Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search

PERANCANGAN IDENTITAS TEMPAT PADA SEKOLAH CANDRA NAYA DENGAN PENDEKATAN NARASI ARSITEKTUR Saputra Wijaya, Natania; Solikhah, Nafiah
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 2 (2024): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i2.30901

Abstract

A place will have meaning as a Place, if there is contiguity, uniqueness, and connection both physically and non-physically. In its development, a place can experience degradation from activity or physicality known as Placeless Place. One of the places that experienced this phenomenon was Candra Naya School. At first, the existence of Candra Naya School had existed since 1946 in the Candra Naya Building, but due to changes in land use, Candra Naya School was moved to Jl. Jembatan Besi II. Since its move in 1993 until its current existence, Candra Naya School has lost its authenticity, uniqueness, disconnection with its environment and sense of belonging, making Candra Naya School experience the process of Placeless Place. Referring to this background, there is a problem of how to solve the architectural Placeless Place at Candra Naya School. Therefore, the purpose of this design is to restore the identity, uniqueness, historical ties, and meaning of student life at Candra Naya School. The design approach used is Narrative Architecture through space experience with the stages of Edu-cial, Society-Hub, and Historium activities.Edu-cial is a community-oriented educational space where interaction between students and the community occurs. Society-Hub is a space to accommodate activities and serve the community. And, Historium is a space about the historical journey of Candra Naya School. These stages of activity will become a bond between students, the community, and Candra Naya School so that a Sense of Place is created and becomes a Place again. Keywords: edu-cial; historium; narrative architecture; placeless place; society-hub Abstrak Suatu tempat akan memiliki makna sebagai Place, jika terdapat keontetikan, keunikan, dan koneksi baik secara fisik maupun non fisik. Dalam perkembangannya, tempat dapat mengalami degradasi dari aktivitas atau fisik dikenal dengan istilah Placeless Place. Salah satu tempat yang mengalami fenomena tersebut adalah Sekolah Candra Naya. Pada awalnya, eksistensi Sekolah Candra Naya sudah ada sejak tahun 1946 di Gedung Candra Naya, namun akibat pergantian tata guna lahan membuat Sekolah Candra Naya dipindahkan ke Jl. Jembatan Besi II. Sejak kepindahannya di tahun 1993 hingga eksistensinya saat ini, Sekolah Candra Naya kehilangan keotentikan, keunikan, diskoneksi dengan lingkungannya dan sense of belonging sehingga menjadikan Sekolah Candra Naya mengalami proses Placeless Place. Mengacu pada latar belakang tersebut, terdapat permasalahan bagaimana penyelesaian arsitektural Placeless Place pada Sekolah Candra Naya. Oleh karena itu, tujuan dari desain ini adalah untuk mengembalikan identitas, keunikan, ikatan historis, serta memaknai kehidupan siswa di Sekolah Candra Naya. Pendekatan desain yang digunakan adalah Arsitektur Naratif melalui pengalaman ruang dengan tahapan aktivitas Edu-cial, Society-Hub, serta Historium. Edu-cial merupakan ruang pendidikan yang berorientasi pada masyarakat dimana terjadi interaksi antara siswa dan masyarakat. Society-Hub merupakan ruang untuk mewadahi kegiatan serta melayani masyarakat. Serta, Historium merupakan ruang tentang perjalanan sejarah Sekolah Candra Naya. Tahapan aktivitas ini akan menjadi pengikat antar siswa, masyarakat, dan Sekolah Candra Naya itu sehingga terciptanya Sense of Place dan menjadi Place kembali.
IMPLEMENTASI EVERYDAYNESS DAN TRANSPROGRAMMING PADA PUSAT PERBELANJAAN MELAWAI PLAZA Gracia, Hannah; Solikhah, Nafiah
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 2 (2024): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i2.30902

Abstract

The Blok M area was previously known as a favorite "hang out" place for young people in the 80s and 90s. This is demonstrated by the existence of 'Lintas Melawai' as an exhibition for private vehicles together with popular Indonesian works inspired by the area. The popularity of Blok M was also influenced by the development of business and shopping centers which at that time were the only area that had 3 shopping centers at once in Jakarta, namely Plaza Aldiron, Plaza Melawai, and Plaza Blok M. Melawai Plaza, which was founded in 1983, was crowded with visitors at the same time. with the popularity of 'Lintas Melawai'. Entering the 2000s, shopping centers in the Blok M area began to quiet down due to the emergence of interest in more modern shopping centers in the south of Jakarta. This condition also had an impact on Melawai Plaza, plus the impact of the Covid-19 pandemic in 2019-2021 which caused most shops to go bankrupt and were forced to close. Currently Melawai Plaza is a placeless building with its "hanging out" identity lost and its design less flexible to current developments. Therefore, it is hoped that the research can reconnect lost historical identities, repair the disconnect between users and Melawai Plaza, and adapt to regional and contemporary developments. Through an everydayness approach to collecting existing building data and transprogramming to process the data into different program configurations, program proposals were obtained, namely Retail and Interactive ExhibiGold, Communal Space, and Skate Park. It is hoped that the resulting design proposal will wrap Melawai Plaza in a new identity and give the meaning of place to Melawai Plaza. Keywords:  everydayness; Melawai Plaza; placeless place; transprogramming Abstrak Kawasan Blok M dahulu dikenal sebagai tempat “nongkrong” favorit bagi kawula muda di era 80 hingga 90an. Hal ini ditunjukkan dengan adanya ‘Lintas Melawai’ sebagai ajang pameran kendaraan pribadi bersama karya-karya populer tanah air yang terinspirasi dari kawasan tersebut. Popularitas Blok M juga dipengaruhi oleh perkembangan pusat bisnis dan perbelanjaan yang kala itu menjadi satu-satunya kawasan yang memiliki 3 pusat perbelanjaan sekaligus di Jakarta, yaitu Plaza Aldiron, Plaza Melawai, dan Plaza Blok M. Melawai Plaza yang berdiri sejak tahun 1983 ramai dikunjungi bersamaan dengan popularitas ‘Lintas Melawai’. Memasuki tahun 2000an, pusat perbelanjaan di kawasan Blok M mulai sepi karena munculnya peminat pusat-pusat perbelanjaan di selatan Jakarta yang lebih modern. Kondisi ini juga berimbas pada Melawai Plaza, ditambah adanya dampak pandemi Covid-19 pada tahun 2019-2021 yang menyebabkan sebagian besar toko bangkrut dan terpaksa tutup. Saat ini Melawai Plaza menjadi bangunan placeless dengan identitas “nongkrong”-nya yang hilang dan desainnya yang kurang fleksibel terhadap perkembangan zaman. Oleh karena itu, penelitian diharapkan dapat menghubungkan kembali identitas historis yang hilang, memperbaiki diskoneksi antara pengguna dan Melawai Plaza, serta menyesuaikan perkembangan kawasan dan zaman. Melalui pendekatan everydayness untuk pengumpulan data bangunan eksisting dan transprogramming untuk mengolah data menjadi konfigurasi program yang berbeda, didapatkan usulan program, yaitu Retail and Interactive ExhibiGold, Communal Space, serta Skate Park. Usulan perancangan yang dihasilkan, diharapkan akan membungkus Melawai Plaza dalam identitas baru serta memberi makna place pada Melawai Plaza.
PERANCANGAN ESCAPE HEALING PADA GEDUNG NITOUR DI KAWASAN HARMONI SEBAGAI THIRD PLACE DENGAN PENDEKATAN INFILL Theana, Biancha; Solikhah, Nafiah
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 7 No. 1 (2025): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v7i1.33930

Abstract

One of the icons in the Harmoni area of Central Jakarta is the Nitour Building, which was originally known as the Oger Freres Building in 1810. It served as a tailor shop for glamorous Dutch women's attire before parties at the Societeit De Harmonie building. The strength of Harmoni’s sense of place at that time lay in its role as the center of social and cultural activity in Batavia. The name "Nitour" derived from Netherlands-Indische Touristen Bureau (Dutch Travel Agency), in 1926, and recognized as the first travel agency in Indonesia. Over time, the Nitour Building has declining in  function and significance, as well disconnection from its surrounding environment. While maintaining its remaining colonial architectural character and historical value, the Nitour Building is now being proposed as a Cultural Heritage Building. Changes in the functions of buildings around the Harmoni area have led to a loss of the district’s identity. Based on these findings, a redesign proposal for the Nitour Building is needed, incorporating the concept of a Third Place and Infill Building as a way to restore meaning and identity to the building and its surroundings. The new design of the Nitour Building aims to become a comfortable place for leisure, blending the Third Place concept while preserving the original structure and adding new spaces for workshops. The goal is to revitalize the Harmoni area and position the Nitour Building as a hub for social activity. Keywords:  architecture third place; harmoni area; nitour building; placelessness Abstrak Salah satu ikon di kawasan Harmoni Jakarta Pusat adalah Gedung Nitour yang pada tahun 1810 bernama Gedung Oger Freres sebagai tempat menjahit busana glamor perempuan Belanda sebelum pesta di Gedung Societeit De Harmonie.  Kekuatan place kawasan Harmoni saat itu yaitu menjadi pusat kegiatan sosial dan budaya di Batavia. Nama Nitour diambil dari NetherlandsIndische Touristen Bureau (agen perjalanan Belanda) yang berdiri sejak tahun 1926 dan menjadi agen travel pertama di Indonesia. Dalam perkembangannya, Gedung Nitour mengalami  penurunan fungsi dan peranan serta mengalami diskoneksi dengan lingkungannya. Dengan mempertahankan karakteristik arsitektur kolonial yang masih ada dan nilai sejarah yang dimilikinya, gedung Nitour kini sedang diusulkan untuk dijadikan sebagai Bangunan Cagar Budaya. Perubahan fungsi bangunan di sekitar kawasan Harmoni telah mengakibatkan hilangnya identitas kawasan tersebut. Berdasarkan temuan tersebut, maka diperlukan usulan perancangan ulang Gedung Nitour dengan konsep Third place dan Infill Building sebagai upaya untuk mengembalikan makna dan identitas pada gedung serta kawasannya. Desain baru Gedung Nitour akan menjadi tempat bersantai yang nyaman, menggabungkan konsep Third Place dan mempertahankan bangunan asli dengan penambahan ruang baru untuk workshop. Tujuannya adalah untuk menghidupkan kembali kawasan Harmoni dan menjadikan Gedung Nitour sebagai pusat kegiatan sosial.