I Gusti Agung Gede Putra Pemayun
Laboratorium Bedah Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana

Published : 38 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 38 Documents
Search

Perubahan Klinik Pada Anjing Lokal Selama Teranestesi Ketamin Dengan Berbagai Dosis Premedikasi Xilazin Secara Subkutan Dwiningrum, Kadek Mira; Wardhita, Anak Agung Gde Jaya; Putra Pemayun, I Gusti Agung Gede
Indonesia Medicus Veterinus Vol 5 (3) 2016
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (375.888 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan klinik yang terjadi selama teranestesi ketamin dengan premedikasi xilazin yang melebihi dosis pemberian secara intramuskuler pada anjing lokal yang diberikan secara subkutan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan yaitu pemberian xilazin dosis 2 mg/kg bb (kontrol), 4 mg/kg bb, 6 mg/kg bb, dan 8 mg/kg bb. Setiap perlakuan menggunakan enam ekor anjing sebagai ulangan, sehingga anjing yang digunakan sebanyak 24 ekor. Data kuantitatif yang diperoleh dianalisis dengan Sidik Ragam dan dilanjutkan dengan Uji Wilayah Berganda Duncan, sedangkan data kualitatif yang diperoleh disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perubahan klinik pada dosis premedikasi 2 mg/kg bb, 6 mg/kg bb dan 8 mg/kg bb, sedangkan pada dosis 4 mg/kg bb anjing tidak teranestesi sempurna sehingga tidak dilakukan pengamatan perubahan klinik pada dosis 4 mg/kg bb. Perbedaan dosis premedikasi xilazin berpengaruh nyata (P0,05) terhadap pulsus, CRT, frekuensi respirasi, suhu tubuh, dan tekanan otot rahang. Perbedaan waktu pengamatan selama anjing teranestesi berpengaruh sangat nyata (P
Case Report: Rectal Resection and Anastomosis Method as Rectal Prolapse Treatment in Persian Kitten Indra, Rusmin; Jayawardhita, Anak Agung Gde; Pemayun, I Gusti Agung Gde Putra
Indonesia Medicus Veterinus Vol 8 (4) 2019
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (293.17 KB)

Abstract

Rectal prolapse is a protrusion or eversion of the rectal mucous membrane from the anus. Prolapse generally occurs in young and old animals caused by relaxation of spinchter ani. A kitten was examined at the Udayana University Animal Hospital with complaints of recurrent prolapse, good appetite, and hyperactive. Physical and haematological examination showed that the kitten is proper to get surgery. Kitten being surgery with rectal resection method for rectum which got ulceration, then anastomosis is performed on remaining parts. Around the anus was sutured with a purse string technique. Post surgery treatment is carried out by fluid therapy, antibiotics and anti-inflammatory drugs. The wound was healed on the fifth day after surgery and prolapse does not occur again.
Laporan Kasus : Lipoma pada Anjing Ras Pekingese Darmawan, I Putu Gede Buda; Wandia, I Nengah; Pemayun, I Gusti Agung Gde Putra
Indonesia Medicus Veterinus Vol 8 (5) 2019
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (717.221 KB)

Abstract

Seekor anjing ras pekingese betina berumur 17 tahun dengan bobot 5 kg diperiksa dengan keluhan adanya benjolan besar dibagian perinealis. Diagnosis ditentukan dengan pengambilan biopsi jaringan tumor untuk pemeriksaan histopatologi. Hasil pemeriksaan histopatologi menunjukan adanya infiltrasi sel-sel lemak (adiposit) yang bentuknya hampir homogen dan dibatasi oleh stroma. Pemeriksaan rontgen (x-ray) menunjukan gambaran radiolusen pada daerah benjolan tersebut. Hewan kemudian ditangani dengan pembedahan untuk mengangkat tumor. Berdasarakan pemeriksaan yang telah dilakukan hewan didiagnosis menderita lipoma. Premedikasi diberikan atropine sulfate 0.03 mg/kgBB secara subkutan, dan xylazine 2 mg/kgBB secara intramuskular, kemudian dilanjutkan dengan ketamine 13 mg/kgBB secara intramuskular masing-masing diberikan dalam selang waktu 10 menit. Operasi pengangkatan tumor dilakukan dengan cara insisi sirkumsisi pada batas tumor dengan jaringan normal. Luka ditutup dengan pola jahitan menerus pada subkutan menggunakan chromic catgut 2.0 dan pola jahitan sederhana terputus pada kulit menggunakan silk braided 2.0. Penanganan pasca operasi hewan diberikan antibiotik cefixime trihydrate 100 mg (10 mg/kg BB) sebagai antibakterial dan asam mefenamat 250 mg (25 mg/kg BB) sebagai analgesik dan antiinflamasi, masing-masing diberikan secara per-oral selama lima hari. Hari ke-10 pascaoperasi luka telah mengalami kesembuhan secara klinis. Pengangakatan jaringan tumor merupakan salah satu tindakan yang efektif dalam penanganan lipoma pada kasus ini.
Laporan Kasus: Penanganan Hernia Umbilikalis pada Anjing Jantan Keturunan Shih-Tzu Umur Satu Tahun Sukma, Ni Ketut Ayu Mega; Sudisma, I Gusti Ngurah; Pemayun, I Gusti Agung Gde Putra
Indonesia Medicus Veterinus Vol 8 (5) 2019
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (574.085 KB)

Abstract

ABSTRAK Hernia umbilikalis merupakan tonjolan dari lapisan perut, lemak perut atau sebagian dari organ perut melalui daerah sekitar umbilikalis (pusar). Secara umum disebabkan karena faktor kongenital akibat dari penutupan cincin umbilical yang tidak lengkap setelah lahir. Seekor anjing persilangan Shih-Tzu berumur 1 tahun, dengan berat badan 5,8 kg berjenis kelamin jantan, didiagnosis menderita hernia umbilikalis yang didalamnya terdapat lemak. Anjing ditangani dengan tindakan pembedahan untuk mengembalikan isi hernia kedalam rongga abdomen. Premedikasi yang digunakan yaitu atropine sulfate secara subkutan dan anestesi yang digunakan yaitu kombinasi ketamine dan xylazine secara intravena dan anestesi inhalasi sebagai pemelihara anestesi. Anjing diinsisi pada kulit searah dengan garis tubuh (horizontal). Perawatan pascaoperasi dengan pemberian antibiotik cefotaxime 500 mg tablet selama 5 hari dengan jumlah pemberian 2 kali perhari ¼ tablet, pemberian analgesik asam mefenamat 500mg dengan jumlah pemberian 2 kali ¼ tablet diberikan selama 5 hari, dan pengobatan suportif berupa vitamin Livron B-Plex 2 kali ½ tablet selama 5 hari. Pada hari ke-1 sampai hari ke-3 luka daerah sayatan mengalami radang, pada hari ke-7 luka daerah sayatan sudah mengering dan hari ke-10 luka sudah sembuh.
Laporan Kasus: Penanganan Patah Miring pada Tulang Kering dan Tulang Betis Kanan pada Anjing Persilangan Dewi, Anak Agung Raka Isyani; Pemayun, I Gusti Agung Gde Putra
Indonesia Medicus Veterinus Vol 9 (2) 2020
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (216.912 KB) | DOI: 10.19087/imv.2020.9.2.206

Abstract

Fraktur merupakan kerusakan kontinuitas jaringan tulang. Anjing persilangan berjenis kelamin jantan, berumur dua tahun, bobot badan 11 kg, warna rambut coklat diperiksa di Rumah Sakit Hewan Pendidikan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana dengan keluhan mengalami kepincangan sejak 3 hari yang lalu akibat tertabrak motor. Secara fisik anjing nampak sehat, nafsu makan dan minum baik, urinasi dan defekasi normal. Inspeksi menunjukkan anjing mengalami pincang pada kaki kanan, mengalami kesakitan, bengkak serta terdengar suara krepitasi saat dilakukan palpasi. Pemeriksaan darah anjing mengalami limfositosis dan granulositosis. Pemeriksaan radiologi terlihat patahan pada os tibiae dan os fibulae dengan jenis patahan oblique. Tindakan praoperasi dengan pemberian atropine sulfat 0,25 mg/mL sebanyak 1 mL secara subkutan. Anastesi umum yang digunakan yaitu ketamine 100 mg/mL sebanyak 1,5 mL d an xylazine 20 mg/mL sebanyak 1 mL secara intravena dan anastesi inhalasi menggunakan isoflurence. Insisi dilakukan sepanjang daerah fraktur ±15 cm pada lokasi fraktur, musculus yang membungkus os tibiae dan os fibulae dikuakkan hingga bagian diafisis os tibiae dan os fibulae yang mengalami fraktur terlihat. Pemasangan intramedullary pin pada pada os tibiae dengan metode retrograded. Pascaoperasi diberikan antibotik cefotaxime 100mg/mL (2,5 mL intravena) dan dilanjutkan dengan ciprofloxazine 50 mg/tab (1 tab 2 kali/hari peroral), amoksan 250mg/tab (1 tablet 3 kali/hari selama tiga hari), analgesik meloxicam 7,5 mg/tab (0,2 tab hari ke-1 dan 0,1 tab pada hari selanjutnya), kalsium laktat 500 mg/tab (1 tab 1 kali/hari) dan enbatik serbuk pada luka insisi (secukupnya 1 kali/hari). Hasil operasi menunjukkan kesembuhan luka mulai pada hari ke-8 ditunjukkan dengan luka operasi sudah mulai mengering dan adanya usaha anjing untuk berdiri, berjalan walaupun masih pincang.
Laporan Kasus: Ovariohisterektomi untuk Penanganan Endometritis pada Anjing Ras Persilangan Dewi, Kadek Evi Dian Puspita; Wirata, I Wayan; Pemayun, I Gusti Agung Gde Putra
Indonesia Medicus Veterinus Vol 8 (6) 2019
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (510.087 KB)

Abstract

Endometritis merupakan peradangan pada lapisan endometrium yang disebabkan adanya infeksi. Bakteri yang biasanya menyebabkan infeksi tersebut ialah Eschericia coli (E. coli), Streptococcus, Staphylococcus, dan Proteus spp. Seekor anjing ras persilangan jenis kelamin betina berumur 1,5 tahun, berat badan 8,57 kg, diperiksa di Rumah Sakit Hewan Pendidikan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana dengan keluhan mengeluarkan eksudat dari alat kelamin sejak satu bulan yang lalu. Eksudasi berupa nanah yang bercampur dengan darah berwarna kemerahan dengan konsistensi cair, dan frekuensi sering. Pemilik melaporkan anjing pernah melahirkan sebanyak satu kali sebelumnya kurang lebih tiga bulan sebelum menunjukkan tanda klinis. Secara fisik dan klinis anjing nampak sehat dengan nafsu makan menurun dan minum masih baik, urinasi normal, anjing tampak gelisah dan selalu menjilati bagian vulva. Hasil pemeriksaan darah rutin menunjukkan peningkatan jumlah total leukosit (33,1 x 103/µL). Anjing ditangani dengan ovariohisterektomi yaitu pengangkatan ovarium dan uterus. Perawatan pascaoperasi dilakukan dengan memberikan antibiotik (Vetrimoxin® L.A. 15g/100ml) sebanyak 1 ml, amoxicillin tab 500 mg 1/2 tab 3 kali sehari selama 9 hari. Sedangkan analgesik meloxicam 7,5 mg diberikan dengan dosis 1/2 tab 1 kali sehari. Pada hari ke-10 pascaoperasi luka bekas insisi sudah mengering, kulit menyatu dengan baik dan sudah tidak lagi mengeluarkan eksudasi dari kelamin dan anjing dinyatakan sembuh.
Laporan Kasus: Cangkok Kulit pada Vulnus Avulsi Metatarsal Sinistra Kucing Lokal Monica, Mia; Sudisma, I Gusti Ngurah; Pemayun, I Gusti Agung Gde Putra
Indonesia Medicus Veterinus Vol 8 (6) 2019
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (376.492 KB)

Abstract

Luka atau vulnus merupakan salah satu proses kerusakan atau hilangnya komponen jaringan secara spesifik yang terjadi mengenai bagian tubuh tertentu. Dari berbagai jenis luka atau vulnus, kasus yang sering ditemukan pada kucing adalah luka dengan kehilangan sebagian kulit atau vulnus avulsi. Vulnus avulsi (vulnus avulsum) yaitu luka yang terjadi disertai lepasnya sebagian atau seluruh jaringan. Luka ini sering kali mengacu pada trauma permukaan di mana semua lapisan kulit telah terkoyak dan mengenai struktur dibawahnya (seperti jaringan subkutan, otot atau tendon). Seekor kucing lokal berumur 1,5 tahun, bobot badan 2,71 kg, dan berjenis kelamin jantan diperiksa di Rumah Sakit Hewan Pendidikan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana dengan keluhan adanya luka terbuka dengan hilangnya sebagian kulit pada metatarsal sinistra yang disebabkan terlilit oleh kawat. Penanganan luka tersebut dengan tindakan pembedahan dengan teknik cangkok kulit. Kulit bagian leher digunakan sebagai kulit donor pada proses cangkok kulit. Kulit donor dicukur, dibersihkan, dan diambil menggunakan scalpel kemudian diposisikan agar searah dengan pertumbuhan rambut pada tempat luka. Penjahitan dengan pola jahitan simple interrupted menggunakan benang silk 3-0. Kesembuhan luka cangkok kulit ditentukan oleh perawatan hewan, yaitu dengan menjaga pembalut luka selalu dalam kondisi kering, mencegah hewan menjilat kulit donor, dan pemberian antibiotik amoxicilin 2,5 mL secara oral 3 kali sehari dengan antiinflamsi nonsteroid ibuprofen 1 mL secara oral 2 kali sehari yang diberikan selama 7 hari. Cangkok kulit pada vulnus avulsi metatarsal sinistra kucing lokal belum berhasil.
Laporan Kasus: Vulnus Laceratum Akibat Jeratan Kawat pada Leher Anjing Lokal Sanjaya, Gede Putra; Pemayun, I Gusti Agung Gde Putra
Indonesia Medicus Veterinus Vol 10 (2) 2021
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2021.10.2.293

Abstract

Vulnus laceratum adalah luka robek yang disertai dengan kehilangan jaringan yang minimum, disebabkan oleh trauma benda tumpul. Anjing lokal betina berusia satu tahun dengan bobot 12,7 kg mengalami luka pada daerah leher yang sudah mengalami infeksi akibat jeratan kawat, disertai gejala klinis penurunan nafsu makan, dan kekurusan. Berdasarkan anamnesis dan tanda klinis yang nampak, anjing didiagnosis mengalami vulnus laceratum yang melingkar pada bagian leher dengan prognosis fausta. Vulnus laceratum ditangani dengan pembedahan dengan terlebih dahulu dilakukan pembersihan luka (cleansing) dengan hidrogen peroksida (H2O2) 3%, kemudian pengangkatan jaringan yang mati atau rusak (debridement) untuk membuat luka baru agar bisa menyatu, dan dilanjutkan penutupan luka dengan jahitan (suturing). Pascaoperasi, anjing diberikan antibiotik cefotaxime dengan dosis 28 mg/kg bb secara intravena selama tiga hari berturut-turut dilanjutkan dengan pemberian antibiotik cefixime caps 100 mg (dua kali sehari) selama lima hari beturut-turut serta pemberian bacitracin. Pada hari kedelapan pascaoperasi, luka terlihat menyatu dan mulai mengering disertai dengan peningkatan nafsu makan.
Laporan Kasus: Penanganan Bedah pada Kista Multiple Kelenjar Sebaseus pada Anjing Persilangan Pomeranian Marzuki, Mildawati; Wirata, I Wayan; Pemayun, I Gusti Agung Gde Putra
Indonesia Medicus Veterinus Vol 10 (2) 2021
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2021.10.2.326

Abstract

Kista sebaseus adalah istilah yang menunjukkan kista subkutan yang terjadi karena obstruksi pembukaan duktus pilosebaceous. Sebasea diproduksi oleh kelenjar sebasea yang pada umumnya berhubungan dengan folikel rambut. Seekor anjing persilangan pomeranian berumur enam tahun, bobot badan 5,8 kg dan berjenis kelamin jantan diperiksa di Rumah Sakit Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana dengan keluhan terdapat penonjolan pada bagian inter digitalis kaki kiri depan. Menurut hasil pemeriksaan histopatologi terhadap biopsi tumor tersebut yang dilakukan di Balai Besar Veteriner Denpasar, didiagnosis mengalami kista kelenjar sebasea. Kista ditangani dengan melakukan pembedahan (eksisi). Premedikasi yang diberikan berupa atropin sulfat 0,5 mL dan anestesi yang digunakan berupa ketamin 0,6 mL dan xylazin 0,3 mL. Insisi dilakukan pada bagian pangkal kista kemudian dilakukan preparasi untuk membuka bagian kulit dan eksisi jaringan kista secara menyeluruh, kemudian jaringan dipindahkan dan dilakukan penjahitan pada daerah sayatan. Anjing diberi antibiotik amoksisilin trihidrat 250 mg dua kali sehari 0,5 tablet secara per oral, selama tujuh hari dan asam mefenamat 500 mg dua kali sehari 0,5 tablet secara per oral, selama lima hari. Penanganan pascaoperasi pada kasus ini disarankan untuk membatasi gerak pasien, menjaga kebersihan luka, dan rutin melakukan pengecekan terhadap luka dengan mengganti perbannya.
Laporan Kasus: Penanganan Hernia Umbilikalis pada Kucing Persilangan Persia Betina Septhayuda, Irdha Eka; Dada, I Ketut Anom; Pemayun, I Gusti Agung Gde Putra
Indonesia Medicus Veterinus Vol 10 (1) 2021
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2021.10.1.146

Abstract

Hernia umbilikalis adalah cacat anatomis karena otot–otot di sekitar umbilkus tidak menyatu dan tetap terpisah sehingga bagian dari usus atau omentum masuk dari rongga perut ke kantong hernia. Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk meningkatkan keterampilan dalam mendiagnosis, penanganan dan pengobatan kasus hernia umbilikalis pada kucing. Seekor kucing persilangan persia berumur 14 bulan, dengan bobot 2,9 kg berjenis kelamin betina memiliki keluhan adanya benjolan lunak pada bagian perut bawah. Berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan radiografi bagian abdominal, kucing Kimi didiagnosis menderita hernia umbilikalis dengan prognosis fausta. Metode pengobatan yang dipilih adalah tindakan pembedahan. Sebelum dilakukan pembedahan, kucing kasus diberikan atropin sulfat sebagai premedikasi dan kombinasi ketamin dan xylazin sebagai anastesi. Pembedahan dilakukan dengan laparatomi yaitu tepat di atas dari cincin hernia. Selanjutnya mereposisi isi hernia dengan cara memasukkan omentum ke dalam rongga abdomen. Kemudian dilakukan penjahitan pada peritoneum dan subkutan menggunakan benang chromic catgut 3.0 serta di lanjutkan dengan jahitan kulit menggunakan benang silk 2.0. Pasca operasi diberikan antibiotik amoxicillin injeksi dengan dosis 10,3 mg/kg BB yang dilanjutkan dengan pemberian amoxicillin oral dengan dosis 51 mg/kg BB/hari serta pemberian asam tolfenamik sebagai analgesik dengan dosis 10 mg/hari dengan pemberian selama lima hari. Pada hari ke-10 pascaoperasi kucing dinyatakan sembuh dengan luka operasi yang sudah kering dan menyatu.