Claim Missing Document
Check
Articles

Found 27 Documents
Search

Kelalaian Pengembang Perumahan dan Kesenjangan Penegakan Hukum Atas Fasilitas Sosial dan Umum Rifayandhi, Muhamad Hanif; Kurniati, Nia; Zamil, Yusuf Saepul
JURNAL USM LAW REVIEW Vol. 8 No. 3 (2025): DECEMBER (Article in Press)
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/julr.v8i3.12838

Abstract

This study analyzes the legal enforcement gaps in housing developers’ obligations to provide and hand over social and public facilities (fasos/fasum) to local governments. The problem arises from the inconsistency between regulatory provisions and their implementation, which allows developers to neglect their legal duties without effective sanctions. Using a normative juridical method with statutory and conceptual approaches, this research examines the alignment between national housing regulations, regional government authority, and the enforcement mechanisms in Law No. 1 of 2011 on Housing and Settlement Areas. The findings show that weak supervision, unclear sanction procedures, and overlapping institutional authority have resulted in the ineffective enforcement of developers’ obligations, leading to losses in public welfare and urban infrastructure quality. The study’s novelty lies in its identification of structural weaknesses in housing law enforcement and the proposal of an integrated regulatory model that strengthens the coordination between central and local governments. This model aims to ensure legal certainty, public accountability, and sustainable urban development through consistent enforcement of developers’ social and public facility obligations.   Penelitian ini menganalisis kesenjangan penegakan hukum terhadap kewajiban pengembang perumahan dalam menyediakan dan menyerahkan fasilitas sosial serta fasilitas umum (fasos/fasum) kepada pemerintah daerah. Permasalahan muncul akibat ketidaksesuaian antara ketentuan normatif dan implementasi di lapangan yang menyebabkan banyak pengembang lalai memenuhi kewajibannya tanpa sanksi yang efektif. Menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual, penelitian ini menelaah keterkaitan antara peraturan perumahan nasional, kewenangan pemerintah daerah, dan mekanisme penegakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lemahnya pengawasan, ketidakjelasan prosedur sanksi, dan tumpang tindih kewenangan antarinstansi mengakibatkan kewajiban pengembang tidak terlaksana secara efektif, yang berdampak pada penurunan kesejahteraan masyarakat dan kualitas infrastruktur perkotaan. Kebaruan penelitian ini terletak pada identifikasi kelemahan struktural dalam sistem penegakan hukum perumahan dan usulan model regulasi terpadu yang memperkuat koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Model tersebut diharapkan dapat mewujudkan kepastian hukum, akuntabilitas publik, dan pembangunan perkotaan berkelanjutan melalui penegakan hukum yang konsisten terhadap kewajiban pengembang fasos dan fasum.  
PENGGUNAAN RUANG BAWAH TANAH UNTUK BANGUNAN GEDUNG DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT YANG BERLAKU Afifah, Siti Sarah; Kurniati, Nia; Zamil, Yusuf Saepul
Bina Hukum Lingkungan Vol. 3 No. 1 (2018): Bina Hukum Lingkungan, Volume 3, Nomor 1, Oktober 2018
Publisher : Asosiasi Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (267.081 KB)

Abstract

Bertambahnya jumlah manusia yang membutuhkan tanah luasan/areal lahan (tanah) terbatas, menyebabkan maraknya penggunaan ruang bawah tanah di Indonesia, khususnya di kota-kota besar seperti Kota Bandung, Jakarta, dan Makassar. Hal tersebut didukung pula dengan perkembangan teknologi yang pesat saat ini. Permasalahan muncul ketika penggunaan tanah dilakukan secara 3 (tiga) dimensi sedangkan dasar obyek pendaftaran tanah merupakan bagian-bagian permukaan bumi tertentu yang berbatas dan berdimensi 2 (dua). Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk menemukan legalitas bangunan gedung yang dibangun di ruang bawah tanah, dan menemukan akibat hukum penggunaan ruang di bawah tanah untuk bangunan gedung ditinjau dari peraturan perundang-undangan terkait yang berlaku. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis yaitu melalui penelitian ini, diharapkan dapat diperoleh gambaran secara komprehensif mengenai penggunaan ruang di bawah tanah untuk bangunan gedung. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan studi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penggunaan ruang di bawah tanah untuk bangunan gedung. Penggunaan tanah dengan 3 (tiga) dimensi yang berarti tidak hanya menyangkut ukuran panjang dan lebar tanah saja, melainkan juga menyangkut ukuran tinggi/kedalaman tanah. Sehingga dalam penggunaan ruang bawah tanah harus memperhatikan aspek-aspek hukum lainnya yang terkait seperti aspek hak atas tanah, penataan ruang, dan perizinan, agar ruang bawah tanah dapat dipergunakan secara legal, dan optimal sesuai dengan tujuan, dengan tetap menjaga aspek penataan ruang dan lingkungan.
Perlindungan Hukum Terhadap Hak Petani Terkait Tidak Mendapatkan Fasilitas Berdasarkan Hukum Positif Musdamayanti, Musdamayanti; Suparto, Susilowati; Zamil, Yusuf Saepul
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 4 No. 4 (2024): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v4i4.14329

Abstract

Perusahaan perkebunan wajib memfasilitasi kebun masyarakat sekitar, ketentuan memfasilitasi kebun masyarakat sekitar tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan Jo. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang Pasal 58 yang berbunyi “(1) Perusahaan Perkebunan yang mendapatkan Perizinan Berusaha untuk budi daya yang seluruh atau sebagian lahannya berasal dari: a. area penggunaan lain yang berada di luar hak guna usaha; dan/atau b. areal yang berasal dari pelepasan kawasan hutan, wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar, seluas 20% (dua puluh persen) dari luas lahan tersebut”. Penelitian ini menggunakan yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang bertumpu pada pelaksanaan kaidah-kaidah atau norma-norma hukum yang terdapat dalam hukum positif. Berdasarkan hasil dari penelitian bahwa Perlindungan Hukum yang diberikan yaitu Perusahaan perkebunan yang tidak melaksanakan kewajiban fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda, penghentian sementara dari kegiatan Usaha Perkebunan dan/atau pencabutan Perizinan Berusaha Perkebunan yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian.
PENGGUNAAN RUANG BAWAH TANAH UNTUK BANGUNAN GEDUNG DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT YANG BERLAKU Afifah, Siti Sarah; Kurniati, Nia; Zamil, Yusuf Saepul
Bina Hukum Lingkungan Vol. 3 No. 1 (2018): Bina Hukum Lingkungan, Volume 3, Nomor 1, Oktober 2018
Publisher : Asosiasi Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (267.081 KB)

Abstract

Bertambahnya jumlah manusia yang membutuhkan tanah luasan/areal lahan (tanah) terbatas, menyebabkan maraknya penggunaan ruang bawah tanah di Indonesia, khususnya di kota-kota besar seperti Kota Bandung, Jakarta, dan Makassar. Hal tersebut didukung pula dengan perkembangan teknologi yang pesat saat ini. Permasalahan muncul ketika penggunaan tanah dilakukan secara 3 (tiga) dimensi sedangkan dasar obyek pendaftaran tanah merupakan bagian-bagian permukaan bumi tertentu yang berbatas dan berdimensi 2 (dua). Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk menemukan legalitas bangunan gedung yang dibangun di ruang bawah tanah, dan menemukan akibat hukum penggunaan ruang di bawah tanah untuk bangunan gedung ditinjau dari peraturan perundang-undangan terkait yang berlaku. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis yaitu melalui penelitian ini, diharapkan dapat diperoleh gambaran secara komprehensif mengenai penggunaan ruang di bawah tanah untuk bangunan gedung. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan studi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penggunaan ruang di bawah tanah untuk bangunan gedung. Penggunaan tanah dengan 3 (tiga) dimensi yang berarti tidak hanya menyangkut ukuran panjang dan lebar tanah saja, melainkan juga menyangkut ukuran tinggi/kedalaman tanah. Sehingga dalam penggunaan ruang bawah tanah harus memperhatikan aspek-aspek hukum lainnya yang terkait seperti aspek hak atas tanah, penataan ruang, dan perizinan, agar ruang bawah tanah dapat dipergunakan secara legal, dan optimal sesuai dengan tujuan, dengan tetap menjaga aspek penataan ruang dan lingkungan.
KEPASTIAN HUKUM STATUS TANAH BEKAS EIGENDOM YANG BELUM DI KONVERSI DALAM PROSES PERALIHAN HAK ATAS TANAH OLEH PPAT SETELAH BELRKUNYA UUPA DIHUBUNGKAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT Husaeni, Rifky Bustami; Pujiwati, Yani; Zamil, Yusuf Saepul
PALAR (Pakuan Law review) Vol 10, No 3 (2024): Volume 10, Nomor 3 July-September 2024
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/palar.v10i3.10683

Abstract

ABSTRAKPada tanggal 24 September tahun 1980 ketentuan mengenai eigendom sudah dianggap tidak berlaku, namun dalam praktiknya kepemilikan hak eigendom masih banyak dimiliki oleh beberapa dari masyarakat. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan pemahaman mengenai status tanah bekas eigendom yang belum dikonversi menjadi hak milik setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan terkait. Metode Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Spesifikasi Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Tahap penelitiannya yaitu studi kepustakaan dan lapangan. Metode analisis data dalam penelitian ini adalah metode analisis yuridis kualitatif, karena data yang diperoleh melalui penelitian lapangan maupun penelitian kepustakaan disusun sistematis. Berdasarkan hasil penelitian pada Badan Pertanahan Nasional Kota Bandung dalam praktiknya masih banyak masyarakat yang memiliki dalam kepemilikan hak eigendom yang belum di konversi menjadi hak milik sehingga berakibat pada status tanah bekas eigendom tersebut menjadi tanah yang dikuasai oleh negara. Kata Kunci: Tanah, Eigendom, Konversi. ABSTRACTOn September 24 1980, the provisions regarding eigendom were deemed no longer valid, but in practice many communities still own eigendom rights. The aim of this research is to gain an understanding of the status of former eigendom land that has not been converted into property rights after the enactment of Law Number 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Regulations in connection with related regulations. This research method uses a normative jurisprudential approach. Specifications: This research is descriptive analytical in nature. The research stage is literature and field study. The data analysis method in this research is a qualitative juridical analysis method, because the data obtained through field research and library research are arranged systematically. Based on the results of research at the Bandung City National Land Agency, in practice there are still many people who have ownership of eigendom rights which have not been converted into property rights, resulting in the status of the former eigendom land becoming land controlled by the state. Keywoard: Land, Eigendom, Conversion.
Settlement Of Land Acquisition Disputes For Komodo Super Priority Tourism Development Maudya, Fatma Namira; Kurniati, Nia; Zamil, Yusuf Saepul
PALAR (Pakuan Law review) Vol 11, No 1 (2025): Volume 11, Number 1 January-March 2025
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/palar.v11i1.11410

Abstract

ABSTRAK Tanah memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia karena tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Hak atas tanah memiliki fungsi sosial dan dapat dicabut untuk kepentingan umum. Pembangunan pariwisata Super Prioritas Komodo menimbulkan konflik dan sengketa, serta merugikan masyarakat asli pulau Komodo. Penelitian ini merupakan penelitian hukum hukum normatif, dilakukan dengan cara kepustakaan atau disebut juga “Legal Research”. Metode pendekatannya yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, yang di analitis untuk mendapatkan jawaban permasalahan hukum yang dibahas. Sebelum tahun 1980, mayoritas warga Kampung Komodo adalah petani dan nelayan. Namun, seiring hadirnya Balai Taman Nasional Komodo sesudah penetapan Pulau Komodo dan sekitarnya menjadi taman nasional, kehidupan warga setempat berubah. Proses pengadaan tanah dilakukan tanpa melibatkan masyarakat terdampak, sehingga memunculkan berbagai kasus perampasan tanah. Proses penyelesaian sengketa ini memerlukan waktu yang panjang dan membutuhkan proses yang rumit. Proses mediasi dapat dilakukan untuk mendapatkan solusi yang menguntungkan untuk semua pihak. Hal ini merupakan salah satu langkah penyelesaian yang paling tepat dalam kasus ini. Kata Kunci: Tanah, Pengadaan Tanah, Penyelesaian Sengketa. ABSTRACT Land has an important role in human life because it cannot be separated from human life. Land rights have a social function and can be revoked for the public interest. The development of Komodo Super Priority tourism has led to conflicts and disputes, as well as harming the indigenous people of Komodo Island. This research is a normative legal research, conducted by means of literature or also called “Legal Research”. The method of approach is a statutory approach, conceptual approach, which is analyzed to get answers to the legal problems discussed. Before 1980, the majority of Komodo villagers were farmers and fishermen. However, with the presence of the Komodo National Park Center after the establishment of Komodo Island and its surroundings into a national park, the lives of local residents changed. The land acquisition process was conducted without involving the affected communities, resulting in various cases of land grabbing. The process of resolving these disputes takes a long time and requires a complicated process. A mediation process can be used to find a solution that is favorable to all parties. This is one of the most appropriate resolution steps in this case. Keywords: Land, Land Acquisition, Dispute Resolution.
Aspek Tanggung Jawab Youtube dalam Penyelenggaraannya di Indonesia Berdasarkan Hukum Penyiaran, Telekomunikasi, dan Hukum ITE Salsabila Hadiani; Yusuf Saepul Zamil; Laina Rafianti
Jurnal Indonesia Sosial Sains Vol. 2 No. 08 (2021): Jurnal Indonesia Sosial Sains
Publisher : CV. Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/jiss.v2i08.389

Abstract

YouTube, LLC. ikenal sebagai platform elektronik berbagi video asal Amerika. Permasalahan utama dalam penyelenggaraan YouTube di Indonesia adalah kurang preventifnya kebijakan YouTube yang diterapkan pada layanannya serta inkonsistensi YouTube dalam menegakkan kebijakannya tersebut. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui dan menjelaskan pengaturan serta aspek tanggung jawab YouTube, LLC. dalam penyelenggaraan layanannya di Indonesia terhadap penggunanya berdasarkan Hukum tentang Penyiaran, Telekomunikasi, dan Informasi dan Transaksi Elektronik. Metode penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif yang bertitik tolak dari data sekunder dengan menjalankan dua tahap penelitian, yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Data primer didapatkan dari pengumpulan bahan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. Hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa YouTube, LLC. telah mengimplementasikan beberapa dari peraturan perundang-undangan Indonesia terkait layanan OTT audio visual dalam kebijakannya dengan baik, namun masih ditemukan beberapa permasalahan dalam penegakan kebijakannya akibat sistem penegakannya yang bersifat represif. Oleh karena itu, diperlukan sistem penegakan kebijakan Youtube yang lebih bersifat preventif guna mengantisipasi permasalahan-permasalahan yang kerap terjadi pada layanan YouTube serta penyediaan regulasi terkait pembentukan ko-regulasi untuk mengantisipasi penghindaran pertanggungjawaban hukum oleh penyelenggara layanan OTT seperti YouTube, LLC.