Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

REPRESENTASI SEJARAH DAN TRADISI KUNO BANYUMAS: ANTARA PERAN PEREMPUAN DAN PELESTARIAN ADAT OLEH NEGARA Marwah, Sofa; Widyastuti, Tri Rini
Paramita: Historical Studies Journal Vol 25, No 1 (2015): PARAMITA
Publisher : History Department, Semarang State University and Historian Society of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/paramita.v25i1.3424

Abstract

This research-based paper aims at assessing the existence of female indigenous preservers in the preservation program of custom and culture by the state, and formulating the alternative model of preserving the custom and culture in Banyumas through strengthening the women's participation. This is necessary because the reality in the society shows that both women and men are equal to have the important role. In this case, the existence of women in Pekuncen, Kalisalak, Cikakak, Pasir Wetan and Gerduren is a representation of the synthesis between history, customs and Islamic values that colors the life of the local people. When the state enters the domain of the society and implements the program of preserving traditional villages, the existence of women is marginalized on account of being not directly involved. In fact, the actors of the traditional ceremonies such as unggah-unggahan, jaro rojab, gubrak lesung, rengkong and lengger, as well as the actors of the traditional cloth-making which is so-called lawon, are partly women.Keywords:  women, preserving the custom, BanyumasPenelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji eksistensi kaum perempuan pelaku adat di tengah program pelestarian adat istiadat dan budaya oleh negara, serta merumuskan alternatif model pelestarian adat istiadat dan budaya di Banyumas melalui penguatan partisipasi kaum perempuan. Hal ini diperlukan karena realitas di masyarakat menunjukkan bahwa perempuan dan laki-laki adalah pelaku adat yang sama-sama memegang peranan penting. Dalam hal ini, keberadaan kaum perempuan di Pekuncen, Kalisalak, Cikakak, Pasir Wetan dan Gerduren adalah representasi sintesa antara perjalanan sejarah, adat istiadat dan nilai-nilai Islam yang mewarnai sendi-sendi kehidupan masyarakat setempat. Ketika negara masuk dan melakukan program pelestarian desa adat, eksistensi kaum perempuan justru tergeser karena perempuan tidak dilibatkan secara langsung. Padahal pelaku upacara unggah-unggahan, jaro rojab, gubrak lesung, rengkong, lengger, pembuatan kain tradisional lawon, sebagiannya adalah perempuan.Kata kunci: perempuan, pelestarian adat, Banyumas 
Peminggiran Perempuan dalam Kuasa Kelahiran dan Perkembangan Dolalak Sofa Marwah; Soetji Lestari; Tri Rini Widyastuti
Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya Vol 22, No 2 (2020): (December)
Publisher : Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jantro.v22.n2.p217-225.2020

Abstract

The oral history of the birth of dolalak dance differs from other traditional dance legends in Java, such as ronggeng, lengger or tayub. The birth of the traditional dances is related to female figures. The dolalak dance was invented by native soldiers (male) during the Dutch colonial period. This paper aims to examine  dolalak as an arena of power and the contribution of women to dolalak in the context of historical reflection. This research is a qualitative study that uses data collection techniques by interviewing, observing, and is supported by documentation studies as well as related previous research. The results of this study show that dolalak becomes the arena of power in its invention. There is a major power in interpreting the invention of dolalak, namely by soldiers (men). As for its development, the dolalak becomes an arena for power struggles that surrounds it. The dolalak is performing art. The dolalak also a medium for spreading Islam, and then the power by the state over it. The power struggles of dance operate and be practiced, from one meaning to another, until the power of state enters. It strengthens the theorization of power. It will continue as a practice of power. In this context, the contribution of women as figures preserving the dance is vulnerable to the invisible. Dolalak dance is mostly performed by female dancers and this has become an icon for people in Purworejo Regency, Central Java. Therefore, it is time for women as traditional dance preservers to be narrated and fill in public knowledge.
HABITUS ANAK DALAM BUKU SERI CERITA “KECIL-KECIL PUNYA KARYA” Rahma Isnania; Nanang Martono; Tri Rini Widyastuti
Jurnal Neo Societal Vol 5, No 3 (2020): Edisi Juli
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (483.202 KB) | DOI: 10.52423/jns.v5i3.13218

Abstract

Artikel ini merupakan hasil penelitian yang menggambarkan habitus anak yang diceritakan dalam buku seri “Kecil-Kecil Punya Karya” terbitan PT Mizan Bandung. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis isi kuantitatif. Populasi penelitian ini adalah  buku seri cerita KKPK berjumlah 791 buku, dan sampel diambil secara acak sebanyak 265 buku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua buku cerita KKPK menceritakan habitus anak kelas atas. Ide cerita dalam buku adalah menceritakan kehidupan keseharian anak-anak dari keluarga kelas atas. Sebaliknya, cerita yang menggambarkan habitus anak kelas bawah hanya dijumpai di empat buku. Habitus anak kelas atas yang ditampilkan dalam cerita di antaranya: bertamasya, anak pergi ke luar negeri, anak tinggal di rumah elit, anak aktif di media sosial, anak memiliki kebiasaan menulis, anak membentuk geng, anak memiliki barang elektronik, menggunakan bahasa Inggris dalam percakapan sehari-hari, anak memiliki keterampilan elit, hidup mewah, anak mengikuti les, dan lainnya. Selanjutnya, habitus anak kelas bawah yang muncul dalam buku seri KKPK hanya ada dua: pekerjaan kelas bawah, dan bermain permainan tradisional. Namun, kedua aktor anak yang memiliki kedua habitus tersebut tidak diposisikan sebagai tokoh utama. Tokoh utama dalam semua cerita diposisikan sebagai anak kelas atas. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat bias kelas sosial di dalam buku KKPK.
BIAS KELAS DALAM VIDEO PEMBELAJARAN TV EDUKASI KEMENDIKBUD Siti Murtafiah; Nanang Martono; Tri Rini Widyastuti
Jurnal Education and Development Vol 11 No 1 (2023): Vol.11 No.1. 2023
Publisher : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1144.048 KB) | DOI: 10.37081/ed.v11i1.4315

Abstract

Televisi sebagai media massa populer yang dikonsumsi masyarakat dari berbagai kalangan, seringkali lebih mengakomodasi budaya kelas dominan (kelas atas). Hal ini ditunjukkan melalui berbagai program TV mulai dari sinetron, film, komedi, talk show, reality show, hingga iklan, yang sering menampilkan simbol status kelas atas. Peran TV Edukasi (TVE) sebagai salah satu media pendidikan menjadi penting untuk untuk mengenalkan nilai-nilai budaya dari kelas atas maupun kelas bawah. TVE tentu diharapkan mampu menyajikan tayangan yang dapat mengakomodasi nilai-nilai budaya semua lapisan masyarakat secara seimbang. Namun, dalam realita yang terjadi bisa saja tidak demikian. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasikan keberadaan bias kelas dalam program Belajar Dari Rumah (BDR) di TVE Kemendikbud serta menggambarkan budaya kelas atas dan kelas bawah yang disosialisasikan pada program tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis isi kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar simbol status yang disosialisasikan pada tayangan BDR adalah simbol kelas atas. Hal ini mengindikasikan adanya bias kelas atas dalam tayangan tersebut. Melalui sosialisasi yang didominasi kelas atas, kelas bawah dipaksa mempelajari budaya yang berbeda dengan budayanya sendiri. Inilah yang kemudian disebut sebagai kekerasan simbolik. Mekanisme ini terlihat jelas dari proporsi budaya kelas atas yang lebih banyak disosialisasikan daripada kelas bawah.
Is There a Political Dynasty in The Head Village Election with Family Ties Candidates?: A Case Study in Pliken Village Banyumas Widyastuti, Tri Rini; Wardiyono, F.X; Sutoyo, Ignatius Suksmadi
Komunitas Vol 14, No 1 (2022): March 2022
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/komunitas.v14i1.35942

Abstract

This paper is about the rise of political dynasties in Indonesia. This phenomenon has become increasingly public attention since the nomination of President Joko Widodo’s son and son-in-law in the regional election in Solo and Medan. The village that has been considered far from the hustle and bustle of national politics also shows a similar phenomenon, namely the emergence of candidates for village head (kepala desa/kades) who are still related to family (pilkades sedarah).[1] But is pilkades sedarah a reflection of the existence of the political dynasty? This paper examines the village head election in Pliken Village, Banyumas Regency, which presents a married couple as village head candidates, using a qualitative approach. Collecting data through in-depth interviews, FGDs, observation, and documentation. The result of the study shows that the emergence of pilkades sedarah is not due to the existence of a political dynasty, but rather as pragmatic and rational reasons. Proposing a wife as a “competitor” is a pragmatic attitude just to get around the rules that prohibit a single candidate in village head election. The absence of other candidates who dared to oppose the incumbent was due to the rationality of the people who saw the high cost of candidacy which was not proportional to the official income of the village head. They also assessed that the prestige of the incumbent village head was high, both in terms of educational qualifications and achievements, so that the opponent’s chances of winning the competition were small.Keywords: political dynasty, village head election, blood relation[1] Pilkades sedarah is a term to describe that village head candidates still have family or blood relations.
Implementasi Mata Kuliah Modul Nusantara terhadap Interaksi Sosial pada Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka Salsabilla Retno Sedah Mirah Murcahyaningrum; Nanang Martono; Wiman Rizkidarajat; Arif Darmawan; Edy Suyanto; Tri Rini Widyastuti
Kaganga:Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora Vol 6 No 1 (2023): Kaganga:Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora
Publisher : Institut Penelitian Matematika, Komputer, Keperawatan, Pendidikan dan Ekonomi (IPM2KPE)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31539/kaganga.v6i1.5788

Abstract

The purpose of this study was to describe the implementation of the archipelago module course on social interaction in the independent student exchange activity program. This study used descriptive qualitative method. The subjects of this study were all students in the independent student exchange program at the University of Mataram. The results of the study show that this activity has a positive impact on social interaction, namely: Increasing understanding and appreciation of Indonesia's cultural diversity, improving communication skills, opening job opportunities, and increasing self-confidence. Constraints during implementation include Lack of qualified teaching staff, limited facilities and infrastructure, difficult access to resources, differences in student backgrounds, lack of support and attention from the campus. The conclusion of this study is that the implementation of the Independent Student Exchange Program has a positive impact on social interaction between students. Meanwhile, in overcoming the obstacles faced, cooperation is needed between all parties involved in this program, be it the campus, teaching staff, or students. Keywords: Implementation, Nusantara Module, Social interaction
Bentuk Interaksi Sosial Masyarakat Pendatang Bugis dengan Masyarakat Sasak Salsabilla Retno Sedah Mirah Murcahyaningrum; Edy Suyanto; Tri Rini Widyastuti
Kaganga:Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora Vol 6 No 2 (2023): Kaganga:Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora
Publisher : Institut Penelitian Matematika, Komputer, Keperawatan, Pendidikan dan Ekonomi (IPM2KPE)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31539/kaganga.v6i2.6512

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk interaksi sosial antara masyarakat suku Bugis dengan masyarakat suku Sasak, bentuk adaptasi masyarakat pendatang suku Bugis dengan budaya dan kebiasaan masyarakat suku Sasak di Pulau Maringkik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data melalui observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Analisis data dengan melakukan reduksi data, penyajian data dalam bentuk teks naratif, dan penarikan simpulan. Hasil dari penelitian ini adalah; Interaksi sosial antara masyarakat suku Bugis dengan suku Sasak di Pulau Maringkik terlihat harmonis dan saling mendukung melalui adaptasi, kerjasama ekonomi, interaksi budaya, pernikahan antar-etnik, dan saling pengertian dalam berkomunikasi. Adaptasi masyarakat pendatang suku Bugis dengan budaya dan kebiasaan masyarakat suku Sasak terlihat dalam interaksi sehari-hari. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa bentuk interaksi sosial antara masyarakat suku Bugis dengan masyarakat suku Sasak di Pulau Maringkik, terlihat harmonis, saling mendukung, saling beadaptasi dan saling pengertian dalam berkomunikasi. Kata Kunci: Adaptasi budaya, Interaksi Sosial, Pulau Maringkik
ANAK MISKIN BOLEH SEKOLAH Mintarti Mintarti; Tri Rini Widyastuti; Ignatius Suksmadi Sutoyo
Hermeneutika : Jurnal Hermeneutika Vol 9, No 1 (2023)
Publisher : Pendidikan Sosiologi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30870/hermeneutika.v9i1.19171

Abstract

Penelitian ini bertujuan menunjukkan pengalaman bersekolah siswa miskin di sekolah alternatif. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif berdasar data lapangan. Penelitian dilakukan di sebuah sekolah alternatif setingkat SMP, yaitu MTs PAKIS, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Partisipan penelitian berjumlah 10 orang, terdiri atas siswa, orang tua, dan pengelola sekolah. Pengumpulan data dilakukan saat pandemi Covid-19 sedang mencapai puncaknya. Oleh karena itu, wawancara dilakukan secara daring melalui Google-Meet dan dilanjutkan secara langsung ke lapangan dengan menerapkan protokol kesehatan. Data dianalisis melalui tahap sajian data berupa restatement kutipan hasil wawancara, diinterpretasikan, lalu ditarik kesimpulan sementara. Proses ini bersifat ongoing sampai didapatkan kesimpulan akhir.            Hasil penelitian menunjukkan, pengabaian hak atas pendidikan mewujud dalam berbagai problem kompleks yang muncul di masyarakat yang telah dicoba atasi dengan mendirikan sekolah berbasis agroforestry tidak berbayar setingkat SMP. Keberadaan sekolah ini memungkinkan anak-anak miskin dapat mengakses pendidikan tanpa tercerabut dari lingkungannya serta memberi mereka pengalaman bersekolah. Pengalaman itu menumbuhkan semangat dan motivasi belajar tanpa kehilangan keceriaan dan kegembiraan sebagai anak-anak. Hal itu juga menumbuhkan rasa percaya diri, berani bercita-cita dan membayangkan masa depan yang lebih baik yang merupakan modal awal untuk keluar dari kemiskinan. Temuan penelitian ini dapat mengisi celah kekosongan dalam kajian sosiologi pendidikan khususnya mengenai praktik pendidikan alternatif sebagai bagian dari pendidikan berparadigma kritis, terutama yang bersumber dari gagasan Paulo Freire tentang pendidikan hadap masalah. Model pendidikan ini bersifat emansipatoris yang menjadikan siswa sebagai subjek belajar, tidak sekadar sebagai objek sebagaimana dalam model pendidikan konvensional yang oleh Freire disebut sebagai pendidikan “gaya bank”.Kata Kunci: akses pendidikan; hak pendidikan; pengalaman bersekolah; siswa miskin.
Social Interaction between Bugis and Sasak Communities on Maringkik Island Salsabilla Retno Sedah Mirah Murcahyaningrum; Edy Suyanto; Tri Rini Widyastuti
IJE : Interdisciplinary Journal of Education Vol. 1 No. 1 (2023): July, Interdisciplinary Journal of Education (IJE)
Publisher : Sumber Belajar Sejahtera

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61277/ije.v1i1.13

Abstract

This research aims to analyze the forms of social interaction between Bugis and Sasak communities, as well as the adaptation of Bugis immigrants to the culture and customs of the Sasak community in Maringkik Island. The study employs a qualitative descriptive method with a case study approach. Data collection methods include observation, in-depth interviews, and documentation. Data analysis involves data reduction, presentation in narrative form, and drawing conclusions. The findings of the research indicate that the social interaction between Bugis and Sasak communities in Maringkik Island is characterized by harmony, mutual support, adaptation, economic cooperation, cultural exchange, interethnic marriages, and effective communication. The adaptation of Bugis immigrants to the culture and customs of the Sasak community is evident in their daily interactions. In conclusion, the social interaction between the Bugis and Sasak communities in Maringkik Island is observed to be harmonious, supportive, adaptive, and characterized by effective communication.
Strategi Adaptasi Mahasiswa Papua terhadap Budaya Banyumas (Studi Deskriptif pada Mahasiswa Papua di Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto) Aprilia Yunita; Sulyana Dadan; Tri Rini Widyastuti
PADARINGAN (Jurnal Pendidikan Sosiologi Antropologi) Vol 6, No 3 (2024): PADARINGAN : Jurnal Pendidikan Sosiologi Antropologi
Publisher : Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/pn.v6i3.12862

Abstract

Papuan students face tough challenges when they are in a new place because they are physically different from the majority of Indonesian society. Apart from that, they have to face various challenges such as (1) language differences; (2) differences in community characteristics; and (3) the existence of negative stereotypes. This research aims to find out the strategies used by Papuan students to be able to adapt to Banyumas culture in Purwokerto City. The research method uses qualitative methods with a descriptive approach. The technique for determining informants used purposive sampling with the research target being Papuan students who received ADik scholarships in Unsoed and had lived in Purwokerto for at least one year. The data form of interviews and observations were analyzed using interactive analysis techniques from Miles and Huberman using the symbolic interactionism theory from Herbert Blumer and George H. Mead. Test the validity of the data using source triangulation. The research results show that Papuan students have several strategies to adapt to Banyumas culture in Purwokerto City, namely trying to mingle with other students and the local community; joining various organizations in order to expand relationships and as a platform to develop talent; learning to understand ngapak language as an effort to make Papuan students feel more accepted in the Purwokerto; and understand the characteristics of the Banyumas community.