Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Hubungan Diabetes Melitus Terhadap Derajat Berat Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Di Klinik Harum Melati Pringsewu Provinsi Lampung Soemarwoto, Retno Ariza; Putri, Maharani; Esfandiari, Firhat; Triwahyuni, Tusy; Setiawan, Gigih
Jurnal Kedokteran Universitas Lampung Vol 3, No 1 (2019): JK Unila
Publisher : Fakultas Kedokteran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jk unila.v3i1.2293

Abstract

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan penyakit kronik progresif yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Diabetes Melitus (DM) dapat menjadi faktor resiko yang mempengaruhi struktur dan fungsi paru. DM dikaitkan dengan peningkatan resiko infeksi paru, eksaserbasi penyakit dan memburuknya PPOK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan diabetes melitus terhadap derajat berat PPOK di Klinik Harum Melati Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung. Metode penelitian dilakukan secara analitik deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan di Klinik Harum Melati Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung pada bulan Maret 2016. Sampel pada penelitian ini diambil secara total sampling dari data rekam medik berdasarkan kriteria inklusi. Data dikumpulkan dan dilakukan uji analisis menggunakan uji Mann Whitney. Hasil penelitian didapatkan karakteristik responden kelompok terbanyak berdasarkan usia adalah 60 – 74 tahun (54,4 %) dan jenis kelamin laki – laki sebesar 85,4 %. Hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 70 responden yang tidak menderita penyakit DM, yang mederita PPOK derajat ringan yaitu 26 responden (25,2 %) dan dari 33 responden yang menderita penyakit DM, sebanyak 12 responden (11,7 %) menderita PPOK derajat berat. Hasil analisis bivariat menunjukan ada hubungan signifikan antara DM dengan derajat PPOK di klinik Harum Melati Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung ( p = 0,008). DM meningkatkan resiko komorbid dan peningkatan derajat berat PPOK. Diabetes melitus dengan kadar gula tidak terkontrol atau keadaan hiperglikemia dapat menyebabkan peningkatan derajat berat PPOK.Kata Kunci: Diabetes melitus, PPOK.
EVALUATION OF THE SENSITIVITY AND SPECIFITY OF THE TUBERCULOSIS SIGN AND SYMPTOM (TBSS) SCORE IN COMPARISON WITH CHEST RADIOGRAPHY AND RMT FOR DIAGNOSING TUBERCULOSIS AMONG BRICK KILN WORKERS Soemarwoto, Retno Ariza; Listiandoko, Raden Dicky; Valentiene Messah,, Anse Diana; Dilangga, Pad; Didiek Herdarto, Mohammad Junus; Hendarto, Gatot Sudiro; Febrihartati, Isura
Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan Vol 10, No 1 (2025): March
Publisher : Universitas Aisyah Pringsewu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30604/jika.v10i1.3076

Abstract

This cross-sectional study aimed to evaluate the sensitivity and specificity of the Tuberculosis Sign and Symptom (TBSS) score in comparison to chest radiography and the Rapid Molecular Test (RMT) among brick kiln workers. The study employed a total sampling method, involving 92 participants. Data collection was conducted from February to March 2024 in a brick kiln located in Saribumi Village, Gading Rejo District, Pringsewu Regency, Lampung Province. The majority of participants were female (77.3%), while males accounted for 22.8%. The most common age range was 41–60 years, representing 48.9% of the total sample. Regarding job categories, most workers were employed in the molding section. Screening with the TBSS score and chest radiography showed a sensitivity of 0.25, a specificity of 0.93, a positive predictive value of 0.14, and a negative predictive value of 0.96. The sensitivity and specificity of the RMT compared to the TBSS score could not be assessed as all RMT results were negative for TB. This limitation may be attributed to suboptimal sputum sample quality. The study concludes that while the TBSS score demonstrates high specificity and a strong negative predictive value, the diagnostic utility of the RMT could not be evaluated due to uniformly negative results.
SERUM METALLOPRETEINASE 3 (MMP-3) LEVELS IN LUNG CANCER AND CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE (COPD) PATIENTS Soemarwoto, Retno Ariza; Mustofa, Syazili; Suwarno, Sukarti San; Yunus, Faisal; Listiandoko, Raden Dicky Wirawan; Sinaga, Fransisca TY; Febrihartati, Isura
Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan Vol 10, No 1 (2025): March
Publisher : Universitas Aisyah Pringsewu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30604/jika.v10i1.3077

Abstract

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) and Lung Cancer are among the diseases with high mortality rates and a similar genetic disposition. COPD is known to be a significant risk factor for lung cancer. Matrix metalloproteinase-3 (MMP-3) is a protein that plays a role in the growth stage of cancer that has the potential to develop COPD into lung cancer. This descriptive observational study aimed to compare plasma MMP-3 levels among four groups: healthy individuals, lung cancer patients, COPD patients, and patients with both lung cancer and COPD. The findings revealed that plasma MMP-3 levels were lowest in the healthy group and higher in the other groups. The increase in plasma MMP-3 levels among pathological subjects suggests a potential association between serum MMP-3 levels and the development of lung cancer in COPD patients. However, further research is needed to clarify this relationship.
EFFECTIVENESS OF TRIPLE THERAPY WITH SINGLE AND MULTIPLE INHALERS IN CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE Soemarwoto, Retno Ariza; Putri, Maharani; Meirissa, Tria; Yunus, Faisal; Aryana, Wayan Ferly; Wibowo, Adityo; Oktobiannobel, Jordy
Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan Vol 10, No 1 (2025): March
Publisher : Universitas Aisyah Pringsewu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30604/jika.v10i1.3050

Abstract

Introduction: Exacerbations of chronic obstructive pulmonary disease (COPD) contribute to 3 million annual deaths worldwide. Triple therapy (ICS + LABA + LAMA) helps reduce symptoms and exacerbation risk.Objective: To assess the effectiveness and clinical response of single versus multiple inhaler therapy in managing COPD.Methods: A pre-post study was conducted on two groups of COPD patients over 8 weeks. Group 1 (n=47) used a single inhaler, while Group 2 (n=45) used multiple inhalers. Outcomes were measured using the mMRC scale, blood eosinophil levels, and spirometry at weeks 2 and 8.Results: The single-inhaler group significantly reduced mMRC scores, with a median decrease from 4.00 to 2.00 (p0.05). Eosinophil levels also decreased significantly in both groups, with a larger reduction in the single-inhaler group (p0.05). Lung function improved in both groups, but no significant differences were found (p0.05) in terms of time or between-group comparisons.Conclusion: Single-inhaler therapy reduced dyspnea and eosinophil levels more effectively than multiple inhalers. The effectiveness of single inhalers may be attributed to higher adherence due to ease of use. 
Analysis Success Rate Of BPAL/M Therapy For Drug Resistant Tuberculosis Morfi, Chicy Widya; Soemarwoto, Retno Ariza; Saputra, Tetra Arya; Azka, Laisa; Wibowo, Adityo; Putranta, Naufal Rafif
JKM (Jurnal Kebidanan Malahayati) Vol 11, No 8 (2025): Volume 11 Nomor 8 Agustus 2025
Publisher : Program Studi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jkm.v11i8.22105

Abstract

Latar Belakang: Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang dapat dicegah dan biasanya dapat disembuhkan. Tuberkulosis menyebabkan sekitar 1,25 juta kematian di dunia pada tahun 2023. Secara global, diperkirakan terdapat 450 ribu kasus baru tuberkulosis multi-drug resistant (MDR) atau tuberkulosis rifampicin resistant (RR) pada tahun 2021. Tantangan dalam pengobatan Tuberkulosis Resisten Obat (TB-RO) diantaranya adalah jangka waktu pengobatan yang lebih lama menggunakan OAT lini kedua dengan berbagai efek samping yang memengaruhi kepatuhan berobat pasien. Oleh karena itu, pengobatan yang lebih singkat dengan lebih sedikit obat sangat dibutuhkan untuk mengatasi tantangan tersebut. Sejak tahun 2022, WHO telah mengumumkan pengobatan dengan paduan Bedaquiline, Pretomanid, Linezolid, dan Moksifloksasin (BPaL/M) untuk mengobati pasien TB-RO selama enam bulan.Tujuan: Mengetahui karakteristik pasien TB-RO dan untuk mengetahui tingkat keberhasilan terapi pada pasien TB-RO yang mendapatkan pengobatan paduan BPaL/M di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Metode: Penelitian dilakukan menggunakan metode observasional dengan penyajian analisis deskriptif.Hasil: Karakteristik penderita tuberkulosis resisten obat terbanyak pada kelompok usia produktif yaitu rentang usia 20–44 tahun dengan jumlah 15 pasien atau sebesar 46%. Kelompok resisten primer dengan jumlah 19 pasien atau sebesar 58%. Karakteristik hasil uji kepekaan obat terbanyak pada kelompok resisten rifampicine dengan jumlah 21 pasien atau sebesar 64%. Median konversi sputum pada akhir pengobatan bulan ke-1, dengan tingkat keberhasilan terapi sebesar 83.9%.Kesimpulan: Paduan BPaL/M menghasilkan konversi sputum yang cepat sehingga sangat efektif dan dapat menjadi pilihan terapi bagi pasien TB RR/MDR/pre-XDR pada fasilitas kesehatan di Indonesia.Saran: Penelitian selanjutnya dapat membandingkan efektifitas terapi paduan BPaL/M, paduan pengobatan 9 bulan, dan paduan pengobatan jangka panjang dalam tingkat keberhasilan dan waktu konversi sputum. Kata Kunci: Keberhasilan Terapi, Paduan BPaL/M, Tuberkulosis Resisten Obat. ABSTRACT Background: Tuberculosis (TB) is a preventable and usually curable disease. In 2023, tuberculosis causes an estimated 1.25 million deaths worldwide. Globally, there are an estimated 450,000 new cases of multi-drug resistant (MDR) tuberculosis or rifampicin resistant (RR) tuberculosis by 2021. Challenges in the treatment of drug-resistant tuberculosis (DR-TB) include a longer treatment period using second-line OAT with various side effects that affect patient treatment adherence. Therefore, shorter treatment with fewer drugs is needed to overcome these challenges. Since 2022, WHO has announced treatment with Bedaquiline, Pretomanid, Linezolid, and Moxifloxacin (BPaL/M) to treat drug-resistant tuberculosis (DR-TB) patients for six months.Purpose: Knowing characteristics of DR-TB patients from 2024 to 2025 and to determine the efficacy of therapy in DR-TB patients who received BPaL/M treatment at Dr. H. Abdul Moeloek General Hospital, Lampung Province.Method: This study was an observational research with descriptive analysis.Result: The characteristics of DR-TB patients were mostly in the productive age group, range 20-44 years with a total of 15 patients or 46%. Primary resistant group with a total of 19 patients or 58%. The characteristics of drug sensitization test results were mostly in the rifampicine resistant group with a total of 21 patients or 64%. Median sputum conversion at the end of first month treatment, with the treatment success rate was 83.9%.Conclusion: BPaL/M regimen has shown rapid sputum conversion, therefore leading to a highly effective treatment option for patients with RR/MDR/pre-XDR TB in health facilities in Indonesia.Suggestions: Future studies might compare the effectiveness of BPaL/M regimen, 9-month regimen, and long-term regimen based on success rate and sputum conversion time. Keywords: Efficacy of Therapy, BPaL/M Regimen, Drug Resistant Tuberculosis.
Aktualisasi Manajemen Pencegahan Serta Tatalaksana Infeksi Laten Tuberkulosis di Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung Mustofa, Syazili; Soemarwoto, Retno Ariza; Kusumajati, Pusparini; Gusti Wahyu, Pratiwi; Pratama, Arianda; Juhana, Hakim AlHaady; Sanjaya, Rizki Putra; Fitriyah, Fitriyah
JPM (Jurnal Pengabdian Masyarakat) Ruwa Jurai Vol. 8 No. 2 (2023): JURNAL PENGABDIAN MASYARAKAT RUWA JURAI
Publisher : FK Unila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jpmrj.v8i2.3227

Abstract

Penyakit saluran pernapasan tuberkulosis paru (TB) merupakah salah satu penyakit dengan kejadian tertinggi di Indonesia.Tuberkulosis paru juga terjadi secara global di seluruh belahan dunia. Epidemiologi tuberkulosis lebih umum berkaitandengan negara berkembang karena faktor sosioekonomi yang kurang baik, di mana Indonesia masuk ke dalam salah satunya. Metode yang digunakan dalam kegiatan pengabdian masyarakat kali in adalah dalam bentuk penyuluhan yang di lanjutkandnegan diskusi terkait manajamen dan tatalaksana serta pencegahan untuk terjadinya penyakit tuberkulosis yangdilaksanankan di kabupaten Pringsewu yang diikuti oleh 61 orang peserta dari dokter hingga tenaga medis dan staf DinasKesehatan Kabupaten Pringsewu dengan dukungan dari IDI Provinsi dan kabupaten juga membantu dalam mensukseskanpencegahan dan tatalaksana tuberkulosis di Indonesia. Hasil dari kegiatan ini adalah peningkatan pengetahuan dokter dantenaga medis lainnya mengenai pencegahan dan tatalaksana terkait penyakit tuberkulosis.Kata kunci:  Infeksi Laten Tuberkulosis.
Aktualisasi Manajemen Tatalaksana Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan Asma pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) di Kota Metro Mustofa, Syazili; Infianto, Andreas; Soemarwoto, Retno Ariza; Saputra, Tito Tri; Rosari HS, Felicya; Dorisman, Hari; ., Fitriyah
JPM (Jurnal Pengabdian Masyarakat) Ruwa Jurai Vol. 8 No. 2 (2023): JURNAL PENGABDIAN MASYARAKAT RUWA JURAI
Publisher : FK Unila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jpmrj.v8i2.3235

Abstract

Penyakit Paru Obstuktif Kronik (PPOK) dan Asma merupakan penyakit tidak menular di bidang paru yang merupakan penyakit kronik dan masih menjadi masalah utama di Indonesia. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit yang masih membutuhkan penanganan yang tidak hanya dilakukan di rumah sakit namun juga harus dimulai dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Dari data yang didapatkan di dinas Kesehatan Kota Metro masih banyak pasien dengan Asma dan PPOK yang masih belum teredukasi dengan baik. Rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat di Kota Metro serta dikarenakan kurangnyainformasi kesehatan yang mereka terima sehingga solusi yang ditawarkan untuk mengatasi masalah itu dengan dilakukan penyuluhan dan pembaharuan ilmu yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, sikap, dan tindakan dokter dalam melakukan penanganan terhadap penyakit Asma dan PPOK. Diharapkan dengan diadakan kegiatan penyuluhan ini pengelolaan terhadap penyakit tidak menular bidang paru di Provinsi Lampung pada khususnya Kota Metro dapat terkelola dengan baik serta secara tidak langsung dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan peran dokter yang ada diFKTP. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah penyuluhan, yang dilanjutkan dengan diskusi. Mitra sasaran dalam kegiatan ini adalah 40 orang dokter di FKTP Kota Metro. Evaluasi keberhasilan pada kegiatan penyuluhan terdiri dari evaluasi awal dan evaluasi akhir. Tim pengabdian masyarakat pada kegiatan ini yaitu dokter spesialis paru dari Departemen  Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, RSUD dr. H. Abdul Moeloek Lampung. Hasil kegiatan ini menunjukkan peningkatan tingkat pemahaman sebesar 30% sehingga keseluruhan peserta memiliki pemahamanbaik. Selain itu, terjadi diskusi interaktif yang mengeksplorasi lebih dalam tentang manajemen penyakit Asma dan PPOK. Diharapkan promosi kesehatan ini dapat meningkatkan dokter di FKTP dalam melakukan manajemen penyakit Asma danPPOK.Kata kunci: PPOK, asma, promosi kesehatan