Claim Missing Document
Check
Articles

Found 26 Documents
Search

Hubungan Kadar Bromotyrosine Urin Dengan Terapi Montelukast, Beclometasone/Formoterol, Dan Kombinasi Selama 3 Bulan Pada Pasien Asma Di Klinik Harum Melati Pringsewu Pinaka Baladika, Dimas Trend; Soeprihatini Soemarwoto, Retno Ariza; Mustofa, Syazili; Yunus, Faisal; Ekawati, Diyan; Wibowo, Adityo
Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Vol 12, No 7 (2025): Volume 12 Nomor 7
Publisher : Prodi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jikk.v12i7.20239

Abstract

Bromotyrosine urin memiliki banyak keuntungan sebagai biomarker potensial penyakit asma mengingat stabilitasnya dan pengumpulan sampel urin yang bersifat non-invasif. Dalam manajemen tatalaksana asma leukotriene receptor antagonist (LTRA) merupakan obat alternatif lini pertama setelah kortikosteroid inhalasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar bromotyrosine urin dengan terapi montelukast selama 3 bulan. Penelitian ini melibatkan 82 pasien berusia antara 6-65 tahun dari Klinik Harum Melati, Pringsewu dari bulan Mei – Desember 2023. Dilakukan uji spirometri, urin, differential count sebelum dan setelah terapi 3 bulan, diklasifikasikan derajat obstruksi ringan (n= 66) dan sedang-berat (n=6) serta pasien non-asma untuk kontrol (n= 10). Hanya 28 pasien yang datang untuk evaluasi setelah 3 bulan terapi. Pasien dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok terapi montelukast (n=14), beclometason/formoterol (n=5), dan kombinasi montelukast dan beclometason/formoterol (n=9). Kadar bromotyrosine urin penderita asma secara bermakna lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (154.11 ng/ml vs 11,87 ng/ml, p= 0,000). Tidak terdapat perbedaan bermakna kadar bromotyrosine urin setelah terapi montelukast (104.24 ng/ml vs 40.79 ng/ml, p=0,433) dan setelah terapi beclometason/formoterol (136,25 ng/ml vs 33,20 ng/ml, p= 0,345. Terjadi penurunan kadar bromotyrosine urin yang bermakna pada kelompok setelah terapi kombinasi montelukast dan beclometasone/formoterol (39.63 ng/ml vs 11.13 ng/ml) (95% CI 3.90-42.43, p= 0.028). Hasil penelitian menunjukkan pasien asma memiliki kadar bromotyrosine urin jauh lebih tinggi dibandingkan dengan non-asma. Kadar bromotyrosine urin menurun secara bermakna setelah terapi kombinasi (montelukast dan beclometason/formoterol) selama 3 bulan.
EFFECTIVENESS OF TRIPLE THERAPY WITH SINGLE AND MULTIPLE INHALERS IN CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE Soemarwoto, Retno Ariza; Putri, Maharani; Meirissa, Tria; Yunus, Faisal; Aryana, Wayan Ferly; Wibowo, Adityo; Oktobiannobel, Jordy
Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan Vol 10, No 1 (2025): March
Publisher : Universitas Aisyah Pringsewu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30604/jika.v10i1.3050

Abstract

Introduction: Exacerbations of chronic obstructive pulmonary disease (COPD) contribute to 3 million annual deaths worldwide. Triple therapy (ICS + LABA + LAMA) helps reduce symptoms and exacerbation risk.Objective: To assess the effectiveness and clinical response of single versus multiple inhaler therapy in managing COPD.Methods: A pre-post study was conducted on two groups of COPD patients over 8 weeks. Group 1 (n=47) used a single inhaler, while Group 2 (n=45) used multiple inhalers. Outcomes were measured using the mMRC scale, blood eosinophil levels, and spirometry at weeks 2 and 8.Results: The single-inhaler group significantly reduced mMRC scores, with a median decrease from 4.00 to 2.00 (p0.05). Eosinophil levels also decreased significantly in both groups, with a larger reduction in the single-inhaler group (p0.05). Lung function improved in both groups, but no significant differences were found (p0.05) in terms of time or between-group comparisons.Conclusion: Single-inhaler therapy reduced dyspnea and eosinophil levels more effectively than multiple inhalers. The effectiveness of single inhalers may be attributed to higher adherence due to ease of use. 
PERANAN KURVA DISOSIASI KARBON DIOKSIDA PADA PROSES PERNAFASAN : KAJIAN PUSTAKA Rusmini, Hetti; Lyanda, Apri; Hendarto, Gatot Sudiro; wibowo, adityo; Saputra, Tetra Arya; Morfi, Chicy Widia; Azka, Laisa
Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Vol 12, No 8 (2025): Volume 12 Nomor 8
Publisher : Prodi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jikk.v12i8.22216

Abstract

Karbon dioksida (CO₂) merupakan produk akhir metabolisme aerobik yang memiliki peran vital dalam fisiologi pernapasan dan keseimbangan asam-basa tubuh. Artikel tinjauan ini membahas mekanisme pertukaran CO₂ mulai dari difusi alveolar, transportasi dalam darah (terlarut, sebagai bikarbonat, dan terikat hemoglobin), hingga kurva disosiasi CO₂. Efek Bohr dan Haldane dijelaskan sebagai mekanisme adaptif yang mendukung efisiensi pengangkutan gas respirasi. Selain proses fisiologis normal, artikel ini juga mengulas kondisi patologis yang mengganggu pertukaran CO₂, seperti hipoventilasi, gangguan ventilasi-perfusi, dan difusi terbatas. Pemahaman yang mendalam mengenai dinamika CO₂ memiliki implikasi klinis penting, khususnya dalam penatalaksanaan penyakit seperti PPOK, asma, dan ARDS. Dengan pendekatan ilmiah yang humanis, artikel ini bertujuan memperkuat pemahaman tenaga medis dan pembaca umum terhadap peran esensial CO₂ dalam menjaga homeostasis dan kehidupan.
Indwelling Pleural Catheter in Recurrent Pleural Effusion Due To Congestive Heart Failure: A Case Report Saputra, Tetra Arya; Wibowo, Adityo
Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Vol 12, No 9 (2025): Volume 12 Nomor 9
Publisher : Prodi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jikk.v12i9.20318

Abstract

Pleural effusion commonly appears in congestive heart failure (CHF), caused by raised pulmonary capillary pressure and impaired lymphatic drainage, often resulting in respiratory distress and reduced quality of life. This case report presents the use of an indwelling pleural catheter (IPC) for recurrent pleural effusion in CHF unresponsive to standard therapy. A 42-year-old man with acute decompensated CHF and bilateral pleural effusions presented with worsened dyspnea. Initial thoracentesis and diuretic therapy failed to resolve the effusion, leading to IPC placement for ongoing drainage. IPC insertion resulted in marked symptom improvement, effective fluid management, and shorter hospital stay. The patient was able to continue outpatient care and experienced no major complications. This case demonstrates that IPCs can provide safe and effective symptom control in CHF-related pleural effusions when conventional treatment is inadequate. Individualized strategies, including the use of IPC, may enhance quality of life and reduce hospitalizations in patients with effusions caused by heart failure.
Analysis Success Rate Of BPAL/M Therapy For Drug Resistant Tuberculosis Morfi, Chicy Widya; Soemarwoto, Retno Ariza; Saputra, Tetra Arya; Azka, Laisa; Wibowo, Adityo; Putranta, Naufal Rafif
JKM (Jurnal Kebidanan Malahayati) Vol 11, No 8 (2025): Volume 11 Nomor 8 Agustus 2025
Publisher : Program Studi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jkm.v11i8.22105

Abstract

Latar Belakang: Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang dapat dicegah dan biasanya dapat disembuhkan. Tuberkulosis menyebabkan sekitar 1,25 juta kematian di dunia pada tahun 2023. Secara global, diperkirakan terdapat 450 ribu kasus baru tuberkulosis multi-drug resistant (MDR) atau tuberkulosis rifampicin resistant (RR) pada tahun 2021. Tantangan dalam pengobatan Tuberkulosis Resisten Obat (TB-RO) diantaranya adalah jangka waktu pengobatan yang lebih lama menggunakan OAT lini kedua dengan berbagai efek samping yang memengaruhi kepatuhan berobat pasien. Oleh karena itu, pengobatan yang lebih singkat dengan lebih sedikit obat sangat dibutuhkan untuk mengatasi tantangan tersebut. Sejak tahun 2022, WHO telah mengumumkan pengobatan dengan paduan Bedaquiline, Pretomanid, Linezolid, dan Moksifloksasin (BPaL/M) untuk mengobati pasien TB-RO selama enam bulan.Tujuan: Mengetahui karakteristik pasien TB-RO dan untuk mengetahui tingkat keberhasilan terapi pada pasien TB-RO yang mendapatkan pengobatan paduan BPaL/M di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Metode: Penelitian dilakukan menggunakan metode observasional dengan penyajian analisis deskriptif.Hasil: Karakteristik penderita tuberkulosis resisten obat terbanyak pada kelompok usia produktif yaitu rentang usia 20–44 tahun dengan jumlah 15 pasien atau sebesar 46%. Kelompok resisten primer dengan jumlah 19 pasien atau sebesar 58%. Karakteristik hasil uji kepekaan obat terbanyak pada kelompok resisten rifampicine dengan jumlah 21 pasien atau sebesar 64%. Median konversi sputum pada akhir pengobatan bulan ke-1, dengan tingkat keberhasilan terapi sebesar 83.9%.Kesimpulan: Paduan BPaL/M menghasilkan konversi sputum yang cepat sehingga sangat efektif dan dapat menjadi pilihan terapi bagi pasien TB RR/MDR/pre-XDR pada fasilitas kesehatan di Indonesia.Saran: Penelitian selanjutnya dapat membandingkan efektifitas terapi paduan BPaL/M, paduan pengobatan 9 bulan, dan paduan pengobatan jangka panjang dalam tingkat keberhasilan dan waktu konversi sputum. Kata Kunci: Keberhasilan Terapi, Paduan BPaL/M, Tuberkulosis Resisten Obat. ABSTRACT Background: Tuberculosis (TB) is a preventable and usually curable disease. In 2023, tuberculosis causes an estimated 1.25 million deaths worldwide. Globally, there are an estimated 450,000 new cases of multi-drug resistant (MDR) tuberculosis or rifampicin resistant (RR) tuberculosis by 2021. Challenges in the treatment of drug-resistant tuberculosis (DR-TB) include a longer treatment period using second-line OAT with various side effects that affect patient treatment adherence. Therefore, shorter treatment with fewer drugs is needed to overcome these challenges. Since 2022, WHO has announced treatment with Bedaquiline, Pretomanid, Linezolid, and Moxifloxacin (BPaL/M) to treat drug-resistant tuberculosis (DR-TB) patients for six months.Purpose: Knowing characteristics of DR-TB patients from 2024 to 2025 and to determine the efficacy of therapy in DR-TB patients who received BPaL/M treatment at Dr. H. Abdul Moeloek General Hospital, Lampung Province.Method: This study was an observational research with descriptive analysis.Result: The characteristics of DR-TB patients were mostly in the productive age group, range 20-44 years with a total of 15 patients or 46%. Primary resistant group with a total of 19 patients or 58%. The characteristics of drug sensitization test results were mostly in the rifampicine resistant group with a total of 21 patients or 64%. Median sputum conversion at the end of first month treatment, with the treatment success rate was 83.9%.Conclusion: BPaL/M regimen has shown rapid sputum conversion, therefore leading to a highly effective treatment option for patients with RR/MDR/pre-XDR TB in health facilities in Indonesia.Suggestions: Future studies might compare the effectiveness of BPaL/M regimen, 9-month regimen, and long-term regimen based on success rate and sputum conversion time. Keywords: Efficacy of Therapy, BPaL/M Regimen, Drug Resistant Tuberculosis.
Epidemiological Patterns Of Lung Adenocarcinoma With Pleural Metastasis: Lessons From RSUD Ahmad Yani Metro Saputra, Tetra Arya; Fitriyah, Fitriyah; Infianto, Andreas; Listiandoko, Raden Dicky Wirawan; Wibowo, Adityo; Sukarti, Sukarti; Morfi, Chicy Widya; Azka, Laisa
JKM (Jurnal Kebidanan Malahayati) Vol 11, No 8 (2025): Volume 11 Nomor 8 Agustus 2025
Publisher : Program Studi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jkm.v11i8.22116

Abstract

Latar Belakang: Efusi pleura ganas (EPG) merupakan manifestasi stadium lanjut dari berbagai keganasan, paling sering kanker paru, dan berhubungan dengan morbiditas yang tinggi serta prognosis yang buruk. Data epidemiologi menunjukkan bahwa laki-laki dan perokok lebih banyak terdampak, kemungkinan akibat paparan karsinogen dan risiko pekerjaan yang lebih tinggi.Tujuan: Mendeskripsikan karakteristik demografi, distribusi pekerjaan, dan kebiasaan merokok pada pasien dengan diagnosis EPG, serta membahas kemungkinan penyebab dominasi kasus pada laki-laki dan perokok.Metode: Penelitian deskriptif potong lintang dilakukan pada 77 pasien dengan EPG terkonfirmasi secara sitologi atau histopatologi. Data usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan riwayat merokok diperoleh dari rekam medis dan dianalisis menggunakan statistik deskriptif.Hasil: Mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki (59,4%) dan berusia >40 tahun (96,9%). Pekerjaan terbanyak adalah petani (37,5%), diikuti oleh pekerja konstruksi (15,6%). Sebagian besar pasien (62,5%) adalah perokok, dengan proporsi perokok berat mencapai 43,8%. Dominasi laki-laki perokok mencerminkan paparan karsinogen terkait tembakau dan debu pekerjaan yang lebih tinggi.Kesimpulan: EPG lebih banyak ditemukan pada laki-laki usia lanjut dengan riwayat merokok signifikan dan pekerjaan berisiko tinggi. Upaya pencegahan sebaiknya difokuskan pada program berhenti merokok dan pengurangan paparan risiko pekerjaan pada kelompok ini.Saran:  Untuk mengatasi meningkatnya beban kanker paru-paru, beberapa strategi kunci direkomendasikan. Memperkuat program skrining kanker paru-paru sangat penting, terutama bagi kelompok berisiko tinggi seperti pria di atas 40 tahun, perokok berat, dan individu dengan paparan karsinogen tinggi di tempat kerja. Kata kunci: adenokarsinoma paru, efusi pleura ganas, sitologi cairan pleura, merokok, paparan pekerjaan, Indeks Brinkman. ABSTRACT Background: Malignant pleural effusion (MPE) is a late-stage manifestation of various malignancies, most commonly lung cancer, and is associated with significant morbidity and poor prognosis. Epidemiological data indicate that men and smokers are disproportionately affected, possibly due to higher exposure to carcinogens and occupational hazards.Objective: To describe the demographic characteristics, occupational distribution, and smoking habits of patients diagnosed with MPE, and to discuss possible explanations for the predominance among men and smokers.Methods: A descriptive cross-sectional study was conducted on 77 patients with confirmed MPE. Data on age, gender, occupation, and smoking history were obtained from medical records and analyzed using descriptive statistics.Results: The majority of patients were male (59.4%) and aged >40 years (96.9%). Farming was the most common occupation (37.5%), followed by construction work (15.6%). Most patients (62.5%) were smokers, with heavy smokers accounting for 43.8%. The predominance of male smokers reflects higher exposure to tobacco-related carcinogens and occupational dusts.Conclusion: MPE is more prevalent in older males with significant smoking history and high-risk occupations. Preventive measures should target smoking cessation and reduction of occupational exposures in these groups.SuggeStion To address the rising burden of lung cancer, several key strategies are recommended. Strengthening lung cancer screening programs is crucial, particularly for high-risk groups such as men over 40 years old, heavy smokers, and individuals with high occupational exposure to carcinogens. Keywords : lung adenocarcinoma, malignant pleural effusion, pleural fluid cytology, smoking, occupational exposure, Brinkman Index. 
Determining Factors for Smoking Habits and FeNO Levels in Male College Student Smokers Tadjoedin, Irfan Hasyim; Wibowo, Adityo; Damayanti, Triya
Jurnal Respirasi Vol. 10 No. 2 (2024): May 2024
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jr.v10-I.2.2024.130-136

Abstract

Introduction: Smoking remains a pervasive and persistent health issue in Indonesia. Numerous studies have explored the impact of smoking and fractional exhaled nitric oxide (FeNO) levels on college students. However, none have been conducted in Indonesia. With a substantial number of smokers and teenage smokers in the country, there is a critical need to understand the implications of smoking. This study aimed to enhance the comprehension of the motivations behind smoking habits and, consequently, to devise more effective smoking cessation programs. It specifically sought to elucidate the relationship between smoking habits and exhaled nitric oxide (NO) levels among college students and to explore the reasons why students smoke. Methods: This study employed analytical and descriptive cross-sectional approaches. We interviewed 124 participants, 30 of whom were randomly selected for FeNO-level testing. Results: The mean age of the subjects was 20.1 ± 1.54 years. Of these, 48 (38.7%) were enrolled in science and technology programs and 76 (61.3%) in social sciences. The Brinkman index predominantly indicated a mild level of smoking (96.8%), with a moderate level observed in 3.2% of the subjects. The median FeNO level was 12 ppb. According to the Horn questionnaire, the most cited reasons for smoking were pleasure (71%), followed by stress relief (66.1%) and stimulation (38.7%). No significant correlation was found between the Brinkman index and FeNO levels. Conclusion: The primary factors influencing smoking habits among the subjects were stress relief and the pleasure derived from smoking. No correlation was observed between smoking habits and exhaled NO levels.
PENGGUNAAN APLIKASI MICROSOFT EXCEL UNTUK PENYUSUNAN MASTER TABEL DATA PENELITIAN MELALUI PELATIHAN INTERAKTIF Dewi, Rd. D. Lokita Pramesti; Andamisari, Dessy; Wibowo, Adityo; Putri, Synthia Sumartini; Rachmadani, Rina
Community Development Journal : Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 5 No. 4 (2024): Volume 5 No. 4 Tahun 2024
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/cdj.v5i4.32031

Abstract

Pelatihan interaktif penggunaan aplikasi Microsoft Excel untuk penyusunan master tabel data penelitian dilaksanakan pada tanggal 11 Juni 2024 melalui platform Zoom dengan partisipasi 32 orang dari berbagai kalangan. Topik ini dipilih karena pentingnya penguasaan Microsoft Excel dalam pengolahan data penelitian, yang merupakan kunci dalam menghasilkan hasil penelitian yang valid dan dapat diandalkan. Metode pelatihan yang digunakan meliputi penyampaian materi secara bertahap, sesi praktik langsung, dan diskusi interaktif, yang dirancang untuk memastikan pemahaman dan keterampilan peserta meningkat secara signifikan. Hasil pelatihan menunjukkan peningkatan pengetahuan dan keterampilan peserta dalam menggunakan fitur-fitur Excel yang relevan untuk menyusun master tabel data penelitian secara sistematis. Evaluasi menunjukkan tanggapan positif dari peserta yang mengapresiasi metode interaktif dan materi yang disampaikan. Kesimpulan dari kegiatan ini adalah bahwa pelatihan interaktif sangat efektif dalam meningkatkan kemampuan pengolahan data penelitian menggunakan Excel. Hasil ini penting karena menunjukkan bahwa dengan metode yang tepat, pelatihan daring dapat memberikan dampak signifikan dalam meningkatkan kualitas penelitian.
Penyuluhan dan Pelatihan Brain Gym untuk Meningkatkan Kecerdasan Anak Balita pada Guru-Guru TK Arraudah di Bandarlampung Nisa, Khairun; Carolia, Novita; Widarti, Indri; Wibowo, Adityo
JPM (Jurnal Pengabdian Masyarakat) Ruwa Jurai Vol. 1 No. 1 (2015): JURNAL PENGABDIAN MASYARAKAT RUWA JURAI
Publisher : FK Unila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jpmrj.v1i1.1139

Abstract

Dalam perkembangan anak terdapat masa kritis yang diperlukan rangsangan atau stimulasi yang berguna agar potensi berkembang sehingga perlu mendapat perhatian. Perkembangan psikososial sangat dipengaruhi lingkungan dan interaksi antara anak dengan orangtua atau orang dewasa lainnya. Perkembangan anak akan optimal bila interaksi sosial diusahakan sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangannya. Seorang anak akan dapat melakukan koordinasi gerakan tangan, kaki maupun kepala secara sadar setelah saraf-saraf maupun otot bagian organ telah berkembang secara memadai. Artinya bahwa perkembangan kognitif harus diiringi dengan kematangan fisiologis. Salah satu cara untuk meningkatkan fungsi kognitif pada balita yaitu brain gym. Metode yang dilakukan pada kegiatan ini adalah penyuluhan dengan metode ceramah dan diskusi untuk memberikan pengetahuan pada khalayak sasaran dilanjutkan dengan pelatihan brain gym. Kegiatan ini bekerjasama dengan pihak pengelola dan guru-guru TK Arraudah, Bandarlampung. Evaluasi yang dilakukan untuk menilai keberhasilan kegiatan ini terdiri dari evaluasi awal, evaluasi proses, dan evaluasi akhir dengan menggunakan pre-test dan post-test. Berdasarkan data hasil pengamatan pre-test, diketahui 50,75% peserta mempunyai pengetahuan kurang dan 49,25% peserta telah memiliki pengetahuan yang cukup. Dari hasil posttest didapatkan 10% peserta cukup paham, 50% telah memiliki pengetahuan yang baik dan 40% sangat baik.Simpulan, terdapat peningkatan pengetahuan tentang brain gym untuk meningkatkan kecerdasan balita.Kata Kunci: balita, brain gym, kognitif
Penyuluhan dan Diskusi Tata Laksana COVID-19, Isolasi Mandiri dan Jenis Vaksinasi Bagi Ibu Rumah Tangga di PT. Gunung Madu Plantation, Lampung Wibowo, Adityo
JPM (Jurnal Pengabdian Masyarakat) Ruwa Jurai Vol. 6 No. 1 (2021): JURNAL PENGABDIAN MASYARAKAT RUWA JURAI
Publisher : FK Unila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jpmrj.v6i1.2944

Abstract

COVID-19 di Indonesia, khususnya di Provinsi Lampung, angka kesakitan dan kematiannya masih cenderung tinggi. Peningkatan angka penularan dan kematian muncul akibat kurangnya ketaan terhadap protokol kesehatan dan rendahnya angka vaksinasi. Kesulitan mendapatkan perawatan rumah sakit akibat keterbatasan ruang rawat dan fasilitas penunjang menjadi faktor yang meningkatkan tingginya angka isolasi mandiri. Bagi sebagian orang, tata cara isolasi mandiri belum dipahami secara menyeluruh dan justru menyebabkan penularan dalam rumah tangga. Tujuan dari kegiatan pengabdian ini adalah meningkatkan pengetahuan tata laksana isolasi mandiri, pencegahan penularan dan pengetahuan tentang vaksinasi COVID-19. Pengabdian dilakukan dengan memberikan penyuluhan secara daring terhadap ibu rumah tangga di PT. Gunung Madu Plantation mengenai COVID-19 dan diskusi serta sesitanya jawab. Hasil pengabdian menunjukkan bahwa kegiatan ini dapat meningkatkan pengetahuan dan dapat meluruskan informasi yang beredar pada kelompok ibu rumah tangga di PT. Gunung Madu Plantation, Lampung.  Kata kunci: COVID-19, isolasi mandiri, vaksinasi