Moratorium terhadap izin baru di sektor perkebunan, sebagaimana diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018, merupakan langkah strategis pemerintah Indonesia dalam menangani krisis pengelolaan lahan dan tantangan ekologi yang timbul akibat perluasan perkebunan yang luas, terutama perkebunan kelapa sawit. Studi ini bertujuan untuk menganalisis dampak implementasi kebijakan tersebut terhadap tata kelola lahan di Provinsi Riau, wilayah yang dikenal memiliki kepadatan perkebunan kelapa sawit tertinggi di Indonesia. Metodologi kualitatif dengan metode studi kasus digunakan untuk mengumpulkan data melalui analisis dokumen, evaluasi kebijakan, dan tinjauan literatur ilmiah terkini. Hasil studi menunjukkan bahwa efektivitas kebijakan moratorium terutama dipengaruhi oleh lima indikator kritis: kejelasan isi regulasi, tingkat sosialisasi regional, dukungan dari lembaga lokal, mekanisme pemantauan dan evaluasi, serta tingkat kepatuhan entitas bisnis terhadap larangan izin baru. Kebijakan ini telah secara efektif mengurangi beberapa aspek pertumbuhan perkebunan; namun, tantangan substansial tetap ada, termasuk ketidakkonsistenan regulasi, koordinasi antarlembaga yang tidak memadai, dan keterlibatan masyarakat lokal yang terbatas. Studi ini menyarankan bahwa kebijakan moratorium akan lebih efektif jika didukung oleh peningkatan kapasitas institusional, keterbukaan tata kelola, dan integrasi menyeluruh data izin lintas sektor.