Articles
Menggali Transformasi Kehidupan Jemaat: Pendekatan Kecerdasan Spiritual dalma Konteks 2 Korintus 5:17
Nugroho, Binuko Edi;
Purwonugroho, Daniel Pesah
DIDASKO: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 4, No 1 (2024): Teologi dan Pendidikan Kristen (April 2024)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Kristen Diaspora Wamena
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.52879/didasko.v4i1.113
Change is an inevitable part of human life. Life transformation is necessary for every individual to face changes and not be influenced by their negative impacts. From a Christian perspective, life transformation is essential for Christian congregations. Life transformation from a Christian perspective must have the right trigger. That trigger is spiritual intelligence that is based on the Bible. In the Bible, the life transformation of believers is described in 2 Corinthians 5:17. The application of spiritual intelligence in the lives of Christian congregations aims to make the character of Christ increasingly evident. With the transformation of life that occurs, Christian congregations can be wiser in using the existing technology to glorify God. By using descriptive qualitative methods, it can be concluded that the life transformation of Christian congregations can occur when spiritual intelligence based on 2 Corinthians 5:17 can be applied in the lives of Christian congregations. 2 Corinthians 5:17 explains the meaning of life transformation as a result of the redemption of Jesus Christ. Building spiritual intelligence correctly according to the truth of the Bible in 2 Corinthians 5:17 will bring Christian congregations to experience positive life transformation.AbstrakPerubahan adalah hal yang pasti terjadi di dalam kehidupan manusia. Transformasi kehidupan diperlukan manusia dalam menghadapi perubahan secara positif. Dalam perspektif Kristen, transformasi kehidupan sangatlah penting dan memerlukan pertolongan firman Tuhan sehingga perubahan yang dihasilkan fondasional dalam mengembangkan kecerdasan spiritual yang sesuai dengan ajaran Alkitab. 2 Korintus 5:17 merupakan salah satu konsep transformasi yang mendasar di dalam Alkitab. Paulus mendorong jemaat untuk menginternalisasi penggilan untuk menjadi ciptaan baru dimana integrasi kehidupan dan karakter Kristus merupakan fondasi di dalamnya. Dengan metode kualitatif deskriptif penelitian ini akan mendekati konsep transformasi kehidupan tersebut secara mangkus untuk menolong umat berdialektika secara kontekstual dan kita sebagai para pembaca pada masa kini dapat menarik pelbagai simpul penalaran serta penerapan bagi kehidupan umat pada masa kini. Makna transformasi di dalam 2 Korintus 5:17 dijelaskan sebagai hasil dari penebusan Yesus Kristus. Pembangunan kecerdasan spiritual dengan benar sesuai dengan kebenaran Alkitab dalam ayat 2 Korintus 5:17 akan membawa jemaat Kristen mengalami transformasi kehidupan yang positif.
Kecerdasan Spiritual dalam Konteks Pengajaran Kristen: Memahami Efek Pencerahan Rohani melalui Narasi Efesus 1:17-18
Leiwakabessy, Tabita;
Purwonugroho, Daniel Pesah
MANTHANO: Jurnal Pendidikan Kristen Vol. 3 No. 1 (2024): Maret 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Kristen Samarinda
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.55967/manthano.v3i1.55
Abstract: Spiritual intelligence is an intelligence highly needed by learners. Spiritual intelligence is the highest intelligence, and it can shape the personality, motivation, and mental strength of learners. From a Christian faith perspective, spiritual intelligence can be nurtured through Biblical narratives as teaching material. Ephesians 1:17-18 is a teaching material that can enhance learners' spiritual intelligence. This teaching material is also delivered through storytelling technique. Storytelling is a teaching technique to make learners experience imaginative effects and enable them to extract values from the teaching material without feeling lectured. Storytelling heavily relies on the competence of the teacher. Teachers can combine storytelling with various tools to create imaginative effects so that learners' spiritual intelligence can be achieved. Using a qualitative-descriptive method, the author concludes that Ephesians 1:17-18 is the appropriate teaching material to be presented through storytelling to enhance learners' spiritual intelligence. Ephesians 1:17-18 narrates how the Ephesian church realizes their existence in Jesus, which leads them to experience spiritual enlightenment and have an impact on their personal lives. The same can happen to learners if Ephesians 1:17-18 is applied through storytelling to enhance each learner's spiritual intelligence. Abstrak: Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang sangat dibutuhkan peserta didik. Kecerdasan spritiual adalah kecerdasan tertinggi dan kecerdasan spiritual dapat membentuk kepribadian, motivasi dan kekuatan mental peserta didik. Dalam perspektif iman Kristen, kecerdasan spiritual dapat dibentuk dengan kisah Alkitab sebagai materi ajar. Efesus 1:17-18 adalah materi ajar yang dapat meningkatkan kecerdasan spiritual peserta didik. Materi ajar tersebut juga disampaikan dengan teknik story-telling. Story-telling adalah sebuah teknik mengajar untuk membawa peserta didik mengalami efek imajinatif dan membuat peserta didik dapat mengambil value yang berasal dari bahan ajar tanpa merasa digurui. Story-telling sangat amat bergantung dengan kompetensi pengajar. Pengajar dapat menggabungkan story-telling dengan berbagai alat untuk menciptakan efek imajinatif agar kecerdasan spiritual peserta didik dapat dicapai. Dengan menggunakan metode kualitatif-deskriptif, penulis menyimpulkan bahwa Efesus 1:17-18 adalah bahan ajar yang tepat untuk dibawakan secara story-telling demi meningkatkan kecerdasan spiritual peserta didik. Efesus 1:17-18 menceritakan tentang bagaimana jemaat Efesus menyadari keberadaan mereka di dalam Yesus yang membuat jemaat Efesus mengalami pencerahan spiritual dan memberikan dampak dalam kehidupan pribadi masing-masing. Hal tersebut juga dapat terjadi kepada peserta didik apabila menerapkan Efesus 1:17-18 dengan story-telling untuk meningkatkan kecerdasan spiritual masing-masing peserta didik.
Implikasi Teologi Kovenan terhadap Keutamaan Yesus dalam Kehidupan Jemaat: Perspektif Ibrani 7:22
Purwonugroho, Daniel Pesah;
Latunussa, Reinhart Helbert Albrow
Jurnal Teologi Gracia Deo Vol 7, No 1: Juli 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Baptis, Jakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46929/graciadeo.v7i1.215
This article aims to explore the relationship between covenant theology and the supremacy of Jesus from the perspective of Hebrews 7:22, as well as its implications for the congregation's life. Covenant theology describes the relationship between God and humanity as recorded in the Bible, from Genesis to Revelation. It articulates God's promises to humanity, including the promise of salvation. The Book of Hebrews is a text that contains both covenant theology and high Christology. The supremacy of Jesus is also described in Hebrews. Hebrews 7:22 is a verse that explains the intersection between covenant theology and the supremacy of Jesus. Understanding covenant theology can lead the congregation to reverence and awe toward a God who interacts directly with humanity. The supremacy of Jesus plays a central role as the fulfiller and guarantor of the new covenant for humanity through His redemptive work. Using a qualitative descriptive approach, this study will expose the implications of covenant theology for the supremacy of Jesus from the perspective of Hebrews 7:22. AbstrakArtikel ini dibuat untuk menjelajahi hubungan teologi kovenan terhadap keutamaan Yesus dalam persepktif Ibrani 7:22 serta implikasinya bagi kehidupan jemaat. Teologi kovenan melukiskan hubungan antara Allah dan manusia yang terdapat di dalam catatan Alkitab dari Kejadian sampai dengan Wahyu. Teologi kovenan mengartikulasikan janji Allah kepada manusia termasuk janji keselamatan. Kitab Ibrani adalah termasuk kitab yang mengandung teologi kovenan dan juga kristologi yang tinggi. Keutamaan Yesus juga dideskripsikan di dalam kitab Ibrani. Ibrani 7:22 adalah ayat yang menjelaskan persinggungan antara teologi kovenan serta keutamaan Yesus. Pengenalan teologi kovenan akan membawa jemaat mengalami rasa hormat dan takjub tentang Allah yang berinteraksi secara langsung kepada umat manusia. Keutamaan Yesus memiliki peranan sentral sebagai pemenuh dan penjamin kovenan baru bagi manusia melalui karya penebusanNya. Dengan penelitian kualitatif deskriptif, penelitian ini akan mengekspos implikasi teologi kovenan terhadap keutamaan Yesus dalam sudut pandang Ibrani 7:22.
Analisis Teologis: "Total Depravity" dalam Konteks Teologi Kovenan dan Refleksinya terhadap Kehidupan Manusia
Daniel Pesah Purwonugroho;
Yohanes Telaumbanua
KHAMISYIM: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 1, No 2 (2024): April
Publisher : Sekolah Tinggi Alkitab Batu, Malang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Total Depravity is the condition of human sinfulness resulting from the failure of Adam and Eve to respond to God's covenant of work in the Garden of Eden. Sin renders human consciousness incapable of choosing to accept salvation from God. The state of total depravity renders humans entirely unable to respond to the covenant between humanity and God. Covenant Theology begins with God taking the initiative to establish a covenant of work with Adam. Adam's failure results in death entering the lives of humanity. Jesus, the eternal Son of God, enters into a covenant with God the Father. Jesus and His faithfulness become the determining factor in the covenant between God and humanity. Through a descriptive qualitative approach, the author expounds on the condition of total depravity and how Jesus serves as the focal point of a superior covenant, along with its reflection in human life. Abstrak Total depravity adalah kondisi keberdosaan manusia akibat dari kegagalan Adam dan Hawa merespon perjanjian kerja Allah di taman Eden. Dosa membuat kesadaran manusia tidak mungkin membuat manusia dapat memilih untuk menerima anugerah keselamatan dari Allah. Dalam keadaan rusak total, mustahil bagi manusia untuk mengadakan perjanjian antara manusia dan Tuhan. Teologi perjanjian dimulai dengan Allah mengambil inisiatif untuk membuat kontrak yang sah dengan Adam. Adam gagal, kegagalan Adam membawa kematian pada kehidupan manusia. Yesus adalah Allah Anak yang berasal dari kekekalan yang mengikat perjanjian dengan Allah Bapa. Yesus dan kesetiaanNya menjadi penentu perjanjian antara Allah dengan manusia. Melalui pendekatan kualitatif deskriptif, penulis menguraikan tentang kondisi total depravity dan bagaimana Yesus menjadi titik tumpu perjanjian yang lebih baik serta refleksinya dalam kehidupan manusia. Kata Kunci : Total Depravity, Kovenan, Refleksi, Yesus
Eksplorasi Teologi Kovenan dan Kepastian Janji Allah dalam 2 Korintus 1:20 pada Dinamika Spiritual Jemaat
Purwonugroho, Daniel Pesah
Sabda: Jurnal Teologi Kristen Vol 5, No 2 (2024): NOVEMBER
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Nusantara
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.55097/sabda.v5i2.144
This paper is crafted with the aim of exploring covenant theology and the certainty of promises in 2 Corinthians 1:20 concerning the spiritual dynamics of the congregation. Covenant theology frames the interaction between God and humanity and is divided into two systems: the covenant of works and the covenant of grace, each with distinct focal points. Jesus Christ plays a significant role in both systems, fulfilling the covenant of works and serving as the mediator between God and humanity within the covenant of grace. Jesus Christ is also the central figure of God's promises, as expressed in 2 Corinthians 1:20. God's promises have a significant impact on the spiritual life of the congregation. In addition to God's promises, covenant theology positively influences the spiritual dimension of the congregation. Through a descriptive qualitative approach, the author explores covenant theology and the certainty of promises in 2 Corinthians 1:20 for the congregation's spiritual dynamics. The author asserts that the exploration of covenant theology and the certainty of promises in 2 Corinthians 1:20 has a significant positive impact on the spiritual dynamics of the congregation. AbstrakTulisan ini dirangkai dengan tujuan untuk mengeksplorasi teologi kovenan dan kepastian janji dalam 2 Korintus 1:20 pada dinamika spiritual jemaat. Teologi kovenan merupakan teologi yang membingkai interaksi Allah dengan manusia. Teologi kovenan terbagi dalam 2 sistem yaitu kovenan kerja dan kovenan anugerah dimana masing-masing kovenan memiliki titik tumpu yang berbeda. Yesus Kristus memiliki peran signifikan di dalam 2 sistem tersebut dimana Yesus Kristus menggenapi kovenan kerja dan menjadi perantara Allah dan manusia di dalam kovenen anugerah. Yesus Kristus juga menjadi pusat janji Allah yang dinyatakan di dalam 2 Korintus 1:20. Janji Allah memilki dampak yang signifikan dalam membangun kehidupan rohani jemaat. Selain janji Allah, teologi kovenan juga memberikan pengaruh positif di dalam sisi spiritual jemaat. Melalui pendekatan kualitatif deskriptif, penulis akan mengeksplorasi teologi kovenan dan kepastian janji dalam 2 Korintus 1:20 bagi dinamika spiritual jemaat. Penulis menegaskan bahwa eksplorasi teologi kovenan dan kepastian janji dalam 2 Korintus 1:20 memberi dampak positif yang signifikan di dalam dinamika spiritual jemaat yaitu jemaat akan mengalami pertumbuhan rohani baik secara individu maupun secara komunal.
Keberadaan Manusia dari Perspektif Roma 7:14: Sebuah Studi Antropologis-Teologis
Daniel Pesah Purwonugroho
TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 4, No 1 (2024): Teologi dan Pendidikan Kristiani
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Transformasi Indonesia
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.53674/teleios.v4i1.99
Abstract: Anthropology is a study of how humans understand and evaluate various aspects of life. From a Christian perspective, anthropology needs to be seen from the standpoint of the Bible. The intersection between the science of anthropology and theology is evident in the writings of Paul. Paul elucidates the anthropological aspect in his letter to the Romans. Romans 7:14 is a rather challenging verse, and it explicates about humans. Humans experience tension between their old human life and their new life resulting from Christ's sacrifice in response to the Law of Moses. Although the Law of Moses is spiritual, humans are entrenched in the existence of sin, causing them to fail to obey the Law of Moses perfectly. Jesus is the divine human who can perfectly obey all the demands of the Law of Moses. Through a descriptive qualitative approach, it can be concluded that human anthropology from the perspective of Romans 7:14 leads humans to place their faith in Jesus Christ.Abstrak: Antropologi adalah sebuah studi tentang bagaimana manusia memahami dan menilai berbagai aspek kehidupan. Dalam perspektif Kristianitas, antropologi perlu dilihat dari sisi Alkitab. Persinggungan antara ilmu antropologi dan juga ilmu teologi terlihat jelas dalam tulisan Paulus. Paulus menjelaskan sisi antropologi dalam tulisannya kepada jemaat di Roma. Roma 7:14 adalah ayat yang cukup sukar dan ayat tersebut menjelaskan tentang manusia. Manusia memiliki ketegangan antara kehidupan lama manusia dan juga kehidupan manusia yang baru akibat dari pengorbanan Kristus dalam merespon Hukum Taurat. Meskipun Hukum Taurat bersifat rohani, namun manusia ada di dalam keberadaan dosa yang membuat manusia gagal mentaati Hukum Taurat secara sempurna. Yesus adalah manusia illahi yang dapat mentaati segala tuntutan Hukum Taurat secara sempurna. Melalui pendekatan kualitatif deskriptif, dapat disimpulkan bahwa antropologi manusia dalam perspektif Roma 7:14 membawa manusia untuk menaruh iman di dalam Yesus Kristus.
Kemesiasan Yesus dan Kemesiasan Masa Intertestamentum: Sebuah Studi Analisis Komparatif
Daniel Pesah Purwonugroho;
Tabita Leiwakabessy
SCRIPTA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kontekstual Vol. 18 No. 2 (2024): Pastoral dan Teologi
Publisher : Sekolah Tinggi Theologia Ebenhaezer Tanjung Enim
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.47154/sjtpk.v18i2.795
This paper is designed to provide a comparative analytical study of the messiahship of Jesus and the intertestamental messiahship. The messiahship of Jesus and the intertestament messiahship have intersections of similarities and differences that cannot be avoided. The concept of messiahship originates from the Hebrew Bible which has its roots in God's covenant with David. In the intertestament period, the concept of messiahship was characterized by the expectation of a leader who would bring political liberation to the Jewish nation. The intertestament messiahship appears in various texts such as 1 Enoch and the book of Jubilees. On the one hand, Jesus' messiahship emphasizes his function as the savior of mankind. Jesus' messiahship can be traced through the four gospels, the testimonies of the disciples and Paul's theological constructs. The messiahship of Jesus and the intertestamentary messiahship have in common the aspect of hope for a deliverer. However, the obvious difference is that the intertestamental messiahship focuses on the political aspect while Jesus' messiahship focuses on the theological aspect. Through a descriptive qualitative approach, the author will comparatively analyze the messiahship of Jesus and the intertestamental messiahship. The comparative analysis brings strengthening to the Christological aspects of the contemporary church today.
Gereja dan Pendidikan Rohani: Kajian Teologis 1 Timotius 4:7-8 terhadap Pengembangan Kehidupan Rohani Jemaat
Purwonugroho, Daniel Pesah
MAWAR SARON: Jurnal Pendidikan Kristen dan Gereja Vol. 7 No. 2 (2024): Oktober
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Mawar Saron Lampung
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.62240/msj.v7i2.79
Tulisan ini dirangkai demi menelusuri gereja dan pendidikan rohani melalui kajian teologis 1 Timotius 4:7-8 terhadap pengembangan kehidupan rohani jemaat. Gereja merupakan tempat dimana jemaat orang percaya membangun kehidupan spiritualnya. Gereja dan pendidikan rohani memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Pendidikan rohani memfasilitasi pengembangan kehidupan keimanan jemaat dalam hubungannya dengan Tuhan. 1 timotius 4:7-8 merupakan dasar yang tepat untuk membangun kedisiplinan ibadah yang adalah pendidikan rohani di dalam gereja. 1 Timotius 4:7-8 memberikan penegasan tentang urgensi ibadah sebagai sarana untuk meningkatkan kesalehan demi merespon kondisi sosial pada saat itu. Ibadah memberikan penguatan moral sehingga jemaat Kristen awal memiliki integritas dalam menghadapi kehidupan yang serba immoral. Melalui pendekatan kualitatif deskriptif dan studi pustaka, penulis mencoba menelusuri kajian teologis 1 Timotius 4:7-8 dalam hubungannya dengan gereja dan pendiidkan rohani. Penulis menyatakan bahwa kajian teologis 1 Timotius 4:7-8 menegaskan bahwa gereja dan pendidikan rohani berperan penting dalam pengembangan kehidupan rohani jemaat.
Teologi Salib dan Total Depravity: Membangun Kerangka Etika Kristen yang Berpusat pada Penebusan
Nugroho, Binuko Edi;
Purwonugroho, Daniel Pesah
EPIGRAPHE (Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani) Vol 8 No 2: November 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Torsina Surakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Tulisan ini dirangkai dalam rangka membangun kerangka etika Kristen yang berpusat pada penebusan melalui kombinasi teologi salib dan doktrin total depravity. Teologi salib menggarisbawahi kuasa Allah untuk keselamatan melalui salib Kristus. Total depravity menegaskan tentang kebobrokan manusia karena dosa yang diwarisi oleh Adam dan Hawa. Kerangka etika Kristen yang dibangun atas dasar kombinasi teologi salib dan total depravity akan membawa setiap orang Kristen berpusat pada penebusan untuk membangun kehidupan etisnya. Dengan demikian, setiap orang Kristen akan mengalami kuasa transformatif yang akan membawa setiap orang Kristen dapat menunjukkan kehidupan etis serta moral dengan kuasa ilahi. Melalui pendekatan kualitatif deskriptif, penulis mencoba menelusuri keterkaitan antara teologi salib dan total depravity untuk membangun kerangka etika Kristen yang berpusat pada penebusan. Penulis menegaskan bahwa teologi salib dan total depravity dapat membawa setiap orang Kristen membangun kerangka etika yang berpusat pada penebusan karena disanalah ada kuasa transformatif yang dapat mengubah dan membangun kehidupan etis setiap orang percaya.
Relevansi Hypostasis Union dalam Memperkuat Monoteisme Kristen: Refleksi Teologis atas Karya Salib Kristus
Purwonugroho, Daniel Pesah;
Adi, Didit Yuliantono;
Prasetyo, Louis Budi
Jurnal Lentera Nusantara Vol 4, No 1 (2024): Teologi dan Pendidikan Kristen (Desember 2024)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kanaan Nusantara
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.59177/jln.v4i1.322
This paper is organized to explore the relevance of hypostasis union to strengthen Christian monotheism through theological reflection on the work of the cross of Christ. Hypostasis union is a doctrine that embodies the unity in divinity and mortality of Jesus Christ. Hypostasis union strengthens Christian monotheism where Christian monotheism is the belief in the one true God through Jesus Christ. The work of the cross of Jesus Christ is crucial in affirming Christian monotheism. The concept of hypostasis union has its foundation in the gospel where the monotheistic God is embodied in the perspective of the trinity without harming monotheism. In the perspective of hypostasis union, the triune God carries out the mission of saving humanity through the work of the cross of Jesus Christ. The work of the cross of Jesus Christ gives confirmation of the belief in one God who saves. Through descriptive qualitative research method, the author will reveal the relevance of hypostasis union in strengthening Christian monotheism through theological reflection on the work of the cross of Jesus Christ. The author states that hypostasis union affirms the one and only God where the transcendent God involves Himself in the history of humanity's salvation through the work of the cross of Jesus Christ.AbstrakTulisan ini dirangkai guna mengekslporasi relevansi hypostasis union untuk memperkuat monoteisme Kristen melalui refleksi teologis karya salib Kristus. Hypostasis union merupakan doktrin yang mengejawantahkan kesatuan dalam divinitas dan mortalitas Yesus Kristus. Hypostasis union memberikan penguatan terhadap monoteisme Kristen dimana monoteisme Kristen merupakan keyakinan akan Allah yang satu dan sejati melalui Yesus Kristus. Disatu sisi, arya salib Yesus Kristus merupakan hal yang krusial dalam menegaskan monoteisme Kristen. Konsep hypostasis union memiliki landasan dari Injil dimana Allah yang monoteistik diejawantahakn di dalam perspektif trinitas tanpa menciderai monoteisme. Di dalam perspektif hypostasis union, Allah yang tritunggal tersebut menjalankan misi penyelamatan manusia melalui karya salib Yesus Kristus. Karya salib Yesus Kristus memberikan pengukuhan keyakinan terhadap satu Allah yang menyelamatkan. Melalui metode penelitian kualitatif deskriptif, penulis akan mengungkapkan relevansi hypostasis union dalam memperkuat monoteisme Kristen melalui refleksi teologis atas karya salib Yesus Kristus. Penulis menyatakan bahwa hypostasis union memberikan penegasn terhadap Allah yang satu dan esa dimana Allah yang transenden melibatkan diri di dalam sejarah keselamatan umat manusia melalui karya salib Yesus Kristus dan penelitian ini akan memberikan kebaharuan untuk memperkuat posisi monoteisme Kristen.