Abstrak Regulasi batas usia minimal perkawinan adalah persoalan ijtihâdiyah yang memberikan ruang gerak untuk menyesuaikan dengan kondisi di mana regulasi itu diterapkan. Di Indonesia, regulasi tersebut belum pernah ditinjau ulang sejak diundangkannya tahun 1974. Maka seiring dengan kebutuhan dan perkembangan zaman, regulasi batas usia minimal perkawinan dengan segala bentuk dispensasinya dalam UU Perkawinan niscaya untuk dikaji ulang. Tulisan ini menyoal kembali batas usia minimal perkawinan dengan melakukan pembacaan terhadap konsepsi fiqih dan membandingkannya dengan UU lain di Indonesia dan juga regulasi di negara-negara Muslim lainnya. Meski Fiqih tidak menyebutnya secara rigid numerik namun pernikahan di bawah umur jelas tidak sejalan dengan prinsip dasar dan tujuan perkawinan untuk membangun keluarga berkualitas sakinah mawaddah wa rahmah. Jikapun dibandingkan dengan regulasi negara-negara Muslim lainnya, posisi Indonesia berada di level tengah (tidak terlalu rendah). Hanya saja, batasan dispensasi usia pernikahan 16 tahun bagi perempuan bertentangan dengan UU Perlindungan Anak. Maka, sebagai langkah harmonisasi antar UU juga pertimbangan kemaslahatan perkawinan, batas usia minimal perkawinan dinaikkan menjadi 18 tahun dan usia idealnya 21 tahun. Kata kunci : Minimum usia perkawinan, Aqil baligh, Mumayyiz, Sakinah mawaddah warahmah Abstract The regulation of the minimum age of marriage is a matter of Ijtihadiyah that give space to suit the conditions in which the regulation was applied. In Indonesia, the regulation has not been revisited since tne enactment in 1974. Related to the need and development of the times, te regulation of minimum age of marriage with all form dispensastion, undoubtedly to be revised. This paper concerns about the regulation of the minimum age of marriage by reading the conception of fiqh and comparing to other laws in Indonesia and the same regulation in other moslem countries. Althouhg fiqh doesnât mention numerical rigidly, but the marriage below the age clearly is not in line with the principles and purposes of marriage; to build quality family sakinah mawaddah warahmah. Even if compared to regulation from other moslem countries, Indonesiaâs position is in the middle level (not too low). But, limiation of marriage age (16 years) for women is contrary to the Child Protection Act. Thus, as a measure of harmonization between laws and also considering the benefit of marriage, minimum age of marriage should be raised up to 18 years, and should ideally 21 years old. Keywords : Minimum age of marriage, Aqil baligh, Mumayyiz, Sakinah mawaddah warahmah