Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search

PERSPEKTIF DOSEN, MAHASISWA, TENDIK MENGENAI IMPLEMENTASI MERDEKA BELAJAR KAMPUS MERDEKA DI UNIVERSITAS TARUMANAGARA Sri Tiatri; Keni Keni; Rasji Rasji; Rita Markus Idulfilastri; Nafiah Solikhah; Fransisca I. R. Dewi; Jap Tji Beng
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol. 6 No. 1 (2022): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v6i1.16072.2022

Abstract

Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) telah disosialisasikan terutama kepada dosen dan mahasiswa Universitas Tarumanagara, sejak ditetapkan oleh Kemendikbudristek pada bulan Januari 2020.  Kurikulum MBKM ini juga telah diimplementasikan selama lebih dari 1,5 tahun di Universitas Tarumanagara sejak semester ganjil 2020/2021.  Pada akhir tahun 2021, Ditjen Diktiristek menugaskan 110 Perguruan Tinggi Swasta termasuk Universitas Tarumanagara, untuk melaksanakan penelitian mengenai kebijakan MBKM. Satu Tim Peneliti ditugaskan oleh Universitas Tarumanagara melaksanakan tugas dari Ditjen Diktiristek tersebut. Dalam pelaksanaan tugas ini, penelitian juga ditujukan untuk memahami perspektif dosen, mahasiswa, dan tenaga kependidikan (tendik) terhadap kebijakan dan implementasi MBKM tersebut.  Partisipan penelitian adalah dosen, mahasiswa, dan tendik Universitas Tarumanagara. Data dikumpulkan melalui survei elektronik yang dirancang, dan disebarluaskan oleh Ditjen Diktiristek melalui SPADA (Sistem Pembelajaran Daring). Data yang digunakan dalam tulisan ini adalah data pada tanggal 23 Desember 2021 yang diberikan oleh Ditjen Diktiristek kepada LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat) Universitas Tarumanagara, terdiri atas 298 dosen, 3.994 mahasiswa, dan 136 tendik Universitas Tarumanagara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% dosen, mahasiswa, dan tendik mengetahui sebagian besar isi kebijakan MBKM, terutama melalui sosialisasi yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi. Lebih dari 50% partisipan memilih Sosialisasi Kemendikbud, Kanal Perguruan Tinggi, dan Sosialisasi Perguruan Tinggi sebagai tiga media informasi yang dapat meningkatkan pemahaman mengenai MBKM. Partisipan menyatakan bahwa kedelapan kegiatan MBKM sudah ada sebelumnya.  Lebih dari 50% partisipan menjawab dua semester untuk melaksanakan kegiatan MBKM di luar perguruan tinggi. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dinyatakan bahwa sekitar 50% dosen, mahasiswa, dan tendik di Universitas Tarumanagara telah memiliki perspektif yang sejalan dengan Kebijakan MBKM yang telah ditetapkan oleh Kemendikbudristek. Diskusi-diskusi di tingkat dosen merekomendasikan kemandirian dalam menjalankan MBKM bagi perguruan tinggi yang dinilai mampu oleh Kemendikbudristek.The Kampus Merdeka Independent Learning Curriculum (MBKM) has been socialized, specifically to lecturers and students of Universitas Tarumanagara since its stipulation by the Ministry of Education and Culture and Research and Technology in 2020. This curriculum was also implemented for more than 1.5 years at Universitas Tarumanagara, from the beginning of semester 2020/2021.  At the end of 2021, the Directorate General of Higher Education assigned 110 private universities, including Tarumanagara University, to conduct research regarding MBKM policies. One Research Team was assigned by Universitas Tarumanagara to fulfill the task assigned by the Directorate General of Higher Education and Research and Technology, as well as to understand the perspectives of lecturers, students, and education staff on the MBKM policy and implementation. Research participants include lecturers, students, and staff at Tarumanagara University. Data was collected through an electronic survey designed and administered by the Directorate General of Higher Education and Research and Technology through SPADA (Online Learning System). The data used in this paper is from December 23, 2021 which was handed by the Directorate General of Higher Education and Research and Technology to the LPPM (Institute for Research and Community Service) of Universitas Tarumanagara, consisting of 298 lecturers, 3,994 students, and 136 staff of Universitas Tarumanagara. The result shows that about 50% of lecturers, students, and staff knew most of the contents of the MBKM policy, especially through socialization carried out by the university. More than 50% of participants chose Socialization by the Ministry of Education and Culture, University Channel, and Socialization by the University as the three information media that can improve the understanding of MBKM. Participants stated that the eight MBKM activities had existed before. More than 50% of participants chose to dedicate 2 semesters to carry out MBKM activities outside university activities. Based on the results of this study, it can be stated that about 50% of the lecturers, students, and staff at Universitas Tarumanagara already possess a perspective that is in line with the MBKM Policy that has been set by the Ministry of Education and Culture and Research and Technology. Discussions among the lecturers recommended independence in implementing MBKM for universities deemed capable by the Ministry of Education and Culture and Research and Technology.
DAMPAK PSIKOLOGIS MAHASISWA PADA IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOLABORATIF DAN PARTISIPATIF DI KABUPATEN BELITUNG Rita Markus Idulfilastri; Sri Tiatri; Keni Keni; Nafiah Solikhah; Fransisca I. R. Dewi; Jap Tji Beng
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol. 6 No. 1 (2022): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v6i1.16074.2022

Abstract

Pembelajaran kolaboratif dan partisipatif merupakan salah satu indikator keberhasilan utama (IKU) yang dipersyaratkan untuk menilai ketercapaian pelaksanaan MBKM. Kegiatan penelitian ini berbasis projek (team-based project) yaitu kegiatan proyek lapangan yang dilakukan sesuai setting sebenarnya, bukan kegiatan di dalam kelas. Tujuan penelitian untuk melihat dampak psikologis pembelajaran kolaboratif dan partisipatif berpengaruh sebelum dan setelah melaksanakan proyek. Konsep teori yaitu kesiapan berubah (readiess to change) dan passion. Dimensi kesiapan berubah terdiri change of efficacy, ketepatan berubah, dukungan manajemen, manfaat pribadi dan dimensi passion terdiri dari harmony passion dan obsessive passion. Metode penelitian menggunakan kuasi eksperimen dengan jumlah sampel 6 mahasiswa UNTAR dan diambil data pre-test, post-test dan wawancara. Pengolahan data menggunakan korelasi dan compare mean t-test. Hasil penelitian menunjukkan terjadi hubungan kuat dan signifikan antara pre-test, post-test pada kesiapan berubah dan passion. khususnya pada dimensi-dimensi ketepatan melakukan perubahan, change of efficacy dan harmony passion. Namun hasil perbedaan rata-rata menunjukkan signifikan hanya pada change of efficacy. Kesimpulan penelitian memperlihatkan dampak psikologis change of efficacy terjadi pada mahasiswa yang melakukan implementasi pembelajaran kolaboratif dan partisipatif di kabupaten Belitung. Mahasiswa meyakini proyek yang dilakukannya memberikan dampak perubahan pada masyarakat. Keyakinan diri mahasiswa yang relatif kuat sebelum dilaksanakan proyek dan menjadi semakin bertambah kuat setelah selesai proyek dilaksanakan. Saran penelitian selanjutnya dilakukan beberapa kali proyek kegiatan untuk mempertahankan konsistensi data.Collaborative and participatory learning is one of the main success indicators (IKU) required to assess the achievement of MBKM implementation. This research activity is project-based (team-based project), namely field project activities carried out according to the actual setting, not activities in the classroom. The aim of the research is to see the psychological impact of collaborative and participatory learning before and after implementing the project. The theoretical concepts used are readiness to change and passion. The changing dimension consists of changes in efficacy, changes in accuracy, management support, personal benefits and the passion dimension consists of harmony passion and obsessive passion. The research method used a quasi-experimental with a sample of 6 UNTAR students and pre-test, post-test and interview data were taken. Processing of data using correlation and comparing the mean t-test. The results showed that there was a strong and significant relationship between pre-test, post-test on readiness to change and passion. especially on the dimensions of accuracy in making changes, changes in efficacy and passion for harmony. However, the results of the mean difference showed significant only in the change in success. The conclusion of this research is the impact of psychological impact on efficacy changes that occur in students who implement collaborative and participatory learning in Belitung district. Students believe in projects that have a changing impact on society. Students' self-confidence is relatively strong before the project is implemented and becomes stronger after the project is completed. Subsequent research suggests several project activities to maintain data.
DAMPAK IMPLEMENTASI MBKM PADA KOGNITIF MAHASISWA UNIVERSITAS X: REKOMENDASI PENINGKATAN MBKM DI PTS Jap Tji Beng; Keni Keni; Nafiah Solikhah; Rita Markus Idulfilastri; Fransisca Iriani Roesmala Dewi; Mira Bella; Nina Perlita; Sri Tiatri
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol. 6 No. 1 (2022): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v6i1.16077.2022

Abstract

Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) adalah suatu program yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek RI) sejak tahun 2020. Universitas Tarumanagara telah berkomitmen dalam menerapkan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) sebagai bagian dari kurikulum sejak tahun 2020. Sejalan dengan kebijakan MBKM, upaya Kemendikbudristek menjaga mutu Perguruan Tinggi adalah dengan menggunakan Indikator Kinerja Utama (IKU). Salah satu sub indikator yang keberhasilan terdapat pada IKU-7, yaitu mahasiswa terlibat dalam kelas yang kolaboratif dan partisipatif. Penelitian ini bertujuan melihat dampak implementasi kelas kolaboratif dan partisipatif pada mahasiswa yang teribat dalam MBKM, khususnya dalam bentuk Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) di Kabupaten Belitung. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu qualitative descriptive dengan pendekatan participatory ethnography. Peneliti terdiri atas 7 dosen dan 6 mahasiswa pelaksana 3 PKM di Kabupaten Belitung. Partisipan yang menjadi sasaran  penelitian ini adalah  6 Mahasiswa MBKM yang terlibat dalam Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) tersebut. Pengumpulan data dilakukan melalui metode observasi dan wawancara sebelum, selama, dan sesudah pelaksanaan acara PKM di Kabupaten Belitung. Penelitian menghasilkan tiga temuan dalam aspek kognitif yaitu: (a) kegiatan pembelajaran kolaboratif dan partisipatif meningkatkan pengetahuan mahasiswa MKBM mengenai pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat; (b) meningkatkan kemampuan analisis pada mahasiswa; dan (c) meningkatkan kemampuan dalam hal problem solving pada mahasiswa. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai gambaran dampak pelaksanaan MBKM, dan selanjutnya dapat menjadi rekomendasi untuk peningkatan MBKM di perguruan tinggi swasta.
STREAMLINE MODERNE: PERKEMBANGAN GAYA MODERN ARSITEKTUR ART DECO DI KOTA BANDUNG TAHUN 1930-1950 Solikhah, Nafiah
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol. 8 No. 1 (2024): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora , dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v8i1.26428.2024

Abstract

Awal abad ke-19 merupakan masa penting perkembangan arsitektur dan kota Bandung yang dilatarbelakangi oleh rencana pemerintah Belanda untuk memindahkan ibu kota Hindia Belanda dari Batavia ke Bandung (Bandoeng als hoofdstad van Indië). Kota Bandung mengalami perkembangan pesat pada periode tahun 1910-1940 dengan desain paling modern saat itu, yaitu Art Deco. Pada tahun 2014, kota Bandung ditetapkan oleh UNESCO sebagai kota dengan bangunan art deco terbanyak dan terlengkap di dunia. Periode akhir Art Deco dikenal dengan sebutan streamline juga berkembang di kota Bandung pada periode 1930-1950. Oleh karena itu, diperlukan adanya kajian tentang Streamline Moderne sebagai Perkembangan Gaya Modern Arsitektur Art Deco di Bandung pada periode tahun 1930-1950. Tujuan penelitian adalah untuk menggali perkembangan streamline moderne Art Deco di dunia sampai dengan pengaruh dan penyerapannya pada bangunan Art Deco di Kota Bandung serta pengaruhnya dalam perkembangan arsitektur modern di Indonesia. Paradigma penelitian yang digunakan adalah naturalistik dengan strategi penelitian kualitatif dalam bentuk pendekatan Interpretive-Historical Research. Tahapan yang dilakukan meliputi tahap Heuristik, Kritik, Interpretasi, dan historiografi. Sampel diambil melalui purposive sampling dengan kriteria bangunan yang memiliki karakter Streamline moderne, yaitu: Vila Isola (sekarang kantor Rektorat UPI) dan Vila De Driekleur (sekarang Kantor Bank BTPN). Berdasarkan hasil studi, diketahui bahwa perkembangan arsitektur di kota Bandung pada periode tahun 1930-1950 didukung oleh pembangunan infrastrukur untuk mendukung aktivitas Pemerintahan Hindia Belanda. Beberapa Arsitek Belanda yang berkarier di Hindia Belanda mengembangkan konsep Arsitektur percampuran arsitektur barat dengan teknologi modern, kebudayaan timur, dan iklim tropis. Periode 1930-1950 sebagai Periode Late Art Deco/Streamline menjadi salah satu tonggak Perkembangan Arsitektur Modern Indonesia.
PERANCANGAN FASILITAS BERMAIN DAN BELAJAR BAGI ANAK PASCA BENCANA DI DESA CIHERANG, CIANJUR Cynthia, Cynthia; Monica, Felya; Gratiano, Giuseppe; Solikhah, Nafiah
Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Vol. 7 No. 2 (2023): Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Publisher : Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmstkik.v7i2.26371

Abstract

Indonesia is an earthquake-prone area because it is located in the Pacific Ring of Fire area. One of the areas affected by the earthquake on 21st November, 2022 was Ciherang Village, Cianjur Regency, West Java where children were also affected by the disaster. PAUD facilities that were originally used for learning for children were damaged, forcing children to study in emergency facilities in the form of tents. The earthquake also resulted in psychological trauma for children. One form of post-disaster trauma recovery for children is to carry out dynamic recovery. This can be done by doing normal activities such as playing and studying. Based on these problems, an exploration was carried out to design play and learning facilities for children after the earthquake disaster in Ciherang Village, Cianjur. The proposed design is a prototype where this facility can be built and implemented on other sites with similar needs and conditions. The design aims to be used as an interactive reading area for children and is expected to present an interesting and fun atmosphere for playing, learning and reading. In addition, the design also adopts the concept of locality by utilizing local materials, namely bamboo and polycarbonate and designing a sloping roof as a response to the tropical climate and high rainfall so that rainwater can be collected using a drum which can then be reused as a clean water reserve. Keywords: post-earthquake trauma recovery; educational facilities; exploratory; prototype of playing and learning facilities; dynamic recovery activities and facilities Abstrak Indonesia menjadi daerah rawan gempa bumi karena terletak di area Cincin Api Pasifik. Salah satu wilayah terdampak gempa bumi pada 21 November 2022 adalah Desa Ciherang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat di mana anak-anak turut menjadi korban terdampak dari bencana tersebut. Fasilitas Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang semula dimanfaatkan untuk belajar bagi anak-anak mengalami kerusakan sehingga memaksa anak-anak untuk belajar di dalam fasilitas darurat berupa tenda. Gempa bumi juga mengakibatkan trauma psikologis bagi anak-anak. Salah satu bentuk pemulihan trauma pasca bencana bagi anak-anak adalah dengan melakukan pemulihan secara dinamis. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan aktivitas seperti biasa seperti bermain dan belajar. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dilakukan eksplorasi perancangan fasilitas bermain dan belajar bagi anak-anak pasca bencana gempa bumi di Desa Ciherang, Cianjur. Desain yang diajukan merupakan bentuk prototype dimana fasilitas ini mampu untuk dibangun dan diimplementasikan pada tapak lain dengan kebutuhan dan kondisi yang serupa. Desain bertujuan untuk dapat dimanfaatkan sebagai area membaca interaktif bagi anak-anak serta diharapkan dapat menghadirkan suasana bermain, belajar, dan membaca yang menarik serta menyenangkan. Selain itu desain juga mengadopsi konsep lokalitas dengan memanfaatkan material lokal yaitu bambu serta polikarbonat dan perancangan bentuk atap miring sebagai respon terhadap iklim tropis dan curah hujan yang tinggi sehingga air hujan dapat ditampung menggunakan drum yang kemudian dapat dimanfaatkan kembali sebagai cadangan air bersih.
PENERAPAN KONSEP ARSITEKTUR EMPATI DALAM MENGINTEGRASIKAN FASILITAS TERAPI DAN PENDIDIKAN BAGI PENYANDANG DOWN SYNDROME, JAKARTA UTARA Zulfikar, Hafizh; Solikhah, Nafiah
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 1 (2024): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i1.27193

Abstract

Individuals with Down syndrome are one of the special needs groups that require special attention, including the provision of an inclusive and supportive environment. Down syndrome is mentioned as the most common cause of intellectual disability, accounting for about 15-20% of the total population of individuals with intellectual disabilities. Down syndrome occurs in about 1 in 1,000 births. The most common cause of Down syndrome is trisomy 21, a condition in which body cells have 3 copies of chromosome 21, whereas there should only be 2 copies. Besides trisomy 21, Down syndrome can also be caused by genetic abnormalities such as chromosomal translocations and mosaicism. Individuals with Down syndrome have specific needs regarding physical accessibility, lighting, and visual elements. This research aims to design an inclusive and supportive built environment for children with Down syndrome using an empathetic architectural approach that prioritizes users' issues and needs, ranging from their physical to sensory needs. Based on the research findings, a built environment is designed with the concept of the Pillar of Growth, drawing inspiration from the philosophy that each individual is like a pillar supporting their own growth and potential. This building will serve as a visual metaphor and a concrete experience reflecting growth pillars for children with Down syndrome, emphasizing sustainability, growth, and support. Architectural explorations in this research include floor designs symbolizing growth stages, beautiful open spaces to stimulate physical and sensory growth, and environmentally friendly materials to create a healthy and safe environment. By combining the empathetic architectural approach and the Pillar of Growth concept, it is hoped to create an inclusive and supportive built environment for the optimal growth and development of children with Down syndrome and contribute to society. Keywords: down syndrome; empathic architecture; pillar of growth Abstrak Down syndrome terjadi pada sekitar 1 dari 1.000 kelahiran. Penyebab paling umum dari Down syndrome adalah trisomi 21, yaitu kondisi di mana sel-sel tubuh memiliki 3 salinan kromosom 21, padahal seharusnya hanya ada 2 salinan. Selain trisomi 21, Down syndrome juga dapat disebabkan oleh kelainan genetik berupa translokasi kromosom dan mosaik. Penyandang Down syndrome adalah salah satu kelompok masyarakat yang membutuhkan perhatian khusus, termasuk dalam hal penyediaan lingkungan yang inklusif dan mendukung. Down syndrome merupakan penyebab tersering dari kondisi tunagrahita (disabilitas intelektual), yakni sekitar 15-20% dari total populasi penyandang tunagrahita. Penyandang Down syndrome memiliki beberapa kebutuhan khusus dalam hal aksesibilitas fisik, pencahayaan, dan elemen visual. Penelitian ini bertujuan untuk merancang sebuah lingkungan binaan yang inklusif dan mendukung bagi anak-anak penyandang Down syndrome dengan menggunakan pendekatan arsitektur empati yang mengutamakan masalah dan kebutuhan pengguna mulai dari kebutuhan fisik hingga sensorik mereka. Berdasarkan hasil penelitian, maka dirancang sebuah lingkungan binaan dengan konsep Pillar of Growth, konsep ini mengambil inspirasi dari filosofi bahwa setiap individu adalah seperti pilar yang mendukung pertumbuhan dan potensi mereka sendiri. Bangunan ini akan menjadi metafora visual dan pengalaman konkret yang mencerminkan pilar-pilar pertumbuhan bagi anak-anak penyandang Down syndrome, menekankan keberlanjutan, pertumbuhan, dan dukungan. Eksplorasi arsitektural yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi; desain berlantai yang melambangkan tahapan pertumbuhan, ruang terbuka yang indah untuk merangsang pertumbuhan fisik dan sensorik, material ramah lingkungan untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan aman. Dengan penggabungan pendekatan arsitektur empati dan konsep Pillar of Growth, diharapkan dapat menciptakan sebuah lingkungan binaan yang inklusif dan mendukung untuk tumbuh dan kembang anak-anak Down syndrome secara optimal, serta berkontribusi dalam masyarakat.
PENDEKATAN EDUPLAY PADA FASILITAS PEMBELAJARAN SEKOLAH DASAR DI BOJONG BARU, KABUPATEN BOGOR Subagio, Angela; Solikhah, Nafiah
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 1 (2024): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i1.27484

Abstract

In 2045, Indonesia's population will be the golden generation. Therefore, children aged 6-12 years have an important role to prepare themselves in the crucial factor, education. One of the challenges in the education sector in Indonesia is the lack of adequate facilities. According to data from the Badan Pusat Statistik (BPS) in the 2019/2020 school year, only 14% of classrooms in Indonesia were in good and adequate condition. Based on BPS data, Bogor Regency is at the top of the list with 8,243 classrooms that are inadequate for learning on Java Island. Based on preliminary research conducted by the author in 2023, there are 5 elementary schools in Bojong Baru and these schools have no other facilities besides classrooms. Meanwhile, according to the 1945 Constitution Article 31, schooling is the need and right of every citizen. The purpose of this research is to produce design criteria for the design of educational spaces for elementary school children by adjusting the characteristics of children who still like to play, lively and creative with the eduplay approach. Through the eduplay approach to building and space design, it is expected to create a learning environment that is fun, interesting, can stimulate children's growth and development and can balance learning and playing activities. This eduplay approach can be applied to the entire building, both exterior and interior. Covering: interactive classrooms, facilities to indoor-outdoor play areas. Keywords: Bojong Baru; education; eduplay; elementary school; kabupaten Bogor Abstrak Pada tahun 2045, penduduk Indonesia akan menjadi generasi emas. Oleh karena itu, anak usia 6-12 tahun memiliki peran penting untuk mempersiapkan diri dalam faktor krusialnya, pendidikan. Salah satu tantangan pada sektor pendidikan di Indonesia adalah masih kurang memadainya fasilitas. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun ajaran 2019/2020, tersisa 14% ruang kelas di Indonesia yang dalam kondisi baik dan memadai. Berdasarkan data BPS, Kabupaten Bogor berada pada urutan teratas dengan jumlah 8.243 ruang kelas yang tidak memadai untuk pembelajaran di Pulau Jawa. Berdasarkan riset awal yang dilakukan oleh penulis pada tahun 2023, terdapat 5 sekolah dasar di Bojong Baru dan sekolah tersebut tidak memiliki sarana lain selain ruang kelas. Sedangkan, menurut UUD 1945 Pasal 31, sekolah merupakan kebutuhan dan hak setiap warga negara. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan kriteria desain rancangan ruang pendidikan bagi anak sekolah dasar dengan menyesuaikan karakteristik anak yang masih suka bermain, lincah dan kreatif dengan pendekatan eduplay. Melalui pendekatan eduplay terhadap desain bangunan dan peruangan, diharapkan dapat menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, menarik, dapat merangsang tumbuh kembang anak serta dapat menyeimbangkan kegiatan belajar dan bermain. Pendekatan eduplay ini dapat diterapkan pada seluruh bangunan, baik exterior maupun interior. Meliputi: ruang kelas yang interaktif, fasilitas-fasilitas hingga area bermain indoor-outdoor.
PENERAPAN METODE PLACEMAKING PARAMETER USES AND ACTIVITIES TERHADAP RANCANGAN LIFESTYLE CENTER UNTUK PRODUK FASHION LOKAL SKALA MIKRO Bachtiar, Kavita Laurensia; Solikhah, Nafiah
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 1 (2024): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i1.27485

Abstract

Currently, local fashion entrepreneurs in Indonesia, especially those operating in the micro sector, still face serious challenges in maintaining their existence against imported products that dominate the market. One of the causes is the incompatibility of platforms for promoting and developing local fashion products. Teten Masduki, Minister of Cooperatives and SMEs, stated that local fashion products often do not get business space in their own country, even though their quality is no less, or even better, than imported products. This situation is further complicated by the incompatibility of attractive functions and activities which causes a decline in public interest in local fashion products. Based on these problems, facilities are needed to develop local, micro-scale fashion products that are suitable and can attract public interest, especially Generation Z among late teens towards adulthood (aged 16-26 years), where this generation holds the largest percentage of the population in Indonesia, but their awareness Local fashion products are still very lacking. This research aims to examine the application of the placemaking method with a focus on uses and activities parameters in lifestyle center design for local fashion products, thereby producing an architectural platform that can prioritize the needs of local fashion businesses. From this research, it is hoped that the project design can become a basis for supporting business actors and the growth of local fashion products. Keywords: generation Z; lifestyle center; local fashion product; placemaking Abstrak Saat ini, pelaku usaha fashion lokal di Indonesia, terutama yang beroperasi di sektor mikro, masih menghadapi tantangan serius dalam mempertahankan eksistensinya terhadap produk impor yang mendominasi pasar. Salah satu penyebabnya adalah ketidaksesuaian wadah dalam untuk mempromosikan dan mengembangkan produk fashion lokal. Teten Masduki, Menteri Koperasi dan UKM, menyatakan bahwa produk fashion lokal seringkali tidak mendapatkan ruang usaha di negeri sendiri, meskipun kualitasnya tidak kalah, bahkan lebih baik daripada produk impor. Situasi ini semakin dipersulit dengan tidak sesuainya daya tarik fungsi dan aktivitas yang menyebabkan penurunan minat masyarakat terhadap produk fashion lokal. Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan fasilitas untuk mengembangkan produk fashion lokal skala mikro yang sesuai dan dapat menarik minat masyarakat, terutama Generasi Z kalangan remaja akhir menuju dewasa (usia 16-26 tahun), di mana generasi ini memegang persentase terbesar penduduk di Indonesia, namun kesadarannya akan produk fashion lokal masih sangat kurang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penerapan metode placemaking dengan fokus pada parameter uses and activities terhadap rancangan lifestyle center untuk produk fashion lokal, sehingga menghasilkan wadah arsitektur yang dapat memprioritaskan kebutuhan pelaku usaha fashion lokal. Dari penelitian ini, diharapkan rancangan proyek dapat menjadi landasan untuk mendukung usaha pelaku dan pertumbuhan produk fashion lokal.
PERANCANGAN FUNGSI BARU MAL BLOK M BERORIENTASI TRANSIT DENGAN PENDEKATAN FENOMENOLOGI Herawan, Rafael Kelvin; Solikhah, Nafiah
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 2 (2024): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i2.30899

Abstract

The purpose of this study is to propose new functions that can revive Blok M Mall in the present day. Originally, Blok M Mall was a market that emerged due to the establishment of the Blok M terminal. Over time, the transportation modes in the Blok M area have continued to develop, transforming it into a transit area rather than just a terminal. However, Blok M Mall stopped developing and can now be considered defunct and inactive. Therefore, using the phenomenological method, the author attempts to understand the phenomena occurring at Blok M Mall over time by studying the users during its peak period from various sources and understanding how they transited and engaged in activities at Blok M Mall. This will result in a scope of understanding to find suitable functions for current users who are still actively transiting, enabling them to engage in activities at Blok M Mall once again. The method also includes superimpose (referring to the discussion of the method in the main text). Keywords: Blok M; function; phenomenology; transit Abstrak Tujuan dari studi ini adalah untuk bisa menemukan usulan fungsi baru yang bisa menghidupkan kembali Mal Blok M di masa kini. Awal mulanya Mal Blok M merupakan pasar yang muncul akibat lahirnya terminal Blok M. Dalam perjalanannya, moda di kawasan Blok M terus berkembang dan tidak hanya terminal saja hingga menjadi sebuah kawasan transit. Namun demikian, Mal Blok M justru berhenti berkembang hingga di saat ini bisa dikatakan mati dan tidak berjalan. Oleh karena itu, dengan metode fenomenologi, penulis mencoba memahami fenomena yang terjadi di Mal Blok M dari masa ke masa dengan memahami pengguna di masa jaya Mal Blok M dari berbagai sumber dan mengetahui bagaimana mereka melakukan transit serta turut beraktivitas di Mal Blok M, akan menghasilkan gambaran ruang lingkup untuk bisa menemukan fungsi yang cocok bagi pengguna di masa kini yang masih terus aktif melakukan transit agar bisa kembali beraktivitas di Mal Blok M lagi.
REDESAIN TOKO BUKU GUNUNG AGUNG DENGAN PENERAPAN ARSITEKTUR NARATIF UNTUK MENGEMBALIKAN IDENTITAS KAWASAN KWITANG Gunawan, Ivan; Solikhah, Nafiah
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 2 (2024): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i2.30900

Abstract

The loss of identity in an area or building can be understood as placelessness, which can lead to the reduction or even disappearance of locality in an area. One place experiencing the phenomenon of placelessness is the Kwitang area. Kwitang area used to be closely associated with literary life, as evidenced by the emergence of many bookstores. One bookstore that played a significant role in the Kwitang area is Toko Buku Gunung Agung. Which was also a pioneer of modern bookstores in Indonesia. Over time, due to changing of reading trends, the existence of Toko Buku Gunung Agung diminished, especially with its closure in 2023. Currently, the building experiences placelessness and cannot be utilized. Therefore, the problem with this bookstore is how architecture can restore the value of Toko Buku Gunung Agung. The aim is to provide a design proposal that can enhance the value of Toko Buku Gunung Agung. The design approach used is Narrative Architecture, telling the history of the Kwitang area's development, then showing how literary existence in the Kwitang area and its connection to Toko Buku Gunung Agung. This narrative architecture is implemented in the spatial program arrangement, including communal gardens, a History Garden, a Library, an Art Space Gallery, a Co-working Space, and a Rooftop Garden. Keywords: book store; Kwitang; narrative architecture; placeless place Abstrak Hilangnya identitas pada suatu kawasan atau bangungan bisa diartikan sebagai placeless, dan hal ini dapat menyebabkan berkurang atau bahkan hilangnya lokalitas pada suatu kawasan. Salah satu tempat yang mengalami fenomena placeless adalah Kawasan Kwitang. Kawasan Kwitang dahulu merupakan kawasan yang erat kaitannya dengan kehidupan literasi. Hal ini ditunjukan dengan adanya fenomena munculnya banyak toko buku. Salah satu toko buku yang memiliki peranan yang signifikan terhadap kawasan Kwitang  adalah Toko Buku Gunung Agung Kwitang, sekaligus menjadi perintis toko buku modern di Indonesia. Dalam perkembangannya, karena adanya perubahan trend membaca, menyebabkan eksistensi dari Toko Buku Gunung Agung menjadi berkurang, terlebih ditutupnya toko buku itu pada tahun 2023. Saat ini, bangunan tersebut mengalami placeless yang tidak dapat difungsikan. Oleh karena itu, permasalahan dari toko buku itu adalah bagaimana peranan arsitektur bisa mengembalikan value dari Toko Buku Gunung Agung. Dengan tujuan untuk memberikan usulan desain yang dapat meningkatkan value pada Toko Buku Gunung Agung. Pendekatan desain yang digunakan adalah Arsitektur Naratif, dengan menceritakan sejarah perkembangan Kawasan kwitang, lalu memperlihatkan bagaimana eksistensi literasi pada kawasan Kwitang, dan kaitannya dengan Toko Buku Gunung Agung. Arsitektur naratif ini diimplementasikan pada penataan program ruang seperti taman komunal, History Garden, Perpustakaan, Art Space Gallery, Co-working Space, hingga Rooftop Garden.