusam.v9i1.4980

Abstract

Setiap pembangunan pasti bertujuan untuk mensejahterakan rakyat, namun tidak bisa dipungkiri setiap pembangunan mempunyai sisi yang lain, seperti dua sisi mata uang yang berbeda. Misalnya dalam hal pembangunan suatu pabrik pupuk di suatu daerah, pasti bertujuan sebagai solusi agar masyarakat terpenuhi kebutuhan pupuknya, disamping itu juga bisa menyerap tenaga kerja lebih banyak. Namun pasti ada hal yang sudah pasti mendatangkan masalah baru, yaitu tentang limbah pabrik yang suatu waktu akan mengganggu kesehatan masyarakat setempat. Masyarakat tersebut menjadi korban dari suatu kebijakan pembangunan, disisi lain urbanisasi menjadi pemicu masalah sosial di kota kota besar, sehingga terjadi pelanggaran hukum dari akibat sempitnya lapangan kerja. Paradoksnya suatu pembangunan yang menimbulkan masalah baru inilah yang disebut dengan victimisasi dimana secara sadar atau tidak sadar masyarakat menjadi korban dari kebijakan publik. Selain itu juga terjadi tindak pidana yang lainnya yang merupakan imbas dari sempitnya lapangan kerja, seperti terjadinya prostitusi dan perdagangan manusia.
Perlindungan Hukum bagi Korban Kejahatan Penipuan Muhammad Nasir; Johari Johari; T. Halimah; Phoenna Ath Thariq; Ummi Kalsum
Ius Civile: Refleksi Penegakan Hukum dan Keadilan Vol 6, No 1 (2022): April
Publisher : Prodi Ilmu Hukum, Universitas Teuku Umar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35308/jic.v6i1.5194

Abstract

The arrangement on victims in the Kuhap is only stipulated in Article 98 to Article 101, the articles relate to the right of victims in demanding compensation. The mechanism taken is the merger of lawsuit cases in exchange for criminal cases. The purpose of this study is to explain the underlying importance of legal protection against victims of fraud crimes and forms of legal protection for victims of fraud crimes in the provisions of the Kuhap and RKUHAP. The research methods used in this study are: Normative type of juridical research. With a legal approach, and a conceptual approach. The victim is a party who is harmed in the occurrence of a crime so that it must get attention and service in providing protection against it. The importance of protection to create a just and peaceful society without any crime or violence. Article 133 RKUHAP is regulated on compensation for victims who state if the defendant is criminally convicted and there are victims who suffer material losses. For law enforcement officials to pay attention and prioritize justice in providing protection to victims because victims have suffered losses and mental disorders and the rule of law that has been made must be carried out and given in accordance with what has been determined.
Kebijakan Penanggulangan Kejahatan di Masa Pandemi Covid-19 Berdasarkan Hasil Statistik Kriminal (Studi Penelitian di Polres Aceh Utara) Muhammad Ghozali; Johari j; Ummi Kalsum
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 5, No 2 (2022): April
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v5i2.5272

Abstract

Penelitian ini bertujuan menjelaskan kebijakan penanggulangan kejahatan pada masa pandemi covid-19 berdasarkan hasil statistik kriminal serta menjelaskan hambatan dalam penanggulangan kejahatan pada masa pandemi covid-19 berdasarkan hasil statistik kriminal di Kepolisian Resort Aceh Utara Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan sosiologis dan menggunakan bahan hukum primer dan hasil wawancara, yang melibatkan Kasat Binmas Polres Aceh Utara, Kasi Binadik Narapidana Lapas Kelas IIB Lhoksukon. Berdasarkan hasil penelitian diketahui kebijakan penanggulangan kejahatan pada masa pandemi covid-19 berdasarkan hasil statistik kriminal di Kepolisian Resort Aceh Utara dilakukan dengan program KRYT (Kegiatan Rutin Yang Ditingkatkan) seperti melakukan sosialisasi serta patroli jalanan ke daerah yang rawan terjadinya kejahatan. Hambatan dalam penanggulangan kejahatan pada masa pandemi covid-19 berdasarkan hasil statistik kriminal di Kepolisian Resort Aceh Utara tidak bisa memberikan himbauan secara masa karena ditakutkan akan menyebabkan penularan virus covid-19. Penulis menyarankan agar masyarakat mematuhi aturan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pihak Kepolisian Resort Aceh Utara supaya angka kejahatan pada masa pandemi covid-19 dapat ditekan dengan baik. Kata Kunci : kebijakan penanggulangan, hambatan penanggulan kejahatan