Articles
IMPLEMENTASI PENEGAKAN HUKUM DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PENYELESAIAN KECELAKAAN LALU-LINTAS DI TINGKAT PENYIDIKAN (Studi Di Wilayah POLRES Cirebon Kota)
Nadeak, Adamsyah;
Artadi, Ibnu;
Waluyadi, Waluyadi
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 1 (2019): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (351.712 KB)
|
DOI: 10.33603/hermeneutika.v3i1.2006
Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki kewenangan yang sangat luas untuk menjalankan tugas-tugasnya sesuai yang diatur dalam Undang-undang Kepolisian dan Kode Etik Kepolisian. Dalam menjalankan tugas tersebut Kepolisian memiliki kewenangan untuk memutuskan sesuatu tindakan tidak hanya berdasarkan ketentuan-ketentuan peraturan, Undang-undang atau hukum yang berlaku tetapi atas dasar kebijaksanaan, pertimbangan atau keadilan menurut penilaiannya sendiri. Kewenangan tersebut dikenal dengan diskresi Kepolisian.Adapun permasalahan dalam penulisan ini adalah apa yang menjadi dasar pertimbangan Polisi dalam menyelesaikan kasus kecelakaan lalu-lintas dengan menggunakan Diskresi? dan bagaimana pelaksanaan Diskresi yang seharusnya dilakukan oleh polisi dalam menyelesaikan kasus kecelakaan lalu-lintas?Pendekatan dalam penelitian adalah pendekatan yuridis. Tindakan Diskresi penyidik kepolisian di dalam penanganan kasus kecelakaan Lalu-Lintas belum cukup didukung oleh peraturan Perundang-Undangan yang ada, dimana landasan peraturan yang dijadikan landasan diskresi penyidik belum cukup komprehensif, karena dalam dasar hukum tersebut berlaku secara umum tanpa adanya pengaturan secara khusus serta detail dalam substansi peraturan perundangan-undangan tentang pelaksanaan diskresi kepolisian, dan selama ini kepolisian hanya mengacu kepada Peraturan Kapolri.
PENEGAKAN HUKUM PERATURAN DAERAH NOMER 2 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA
Sayidatusiap, Abu;
Sutarih, Ayih;
Waluyadi, Waluyadi
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 2 (2019): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (73.684 KB)
|
DOI: 10.33603/hermeneutika.v3i2.2602
Metode penelitian yang digunankan adalah yuridis-normatif yaitu hukum dikonsepsikan sebagainorma-norma, kaidah-kaidah, dan asas-asas atau dogma-dogma. Pendekatan Yuridis-Normatif dikenal pula dengan istilah pendekatan/penelitian doctrinal atau penelitian hokum normatif penegakan hukum peraturan daerah bagi pedagang kaki lima di jalan sukalila kota Cirebon tidak berjalan efektif dikarenakan pedagang kaki lima masih berjualan disepanjang trotoar pemerintah kota Cirebon tidak memberikan penetapan lokasi berjualan maupun memberikan pembinaan dan pengawasan yang seharusnya dilakukan oleh penegak hukum daerah yaitu satuan polisi pamong praja serta kurangnya sosialisasi rutin bagi pedagang kaki lima dan akibat hukum bagi pelanggaran peraturan daerah bagi pedagang kali lima sesuai dengan peraturan daerah kota Cirebon yang tertuang dalam pasal 34 setiap PKL yang melanggar pearaturan daerah dikenakan sanksi adminitratif yang berupa sanksi teguran lisan, teguran tertulis sarta pencabutan tanda daftar usaha dalam dalam pasal 37 ketentuan pidana bagi pelanngaran PKL yang dengan sengaja memperjualbelikan tempat usaha dan membangun membangun tempat usaha secara permanen sanksi pidana bagi PKL tersubut maksimal kurungan tiga bulan.
PERLINDUNGAN KORBAN TINDAK PIDANA DALAM PROSES PERADILAN
Waluyadi, Waluyadi
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 2, No 1 (2018): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (284.091 KB)
|
DOI: 10.33603/hermeneutika.v2i1.1120
Mengacu pada 28 ayat (1) huruf D Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun1945, setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum. Demikian jugakorban tindak pidana. Pada tahun 1976, pembicaraan tentang korban tindak pidanamulai mendapat perhatian. Indonesia telah memiliki Undang-Undang perlindungansaksi dan korban. Sungguhpun demikian, dalam praktik peradilan pidana, korbantindak pidana tidak pernah disentuh dan tersentuh. Kondisi ini menunjukkan adanyadiskrimiansi bagi korban. Dengan dituntutnya pelaku, seolah-olah korban telahdilndungi. Kenyataanya, tidak demikian. Jaksa lebih condong mewakili negara danbukan mewakili korban. Kedudukan korban tindak pidana dalam proses peradilanhanya berkedudukan sebagai saksi (saksi korban), yaitu seseorang yang mengalamisendiri tindak pidana. Kedudukan korban sebagai saksi korban, tidak lebih baikdibandingkan dengan tersangka atau terdakwa. Tersangka akan mengatakan apa yangtidak dilakukan atau tidak mengakui apa yang dilakukan, tidak membawa konsekuensiapapun. Berlainan dengan saksikorban. Saksi korban harus mengatakan apa yang iaalami dan apabila mengatakan yang sebaliknya, maka konsekuensinya dapatdikatagorikan sebagai tindak pidana.
PELAKSANAAN DIVERSI DALAM PERKARA ANAK PADA TINGKAT PEMERIKSAAN PENGADILAN
Waluyadi, Waluyadi
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 1 (2020): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/hermeneutika.v4i1.3276
Penyelesaian kasus pidana anak, wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif, yaitu penyelesaian perkara pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula. Penerapan pendekatan Restoratif Justice dalam perkara anak, diwujudkan dalam bentuk diversi. Permasahan yang muncul adalah bagaimanakah kebijakan prosedural dalam pelaksanaan Diversi dan realitas praktiknya di tingkat pemeriksaan pengadilan. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma positivistik. Hukum. Data yang digunakan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka. Analisisnya menggunakan analisis kualitatif dengan model interaktif. Kebijakan prosedural dalam pelaksanaan diversi pada tingkat pemeriksaan Pengadilan berpedoman pada UU No. 12 Tahun 2011 dan pada Peraturan Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2014. . Dalam praktik di lapangan, terdapat kendala tidak dapat dilakukanya Diversi karena terkendala oleh persyaratan yang kaku sebagaimana tersebut pada pasal 7 ayat (2) huruf a. Undang-Undang No. 12 Tahun 2011.
Kontribusi Penelitian Kemasyaratan Balai Pemasyarakatan (BAPAS) untuk Mewujudkan Putusan Hakim yang Berpihak pada Anak
Waluyadi, Waluyadi;
Kartina, Ratu Mawar
Pandecta Research Law Journal Vol 16, No 2 (2021): December
Publisher : Universitas Negeri Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.15294/pandecta.v16i2.30697
Tujuan penelituan ini adalah mendeskripsikan kontribusi hasil penelitian kemasyarakatan oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas) bagi terwujudnya putusan hakim yang berpihak pada anak. Penelitian ini merupakan penelitian normatif/doktrinal. Data yang digunakan adalah data sekunder sebagai data utama dan data primer sebagai data penunjang. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumentasi dan studi pustaka untuk data sekunder dan wawancara untuk data primer. Data dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan, Penuntut Umum menuntut dan Bapas merekomendasikan anak dibina Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) serta hakim menyetujui usulan tersebut. Ini berarti anak di pidana penjara. Dengan demikian, maka kontribusi hasil penelitian kemasyarakatan untuk terwujudnya putusan hakim yang berpihak pada anak belum terpenuhi. Dalam pada itu, pada proses anak yang berkonflik dengan hukum juga belum ada individualisasi pidana. Hal ini terbukti dengan tidak dilakukannya diversi, hanya oleh karena secara normatif tidak membolehkan untuk itu.
TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN ABORTUS PROVOKATUS CRIMINALIS DI KOTA CIREBON
Erlita Erlita;
Waluyadi Waluyadi
Hukum Responsif Vol 9, No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/responsif.v9i1.5039
Abortus menjadi salah satu masalah yang cukup serius, dilihat dari tingginya angka aborsi yang meningkat setiap tahunnya. Tindakan aborsi yang dilakukan oleh para pelaku tentunya memiliki factor sebagai penyebab ternyadinya abortus provokatus criminalis. Keberadaan praktik aborsi kembali mendapat perhatian dengan disahkannya Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, dan sebagai pengganti UU No. 23 Tahun 1992. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana Abortus Provokatus Criminalis dan upaya-upaya yang dapat ditempuh untuk menangani masalah Abortus Provokatus Criminalis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini Metode Yuridis Empiris yakni suatu metode penelitian hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana hukum berjalan di masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan Abortus Provokatus Criminalis dikota Cirebon adalah: (1) Hamil diluar nikah; (2) Malu atau takut diketahui oleh keluarganya; (3) Tidak mau mengahambat sekolah; dan adapun upaya-upaya yang ditempuh untuk menangani masalah Abortus Provokatus Criminalis adalah: (1) Upaya preventif dan (2)Upaya repsesif.
IMPLEMENTASI PENEGAKAN HUKUM DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PENYELESAIAN KECELAKAAN LALU-LINTAS DI TINGKAT PENYIDIKAN (Studi Di Wilayah POLRES Cirebon Kota)
Adamsyah Nadeak;
Ibnu Artadi;
Waluyadi Waluyadi
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 1 (2019): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/hermeneutika.v3i1.2006
Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki kewenangan yang sangat luas untuk menjalankan tugas-tugasnya sesuai yang diatur dalam Undang-undang Kepolisian dan Kode Etik Kepolisian. Dalam menjalankan tugas tersebut Kepolisian memiliki kewenangan untuk memutuskan sesuatu tindakan tidak hanya berdasarkan ketentuan-ketentuan peraturan, Undang-undang atau hukum yang berlaku tetapi atas dasar kebijaksanaan, pertimbangan atau keadilan menurut penilaiannya sendiri. Kewenangan tersebut dikenal dengan diskresi Kepolisian.Adapun permasalahan dalam penulisan ini adalah apa yang menjadi dasar pertimbangan Polisi dalam menyelesaikan kasus kecelakaan lalu-lintas dengan menggunakan Diskresi? dan bagaimana pelaksanaan Diskresi yang seharusnya dilakukan oleh polisi dalam menyelesaikan kasus kecelakaan lalu-lintas?Pendekatan dalam penelitian adalah pendekatan yuridis. Tindakan Diskresi penyidik kepolisian di dalam penanganan kasus kecelakaan Lalu-Lintas belum cukup didukung oleh peraturan Perundang-Undangan yang ada, dimana landasan peraturan yang dijadikan landasan diskresi penyidik belum cukup komprehensif, karena dalam dasar hukum tersebut berlaku secara umum tanpa adanya pengaturan secara khusus serta detail dalam substansi peraturan perundangan-undangan tentang pelaksanaan diskresi kepolisian, dan selama ini kepolisian hanya mengacu kepada Peraturan Kapolri.
PERLINDUNGAN KORBAN TINDAK PIDANA DALAM PROSES PERADILAN
Waluyadi Waluyadi
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 2, No 1 (2018): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/hermeneutika.v2i1.1120
Mengacu pada 28 ayat (1) huruf D Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun1945, setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum. Demikian jugakorban tindak pidana. Pada tahun 1976, pembicaraan tentang korban tindak pidanamulai mendapat perhatian. Indonesia telah memiliki Undang-Undang perlindungansaksi dan korban. Sungguhpun demikian, dalam praktik peradilan pidana, korbantindak pidana tidak pernah disentuh dan tersentuh. Kondisi ini menunjukkan adanyadiskrimiansi bagi korban. Dengan dituntutnya pelaku, seolah-olah korban telahdilndungi. Kenyataanya, tidak demikian. Jaksa lebih condong mewakili negara danbukan mewakili korban. Kedudukan korban tindak pidana dalam proses peradilanhanya berkedudukan sebagai saksi (saksi korban), yaitu seseorang yang mengalamisendiri tindak pidana. Kedudukan korban sebagai saksi korban, tidak lebih baikdibandingkan dengan tersangka atau terdakwa. Tersangka akan mengatakan apa yangtidak dilakukan atau tidak mengakui apa yang dilakukan, tidak membawa konsekuensiapapun. Berlainan dengan saksikorban. Saksi korban harus mengatakan apa yang iaalami dan apabila mengatakan yang sebaliknya, maka konsekuensinya dapatdikatagorikan sebagai tindak pidana.
MENCARI ILLAT (ALASAN HUKUM) ADANYA RUKHSAH (KERINGANAN) DALAM PEMBERLAKUAN HUKUM PIDANA ISLAM
Waluyadi Waluyadi
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 6, No 1 (2022): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/hermeneutika.v6i1.6759
Secara normatif, Al-Qur’an yang di dalamnya mengatur tentang hukum pidana Islam untuk seluruh umat manusia. Seiring dengan dengan keberagaman manusia sebagai sunatullah, berimplikasi tentang pemberlakukan hukum pidana Islam. Pertanyaanya, apakah yang menjadi illat untuk adanya rukhsah dalam pemberlakuan hukum pidana Islam. Tulisan ini bersumber dari hasil dengan pendekatan penelitian doktrinal. Data yang digunakan adalah data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan, dianalisis secara kualitatif dan disajikan dalam bentuk deskriptif. Pemberlakuan hukum pidana Islam tidak tergantung pada status kenegaraan. ’’Baldatuun Thoyibatun Waraobbun Ghofuur’’, menunjukkan bahwa status negara tidak berhubungan dengan pemberlakuan hukum pidana Islam. Pemberlakuan hukum pidana Islam yang menggantungkan pada status dan kebijakan negara, menyebabkan hukum pidana Islam akan kehilangan eksistensinya, khususnya yang terkait dengan universalisasi hukum pidana Islam. Allah SWT menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, oleh para ahli hukum (fuqaha) menjadi isyarat adanya rukhsah dalam pemberlakuan hukum pidana Islam, di samping alasan-alasan yang lain, yang menunjukkan bahwa Allah SWT tidak membebani seseorang di luar kemampuanya dalam berhukum.
PELAKSANAAN DIVERSI DALAM PERKARA ANAK PADA TINGKAT PEMERIKSAAN PENGADILAN
Waluyadi Waluyadi
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 1 (2020): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33603/hermeneutika.v4i1.3276
Penyelesaian kasus pidana anak, wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif, yaitu penyelesaian perkara pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula. Penerapan pendekatan Restoratif Justice dalam perkara anak, diwujudkan dalam bentuk diversi. Permasahan yang muncul adalah bagaimanakah kebijakan prosedural dalam pelaksanaan Diversi dan realitas praktiknya di tingkat pemeriksaan pengadilan. Dalam penelitian ini menggunakan paradigma positivistik. Hukum. Data yang digunakan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka. Analisisnya menggunakan analisis kualitatif dengan model interaktif. Kebijakan prosedural dalam pelaksanaan diversi pada tingkat pemeriksaan Pengadilan berpedoman pada UU No. 12 Tahun 2011 dan pada Peraturan Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2014. . Dalam praktik di lapangan, terdapat kendala tidak dapat dilakukanya Diversi karena terkendala oleh persyaratan yang kaku sebagaimana tersebut pada pasal 7 ayat (2) huruf a. Undang-Undang No. 12 Tahun 2011.