The advancement of information technology has significantly influenced the transformation of Islamic preaching (dakwah) methods in the contemporary era. Traditional forms of dakwah have evolved through social media, podcasts, television, and other digital platforms. While this shift enhances accessibility, it also raises concerns regarding the essence of dakwah, which risks being diluted by worldly interests. This article aims to analyze the main criticisms toward contemporary dakwah methods, including commercialization, lack of scholarly competence among preachers, poor audience engagement, and the pursuit of fame. Using a qualitative literature-based approach, the study identifies the root issues and offers solutions rooted in the principles of the Qur’an and Sunnah. The findings reveal that the integrity of dakwah can be preserved through sincere intention, deep religious knowledge, understanding the audience context, and avoiding vanity and fame. This article seeks to contribute to the preservation of authentic Islamic preaching values amidst the digital era's challenges. ABSTRAK Perkembangan teknologi informasi telah memberikan pengaruh besar terhadap perubahan metode dakwah Islam di era kontemporer. Dakwah yang sebelumnya dilakukan secara konvensional kini berkembang melalui media sosial, podcast, televisi, dan platform digital lainnya. Fenomena ini membawa dua sisi mata uang yang berbeda: di satu sisi mempermudah akses dakwah, namun di sisi lain menimbulkan kekhawatiran terhadap esensi dakwah yang mulai tercemar oleh kepentingan duniawi. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis kritik-kritik utama terhadap metode dakwah kontemporer, meliputi komersialisasi dakwah, minimnya kompetensi keilmuan para da’i, lemahnya pendekatan terhadap objek dakwah, serta kecenderungan menjadikan dakwah sebagai ajang ketenaran. Dengan pendekatan kualitatif berbasis studi pustaka, penulis mengevaluasi akar permasalahan dan menawarkan solusi yang bersumber dari prinsip-prinsip dakwah dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Hasil analisis menunjukkan bahwa kesucian dakwah dapat tetap terjaga apabila para da’i kembali memurnikan niat, memperdalam ilmu, memahami kondisi mad’u, serta menjauhkan diri dari riya’ dan popularitas. Artikel ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi penguatan nilai-nilai dakwah Islam agar tetap autentik dan relevan di tengah tantangan era digital.