Claim Missing Document
Check
Articles

Cyberspace : Ruang Publik Baru bagi Aktivitas Politik Muhammadiyah Ahmad Sholikin
Profetik: Jurnal Komunikasi Vol. 12 No. 2 (2019)
Publisher : Faculty of Social Sciences and Humanities Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/pjk.v12i2.1585

Abstract

The presence of various political movements lately indicates a new appearance in the Indonesian middle class. Muhammadiyah in various previous studies has always been associated with the sociological class of the Indonesian middle class. Analysis of the middle class is always placed as "relaxed class" or "spoiled class". However, in recent cases, the class has transformed itself into a strong actor from the extra-parliamentary political arena that is able to influence political succession. The use of social media then becomes important in encouraging middle class political awareness to be an effective partisan class. This article uses the perspective of cyberactivism to elaborate more deeply on the potential of Muhammadiyah's political activism in the 2019 political year.
INTOLERANSI, RADIKALISME DAN TERORISE DI LAMONGAN Ahmad Sholikin
JURNAL POLINTER : KAJIAN POLITIK DAN HUBUNGAN INTERNASIONAL Vol 4, No 1 (2018)
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (761.782 KB) | DOI: 10.52447/polinter.v4i1.1275

Abstract

Permasalahan di Indonesia yang terus mengemuka ke dalam ranah publik hingga saat ini adalah Intoleransi, radikalisasi dan terorisme agama. Intoleransi, radikalisasi dan terorisme agama diwujudkan dalam pelarangan kegiatan ibadah keagamaan, penyebaran kebencian, kekerasan berbasis agama ataupun pengrusakan tempat ibadah. Berangkat dari hal tersebut, Penelitian ini mengambil lokasi di Lamongan karena kota ini dikenal sebagai wilayah dengan sekolah-sekolah agama penelur tokoh-tokoh pelaku terror di Indonesia. Hasil dari Penelitian ini adalah perilaku seseorang dari Intoleransi hingga menjadi terorisme dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya ada perbedaan keyakinan, etnik, status sosial ekonomi sebagai gejala awal yang berpotensi menghasilkan gejala toleransi/intoleransi, radikalisme hingga terorisme. Namun perbedaan tersebut didukung oleh adanya kepentingan ekonomi yang berperan menghubungkan perbedaan dengan intoleransi dan radikalisme yang jika semakin menguat nantinya dapat menghasilkan pula terorisme. Disisi lain ada peran kehadiran negara, yang dapat mengurangi atau menguatkan peran kepentingan ekonomi dalam menghasilkan intoleransi, radikalisme dan terorisme. Jika nilai budaya dan praktik sosial yang sejalan dengan toleransi kuat, maka intoleransi dan radikalisme juga dapat dihambat. Sebaliknya, jika nilai budaya dan praktik sosial memfasilitasi dan menguatkan persepsi akan perbedaan dan petentangan kepentingan ekonomi, maka intoleransi, radikalisme hingga terorisme cenderung menguat.
DINAMIKA HUBUNGAN MUHAMMADIYAH DAN PARTAI POLITIK DI INDONESIA Ahmad Sholikin
JURNAL POLINTER : KAJIAN POLITIK DAN HUBUNGAN INTERNASIONAL Vol 5, No 2 (2020)
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1247.877 KB) | DOI: 10.52447/polinter.v5i2.4050

Abstract

Muhammadiyah's contact with political parties in actualizing their ideas and ideals will be discussed in this chapter. Muhammadiyah's involvement with political parties from the pre-independence era until now is divided into 4 patterns of relations. If it is analogous to Muhammadiyah's relationship with a Political Party like a marriage, there will be four "Marriage" models between Muhammadiyah and the Political Party. First is "Official Marriage" with Muhammadiyah being a special member of Masyumi, second is "Siri Marriage" when Muhammadiyah becomes the initiator of the establishment of Parmusi in Tanwir Ponorogo. Third "Mut'ah Marriage (Contract)" when some Muhammadiyah administrators were involved in the establishment of the National Mandate Party (PAN), to the point of disappointment that gave rise to the Sun Nation Party (PMB). The fourth most recent model is not the "Marriage" that takes place, but the "Divorce" of the Islamic purification and reform organization with political parties as formulated in Tanwir Denpasar (2001).
PERBEDAAN SIKAP POLITIK ELEKTORAL MUHAMMADIYAH ANTARA PUSAT DAN DAERAH Ahmad Sholikin
JURNAL POLINTER : KAJIAN POLITIK DAN HUBUNGAN INTERNASIONAL Vol 3, No 2 (2018)
Publisher : Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (680.084 KB) | DOI: 10.52447/polinter.v3i2.1080

Abstract

Tulisan  ini  bertujuan  untuk  melihat  bagaimana  sikap  netralitas  Organisasi Sosial Keagamaan seperti Muhammadiyah menentukan sikap politiknya dalam proses politik elektoral.  Dalam tulisan  ini  penulis  mengambil  dua  point  utama  yang  dibahas,  pertama tentang  Bagaimana  bentuk  netralitas  politik  elektoral  Muhammadiyah.  Kedua adalah mengapa terjadi deviasi netralitas politik elektoral Muhammadiyah antara Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Pimpinan Daerah Muhammadiyah dalam menentukan kebijakan politiknya. Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori politik islam, yang membagi  pemikiran  Islam  tentang  politik  kedalam  beberapa  varian,  beserta  bagaimana mereka melakukan aksi politiknya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam merumuskan sebuah kebijakan politik Muhammadiyah  mendasarkan  semua  keputusannya  pada  khittah  politik  Muhammadiyah yang menjadi acuan baku organisasi. Tetapi dengan konsep kepemimpinan yang kolektif dan kolegial terdiri dari 13 Pimpinan Pusat Muhammadiyah maka masing-masing tokoh elite tersebut memiliki pemikiran politik yang berbeda-beda. Faksionalisasi dalam elite internal Pimpinan Pusat Muhammadiyah berakibat pada terjadinya deviasi netralitas politik elektoral Muhammadiyah pada level lokal. Sehingga netralitas politik elektoral Muhammadiyah selama ini dimaknai sebagai sebuah sikap ambigu yang sering dimanfaatkan oleh elite Muhammadiyah sesuai dengan kepentingan masing-masing daerah.
Analisis Kekerasan Simbolik dalam Buku Pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Nur Ika Fatmawati; Aninditya Sri Nugraheni; Ahmad Sholikin
Al-Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian Vol 15, No. 1, Mei 2020
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Kendari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31332/ai.v0i0.1781

Abstract

This research explains about symbolic violence in Islamic religious education books is rarely done. It also checks whether or not the books used so far contain symbolic violence, because there should be no difference in religious education between upper-class and lower-class. The formulation of the problems in this study are; how the mechanism of symbolic violence in Islamic religious education textbooks in elementary schools, and how the proportion of upper-class habitus and lower-class habitus in Islamic religious education textbooks in elementary schools. This research is a qualitative study with the type of literature study. The results showed that symbolic violence still occurred in elementary schools. The mechanism that runs is through an educational strategy by hiding the process of symbolic violence in the curriculum or what we know as the hidden curriculum. One of the media used to perpetrate violence is a textbook. In Islamic Religious Education textbooks for elementary school level), there is an element of upper-class domination over the lower class. The dominance of the upper-class over the lower-classes can be seen from the proportion of habitus presented in the textbook, the number of upper-class habitus presented through sentences and pictures illustrated is far greater than the lower-class habitus.
Otonomi Daerah : Gerbang Menuju Negara Federasi? Ahmad Sholikin
Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Vol 2, No 2 (2016): (Juli) Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Politik
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (381.978 KB) | DOI: 10.37058/jipp.v2i2.2296

Abstract

Pilihan untuk menerapkan gagasan otonomi yang seluas-luasnya, otonomi  khusus, dan federasi sama-sama dapat diharapkan untuk menjawab berbagai persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia seperti saat ini. Tetapi pilihan mana yang menjadi terbaik seyogyanya harus dilihat dalam konteks kebutuhan bangsa kita dewasa ini. Oleh karena itu, janganlah kita bersikap secara mutlak dan apalagi saling mengancamseakan-akan perahu republik pasti pecah jika negara kesatuan dirubah menjadi federasi ataupun jika dipertahankan mati-matian sebagai negara kesatuan. Biarlah pilihan-pilihan tersebut dimengerti dulu secara luas, baru kemudian orang siap untuk menetapkan pilihan rasional. Dalam pandangan penulis baik negara kesatuan maupun negara federasi sama-sama mengandung kelebihan dan kelemahan. Karena itu, yangpertama harus mendapat perhatian adalah soal jaminan keadilan yang dapat tumbuh  dan berkembang di dalam salah satu dari kedua bentuk negara itu, dan yang kedua  adalah soal jaminan integrasi nasional untuk mengatasi gejala disintegrasi nasional yang merebak akhir-akhir ini.
Implementation of Green and Clean Policies in Environmental Governance Perspective in Lamongan Regency Ahmad Sholikin
Jurnal Ilmu Administrasi: Media Pengembangan Ilmu dan Praktek Administrasi Vol 18, No 1 (2021): Jurnal Ilmu Admnistrasi
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31113/jia.v18i1.646

Abstract

Lamongan Regency is one of the regions that has issued policies on environmental management, including a 3R-based waste management system (reduce, reuse and recycle) in the form of the Lamongan Green and Clean program and the Waste Bank. This study will analyze the Lamongan Green and Clean policy in an environmental governance perspective. The method used in this research is descriptive qualitative through interview techniques, observation, literature study, and documentation. The theory used in this research is the theory of public policy with the analysis model of the implementation of Van Meter and Van Horn policies. Then, the concepts used in this study are environmental governance and Lamongan Green and Clean. This study aims to describe the implementation of the Lamongan Green and Clean policy whether it has been able to apply the principles of environmental governance. From the results of this study, it is concluded that in implementing the Lamongan Green and Clean program, seen from the perspective of environmental governance, this program has not fully been able to apply the principles of environmental governance.
PETROLEUM FUND PADA PEMERINTAHAN LOKAL (STUDI KASUS INOVASI KEBIJAKAN “DANA ABADI MIGAS” DI BOJONEGORO) Ahmad Sholikin
Jurnal Ilmu Administrasi: Media Pengembangan Ilmu dan Praktek Administrasi Vol 16, No 1 (2019): Jurnal Ilmu Administrasi
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31113/jia.v16i1.224

Abstract

Penelitian ini mengeksplorasi tentang kebijakan pendirian petroleum fund di Kabupaten Bojonegoro yang berupa Dana Abadi Migas. Penelitian ini mengisi gap kajian terkait petroleum fund yang merupakan inovasi kebijakan yang pertamakali di Indonesia. Pemerintahan Kabupaten Bojonegoro memiliki membentuk Dana Abadi Minyak Bumi dan Gas Alam (Migas) Bojonegoro. Pembentukan Dana Abadi Migas ini bertujuan untuk memastikan adanya suatu dana cadangan/ tabungan (saving) bagi generasi mendatang saat migas dan gas di wilayah tersebut sudah habis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode kepustakaan (library research). Gagasan ini segaris dengan kenyataan bahwa Bojonegoro di dalam jangka panjang akan berkontribusi signifikan terhadap produksi migas dalam negeri dan juga kenyataan bahwa Bojonegoro telah berhasil mengentaskan kemiskinan, di satu daerah yang pernah dianggap sebagai kabupaten termiskin di Jawa ini. Pembentukan Dana Abadi Migas juga didasarkan pertimbangan menghindari kutukan sumber daya alam. Berkaca dari pengalaman daerah-daerah kaya sumber daya alam, termasuk sumber daya migas, dimana justru tingkat kesejahteraan dan pembangunan manusianya lebih rendah dibanding daerah-daerah miskin sumber daya alam. Tingkat konflik sosial cukup tinggi, kerusakan lingkungan cukup parah, dutch desiase, belanja berlebihan (over spending), korupsi tumbuh subur dan lain sebagainya.
LITERASI DIGITAL, MENDIDIK ANAK DI ERA DIGITAL BAGI ORANG TUA MILENIAL Nur Ika Fatmawati; Ahmad Sholikin
Madani Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan Vol 11 No 2 (2019): Agustus 2019
Publisher : Universitas Islam Darul Ulum Lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (387.985 KB) | DOI: 10.52166/madani.v11i2.3267

Abstract

The birth of a digital knowledge-based community brought about major changes in everything. In particular, educational problems become very diverse with greater responsibilities. This requires the expertise of parents and teachers to implement appropriate solutions to various problems and also requires the ability to adapt to environmental changes. These changes require a new orientation in education, namely education that emphasizes search-and discovery-centered, learning that emphasizes creativity, initiative, and communication and cooperation. In the digital age, teachers and parents are needed who are able to keep up with the times, can play various roles as carriers of change, digital networkers, learning consultants; who have a high sense of humanity and morals, and social sensitivity, and rational and honest thoughts, so that they are able to work well in a dynamic educational environment. This article discusses several new reorientations of learning that are thought to influence vision, responsibility, social sensitivity and logical ability, and honesty. All of this leads to a reorientation to the new role of parents, namely as agents of change, knowledge renewal, and learning consultants.
PIERRE BOURDIEU DAN KONSEP DASAR KEKERASAN SIMBOLIK Nur Ika Fatmawati; Ahmad Sholikin
Madani Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan Vol 12 No 1 (2020): Februari 2020
Publisher : Universitas Islam Darul Ulum Lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (388.17 KB) | DOI: 10.52166/madani.v12i1.3280

Abstract

Symbolic violence is indeed not a form of violence that is easily seen, but actually this form of violence is very easily observed. It is actually everywhere, in the world of education, with its various forms and strategies. This concept was put forward by Bourdieu, a sociologist from France. Bourdieu uses this concept to explain the mechanism used by elite groups or upper groups that dominate the social structure of society to 'impose' ideology, culture, habits, or lifestyle on the lower class who dominate it. This cultural series by Bourdieu is also called habitus.