Claim Missing Document
Check
Articles

Found 35 Documents
Search

Penentuan Energi Kisi Oksida-Oksida Piroklor Dede Suhendar; Ismunandar Ismunandar
Jurnal Matematika & Sains Vol 11, No 1 (2006)
Publisher : Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Lattice energy of pyrochlore oxides prediction is important in relation with the synthesis effort. This work was aimed to find an equation that could be used to predict the lattice enthalpy of pyrochlore oxides. As standards, pyrochlores with known enthalpy formation were used to calculate the lattice entalphy via Born Haber cycle U(BHC). Lattice energies, U, of pyrochlore oxides were calculated by Glasser (G), Glasser-Jenkins, (GJ), and Yoder-Flora, (YF) equations. Plotting of Born-Haber lattice energies U(BHC) vs. U(G), U(GJ), and U(YF) resulted in R2 = 0.9564, 0.8671, and 0.9993, respectively. Based on the fitting of U(BHC) vs. U(YF), then a combination of Yoder-Flora and Kapustinskii equations were formulated and tested for U(BHC) of pyrochlore oxides. The Yoder-Flora-Kapustinskii (YFK) equation was U(YFK)pyrochlore = Σ U(K) oxide of A + Σ U (K) oxide of B where U(K) is lattice energy of oxide calculated by Kapustinskii equation using ionic radii of A in eight coordination number, and B in six coordination number, except for B ions from oxide fluorite structures in eight coordination number. The differences between U(YFK) and U(BHC) were < 3 %..
STUDI POTENSI EKSTRAK DAUN ADAM HAWA (Rhoeo discolor) SEBAGAI INDIKATOR TITRASI ASAM-BASA Ratnasari, Sinta; Suhendar, Dede; Amalia, Vina
Chimica et Natura Acta Vol 4, No 1 (2016)
Publisher : Departemen Kimia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (617.875 KB) | DOI: 10.24198/cna.v4.n1.10447

Abstract

Daun adam hawa memiliki pigmen warna ungu yang diduga berasal dari antosianin. Pigmen antosianin ini bersifat larut dalam air sehingga mampu bereaksi baik dengan asam maupun basa. Karakterisitik perubahan warna ini menjadi potensi ekstrak daun adam hawa sebagai indikator dalam menentukan titik akhir pada titrasi asam basa. Perbandingan pelarut etanol 70% : ekstrak daun adam hawa (2:1) mampu mengekstrak metabolit sekunder secara optimal dengan metode ekstrasi teknik maserasi selama 24 jam. Karakterisasi indikator ini meliputi uji perubahan warna dalam berbagai pH, titrasi asam basa konvensional dan autotitrator, perbandingannya dengan indikator fenolftalein (PP) dan metil jingga (MJ), identifikasi menggunakan spektrofotometer sinar tampak dan FTIR serta uji waktu simpan indikator. Hasil karakterisasi menunjukkan, indikator memiliki perubahan warna dari jingga kemerahan-hijau kecoklatan dengan trayek pH 4,75-6,75 pada daerah serapan λ maksimum 510,01-591,99 nm, memiliki persentase selisih dengan indikator PP sebesar 0,915% dan indikator MJ sebesar 0,925%, serta dapat digunakan sampai empat minggu.
MENENTUKAN KESTABILAN NUKLIDA-NUKLIDA BERDASARKAN MASSA INTI PER NUKLEON Suhendar, Dede
Chimica et Natura Acta Vol 4, No 2 (2016)
Publisher : Departemen Kimia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (473.93 KB) | DOI: 10.24198/cna.v4.n2.10672

Abstract

Kestabilan nuklida dapat ditentukan oleh rasio jumlah neutron terhadap jumlah protonnya (n/p) atau defek massa (Δm) yang dapat dikonversikan menjadi energi ikat inti (Eb). Dalam artikel ini, kami mempelajari kemungkinan menentukan kestabilan nuklida-nuklida berdasarkan massa inti per nukleon (m/A). Metode yang digunakan adalah pencocokan pola kelimpahan unsur-unsur di sistem tata surya dengan pola harga m/A nuklida tiap unsur dan hasilnya dibandingkan dengan pola energi ikat inti per nukleon (Eb/A)-nya. Terdapat kecenderungan nilai m/A yang berbanding terbalik terhadap nilai Eb/A, sehingga m/A dapat diperkirakan akan berbanding terbalik dengan peringkat kestabilan inti. Dengan membandingkan kelimpahan pasangan-pasangan unsur yang memiliki nomor atom yang berurutan dari 77 nuklida terpilih, diperoleh hasil bahwa 93,5% pasang nuklida-nuklida cocok dengan kebalikan urutan nilai-nilai m/A-nya dan 68,8% cocok dengan urutan nilai-nilai Eb/A-nya. m/A juga memiliki korelasi berbanding terbalik dengan Eb/A yang dapat dinyatakan sebagai Eb/A = -901,76(m/A) + 909,32 (R2 = 0,9986). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa harga m/A dapat dipertimbangkan untuk menentukan urutan tingkat kestabilan inti nuklida dan dapat dihubungkan dengan Eb/A jika nilai m/A dinyatakan dalam satuan energi.
STUDI POTENSI EKSTRAK DAUN ADAM HAWA (Rhoeo discolor) SEBAGAI INDIKATOR TITRASI ASAM-BASA Sinta Ratnasari; Dede Suhendar; Vina Amalia
Chimica et Natura Acta Vol 4, No 1 (2016)
Publisher : Departemen Kimia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (617.875 KB) | DOI: 10.24198/cna.v4.n1.10447

Abstract

Daun adam hawa memiliki pigmen warna ungu yang diduga berasal dari antosianin. Pigmen antosianin ini bersifat larut dalam air sehingga mampu bereaksi baik dengan asam maupun basa. Karakterisitik perubahan warna ini menjadi potensi ekstrak daun adam hawa sebagai indikator dalam menentukan titik akhir pada titrasi asam basa. Perbandingan pelarut etanol 70% : ekstrak daun adam hawa (2:1) mampu mengekstrak metabolit sekunder secara optimal dengan metode ekstrasi teknik maserasi selama 24 jam. Karakterisasi indikator ini meliputi uji perubahan warna dalam berbagai pH, titrasi asam basa konvensional dan autotitrator, perbandingannya dengan indikator fenolftalein (PP) dan metil jingga (MJ), identifikasi menggunakan spektrofotometer sinar tampak dan FTIR serta uji waktu simpan indikator. Hasil karakterisasi menunjukkan, indikator memiliki perubahan warna dari jingga kemerahan-hijau kecoklatan dengan trayek pH 4,75-6,75 pada daerah serapan λ maksimum 510,01-591,99 nm, memiliki persentase selisih dengan indikator PP sebesar 0,915% dan indikator MJ sebesar 0,925%, serta dapat digunakan sampai empat minggu.
MENENTUKAN KESTABILAN NUKLIDA-NUKLIDA BERDASARKAN MASSA INTI PER NUKLEON Dede Suhendar
Chimica et Natura Acta Vol 4, No 2 (2016)
Publisher : Departemen Kimia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (473.93 KB) | DOI: 10.24198/cna.v4.n2.10672

Abstract

Kestabilan nuklida dapat ditentukan oleh rasio jumlah neutron terhadap jumlah protonnya (n/p) atau defek massa (Δm) yang dapat dikonversikan menjadi energi ikat inti (Eb). Dalam artikel ini, kami mempelajari kemungkinan menentukan kestabilan nuklida-nuklida berdasarkan massa inti per nukleon (m/A). Metode yang digunakan adalah pencocokan pola kelimpahan unsur-unsur di sistem tata surya dengan pola harga m/A nuklida tiap unsur dan hasilnya dibandingkan dengan pola energi ikat inti per nukleon (Eb/A)-nya. Terdapat kecenderungan nilai m/A yang berbanding terbalik terhadap nilai Eb/A, sehingga m/A dapat diperkirakan akan berbanding terbalik dengan peringkat kestabilan inti. Dengan membandingkan kelimpahan pasangan-pasangan unsur yang memiliki nomor atom yang berurutan dari 77 nuklida terpilih, diperoleh hasil bahwa 93,5% pasang nuklida-nuklida cocok dengan kebalikan urutan nilai-nilai m/A-nya dan 68,8% cocok dengan urutan nilai-nilai Eb/A-nya. m/A juga memiliki korelasi berbanding terbalik dengan Eb/A yang dapat dinyatakan sebagai Eb/A = -901,76(m/A) + 909,32 (R2 = 0,9986). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa harga m/A dapat dipertimbangkan untuk menentukan urutan tingkat kestabilan inti nuklida dan dapat dihubungkan dengan Eb/A jika nilai m/A dinyatakan dalam satuan energi.
Lumpur Hitam Tanah Rawa Hutan Mangrove Karangsong (Kabupaten Indramayu): Komposisi Kimia dan Transformasi Fasa Mineral yang Dihasilkan melalui Penanganan secara Termal Dede Suhendar; Esti Sundari; Asep Supriadin
JURNAL RISET GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN Vol 29, No 2 (2019)
Publisher : Indonesian Institute of Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/risetgeotam2019.v29.625

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki kandungan unsur dan transformasi mineral-mineral utama lumpur hitam dari tanah rawa hutan mangrove Karangsong, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Sampel lumpur hitam kering diberi perlakuan secara termal dan bertahap pada kisaran suhu 120 - 1000 °C. Kandungan mineral dan transformasinya kemudian dianalisis dengan metode difraksi serbuk sinar-X. Kandungan unsur-unsur berat sebelum dan sesudah perlakuan ditentukan dengan menggunakan metode fluoresensi sinar-X, sedangkan unsur-unsur yang lebih ringannya ditentukan berdasarkan interpretasi pola pergeseran spektrum FTIR. Berdasarkan tiga analisis dan karakterisasi, sampel lumpur mengandung unsur utama O, Si, Al, Fe, Cl, Na, S, dan Mg, dan sisanya masing-masing kurang dari 1% adalah K, Ca, Ti, P , Mn, V, Zn, Cr, Br, Rb, Cu, Ni, Ga, Y, dan Sc. Kehadiran unsur C dan N dideteksi secara kualitatif melalui pola spektrum inframerah. Fase yang terdeteksi pada sampel awal terutama meliputi kuarsa, hastingsit, halloisit, dan albit. Dua fase lainnya yang terdeteksi adalah pirit dan sfalerit. Dengan memperhatikan kandungan kimia dan transformasi mineral-mineralnya, lingkungan abiotik hutan mangrove menyimpan banyak informasi kimia yang berharga dalam memahami kemungkinan reaksi-reaksi katalisis di dalamnya sepanjang waktu geologi. This research was to investigate the content of elements and transformation of the minerals of black mud samples from mangrove forest masrshland, Karangsong, Indramayu Regency, West Java. The dried black mud sample was treated gradually in the temperature ranges of 120 - 1000 °C. The mineral contents and their transformations were then examined by the X-ray powder diffraction method. The content of heavy elements before and after the treatment was determined using the X-ray fluorescence method, while the light elements was determined based on the interpretation of the FTIR spectrum shift patterns. The three analyses and characterizations indicate that the mud samples contained the main elements of O, Si, Al, Fe, Cl, Na, S, and Mg. The remaining of less than 1% contained K, Ca, Ti, P , Mn, V, Zn, Cr, Br, Rb, Cu, Ni, Ga, Y, and Sc. The presence of C and N elements were detected qualitatively through the infrared spectrum patterns. The phases detected in the initial sample mainly include quartz, hastingsite, halloysite, and albite. The other two phases detected were pyrite and sphalerite. Given the elements and transformation of such minerals, the abiotic environment of mangrove forests holds much valuable chemical information in understanding the possibility of catalysis reactions in them over geologic time. 
MENINJAU BUKTI ILMIAH KEKUATAN BESI MENURUT CARA PANDANG ILMU KIMIA DAN SAINS YANG BERKAITAN BESERTA BEBERAPA KONSEKUENSINYA SEBAGAIMANA DISEBUT DALAM AL QURAN QS. AL HADIID:25 Dede Suhendar
JURNAL ISTEK Vol 5, No 1-2 (2011): ISTEK
Publisher : JURNAL ISTEK

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kauniyah verses of iron in the Qur'an Surah Al Hadiid, Verse 25, in particular, has not been widely studied in the perspective of chemistry, let the problems associated with its implementation according to what is listed in the verse. In this paper, we discussed about of “great strength of iron” in the verse from the viewpoint of modern chemistry supported with findings of iron in other scientific disciplines are closely related with, as in Geology, Physics, Biology and Materials Science. In this paper, we also discussed the meaning of the next sentence of the verse "...and that Allah may know who is helping (religion) Him and His apostles but God has not seen." The discussion is limited to a review of the nuclear chemistry (nuclides), chemical structure, magnetic, and chemical bonding properties. We can be concluded that the iron does have remarkable properties leading to iron predicate as stated in the verse. The facts of iron are following: (1) Iron is an element with isotopes that have the most stable nucleus of all the existing elements; (2) Iron has metal structure (polymorph) that adaptive to the presence of other metal/s or elements in its structure, so it can be made many variations of steel/alloy; (3) Iron has the strongest magnetic effect on life on earth; and (4) The nature of the bonds formed between the iron with organic compounds of iron proved a major role in biochemical processes. Finally, the great strength of the iron phenomenon has consequences as a reflection of Muslims in order to use it in various forms that lead to the establishment of Islamic symbols.
UJI AKTIVITAS DAYA ANTIOKSIDAN BIOPIGMEN PADA FRAKSI ASETON DARI MIKROALGA Chlorella vulgaris Tina Dewi Rosahdi; Yuli Susanti; Dede Suhendar
JURNAL ISTEK Vol 9, No 1 (2015): ISTEK
Publisher : JURNAL ISTEK

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Biopigmen merupakan pewarna alami yang dihasilkan dari organisme hidup. Sayuran dan buah-buahan merupakan sumber biopigmen, selain itu mikroalga pada saat ini juga merupakan sumber biopigmen yang potensial. Mikroalga Chlorella vulgaris adalah jenis ganggang hijau atau Chlorophyta yang diketahui sebagai sumber biopigmen, yaitu klorofil yang digunakan pada proses fotosintesis. Peran biopigmen bagi manusia salah satunya adalah sebagai antioksidan. Antioksidan yaitu senyawa yang pada konsentrasi rendah dapat mencegah atau memperlambat reaksi oksidasi yang disebabkan oleh radikal bebas. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keberadaan dan jenis biopigmen serta aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH (diphenilpycrylhydrazil). Ekstraksi biopigmen dari Chlorella vulgaris dilakukan dengan metode maserasi menggunakan aseton. Kemudian dilakukan kromatografi lapis tipis untuk mengidentifikasi keberadaan biopigmen dan spektrofotometer UV-Vis untuk penentuan secara kuantitatif jenis biopigmen yang terdapat pada mikroalga Chlorella vulgaris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biopigmen yang terkandung dari mikroalga Chlorella vulgaris adalah klorofil. Nilai IC50 vitamin C sebagai pembanding diperoleh sebesar 20.14 ppm sedangkan nilai IC50 dari fraksi aseton sebesar 57,25 ppm. Hasil ini menunjukkan bahwa untuk meredam radikal bebas sebesar 50% membutuhkan konsentrasi antioksidan sebesar 57,25 ppm.
KORELASI KANDUNGAN BESI TERLARUT TERHADAP KELIMPAHAN Phytoconis sp. PADA PERAIRAN SITU CIBURUY KABUPATEN BANDUNG BARAT Ateng Supriyatna; R. D. Ramdani Ramdani; Dede Suhendar Suhendar
JURNAL ISTEK Vol 7, No 1 (2013): ISTEK
Publisher : JURNAL ISTEK

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Besi merupakan unsur kimia yang dapat ditemui hampir di semua tempat di muka bumi, pada semua bagian lapisan geologis dan semua badan air. Besi berperan sebagai penyusun sitokrom dan klorofil bagi tumbuhan akuatik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara kandungan besi terlarut terhadap kelimpahan Phytoconis sp. pada perairan Situ Ciburuy Kabupaten Bandung Barat. Besi sebagai [Fe(CH3COO)6]3- juga digunakan dalam analisis perlakuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi besi terhadap kelimpahan Phytoconis sp. dalam periode 5 hari. Spektrofotometer Serapan Atom digunakan sebagai instrumen pengujian kadar besi terlarut, sedangkan mikroskop binokuler dan hemasitometer digunakan untuk menghitung kelimpahan Phytoconis sp. tidak hanya untuk sampel kontrol tetapi juga pada masing-masing sampel perlakuan selama periode 5 hari. Pengambilan data dari 10 titik pengamatan menghasilkan nilai korelasi sebesar 0,963 yang berarti mempunyai korelasi yang sangat kuat antara kandungan besi terlarut terhadap kelimpahan Phytoconis sp. Semua konsentrasi besi (0.385, 0.791, 1.291, 1.979, dan 2.343 ppm) meningkatkan kelimpahan Phytoconis sp., kelimpahan yang paling baik yaitu pada konsentrasi 0,385 ppm. Kedua hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan besi terlarut sangat berpengaruh terhadap kelimpahan Phytoconis sp. pada perairan Situ Ciburuy.
Sintesis Nanokomposit g-Al2O3-Fe2O3 untuk Adsorpsi wj Logam Cr(VI) Rika Rahmawati; Dede Suhendar
JURNAL ISTEK Vol 8, No 1 (2014): ISTEK
Publisher : JURNAL ISTEK

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

wp Penanganan limbah yang mengandung logam berat sering kali memerlukan biaya yang tidak murah. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis adsorben berskala nanometer berbahan murah dan metode sintesis dan uji aplikasinya yang sangat sederhana, yakni nanokomposit g-Al2O3-Fe2O3 untuk adsorben Cr(VI). Larutan Al(OH)3 dicampur dengan larutan amoniak sampai pH 4, kemudian ke dalamnya dicampurkan sukrosa dan FeCl3 sampai homogen (perbandingan mol Al(OH)3 : 0,25 FeCl3 : 0,33). Campuran tersebut dipanaskan pada suhu 120 °C sambil pengadukan sampai volumenya menjadi sekitar 2/3-nya, kemudian dipanaskan kembali pada 200 °C selama 24 jam. Padatan berbentuk butiran-butiran berwarna coklat yang dihasilkan kemudian digerus halus dan dicampur dengan kerosen secara homogen. Campuran diuapkan sampai kerosen habis. Serbuk halus berwarna coklat yang dihasilkan kemudian dikalsinasi pada suhu 800 °C selama 4 jam. Berdasarkan hasil analisis XRD diperoleh bahwa sintesis tersebut menghasilkan produk campuran yang didominasi fasa g-Al2O3 dengan kristalinitas rendah yang menunjukkan terbentuknya nanokomposit. Larutan K2Cr2O7 telah digunakan sebagai model larutan yang mengandung Cr(VI) untuk pengujian sifat adsorben nanokomposit tersebut. 2 gram nanokomposit diaduk dengan larutan K2Cr2O7 dengan konsentrasi Cr(VI) 56,7 ppm pada suasana asam (pH 2) sebanyak 50 mL pada variasi waktu 1 – 24 jam. Hasil kontak menunjukkan bahwa lamanya waktu kontak tidak memberikan perbedaan yang signifikan namun secara keseluruhan diperoleh rata-rata adsorpsi Cr(VI) sekitar 82,5% setelah pengadukan awal selama 1 jam. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa nanokomposit g-Al2O3-Fe2O3 sangat efektif dan efisien sebagai adsorben zat pencemar Cr(VI) karena biaya bahan dan sintesisnya sangat murah, sifat mengadsorpsinya cepat, dan mengadsorpsi cukup banyak Cr(VI).