Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Consideration of Future Consequences dan Kecanduan Internet pada Mahasiswa Meutia, Hijir Yoesryna; Sulistyani, Arum
Mediapsi Vol 5, No 2 (2019): DECEMBER
Publisher : MEDIAPSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (86.156 KB) | DOI: 10.21776/ub.mps.2019.005.02.1

Abstract

The internet is a medium to easily and quickly access various information. In addition to this positive impact, the internet also causes a negative impact, such as addiction. Consideration of future consequences is one factor that affects internet addiction. The purpose of this study was to examine the relationship between consideration of future consequences and internet addiction among students from Syiah Kuala University. This research used a quantitative method with an incidental sampling technique. The overall sample of the study was 220 students consisting of 118 men and 102 women. The data were analysed using Product-Moment Pearson. The results revealed that there was a negative relationship between the consideration of future consequences and internet addiction, indicating how the higher the consideration of future consequences (CFC) the lower the internet addiction, or vice versa, the lower the consideration of future consequences (CFC) the higher the internet addiction among students of Syiah Kuala University. Internet merupakan media untuk memperoleh atau mengakses berbagai informasi dengan mudah dan cepat. Selain berdampak positif, internet juga menimbulkan dampak negatif, seperti kecanduan. Consideration of future consequences (pertimbangan terhadap konsekuensi masa depan) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecanduan internet. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara consideration of future consequences dengan kecanduan internet pada mahasiswa Universitas Syiah Kuala. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan teknik sampling insidental. Keselurahan sampel penelitian adalah 220 mahasiswa yang terdiri 118 laki-laki dan 102 perempuan. Data penelitian dianalisis menggunakan Pearson Product Moment Correlation.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara consideration of future consequences dengan kecanduan internet. Artinya, semakin tinggi consideration of future qonsequences (CFC) maka semakin rendah kecanduan internet, ataupun sebaliknya, semakin rendah consideration of future qonsequences (CFC) maka semakin tinggi kecanduan internet pada mahasiswa Universitas Syiah Kuala. 
Parenting dimensions and hardiness personality in Muslim university students Safira, Diana; Afriani, Afriani; Mawarpury, Marty; Sulistyani, Arum
INSPIRA: Indonesian Journal of Psychological Research Vol 5 No 2 (2024): Vol. 5 No. 2 December 2024
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Langsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The objective of this study is to examine the relationship between parenting dimensions and hardiness personality in university students. This research employs a quantitative design involving 367 students aged 18-21 from four universities in Banda Aceh, selected using Multistage Cluster Sampling and Disproportionate Stratified Random Sampling techniques. The hypothesis testing in this study employs Pearson Product Moment Correlation. The results indicate correlation coefficients of r = .229 (p < .05) for the warmth dimension, r = -.189 (p < 0.05) for the rejection dimension, r = .319 (p < .05) for the structure dimension, r = -.123 (p < .05) for the chaos dimension, r = .407 (p < .05) for autonomy support, and r = -.007 (p > 0.05) for the coercion dimension. The findings of this study suggest that an increase in the warmth, structure, and autonomy support dimensions is associated with an increase in hardiness personality. However, an increase in the rejection and chaos parenting dimensions is associated with a decrease in hardiness personality. The coercion dimension was found to have no relationship with a hardy personality. This study demonstrates that implementing positive parenting dimensions by parents can enhance the hardiness personality among students. Furthermore, it offers insights for higher education institutions to develop psychological support programs and soft skills training that can assist students in fostering a hardiness personality.
Adversity Quotient dan Social Loafing pada Mahasiswa Berliansyah, Cut Shasa; Rachmatan, Risana; Sulistyani, Arum; Yulandari, Nucke
Jurnal Psikologi TALENTA Vol 10, No 2 (2025)
Publisher : Universitas Negeri Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26858/talenta.v10i2.65162

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkatan adversity quotient dan social loafing pada mahasiswa di Banda Aceh dan menguji hubungan antara adversity quotient dengan social loafing pada mahasiswa. Penelitian dilakukan menggunakan metode kuantitatif jenis korelasi. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode non-probability sampling dengan teknik insidental sampling yang melibatkan 361 mahasiswa aktif jenjang Diploma dan Sarjana di Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Banda Aceh. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Adversity Response Profile – Chinese University Student (ARP-CUS) untuk mengukur tingkat adversity quotient dan Social Loafing Tendency Questionnaire (SLTQ) untuk mengukur kecenderungan social loafing pada mahasiswa. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan teknik Korelasi Product Moment Pearson dan menghasilkan nilai signifikansi (p)=0,000 dan koefisien korelasi sebesar (r)=-0,290. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara adversity quotient dengan social loafing pada siswa dengan kekuatan hubungan yang lemah. Maknanya semakin tinggi adversity quotient, maka akan semakin rendah kemalasan sosial, begitupun sebaliknya. Penelitian ini secara praktis dapat membantu pemangku kepentingan dalam menyusun strategi pendidikan yang lebih baik untuk mengoptimalkan dan meningkatkan kinerja siswa dalam kelompok.
Menelaah Sensation Seeking: Perbedaan Antara Remaja Awal Perokok dan Non-Perokok Sari, Rianti Keumala; Sulistyani, Arum; Afriani, Afriani; Faradina, Syarifah
Syiah Kuala Psychology Journal Vol 3, No 1 (2025)
Publisher : Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/skpj.v3i1.31953

Abstract

Smoking has become part of the lifestyle of Indonesian society. Even the age at which individuals first start smoking is getting younger. On average, individuals start smoking in early adolescence, which is between the ages of 10 and 14 years. One of the personality factors that contribute to smoking behaviour in early adolescents is sensation seeking, which is the need to seek new, different and complex sensations and experiences, accompanied by a willingness to take risks, both physically and socially, in order to obtain these experiences. This study aims to identify differences in sensation seeking between early adolescents who smoke and those who do not smoke. The study sample comprised 150 early adolescents, 75 smokers and 75 non-smokers. Data collection used the Brief Sensation Seeking Scale (BSSS) adapted to the Indonesian language and culture, with a reliability coefficient of = 0,757. The independent sample t-test analysis showed a difference in the mean value of sensation seeking between early adolescents who smoke (M = 26,08, SD = 5,22) and early adolescents who do not smoke (M = 19,95, SD = 4,78). Based on these findings, it concluded that early adolescents who smoke have higher sensation seeking compared to adolescents who do not smoke t (148) = 7,51, p = 0,00 (two-tailed). The results of this study indicate the role of sensation-seeking in the formation of smoking behaviour. Therefore, smoking prevention efforts are needed with an approach that considers the characteristics of sensation seeking in early adolescence. Merokok telah berkembang menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat Indonesia, bahkan usia di mana individu pertama kali mulai merokok semakin lebih muda. Rata-rata, individu mulai merokok pada masa remaja awal, yaitu antara usia 11 hingga 14 tahun. Salah satu faktor kepribadian yang berkontribusi terhadap perilaku merokok pada remaja awal adalah sensation seeking, yaitu kebutuhan untuk mencari sensasi dan pengalaman yang baru, berbeda, serta kompleks, yang disertai dengan kesediaan untuk mengambil risiko, baik secara fisik maupun sosial, guna memperoleh pengalaman tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan sensation seeking pada remaja awal yang merokok dan yang tidak merokok. Sampel penelitian berjumlah 150 remaja awal, yang terdiri atas 75 remaja perokok dan 75 remaja non-perokok. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Brief Sensation Seeking Scale (BSSS) yang telah diadaptasi sesuai dengan bahasa dan budaya Indonesia, dengan koefisien reliabilitas sebesar = 0,757. Hasil analisis independent sample t-test menunjukkan adanya perbedaan nilai rerata sensation seeking antara remaja awal yang merokok (M = 26,08, SD = 5,22) dan remaja awal yang tidak merokok (M = 19,95, SD = 4,78). Berdasarkan temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa remaja awal yang merokok memiliki sensation seeking yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja yang tidak merokok t (148) = 7,51, p = 0,00 (two-tailed). Hasil penelitian ini mengindikasikan adanya peran sensation seeking terhadap terbentuknya perilaku merokok. Oleh karena itu diperlukan upaya pencegahan merokok dengan pendekatan yang mempertimbangkan karakteristik sensation seeking pada remaja awal.
Konsep Diri dan Online Disinhibition Effect Pada Dewasa Awal di Banda Aceh Akyun, Suri; Sari, Kartika; Afriani, Afriani; Sulistyani, Arum
Syiah Kuala Psychology Journal Vol 3, No 1 (2025)
Publisher : Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/skpj.v3i1.32505

Abstract

Internet has changed the way individuals communicate with others, so that individuals tend to have the freedom to express everything in cyberspace including expressing bad comments or hate speech on social media. The online disinhibition effect was found to be associated with aggressive and deviant behavior carried out online. One of the factors that influences the online disinhibition effect in early adulthood is self-concept. This research aims to determine the relationship between self-concept and the online disinhibition effect in early adulthood in Banda Aceh. A total of 303 early adults in Banda Aceh were selected based on the criteria of being 20-40 years old, using a smartphone or computer, accessing the internet and using social media and domiciled in Banda Aceh. This research uses a convenience sampling sample selection technique. Data collection using the Online Disinhibition Scale (ODS) and Personal Self-Concept Questionnaire (PSQ). The results of the hypothesis test show a correlation coefficient value of (r)=-0.145 and a significance value of (p)=0.016 (p0.05) meaning that there is a negative relationship between self-concept and the online disinhibition effect in early adulthood in Banda Aceh, which means that the higher the self-concept in early adulthood in Banda Aceh, the lower the online disinhibition effect, and vice versa.Internet telah mengubah cara individu berkomunikasi dengan orang lain, sehingga individu cenderung leluasa untuk mengekspresikan segala hal di dunia maya termasuk mengungkapkan komentar buruk atau ujaran kebencian di media sosial. Online disinhibition effect ditemukan berhubungan dengan perilaku agresif dan menyimpang yang dilakukan secara daring. Salah satu faktor yang memengaruhi online disinhibition effect pada dewasa awal adalah konsep diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsep diri dengan online disinhibition effect pada dewasa awal di Banda Aceh. Sebanyak 303 dewasa awal di Banda Aceh dipilih dengan kriteria berusia 20-40 tahun, menggunakan ponsel pintar atau komputer, mengakses internet dan menggunakan sosial media serta berdomisili di Banda Aceh. Penelitian ini menggunakan teknik pemilihan sampel convenience sampling. Pengumpulan data menggunakan Online Disinhibition Scale (ODS) dan Personal Self-Concept Questionnaire (PSQ). Hasil analisis menunjukkan nilai korelasi (r)=-0.145 dan nilai signifikansi (p)=0.016 (p0,05) artinya terdapat hubungan yang negatif antara konsep diri dengan online disinhibition effect pada dewasa awal di Banda Aceh, yang artinya bahwa semakin tinggi konsep diri pada dewasa awal di Banda Aceh maka semakin rendah online disinhibition effect, begitu pula sebaliknya.
Hubungan Ketangguhan Mental dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Aktif Berorganisasi Fadhilah, Rizqan; Riamanda, Irin; Mirza, Mirza; Sulistyani, Arum
Syiah Kuala Psychology Journal Vol 3, No 1 (2025)
Publisher : Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/skpj.v3i1.31589

Abstract

Students must be able to harmonize academic and non-academic processes, one of which is organizational activities. It is not uncommon for some students to experience the inability to coordinate academic obligations with active organizational activities, causing the adverse effects of academic procrastination. Therefore, students are expected to be able to foster mental toughness to maintain performance in conditions and circumstances. The study was conducted with the aim of knowing the relationship between mental toughness and academic procrastination in active organizational students. Using a correlational quantitative method using accidental sampling method and as many as 327 active organizational students of class 2020-2022 Syiah Kuala University became research samples by filling out the mental toughness questionnaire 18 (MTQ-18) and Tuckman Procrastination Scale (TPS) research instruments. The study showed a significant value (p) = 0.001 with a correlation coefficient of (r) = - 0.242 which means there is a negative relationship between mental toughness and academic procrastination, the lower the mental toughness, the higher the procrastination and vice versa the higher the mental toughness, the lower the academic procrastination. This study also provides implications in the form of suggestions that students can do to be able to balance college goals with organizational activities, one of which is by increasing enthusiasm for learning to reduce pressure and anxiety during the academic process so that it can also increase mental toughness in themselvesMahasiswa harus dapat menyelaraskan proses akademik maupun non-akademik salah satunya kegiatan organisasi. Tidak jarang bagi beberapa mahasiswa mengalami ketidakmampuan mengoordinasikan kewajiban akademik dengan kegiatan aktif organisasi sehingga menimbulkan dampak buruk prokrastinasi akademik. Oleh karena itu, mahasiswa diharapkan mampu menumbuhkan ketangguhan mental untuk mempertahankan kinerja dalam kondisi dan keadaan. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui adanya hubungan ketangguhan mental dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa aktif berorganisasi. Menggunakan metode kuantitatif korelasional dengan menggunakan metode sampling accidental dan sebanyak 327 mahasiswa aktif berorganisasi angkatan 2020-2022 Universitas Syiah Kuala menjadi sampel penelitian dengan mengisi instrumen penelitian Mental Toughness Questionnaire 18 dan Tuckman Procrastination Scale. Penelitian menunjukkan nilai signifikansi (p)=0.001 dengan koefisien korelasi sebesar (r)=-0.242 yang berarti terdapat hubungan negatif antara ketangguhan mental dengan prokrastinasi akademik, semakin rendah ketangguhan mental maka semakin tinggi prokrastinasi dan sebaliknya semakin tinggi ketangguhan mental maka semakin rendah prokrastinasi akademik. Penelitian ini juga memberikan implikasi berupa saran yang dapat dilakukan mahasiswa agar mampu menyeimbangkan tujuan berkuliah dengan kegiatan organisasi salah satunya dengan meningkatkan antusiasme belajar agar mengurangi tekanan dan kecemasan selama proses akademik berlangsung sehingga juga dapat meningkatkan ketangguhan mental pada diri sendiri.
Perbandingan Consideration of Future Consequences dalam Pengambilan Keputusan Vaksinasi pada Orang Tua Ferida, Reni; Sulistyani, Arum; Kumala, Intan Dewi; Amna, Zaujatul
Buletin Riset Psikologi dan Kesehatan Mental Vol 5 No 1 (2025): BULETIN RISET PSIKOLOGI DAN KESEHATAN MENTAL
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/brpkm.v5i1.69158

Abstract

Consideration of Future Consequences (CFC) refers to the extent to which individuals reflect on how their current behavior may affect future outcomes. This study aimed to examine the differences in CFC among parents in making vaccination decisions for their children. The study involved 120 parents, divided into two groups: parents who chose to vaccinate their children and parents who refused vaccination. The sampling technique used was non-probability sampling with an unrestricted self-selected survey, employing the Consideration of Future Consequences Scale (CFC-14) developed by Joireman. Data analysis using an independent sample t-test showed that parents who allowed their children to be vaccinated had significantly higher CFC scores compared to those who refused (p < 0.001). Therefore, educational efforts to promote child vaccination could incorporate information regarding the positive long-term impacts of vaccination.
Celebrity Worship And Impulsive Buying Among Early Adults : Evidence From Korean Wave Fans Suhana, Nibraas Faadiyah; Aprilia, Eka Dian; Rachmatan, Risana; Sulistyani, Arum
Seurune : Jurnal Psikologi Unsyiah Vol 8, No 2 (2025): Juli 2025
Publisher : Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/s-jpu.v8i2.40422

Abstract

The Korean Wave as a global popular culture phenomenon has significantly shaped consumer behavior, including the tendency of celebrity worship that may lead to impulsive buying. While developmental theory suggests that idol worship decreases in early adulthood, studies in Indonesia indicate that this behavior remains prevalent among Korean Wave fans. This study uses a quantitative research design with a correlation method. The sampling technique used non-probability sampling method with accidental sampling technique with a total sample size of 193 early adults (18-25 years old) Korean Wave fans. Data collection was carried out using the Impulsive Buying Tandency Scale (IBTS) and Celebrity Attitude Scale (CAS). The hypothesis of this study was tested using Pearson Product-Moment Correlation, showing the results that there is a relationship between the dimensions of celebrity worship (entertainment social, intense personal, and borderline pathological) with impulsive buying with a significance value (p) = 0.000. The higher the celebrity worship dimensions (entertainment social, intense personal, and borderline pathological) in early adult Korean Wave fans, the higher the impulsive buying they have. Conversely, the lower the celebrity worship dimensions (entertainment social, intense personal, and borderline pathological) in early adult Korean Wave fans, the lower the impulsive buying they have.Abstrak: Fenomena Korean Wave sebagai budaya populer global telah memengaruhi perilaku konsumsi masyarakat, termasuk kecenderungan celebrity worship yang berhubungan dengan pembelian impulsif. Meskipun teori perkembangan menjelaskan bahwa intensitas pemujaan idola menurun pada masa dewasa awal, penelitian di Indonesia menunjukkan masih tingginya perilaku tersebut pada penggemar Korean Wave. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif dengan metode korelasi. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode non-probability sampling dengan teknik accidental sampling dengan jumlah sampel sebanyak 193 dewasa awal (18-25 tahun) penggemar Korean Wave. Pengumpulan data dilakukan menggunakan skala Impulsive Buying Tandency Scale (IBTS) dan Celebrity Attitude Scale (CAS). Hipotesis penelitian ini diuji menggunakan Pearson Product-Moment Correlation, dengan menunjukkan hasil terdapat hubungan antara dimensi celebrity worship (entertainment social, intense personal, dan borderline pathological) dengan impulsive buying dengan nilai signifikansi (p) = 0,000. Semakin tinggi dimensi celebrity worship (entertainment social, intense personal, dan borderline pathological) pada dewasa awal penggemar Korean Wave, semakin tinggi pula impulsive buying yang mereka miliki. Sebaliknya, semakin rendah dimensi celebrity worship (entertainment social, intense personal, dan borderline pathological) pada dewasa awal penggemar Korean Wave, semakin rendah pula impulsive buying yang dimiliki.
Hubungan Antara Social Comparison Orientation Dengan Social Media Addiction Pada Mahasiswa Pengguna Tiktok Afsyukma, Marhaban; Sulistyani, Arum; Rachmatan, Risana; Riamanda, Irin
Syiah Kuala Psychology Journal Vol 3, No 2 (2025)
Publisher : Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/skpj.v3i2.34446

Abstract

The use of TikTok has become a routine for college students in this digital era. Prolonged and irregular use of social media platforms has the potential to pose various challenges and result in social media addiction problems. Not only that, social media provides many opportunities and easy access to engage in social comparison and lead to the consequences of social media addiction. This study aims to determine the relationship between social comparison orientation and social media addiction in student TikTok users. The sampling technique used incidental sampling technique. The sample of this study amounted to 352 (75 men and 277 women) students of Syiah Kuala University. SCO in this study was measured using the Iowa-Netherlands Comparison Orientation Measure (INCOM) consisting of 11 items. Meanwhile, the measuring instrument for social media addiction using the Social Media Addiction-Student Form consists of 29 items. The results of statistical analysis of this study indicate a significant positive relationship between social comparison orientation and social media addiction (r = 0.484; p 0.001). These results indicate that the higher the social comparison made, the higher the social media addiction in TikTok users and vice versa. This study emphasizes the role of social comparison in social media addiction where individuals who engage in social comparison tend to develop addictive behavior towards social media and shows that the content consumed can significantly influence it. Penggunaan TikTok telah menjadi sebuah rutinitas mahasiswa di era digital ini. Penggunaan platform media sosial yang berkepanjangan dan tidak teratur berpotensi menimbulkan berbagai tantangan dan mengakibatkan masalah kecanduan media sosial. Tidak hanya itu media sosial memberikan banyak peluang dan akses mudah untuk terlibat dalam perbandingan sosial dan menimbulkan konsekuensi kecanduan media sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara social comparison orientation dengan social media addiction pada mahasiswa pengguna TikTok. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik incidental sampling. Sampel penelitian ini berjumlah 352 (75 laki-laki dan 277 perempuan) mahasiswa Universitas Syiah Kuala. Mahasiswa pengguna TikTok di Universitas Syiah Kuala menggunakan TikTok sebagai sarana untuk menghilangkan stres akibat tugas yang banyak dan jadwal padat. Aktivitas seperti scrolling TikTok menjadi salah satu cara untuk mencari hiburan dan mengurangi kejenuhan. Social comparison orientation (SCO) pada penelitian ini diukur dengan menggunakan Iowa-Netherlands Comparison Orientation Measure (INCOM) terdiri dari 11 aitem. Sementara itu alat ukur social media addiction menggunakan Social Media Addiction-Student Form terdiri dari 29 aitem. Hasil analisis statistik penelitian ini menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antarasocial comparison orientationdansocial media addiction(r = 0,484; p 0,001). Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi perbandingan sosial yang dilakukan, maka semakin tinggi pula kecanduan media sosial pada mahasiswa pengguna TikTok begitu pula sebaliknya. Penelitian ini menekankan peran perbandingan sosial dalam kecanduan media sosial dimana individu yang terlibat dalam perbandingan sosial cenderung mengembangkan perilaku adiktif terhadap media sosial serta menunjukkan bahwa konten yang dikonsumsi dapat mempengaruhi secara signifikan.