Claim Missing Document
Check
Articles

Found 19 Documents
Search

KAJIAN ELONGASI PADA TANAMAN IN VITRO GAHARU (Aquilaria beccariana van Tiegh) Fauzan, Yusuf Sigit Ahmad; Sandra, Edhi; Mulyono, Daru
Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI) Vol 2, No 2 (2015): December 2015
Publisher : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (737.168 KB) | DOI: 10.29122/jbbi.v2i2.511

Abstract

The population density of natural agarwood (Aquilaria beccariana) in Indonesia decreased to less than one tree per hectare. Efforts have been carried out on ex situ conservation of agarwood despite facing many obstacles. In vitro propagation is one alternative to speed up the recovery of natural agarwood populations. The purpose of this study was to obtain optimal elongation media for in vitro culture with addition of auxin and cytokinin, namely IBA, BAP and kinetin. The results showed that the best auxin-cytokinin combination was IBA 0.1 mg/L and BAP 0.05 mg/L. This combination increased the height and number of segments of A. beccariana with an average height of 1.64 cm and average number of sections of 6.40. It is suggested that this combination of IBA and BAP was the most effective compared to the other treatments. In addition, the combination of IBA 0 mg/L and BAP 0.03 mg/L gave rise to the best response to increase the number of shoots with an average of 1.91 shoots.Keywords: Aquilaria beccariana, shoot, elongation, auxin, cytokinin ABSTRAKKepadatan populasi gaharu (Aquilaria beccariana) alam di Indonesia kurang dari satu pohon per hektar. Upaya pelestarian gaharu ex situ telah banyak dilakukan tetapi masih banyak kendala. Perbanyakan gaharu in vitro merupakan salah satu cara alternatif untuk mempercepat pemulihan populasi gaharu alam. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh media elongasi yang optimal pada kultur in vitro gaharu dengan penambahan kombinasi zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin. Pada penelitian ini digunakan auksin IBA, serta sitokinin BAP dan Kinetin. Hasil penelitian elongasi diperoleh kombinasi auksin dan sitokinin terbaik yaitu, IBA 0,1 mg/L dan BAP 0,05 mg/L. Kombinasi ini meningkatkan tinggi dan jumlah ruas Aquilaria beccariana dengan tinggi rata-rata sebesar 1,64 cm dan jumlah ruas rata-rata sebesar 6,40 ruas. Pada kombinasi dan taraf ini diduga mekanisme kerja IBA dan BAP paling efektif dibanding perlakuan yang lain. Sedangkan kombinasi IBA 0 mg/L dan BAP 0,03 mg/L memberikan respon terbaik terhadap peningkatan jumlah tunas dengan rata-rata sebanyak 1,91 tunas.Kata Kunci: Aquilaria beccariana, tunas, elongasi, auksin, sitokinin
KAJIAN ELONGASI PADA TANAMAN IN VITRO GAHARU (Aquilaria beccariana van Tiegh) Fauzan, Yusuf Sigit Ahmad; Sandra, Edhi; Mulyono, Daru
Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI) Vol. 2 No. 2 (2015): December 2015
Publisher : Balai Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (737.168 KB) | DOI: 10.29122/jbbi.v2i2.511

Abstract

The population density of natural agarwood (Aquilaria beccariana) in Indonesia decreased to less than one tree per hectare. Efforts have been carried out on ex situ conservation of agarwood despite facing many obstacles. In vitro propagation is one alternative to speed up the recovery of natural agarwood populations. The purpose of this study was to obtain optimal elongation media for in vitro culture with addition of auxin and cytokinin, namely IBA, BAP and kinetin. The results showed that the best auxin-cytokinin combination was IBA 0.1 mg/L and BAP 0.05 mg/L. This combination increased the height and number of segments of A. beccariana with an average height of 1.64 cm and average number of sections of 6.40. It is suggested that this combination of IBA and BAP was the most effective compared to the other treatments. In addition, the combination of IBA 0 mg/L and BAP 0.03 mg/L gave rise to the best response to increase the number of shoots with an average of 1.91 shoots.Keywords: Aquilaria beccariana, shoot, elongation, auxin, cytokinin ABSTRAKKepadatan populasi gaharu (Aquilaria beccariana) alam di Indonesia kurang dari satu pohon per hektar. Upaya pelestarian gaharu ex situ telah banyak dilakukan tetapi masih banyak kendala. Perbanyakan gaharu in vitro merupakan salah satu cara alternatif untuk mempercepat pemulihan populasi gaharu alam. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh media elongasi yang optimal pada kultur in vitro gaharu dengan penambahan kombinasi zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin. Pada penelitian ini digunakan auksin IBA, serta sitokinin BAP dan Kinetin. Hasil penelitian elongasi diperoleh kombinasi auksin dan sitokinin terbaik yaitu, IBA 0,1 mg/L dan BAP 0,05 mg/L. Kombinasi ini meningkatkan tinggi dan jumlah ruas Aquilaria beccariana dengan tinggi rata-rata sebesar 1,64 cm dan jumlah ruas rata-rata sebesar 6,40 ruas. Pada kombinasi dan taraf ini diduga mekanisme kerja IBA dan BAP paling efektif dibanding perlakuan yang lain. Sedangkan kombinasi IBA 0 mg/L dan BAP 0,03 mg/L memberikan respon terbaik terhadap peningkatan jumlah tunas dengan rata-rata sebanyak 1,91 tunas.Kata Kunci: Aquilaria beccariana, tunas, elongasi, auksin, sitokinin
Revitalisasi konservasi tumbuhan obat keluarga (toga) guna meningkatkan kesehatan dan ekonomi keluarga mandiri di desa Contoh Lingkar Kampus IPB Darmaga Bogor Agus Hikmat; Ervizal A.M. Zuhud; . Siswoyo; Edhi Sandra; Rita Kartika Sari
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol. 16 No. 2 (2011): Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1386.154 KB)

Abstract

Medicinal plants and traditional medicine for along ago are important role in the health care, stamina maintain, and treat diseases. Therefore medicinal plants and traditional medicines have strong root in the part of community up to now. Research on revitalization of family medicinal plant (TOGA) conservation done at Kampong Pabuaran (Cibanteng village), and Kampong Gunung leutik ( Benteng village), results indicated that research locations have completely medicinal plants diversity for medicine all diseases of village communities mentioned. Number of medicinal plants found at Gunung Leutik and Pabuaran Sawah Kampong (Cibanteng and Benteng Villages) were 237 spesies, and 95 spesies often used by respondents mentioned villages. Species number of medicinal plants have potential to expand based on use value of these species treat main diseases of community villages Gunung Leutik and Pabuaran Sawah Villages (Benteng and Cibanteng) were 15 spesies, such as: sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.F) Ness.), meniran (Phyl/anthus niruri L.), takokak (Solanum torvum L.), pegagan (Centella asiatica (L.) Urban.), temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), jahe (Zingiber officinale-purpurea Rose.), jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Christm & Panz) Swingle), binahong (Anredera cordifolia), mahkota dewa (Phaleria macrocarpus (Sheff). Boerl.), rosella (Hibiscus sabdariffa), pule pandak (Rauvolfia serpentine (L.) Benth. ex. Kurz.), sangitan (Sambucus javanica Reinw.), sirih (Piper betle L.), brotowali ( Tinospora crispa), and kenikir (Cosmos caudatus).
Meyasa Klon Anggrek Laeliocattleya laurie Linn Westernberger Bebas Virus Melalui Kultur Meristem Apikal Diah Ratnadewi Lukman; Rusmilah Suseno; Edhi Sandra
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol. 1 No. 2 (1991): Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Apical meristems..
KAJIAN ELONGASI PADA TANAMAN IN VITRO GAHARU (Aquilaria beccariana van Tiegh) Yusuf Sigit Ahmad Fauzan; Edhi Sandra; Daru Mulyono
Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI) Vol. 2 No. 2 (2015): December 2015
Publisher : Balai Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (737.168 KB) | DOI: 10.29122/jbbi.v2i2.511

Abstract

The population density of natural agarwood (Aquilaria beccariana) in Indonesia decreased to less than one tree per hectare. Efforts have been carried out on ex situ conservation of agarwood despite facing many obstacles. In vitro propagation is one alternative to speed up the recovery of natural agarwood populations. The purpose of this study was to obtain optimal elongation media for in vitro culture with addition of auxin and cytokinin, namely IBA, BAP and kinetin. The results showed that the best auxin-cytokinin combination was IBA 0.1 mg/L and BAP 0.05 mg/L. This combination increased the height and number of segments of A. beccariana with an average height of 1.64 cm and average number of sections of 6.40. It is suggested that this combination of IBA and BAP was the most effective compared to the other treatments. In addition, the combination of IBA 0 mg/L and BAP 0.03 mg/L gave rise to the best response to increase the number of shoots with an average of 1.91 shoots.Keywords: Aquilaria beccariana, shoot, elongation, auxin, cytokinin ABSTRAKKepadatan populasi gaharu (Aquilaria beccariana) alam di Indonesia kurang dari satu pohon per hektar. Upaya pelestarian gaharu ex situ telah banyak dilakukan tetapi masih banyak kendala. Perbanyakan gaharu in vitro merupakan salah satu cara alternatif untuk mempercepat pemulihan populasi gaharu alam. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh media elongasi yang optimal pada kultur in vitro gaharu dengan penambahan kombinasi zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin. Pada penelitian ini digunakan auksin IBA, serta sitokinin BAP dan Kinetin. Hasil penelitian elongasi diperoleh kombinasi auksin dan sitokinin terbaik yaitu, IBA 0,1 mg/L dan BAP 0,05 mg/L. Kombinasi ini meningkatkan tinggi dan jumlah ruas Aquilaria beccariana dengan tinggi rata-rata sebesar 1,64 cm dan jumlah ruas rata-rata sebesar 6,40 ruas. Pada kombinasi dan taraf ini diduga mekanisme kerja IBA dan BAP paling efektif dibanding perlakuan yang lain. Sedangkan kombinasi IBA 0 mg/L dan BAP 0,03 mg/L memberikan respon terbaik terhadap peningkatan jumlah tunas dengan rata-rata sebanyak 1,91 tunas.Kata Kunci: Aquilaria beccariana, tunas, elongasi, auksin, sitokinin
PENGGUNAAN THIDIAZURON, 2, 4 – D DAN GIBERELLIN DALAM PEMBENTUKAN EMBRIO SOMATIK PULE PANDAK (Rauvolfia serpentina (L.) Benth. ex Kurz) MELALUI KULTUR in vitro Heru Sugito; Yanto Santosa; Edhi Sandra
Media Konservasi Vol 11 No 2 (2006): Media Konservasi
Publisher : Department of Forest Resources Conservation and Ecotourism - IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (263.483 KB) | DOI: 10.29244/medkon.11.2.%p

Abstract

Rauvolfia serpentina (L.) Benth. ex Kurz, is one of the tropical forest plant species which is exploited as plant medicine and pertained as world rareness. To be able to make balance to storey, level request of Rauvolfia serpentina (L.) Benth. ex Kurz simplisia raw material and saving it from destruction, require to be by activity of conservation, one of the effort by in vitro culture forming of somatic embryo. Somatic embryo by in vitro is forming of embryo from cell is non sexual which is culture. Somatic embryo application beside for the of quickly, also can be yielded by the amount of seed which is not limited its amount, as well as to support program repair of crop. This research to know giving influence and regulator dose grow, consist of 2 attempt. I. Factorial Attempt which use completely randomized experimental disign, what consist of 2 factor, first is thidiazuron concentration which consist of 4 level, that is 0 ppm 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, second is concentration 2, 4-D which consist of 4 level, that is 0 ppm, 0.5 ppm, 1 ppm, 1.5 ppm, 2 ppm .II. Factorial Attempt which use completely randomized experimental disign, what consist of 2 factor, first is thidiazuron concentration which consist of 4 level, that is 0 ppm, 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, second is giberellin concentration which consist of 4 level, that is 0 ppm, 0.5 ppm, 1 ppm, 1.5 ppm, 2.0 ppm. Pursuant to manner statistical analysis result is non parametric Kruskal-Wallis to callus score and embryo at 14 day after initiation not there are difference between treatment, but 28 and 42 day after initiation there are difference between treatment. The use thidiatzuron + 2,4-D give, forming of somatic embryo with the best treatment (6 ppm Thidiatzuron + 0,5 ppm 2, 4 D). Growth of embryo happened at age 35 day after initiation. Thidiazuron + giberellin forming of callus only.Key word : Rauvolfia serpentina, thidiazuron, 2,4-D, giberellin, somatic embryo
STAKEHOLDERS ROLE FOR DEVELOPING SUSTAINABLE UTILIZATION OF SUGAR PALM IN KEKAIT VILLAGE, WEST LOMBOK, WEST NUSA TENGGARA Anggit Haryoso; Syafitri Hidayati; Setya Kurniawan; Primadika Al Manar; Edhi Sandra; Ervizal A. M. Zuhud
Media Konservasi Vol 26 No 3 (2021): Media Konservasi Vol. 26 No. 3 Desember 2021
Publisher : Department of Forest Resources Conservation and Ecotourism - IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/medkon.26.3.208-216

Abstract

Indonesian sugar palm farmers progress up to date indicates less encouraging condition. In the last decade, sugar palm farmers faced thorough, complex problems from top to bottom. These complex problems could not be solved by the sugar palm farmers alone. It requires stakeholders’ role to work together to solve them. This study aims to assess which stakeholders and how their role plays in the sustainable utilization of sugar palm. The study successfully identified 15 stakeholders interested in sugar palm utilization. Sugar palm farmers had high interest in the effort to develop sustainable sugar palm utilization. The interest of sugar palm farmers in Kekait Village was generally affected by strong bond against the local culture which was still being practiced. The Department of Agriculture of West Lombok Regency had a level of influence by 16 points. The high level of influence was determined by the authority of the juridical attached to the Department of Agriculture. The authority covered coaching, mentoring, supervision and provision of assistance. The results of actors-linkage matrix analysis indicated that the level of relationship among stakeholders showed the potential for conflict, cooperation, and mutual help was low. Key words: cooperation, collaboration, Lombok Island, sustainability
INDUKSI MUTASI ETIL METAN SULFONAT (EMS) TERHADAP KENAMPAKAN FENOTIP ANGGREK KI AKSARA (MACODES PETOLA) SECARA IN VITRO Nurul Kamila; Sulistyo Sidik Purnomo; Nurcahyo Widyodaru; Edhi Sandra
Jurnal AGROHITA: Jurnal Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan Vol 7, No 1 (2022): JURNAL AGROHITA
Publisher : Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31604/jap.v7i1.6835

Abstract

Tanaman hias khususnya anggrek sangat diminati oleh pasar domestik maupun internasional sehingga membuat perkembangan anggrek terus dilakukan. Pengembangan kultivar baru dapat diperoleh melalui pemuliaan tanaman dengan cara persilangan dua tetua namun membutuhkan waktu yang lama. Pengadaan kultivar baru dengan mutasi sudah banyak dilakukan.Etil Metan Sulfonat (EMS) adalah salah satu mutagen yang sering digunakan dan telah dikonfirmasi efektif dalam menginduksi mutasi berbagai organisme.Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi Etil Metan Sulfonat (EMS) dengan lama perendaman yang tepat terhadap kenampakan fenotip pada Anggrek Ki Aksara (Macodes petola) secara in vitro. Percobaan dilakukan di laboratorium kultur jaringan Esha Flora, Bogor. Metode yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 faktor kombinasi yaitu konsentrasi EMS dan lama perendaman sejumlah 16 kombinasi dan 1 kontrol yang diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 51 unit percobaan. Data yang diperoleh di uji secara statistik menggunakan uji Anova 5% dan uji lanjut DMRT 5%. Hasil penelitian menunjukan bahwa EMS dengan konsentrasi rendah yakni 0.2% dan 0.4% dapat menstimulasi pertumbuhan yaitu tinggi tanaman, jumlah tunas, jumlah daun dan jumlah akar, sedangkan dengan konsentrasi yang lebih tinggi yakni 0.6% dan 0.8% dapat menghambat pertumbuhan namun menghasilkan penampilan warna tunas yang berbeda dibandingkan kontrol pada Macodes petola.
PENGARUH PEMBERIAN MUTAGEN KIMIA Ethyl Methane Sulphonate (EMS) TERHADAP KERAGAMAN FENOTIPE TANAMAN HIAS Anthurium jenmanii lemon SECARA IN VITRO Lilik Listiani; Ani Lestari; Nurcahyo Widyodaru; Edhi Sandra
Jurnal AGROHITA: Jurnal Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan Vol 6, No 2 (2021): Jurnal AGROHITA
Publisher : Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31604/jap.v6i2.4162

Abstract

Anthurium jenmanii merupakan salah satu komoditas tanaman dengan nilai ekonomi tinggi sehingga variasi serta keragamannya perlu terus dikembangkan. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi EMS yang optimal bagi pertumbuhan serta terbentuknya variasi dari tanaman hias Anthurium jenmanii lemon. Metode yang digunakan yaitu metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal dengan 5 taraf konsentrasi mutagen EMS yang diulang sebanyak 10 kali sehingga terdapat 50 satuan unit percobaan. Perlakuan yang diberikan adalah : E0 (0 mg/l) sebagai kontrol, E1 (10 mg/l), E2 (20 mg/l), E3 (30 mg/l), E4 (40 mg/l). Parameter yang dicapai yaitu suhu dan kelembapan, persentase kontaminasi dan eksplan hidup, jumlah daun, jumlah tunas, dan jumlah akar yang diamati pada 2 Msk, 4 Msk, 6 Msk, 8 Msk, 10 Msk, dan 12 Msk, warna tunas, dan respon lain. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan uji ANOVA dan uji lanjut LSD taraf 5%. Hasil menunjukkan pemberian beberapa konsentrasi EMS tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, jumlah tunas, dan jumlah akar eksplan Anthurium lemon. E0 dan E1 memiliki laju pertumbuhan tunas tertinggi dengan rata-rata 3 dan 3,6. E1 dan E2 menghasilkan warna tunas kuning dengan notasi 2.5 GY 9/10 dan 7.5 Y 7/8.
STUDI PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI MUTAGEN KIMIA (KOLKISIN) TERHADAP PENAMPILAN MORFOLOGI TANAMAN ANGGREK KRIBO (DENDROBIUM SPECTABILE) SECARA IN VITRO Windi Widia Nengsih; Muhammad Syafii; Nurcahyo Widyodaru Saputro; Edhi Sandra
Jurnal AGROHITA: Jurnal Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan Vol 7, No 1 (2022): JURNAL AGROHITA
Publisher : Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31604/jap.v7i1.6824

Abstract

 Tanaman anggrek tergolong dalam famili Orchidaceae dan telah lama dikenal oleh masyarakat sebagai tanaman hias maupun bunga potong.Dendrobium merupakan salah satu jenis anggrek yang dominan menguasai pasar di Indonesia. Tanaman anggrek Dendrobium sebagai sumber genetik banyak ditemukan di hutan. Perbanyakan Dendrobium umumnya dilakukan secara konvensional yang memerlukan waktu lama. Salah satu upaya untuk mendapatkan keragaman genetik yaitu melalui kultur jaringan dengan menambahkan kolkisin. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi kolkisin yang optimum dalam pertumbuhan tanaman Dendrobium spectabile. Percobaan ini dilakukan pada Mei 2021 sampai Agustus 2021 di Esha Flora Tissue culture Bogor, Jawa Barat. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan 1 faktor dengan 5 taraf konsentrasi :   K0 (Kolkisin 0 ppm), K1 (Kolkisin 2 ppm), K2 (Kolkisin 4 ppm), K3 (Kolkisin 6 ppm), dan K4 (Kolkisin 8 pm)yang diulang sebanyak 7 kali. Data dianalisis menggunakan uji ANOVA taraf 5% dan apabila terdapat pengaruh nyata, diuji lanjut menggunakan LSD taraf 5%. Eksplan yang digunakan berasal dari planlet tanaman Dendrobium spectabile yang berumur 3 bulan setelah kultur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman eksplan K3 (Kolkisin 6  ppm) selama 30 menit memberikan pertumbuhan jumlah tunas terbanyak yaitu  62 tunas dan rata-rata jumlah daun yaitu 9,14 helai