Claim Missing Document
Check
Articles

Found 29 Documents
Search

TRENDS IN SPECIALIZATION CHOICES AMONG SECOND-SEMESTER STUDENTS AND SECOND-YEAR JUNIOR DOCTORS IN MEDICAL FACULTY AT UDAYANA UNIVERSITY Prastiti, Ni Ketut Devi Widhi; Parami, Pontisomaya; Adi, Made Septyana Parama
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 9 No. 1 (2025): APRIL 2025
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v9i1.39639

Abstract

Pendidikan kedokteran memiliki beragam pilihan karir yang menarik bagi mahasiswa. Wawasan tentang preferensi karir dan alasan pemilihannya di bidang kedokteran akan membantu mahasiswa menentukan karir medis yang tepat. Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran kecenderungan pemilihan spesialisasi pada mahasiswa semester dua dan dokter muda Sarjana Kedokteran Universitas Udayana serta kecenderungan alasan yang mendasarinya. Penelitian ini merupakan penelitian desain potong lintang kualitatif deskriptif. Pengambilan data dilakukan secara daring kepada mahasiswa semester dua dan dokter muda Sarjana Kedokteran Universitas Udayana dengan metode total sampling dan memakai kuesioner oleh Takeda (2013) yang telah diterjemahkan. Sebanyak 213 mahasiswa semester dua dan 228 dokter muda memenuhi kriteria inklusi. Spesialisasi yang paling diminati mahasiswa semester dua adalah spesialis penyakit dalam (21,6%). Bagi dokter muda, spesialisasi terbanyak dipilih adalah spesialis bedah (11%). Dua populasi menyatakan alasan pemilihan spesialisasi adalah minat pada pekerjaan klinis spesialisasinya (74,6% dan 70,9%), ketertarikan pada spesialisasi sebelum masuk sekolah kedokteran (48,7% dan 63,4%), dan nasihat orang tua (50% dan 72,8%). Pada mahasiswa semester dua, alasan lain meliputi ingin memiliki pendapatan tinggi (51,2%) dan pernah bertemu dokter yang dijadikan panutan (26,3%). Pada dokter muda, alasan lain adalah karena mendapat pengajaran yang baik (46,5%) dan ketersediaan lapangan pekerjaan (47,4%). Mahasiswa semester dua memilih spesialis penyakit dalam, sementara dokter muda mayoritas memilih spesialis bedah. Alasan pemilihan spesialisasi terbanyak adalah minat pada karakteristik pekerjaan klinisnya. 
VISUAL HALLUCINATION POST CORONARY ARTERY BYPASS GRAFTING : A CASE REPORT Dharmawan, IGB Adi; Parami, Pontisomaya; Sinardja, Cynthia Dewi
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 9 No. 2 (2025): AGUSTUS 2025
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v9i2.45518

Abstract

Halusinasi visual merupakan komplikasi neuropsikiatri yang jarang namun penting setelah tindakan Coronary Artery Bypass Grafting (CABG). Halusinasi ini sering dikaitkan dengan delirium, namun beberapa pasien mengalaminya secara mandiri, sehingga menimbulkan tantangan dalam diagnosis dan penanganan. Kami melaporkan kasus seorang pria berusia 63 tahun dengan penyakit arteri koroner multipembuluh dan syok kardiogenik yang menjalani CABG mendesak tanpa penggunaan mesin jantung-paru (off-pump). Setelah operasi, dalam kondisi hemodinamik stabil dan tanpa gangguan metabolik, pasien mengalami halusinasi visual kompleks yang muncul hanya saat mata tertutup. Halusinasi yang dialaminya berupa bayangan seekor anjing, bayangan hitam besar, dan pemandangan kampung halaman yang familiar. Tidak ditemukan tanda-tanda delirium berdasarkan penilaian menggunakan Delirium Symptom Interview (DSI) dan Confusion Assessment Method (CAM). Penanganan suportif serta pemberian haloperidol dosis rendah berhasil meredakan gejala dalam waktu 24 jam tanpa kekambuhan. Kasus ini menyoroti bentuk halusinasi visual yang jarang, yakni halusinasi saat mata tertutup, setelah CABG off-pump, yang berbeda dari halusinasi dengan mata terbuka yang lebih umum dilaporkan. Tinjauan literatur menunjukkan bahwa insiden halusinasi visual pascaoperasi jantung berkisar antara 11% hingga 58%, dengan sirkulasi ekstrakorporeal (penggunaan mesin jantung-paru) diduga sebagai faktor risiko. Namun, kasus ini menantang anggapan tersebut. Fenomena ini memiliki kemiripan dengan Charles Bonnet Syndrome, yaitu kondisi di mana deprivasi visual memicu munculnya halusinasi spontan di korteks asosiasi visual. Halusinasi visual ternyata dapat terjadi bahkan pada pasien CABG off-pump tanpa delirium atau defisit neurologis. Mengenali fenomena ini sangat penting untuk mencegah misdiagnosis dan intervensi yang tidak perlu. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami patofisiologi dan faktor risiko yang mendasarinya.
Anesthesia Management For A Patient With Morbid Obesity Undergoing Laparoscopic Cystectomy And Hysteroscopic Tubal Patency Procedures: A Case Report Lusyana*, Lya; Parami, Pontisomaya; EM, Tjahya Aryasa
Riwayat: Educational Journal of History and Humanities Vol 6, No 4 (2023): Educational, Historical Studies and Humanities
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jr.v6i4.35663

Abstract

The laparoscopic surgical procedure has been proven to be highly useful for surgeries in narrow body cavities, such as pelvic surgeries. Performing laparoscopy on morbidly obese patients in the supine, lithotomy, and Trendelenburg positions during surgery presents a challenge in obstetric anesthesia. The patient is a 31-year-old female with a left dermoid ovarian cyst. During the perioperative period, the patient presented with morbid obesity (BMI of 45 kg/m2), and an intermediate risk of obstructive sleep apnea. Perioperatively, arterial blood gas analysis (ABGA) was performed to determine whether there were any ventilation issues typically associated with obesity (i.e.,Pickwickian syndrome). The ABGA results were within normal limits, with a pCO2 of 38 mmHg. General anesthesia was administered, and the patient was induced with 150 mcg of fentanyl, 150 mg of propofol, and 40 mg of atracurium. The surgery was completed without significant hemodynamic changes. After the surgery, the patient was transferred to the Intensive Care Unit for observation in case of any anesthesia-related complications. In conclusion, pre-anesthesia preparation and clear and effective intraoperative communication are crucial in managing a patient with morbid obesity undergoing laparoscopic cystectomy, hysteroscopy, and tubal patency procedures.
EFFECTIVENESS OF SUPRAZYGOMATIC MAXILLARY BLOCK SUPPLEMENTATION IN GENERAL ANESTHESIA FOR MIDFACIAL SURGERY Hengky, Hengky; Parami, Pontisomaya; Aribawa, I Gusti Ngurah Mahaalit; Widnyana, I Made Gede; Senapathi, Tjokorda Gde Agung
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 9 No. 3 (2025): DESEMBER 2025
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v9i3.42890

Abstract

Operasi midfasial sering menimbulkan nyeri hebat yang dapat mempengaruhi durasi perawatan pascaoperasi. Opioid tetap menjadi standar utama dalam mengelola nyeri akut pascaoperasi, namun penggunaannya terkait dengan efek samping seperti mual, muntah, sedasi, dan risiko komplikasi pernapasan. Oleh karena itu, blok saraf regional seperti Suprazygomatic Maxillary Block (SMB) menawarkan alternatif untuk mengurangi dosis opioid dan efek sampingnya, mendukung konsep Enhanced Recovery After Surgery (ERAS). Penelitian ini merupakan uji coba terkontrol secara acak, single-blind, dan dilakukan di satu lokasi dengan 40 sampel yang dibagi menjadi dua kelompok: Kelompok P1 (anestesi umum dengan SMB menggunakan 5 ml ropivakain 0,375%) dan Kelompok P2 (anestesi umum tanpa SMB). Parameter yang dianalisis meliputi kebutuhan fentanyl intraoperatif, waktu pemberian analgesik penyelamat pertama, total kebutuhan opioid dalam 24 jam, kejadian mual dan muntah, serta kualitas pemulihan pascaoperasi (QoR-40), menggunakan SPSS versi 26. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan fentanyl intraoperatif lebih rendah pada Kelompok P1 (2,10 mcg/kgBB vs. 2,61 mcg/kgBB, p<0,001). Waktu pemberian analgesik penyelamat pertama lebih lama pada Kelompok P1 (13 jam vs. 2 jam, p=0,004), dan total kebutuhan opioid dalam 24 jam lebih rendah (0 mcg vs. 180 mcg, p<0,001). Kelompok P2 memiliki risiko mual dan muntah yang lebih tinggi (RR 2,54, p=0,004) dan skor QoR-40 pascaoperasi yang lebih rendah (198 vs. 162, p<0,001). Kesimpulannya, suplementasi SMB secara efektif mengurangi kebutuhan opioid intra dan pascaoperasi, menunda waktu pemberian analgesik penyelamat pertama, serta menurunkan risiko mual dan muntah pascaoperasi.
Efektivitas Blok Ilioingunal Dalam Menurunkan Penggunaan Opioid Dan Skor Nyeri Pada Seksio Sesarea: Studi Acak Terkontrol Irawan, Andi; Parami, Pontisomaya; Wiryana, Made
Jurnal Anestesiologi dan Terapi Intensif Vol. 1 No. 1 (2025): JATI April 2025
Publisher : Udayana University and Indonesian Society of Anesthesiologists (PERDATIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JATI.2025.v01.i01.p02

Abstract

Pendahuluan: Nyeri pascaoperasi seksio sesarea merupakan nyeri berat yang dapat mengganggu aktifitas ibu dan hubungan ikatan pertama kali antara ibu dan bayi. Tatalaksana nyeri hanya berfokus pada opioid dapat menyebabkan efek samping seperti mual, muntah, sedasi, dan depresi napas yang mengganggu ikatan ibu dan bayi. Saraf ilioinguinal menginervasi bagian abdomen bawah yang terlibat dalam insisi Pfannenstiel saat tindakan seksio sesarea sehingga blok ilioinguinal berpotensi mengatasi kedua permasalahan nyeri tersebut diatas pada pascaoperasi seksio sesarea. Pasien dan Metode: Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan rancangan yang digunakan adalah single blind randomized controlled trial yang membagi 70 subyek penelitian kedalam dua kelompok, yaitu kelompok blok ilioinguinal pascaoperasi seksio sesarea dan kelompok kontrol. Kedua kelompok juga diberikan patient controlled analgesia morfin  Kemudian dilakukan evaluasi skala nyeri NRS pada jam ke-0, 3, 6, 12, dan 24 selama 24 jam pertama, penggunaan total morfin dalam 24 jam, dan kenaikan nilai NLR dan PLR yang terjadi. Keseluruhan data kemudian dibandingkan untuk melihat keberhasilan blok ilioinguinal dalam menangani nyeri pascaoperasi seksio sesarea. Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok blok ilioinguinal memiliki skor nyeri NRS pascaoperasi seksio sesarea yang lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol, dan secara statistik bermakna (p < 0,001). Untuk penilaian konsumsi morfin dalam 24 jam, kelompok blok juga menggunakan morfin dalam jumlah yang lebih sedikit yaitu sebesar 4 mg dibandingkan kelompok kontrol yang hingga 22 mg dan bermakna secara statistik (p < 0,001). Kenaikan nilai NLR dan PLR juga terlihat lebih rendah pada kelompok blok dan bermakna secara statistik (p < 0,001). Kesimpulan: Blok ilioinguinal mampu memberikan penanganan nyeri yang baik selama 24 jam pertama pascaoperasi seksio sesarea dengan mengurangi kebutuhan penggunaan morfin secara signifikan. Selain itu blok ilioinguinal juga mampu menekan respon inflamasi yang terlihat dari rendahnya kenaikan nilai NLR dan PLR dibandingkan dengan kelompok yang tidak menggunakan blok.
THE EFFECTIVENESS OF GREATER AURICULAR NERVE (GAN) BLOCK USING ISOBARIC ROPIVACAINE AS AN ANALGESIC ADJUVANT AS COMPARED TO INTRAVENOUS OPIOID AS ANALGESIA FOR MIDDLE EAR SURGERY Tirta, Ian; Widnyana, I Made Gede; Sinardja, Cynthia Dewi; Putra, Kadek Agus Heryana; Parami, Pontisomaya; Suarjaya, I Putu Pramana; Wiryana, Made; Senapathi, Tjokorda Gde Agung
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 8 No. 1 (2024): APRIL 2024
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v8i1.27255

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas Blok Saraf Aurikular Besar menggunakan ropivakain isobarik terhadap jumlah penggunaan opioid selama dan setelah operasi, penilaian hemodinamik, intensitas nyeri, dan penilaian respons mual dan muntah post-operatif. Jenis penelitian ini adalah eksperimental murni (eksperimental sejati). Desain penelitian yang digunakan adalah uji acak terkontrol buta tunggal (RCT). Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 48 pasien berusia di atas 18 tahun hingga 65 tahun yang menjalani operasi telinga bagian tengah-bagian dalam di Rumah Sakit Prof IGNG Ngoerah, Denpasar. Analisis data dilakukan menggunakan SPSS versi 26 untuk uji t-tidak tergantung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fentanyl P1 adalah 77,08 ± 32,90 mg dan P0 adalah 97,92 ± 37,53 mg, p = 0,003. Kebutuhan morfin ditemukan dalam 3 jam, P1 adalah 0,58 ± 0,77 mg dan P0 ditemukan menjadi 1,04 ± 0,69 mg, p < 0,001. Kebutuhan morfin 6 P1 adalah 0,79 ± 0,72 mg dan P0 ditemukan menjadi 2,63 ± 1,27 mg, p < 0,001. Kebutuhan morfin selama 24 jam P1 adalah 1,50 ± 1,14 mg dan P0 ditemukan menjadi 3,92 ± 1,66 mg, p < 0,001. Intensitas nyeri ditemukan lebih rendah pada 3, 6, 12, 18, dan 24 jam pada P1 (p <0,05). Perbaikan hemodinamik > 20% pada P0 ditemukan pada 15, 30, 60, dan 120 menit, sedangkan kelompok P1 ditemukan stabil (p <0,001). Skor mual dan muntah selama 24 jam P1 adalah 1,92 ± 1,01 dan P0 adalah 2,75 ± 1,03, p = 0,007.
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGESIA PASCAOPERASI BLOK SUBKOSTAL TRANSVERSUS ABDOMINIS (STA) DENGAN OPIOID INTRAVENA PADA PASIEN OPERASI LAPAROSKOPI KOLESISTEKTOMI DI RSUP PROF. DR. I.G.N.G. NGOERAH DENPASAR Wardani, Dinar Kusuma; Sidemen, I.G.P.Sukrana; Hartawan , I.G.A.G. Utara; Widnyana, I Made Gede; Parami, Pontisomaya; EM, Tjahya Aryasa; Wiryana, Made; Senapathi, Tjokorda Gde Agung
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 8 No. 1 (2024): APRIL 2024
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v8i1.27260

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk membedakan efektivitas antara blok STA dengan opioid intravena sebagai analgesia pascaoperasi laparoskopi kolesistektomi di RSUP Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah Denpasar. Penelitian ini merupakan sebuah uji coba prospektif, acak, terkendali dan single-centered. Sebanyak 60 subjek pasien yang menjalani tindakan operasi laparoskopi dibagi menjadi 2 kelompok denganpemberian tindakan STA dan tanpa STA. Analisis data dillakukan dengan bantuan SPSS versi 36 meliputi uji Chi Square, independent t tets dan Mann Whitney. Hasil penelitian bahwa Blok STA pascaoperasi laparoskopi kolesistektomi memiliki intensitas nyeri dengan NRS pada jam ke 6, 12 dan 24 lebih rendah dibandingkan dengan yang hanya mendapatkan opioid intravena dengan nilai p<0,001. Blok STA memiliki total waktu pemberian analgesik rescue pertama 6,67±2,39 jam dan tanpa STA 1,87±0,81 jam dengan perbedaan 4,80 jam (IK95% 3,87-5,72; p<0,001). Blok STA memiliki jumlah muntah dalam 24 jam dengan rerata 0,50±0,97 kali dan tanpa STA 3,27±1,79 kali dengan perbedaan 2,76 kali (IK95% 2,01-3,51; p<0,001). Blok STA memiliki hasil NLR dengan rerata 2,52±1,71 dan tanpa STA 4,64±2,90 dengan perbedaan 2,12 (IK95% 0,89-3,35; p=0,001). Nilai NLR antara sebelum dan sesudah kelompok STA menurun sebesar 1,27±2,64 sedangkan kelompok tanpa STA meningkat rerata 1,33±1,87 dengan perbedaan 2,61 (IK 1,43-3,80; P<0,001). Tindakan blok STA dapat menurunkan efek nyeri, mual-muntah dan durasi analgetik lebih panjang dengan nilai NLR lebih rendah pascaoperasi laparoskopi kolesistektomi dibandingkan dengan tanpa STA.
PENGARUH PELATIHAN BANTUAN HIDUP DASAR TERHADAP TINGKATAN PENGETAHUAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS UDAYANA Hartanto, Wijaya; Parami, Pontisomaya; Senapathi, Tjokorda GA
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 8 No. 2 (2024): AGUSTUS 2024
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v8i2.31220

Abstract

Penyakit jantung iskemik merupakan salah satu penyebab utama kematian secara global, dan angka kematian akibat penyakit ini terus meningkat setiap tahunnya. Penanganan yang cepat dan tepat sangat penting untuk menyelamatkan nyawa. Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah langkah awal yang krusial dalam menangani henti jantung mendadak sebelum pasien menerima intervensi medis yang lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau dampak dari pelatihan BHD pada mahasiswa Fakultas Kedokteran program studi pendidikan dokter terhadap tingkat pengetahuannya. Jenis metode yang digunakan adalah studi one-group only pre-test post-test design yang akan melakukan intervensi berupa pelatihan BHD berdasarkan panduan American Heart Association (AHA) 2020 dan Standar Modul Pelatihan Kemenkes 2019 tanpa randomisasi perlakuan. Penelitian ini melibatkan 460 peserta menggunakan teknik total population sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner pre dan post-test. Penelitian menunjukkan rata-rata pengetahuan responden sebelum mendapatkan pelatihan adalah 77,13 dengan standar deviasi 11,54 dan sesudah diberikan pelatihan BHD rata-rata pengetahuan responden adalah 96,06 dengan standar deviasi 5,74. Hasil analisis bivariat menggunakan uji Wilcoxon, diperoleh hasil mean difference sebesar 18,92 dan nilai P yaitu 0,00 (p<0,05) menunjukan terdapat perbedaan bermakna terhadap pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan pelatihan BHD. Pelatihan BHD secara signifikan meningkatkan pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran tentang intervensi dasar penyelamatan hidup.
Laporan Kasus : Tatalaksana Dengue Shock Syndrome Pada Ibu Hamil di Ruang Terapi Intensif Fikrawan, Putu Filla Jaya; Utara Hartawan, I Gusti Agung Gede; Aryasa, Tjahya; Parami, Pontisomaya; Labobar, Otniel Adrians
COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Vol. 4 No. 12 (2025): COMSERVA: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/comserva.v4i12.3150

Abstract

Dengue Shock Syndrome (DSS) adalah bentuk paling berat dari infeksi virus dengue yang dapat menyebabkan syok hipovolemik, trombositopenia, dan perdarahan. Kasus DSS pada ibu hamil memerlukan penanganan yang sangat hati-hati karena dapat berdampak pada kondisi ibu dan janin. Terapi cairan yang tepat merupakan kunci utama dalam manajemen DSS, terutama untuk mengatasi kebocoran plasma yang terjadi pada fase kritis infeksi dengue. Seorang perempuan 31 tahun, hamil 39 minggu, datang dengan keluhan demam tinggi sejak 3 hari sebelumnya disertai nyeri kepala, nyeri otot, dan mual. Pada hari ketiga demam, pasien melahirkan bayi laki-laki yang kemudian meninggal dalam kondisi maserasi. Pasien kemudian mengalami penurunan kondisi berupa syok hipovolemik, penurunan kesadaran, dan hipotensi, sehingga dirawat di ruang ICU. Resusitasi cairan dilakukan dengan cairan kristaloid dan koloid, namun kondisi pasien terus memburuk dan akhirnya meninggal setelah mengalami cardiac arrest pada hari keenam demam. DSS pada ibu hamil sangat kompleks karena selain mengancam jiwa ibu, juga dapat berdampak buruk pada janin. Penurunan volume plasma yang terjadi pada DSS dapat memperburuk syok dan menyebabkan kegagalan organ. Manajemen yang tepat melibatkan pemantauan ketat terhadap cairan, elektrolit, dan kondisi hemodinamik. Pada pasien ini, penanganan difokuskan pada resusitasi cairan yang intensif dan pemantauan ketat meskipun kondisi pasien tidak menunjukkan perbaikan. DSS pada ibu hamil memerlukan penanganan yang intensif dan multidisipliner untuk mencegah komplikasi fatal. Manajemen cairan yang hati-hati sangat penting untuk mengatasi kebocoran plasma dan mempertahankan stabilitas hemodinamik. Pemantauan klinis yang ketat serta pengawasan laboratorium juga diperlukan untuk mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas baik pada ibu maupun janin.
Co-Authors Adi, Made Septyana Parama Adinda Putra Pradhana Anak Agung Angga Pringga Dana Andi Irawan Andi Kusuma Wijaya, Andi Christopher Ryalino Cynthia Dewi Sinardja Darma Putri, Anak Agung Pranikencana Dharmawan, IGB Adi EM, Tjahya Aryasa Emkel Perangin Angin, Emkel Fikrawan, Putu Filla Jaya Gede Semarawima, Gede Gede Wirya Kusuma Duarsa Hartanto, Wijaya Hartawan , I.G.A.G. Utara Hengky Hengky, Hengky I Gede Budiarta I Gusti Agung Gede Utara Hartawan I Gusti Agung Made Wibisana Kurniajaya, I Gusti Agung Made I Gusti Ngurah Mahaalit Aribawa I Gusti Putu Sukrana Sidemen I Ketut Sinardja I Made Darma Junaedi, I Made I Made Gede Widnyana I Putu Agus Surya Panji I Wayan Aryabiantara, I Wayan I Wayan Suranadi Ida Bagus Krisna Jaya Sutawan IGNA Putra Arimbawa, IGNA Putra Jhoni Pardomuan Pasaribu Junaedi, Made Darma Kadek Agus Heryana Putra Kadek Agus Heryana Putra, Kadek Agus Ketut Semara Jaya, Ketut Semara Kresna Sucandra, I Made Agus Labobar, Otniel Adrians Lusyana*, Lya Made Agus Kresna Sucandra, Made Agus Kresna Made Widnyana Made Wiryana Mahaalit, I Gusti Ngurah Marilaeta Cindryani Lolobali, Marilaeta Cindryani Nandaswari, Ni Made Nilam Narakusuma, I Putu Fajar Ni Putu Novita Pradnyani, Ni Putu Pamudji, Ivan Sebastian Pande Nyoman Kurniasari, Pande Pramana, Putu Bagus Gin Gin Prastiti, Ni Ketut Devi Widhi Putu Kurniyanta Putu Pramana Suarjaya Sidemen, I.G.P.Sukrana Syamsuddin, Johanis Bosco Troy Tirta, Ian Tjahya Aryasa Tjahya Aryasa Tjokorda Gde Agung Senapathi Wardani, Dinar Kusuma