Claim Missing Document
Check
Articles

PROTECTION OF INFORMAL WORKERS AS PARTICIPANTS THROUGH THE MAGELANG REGIONAL SOCIAL SECURITY SYSTEM Heniyatun, Heniyatun; Rusdjijati, Retno; Sulistyaningsih, Puji
Varia Justicia Vol 14 No 2 (2018): Vol 14 No 2 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (202.938 KB) | DOI: 10.31603/variajusticia.v14i2.2379

Abstract

The purpose of this study is to review the rights of workers to obtain protection, including informal workers, as mandated in Article 3 paragraph (2) of Law Number 32 of 1992 concerning Labor Social Security that every worker has the right to social security of workers. The hazard risk from the work environment owned by informal workers is the same as that of formal workers. So far, the occupational health services provided are still curative, while health care and improvement efforts to improve work and preventive capacity are always neglected. This study uses a juridical empirical research method with a descriptive approach; data collection is done through questionnaires. The research sample includes workers in the home or micro industries both in the Regency and in the City of Magelang. Samples are collected using a nonprobability sampling method, then analyzed using qualitative analysis with inductive methods. Based on the results of the study, the understanding of the SJSN by both employers and informal sector workers is insufficient, but the majority of respondents have a desire to join the SJSN program, with the priority of health insurance and work accident insurance programs. The ability and willingness to become a BPJS participant are influenced by the level of income, and level of education. Current informal sector workers have not been covered by guaranteed protection, both BPJS Kesehatan, and BPJS. The main factor is the non-participation of casual workers in the guarantee of protection due to financial inability to pay contributions. Besides that, it was also because of his ignorance, even though it was not significant. This is due to a lack of socialization from stakeholders regarding the importance of health and safety guarantees and protection for workers and their families in addition to regulations that also do not accommodate informal workers.
Program Kemitraan Universitas Bagi FKPM untuk Mereduksi Gangguan Kamtibmas 
Melalui Mediasi Sulistyaningsih, Puji; Heniyatun, Heniyatun; Kurniaty, Yulia
Community Empowerment Vol 3 No 1 (2018)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (169.156 KB) | DOI: 10.31603/ce.v3i1.2445

Abstract

Pemahaman hukum Anggota FKPM (Forum Kemitraan Perpolisian Masyarakat) (FKPM) Rejowinangun Selatan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan masih sangat kurang. Penyelesaian sengketa yang dilakukan dengan musyawarah mufakat masih belum optimal, jikalau ada tanpa diikuti dengan kesepakatan yang tertulis. Hal ini berdampak pada penyelesaian sengketa yang dapat diselesaikan secara musyawarah mufakat melalui mediasi kurang optimal, juga tidak adanya kesepakatan mediasi yang dibuat secara tertulis. Dalam jangka panjang menyebabkan tidak optimalnya peran FKPM Rejowinangun Selatan dalam mereduksi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di Kelurahan Rejowinangun Selatan. Tujuan dari kegiatan ini untuk meningkatkan pemahaman hukum dan keterampilan anggota FKPM Rejowinangun Selatan dalam menyelesaikan sengketa melalui mediasi, tujuan jangka Panjang pengabdian masyarakat ini yaitu untuk optimalisasi fungsi dan peran FKPM dalam mereduksi gangguan kamtibmas di Rejowinangun Selatan. Metode pelaksanaan: metode yang digunakan adalah sosialisasi dan penyuluhan hukum serta pelatihan teknik mediasi melalui simulasi kasus. Hasil dari program kemitraan universitas ini adalah meningkatnya pemahaman di bidang hukum baik hukum materiil maupun hukum formil yaitu tentang Alternatif Dispute Resolution (ADR), dan meningkatnya keterampilan anggota Forum Kemitraan Perpolisian Masyarakat (FKPM) terkait teknik penyelesaian sengketa melalui metode mediasi serta mampu merancang kesepakatan mediasi dalam tertulis
Tinjauan Yuridis Perkara Permohonan Akta Kematian yang Berkaitan dengan Asas Persona Standi in Judicio (Studi Kasus Putusan Nomor 93/Pdt.P/2019/PN Mgg) Nurdayanti, Annisa; Anggraini, Ika Ari; Ramadhani, Sarah Budi; Heniyatun, Heniyatun
Borobudur Law Review Vol 1 No 1 (2019): Vol 1 No 1 (2019)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31603/burrev.3136

Abstract

Inheritance law is a part of family law, which is very closely related to the scope of human life. In the case of someone's death, registration must be carried out at the Civil Registry office, and those who are entitled to make arrangements are heirs. But in case Number 93 / Pdt.P / 2019 / PN Mgg, registration is carried out by people who do not have a legal position against the heir. The purpose of writing this article is to analyze the application of the principle of persona standi in judicio, zaakwarneming, and the position of the property of people who do not have children. The research method used is normative juridical with the statue and conceptual approach. The results showed that the case for the death certificate application filed by the applicant could not be granted because it would have long legal consequences related to inheritance.
Ahli Waris dalam Keadaan Tidak Hadir (Studi Kasus Nomor 97/Pdt.P/2019/PN Mgg) Suwarti, Siti; Hartini, Lita Hardiwati; Setiaji, Dwi Yoga Bayu; Heniyatun, Heniyatun
Borobudur Law Review Vol 1 No 1 (2019): Vol 1 No 1 (2019)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sistem hukum waris di Indonesia terbagi menjadi tiga sistem yaitu sistem hukum waris barat yang bersumber pada burgerlijk wetboek (selanjutnya disebut “BW”), sistem hukum waris islam yang bersumber pada Al-Qur’an, hadits dan ’ijma, serta hukum waris adat. Hukum waris Burgerlijk Wetboek mengatur mengenai warisan seseorang yang dimungkinkan akan jatuh ke tangan negara dan dikuasai oleh negara. Keadaan Tidak Hadir dan Akibat Hukumnya Menurut Hukum Perdata Indonesia, dengan Kemajuan Teknologi akhir-akhir ini yang sangat pesat, khususnya dibidang telekomunikasi, tetap saja tidak mencegah terjadinya kasus-kasus dimana seseorang tidak diketahui keberadaannya atau di dalam hukum perdata disebut juga dengan Afwezigheid. Keadaan Tidak Hadir sering ditemui didalam dikehidupan sehari-hari, misalnya karena adanya kecelakaan, bencana alam, huru-hara, peperangan atau pemberontakan. Terlebih jika orang yang dinyatakan tak hadir tersebut tidak memberikan kuasa kepada orang lain guna mengurusi kepentingannya, untuk masalah ini maka undang-undang menujuk Balai Harta Peninggalan sebagai lembaga yang dapat berwenang mengurusi harta dari seseorang yang dinyatakan tidak hadir (Afwezigheid). Sedangkan akibat dari keadaan tidak hadir terhadap perkawinan dan harta peninggalan adalah perkawinan akan putus setelah 10 tahun sejak kepergian si afwezig dengan meminta izin dari pengadilan, dan untuk harta peninggalan orang tidak hadir tersebut maka undang-undang mengatur dengan cara sistematis yaitu dengan melalui tiga tahap tindakan penyelesaian yaitu tahap tindakan sementara, persangkaan barangkali meninggal dunia, dan tahap pewarisan secara difinitif.
PEMBERIAN MUT’AH DAN NAFKAH IDDAH DALAM PERKARA CERAI GUGAT Heniyatun, Heniyatun; Sulistyaningsih, puji; Anisah, Siti
Profetika: Jurnal Studi Islam Vol. 21, No. 1, Special Issue 2020
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/profetika.v21i1.11647

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam pemberian mut’ah dan nafkah iddah dalam perkara cerai gugat dan bagaimana pelaksanaan isi putusan atas pemberian mut’ah dan nafkah iddah dalam perkara cerai gugat. Metode penelitian pustaka (library research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Teknik pengelolahan data yang digunakan yaitu teknik analisis data deskriptif normatif, dan penarikan kesimpulan dilakukan secara deduktif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1) Pertimbangan hukum hakim dalam pemberian mut’ah dan nafkah iddah dalam perkara cerai gugat nomor 0076/Pdt.G/2017/PA.Mgl yaitu mendasarkan pada Pasal 41 huruf (c) UU Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 149 huruf (a) dan (b) KHI serta Yurisprudensi Mahkamah Nomor 137 K/AG/2007 tanggal 6 Februari 2008 dan Nomor 02 K/AG/2002 tanggal 6 Desember 2003. Putusan tersebut menyimpangi ketentuan Pasal 149 KHI, namun demikian pertimbangan hukum hakim dalam perkara tersebut mengandung terobosan hukum dengan metode penemuan hukum dan berpedoman pada Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dalam memberikan putusan berkaitan dengan nusyuz, sehingga meskipun perceraian diajukan oleh isteri (cerai gugat) tetapi isteri tidak terbukti nusyuz maka secara ex officio suami dapat dihukum untuk memberikan nafkah iddah kepada bekas isterinya. Putusan hakim tersebut mengakodomasi pendapat madzhab Hanafi. Penerapan hak ex officio hakim tersebut juga menyimpangi ketentuan Pasal 178 ayat (3) HIR/ Pasal 189 ayat (3) RBG yang menyatakan bahwa hakim dilarang menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak dituntut, atau memberikan  lebih daripada yang dituntut, namun demikian putusan tersebut tidak melanggar asas ultra petita.  2) Pelaksanaan isi putusan perkara nomor 0076/Pdt.G/2017/PA.Mgl adalah secara sukarela di luar persidangan, apabila tergugat tidak melaksanakan isi putusan secara sukarela maka penggugat dapat mengajukan permohonan eksekusi terhadap putusan tersebut dengan mengajukan permohonan eksekusi sejumlah uang. Kelemahan putusan ini yaitu tidak ada instrumen yang dapat memaksa tergugat untuk membayar mut’ah dan nafkah iddah yang telah diputuskan sebagaimana pada perkara cerai talak, instrumen pelaksanaan putusan dalam cerai talak dapat dilaksanakan melalui sidang ikrar talak.
Kajian Yuridis Perlindungan Merek Terhadap Gugatan Merek Nama Orang Terkenal Heniyatun, Heniyatun; Sulistyaningsih, Puji; Iswanto, Bambang Tjatur; Asiyah, Yeni; Praja, Chrisna Bagus Edhita
Borobudur Law Review Vol 2 No 2 (2020): Vol 2 No 2 (2020)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31603/burrev.4648

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan merek terdaftar dan pertimbangan hakim dalam memutus Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan nomor perkara 48/PDT.SUS/Merek/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst. Di dalam posita menyebutkan bahwa singkatan nama “Bensu” merupakan singkatan nama orang terkenal, dan bahwa ayam Geprek Bensu milik penggugat merupakan merek terkenal, oleh karenanya penggugat mohon agar majelis hakim membatalkan merek Bensu milik Jessy. Namun perkara tersebut oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga diputus NO (Niet Ontvankelijke Verklaard) dengan mengabulkan eksepsi tergugat. Metode pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normative melauli pendekatan Undang-Undang dan pendekatan kasus. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlindungan merek di Indonesia mengacu pada asas first to file, yaitu bahwa merek yang sudah didaftarkan memiliki perlindungan dan hak eksklusif, hanya dapat dibatalkan jika terbukti melanggar Undang-Undang. Putusan NO oleh Majelis Hakim dalam sengketa merek tersebut mengacu pada Pasal 28 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU MIG) bahwa seharusnya penggugat mengajukan banding ke Komisi Banding Merek (KBM) lebih dahulu, karena merek milik penggugat belum terdaftar di DJKI. Hal ini sesuai Pasal 76 ayat 2 UU MIG bahwa merek yang belum terdaftar harus mengajukan gugatan kepada Menteri, selanjutnya Pasal 30 UU MIG menjelaskan bahwa keputusan KBM diberikan dalam jangka waktu tiga bulan. Namun Penggugat tidak menunggu tiga bulan sebagaimana putusan yang diberikan oleh KBM, akan tetapi langsung mengajukan gugatan ke Pengadiilan Niaga sehingga gugatan ditolak oleh Pengadilan Niaga dan dinyatakan cacat formil.
Tanggungjawab pengangkut terhadap hilangnya barang kiriman (studi kasus ekspedisi dharma raya Muntilan) Saputri, Rischa Indah; Iswanto, Bambang Tjatur; Heniyatun, Heniyatun; Nurwati, Nurwati
Borobudur Law Review Vol 3 No 2 (2021): Vol 3 No 2 (2021)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Magelang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31603/burrev.4735

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tanggungjawab pengangkut terhadap hilangnya barang yang diangkut dan hambatan pengirim saat melakukan klaim ganti kerugian kepada pengangkut terhadap hilangnya barang. Jenis penelitian yang digunakan yuridis normatif, dengan pendekatan undang-undang (statute approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam perjanjian pengangkutan, pengangkut bertanggungjawab terhadap barang yang dibawa mengacu berdasarkan Pasal 468 KUHD. Akan tetapi, dalam prakteknya saat proses pengangkutan sering terjadi barang hilang dikarenakan : a) barang dicuri bajing loncat; b) barang dicuri supir truk dan dijual kembali saat harga cabai mahal; c) barang dicuri saat bongkar di pasar; d) Barang dicuri saat barang disimpan di Kantor Ekspedisi Dharma Raya Muntilan. Hambatan pengirim cabai saat meminta ganti kerugian terhadap pengangkut ada 3 macam: a) Pengangkut terlambat memberikan laporan hilangnya barang kepada pengirim; b) Kurang teliti dalam menulis surat muatan; c) Pengangkut meminta tenggang waktu saat akan memberikan ganti rugi. Berdasarkan Pasal 468 KUHD yaitu perjanjian pengangkutan apapun faktor kehilangannya pengangkut harus memberikan pertanggungjawaban.
The Roles of Local Governments in Accommodating the Registration of SME’s Product Trademarks Muhammad Bagus Boy Saputra; Heniyatun Heniyatun; Hary Abdul Hakim; Chrisna Bagus Edhita Praja
Amnesti Jurnal Hukum Vol. 3 No. 1 (2021)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purworejo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37729/amnesti.v3i1.1227

Abstract

One of the manifestations of the government's alignment with the protection and development of MSMEs is the issuance of Law Number 20 of 2008 concerning Micro, Small and Medium Enterprises (UU MSMEs). Protection of MSME products is protection for products consisting of goods and/or services. Every product, both goods and services, has material and immaterial wealth. Intellectual Property Rights (IPR), especially trademarks, are immaterial wealth for MSME products that need legal protection. This study aims to analyze the role of the Kebumen district government in accommodating the registration of MSME product brands. This study uses a normative juridical method with a qualitative approach. The legal materials used in this study include primary and secondary legal materials. Primary legal materials are Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications, Regulation of the Regent of Kebumen Number 71 of 2016 concerning Position, Organizational Structure, Duties and Functions, as well as Work Procedures for the Department of Manpower and Cooperatives, MSME (MSME Kebumen Regent Regulation). Secondary legal materials are journaled articles, law books and websites. The results of the study indicate the role of the Kebumen Regency Government in accommodating trademark registration on MSME products in Kebumen Regency through the KUMKM Service and the KUMKM Integrated Business Service Center (PLUT). Activities carried out are in the form of socialization, consulting services, training, and assistance for MSMEs in trademark registration at the DJKI to protect the law and develop MSMEs.
Kajian Yuridis Peralihan Hak Cipta Sebagai Objek Wakaf Heniyatun Heniyatun; Puji Sulistyaningsih; Heni Hendrawati
Jurnal Hukum Novelty Vol 8, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (780.039 KB) | DOI: 10.26555/novelty.v8i1.a5529

Abstract

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, berpengauh terhadap fiqih muamalah khusususnya yang menyangkut objek wakaf, yaitu  objek wakaf tidak hanya berupa benda tetap, tetapi dapat berupa Kekayaan Intelektual (KI), hal ini sesuai yang diatur dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, Pasal 16 ayat (3). Hak Cipta merupakan salah satu lingkup KI, yang dapat menjadi objek wakaf. Disebutkan di dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014, bahwa salah satu peralihan Hak Cipta adalah dengan diwakafkan. Perlu dipahami ketika akan mewakafkan hak cipta apakah yang akan diwakafkan hak ekonominya atau hak moralnya saja, atau keduanya, karena hak moral melekat pada diri pencipta, apakah dapat dialihkan? Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur peralihan hak cipta sebagai objek wakaf. Jika hak cipta dialihkan melalui wakaf bagaimana akibat hukumnya. karena terkait dengan hak moral yang melekat pada pencipta. Selain itu juga untuk mengetahui bagaimana keabsahan wakaf hak cipta tersebut, mengingat di dalam hak cipta ada batasan waktu kepemilikan hak. Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam penelitian ini menggunakan  metode pendekatan yuridis normatif. Selanjutnya dianalisa dengan menggunakan metode deskriptif analitis, dan diolah dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa prosedur peralihan hak cipta sebagai objek wakaf secara teknis sama dengan objek wakaf yang lain, yang membedakan hanya ikrar wakafnya saja, selain itu juga disyaratkan adanya surat pendaftaran ciptaan dari Dirjen KI Kementerian Hukum dan HAM. Akibat hukumnya adalah ketika wakif sudah mewakafkan maka haknya sudah beralih pada penerima wakaf. Namun hak yang dapat beralih hanya hak ekonominya saja, sedangkan hak moral tetap melekat pada diri pencipta (wakif), perlindungan hukum untuk hak cipta sesuai yang diberikan oleh Undang-undang Hak Cipta (sesuai dengan hasil ciptaannya), sehingga wakaf hak cipta ini sifatnya sementara. Mengenai keabsahan batasan waktu wakaf dengan objek hak cipta, para ulama (responden) membolehkan wakaf dengan batasan waktu. Hal ini sesuai dengan kemanfaatan dari wakaf tersebut.
Sistem Bagi Hasil Dalam Perjanjian Waralaba (“Franschise”) Perspektif Hukum Islam Puji Sulistyaningsih; Heniyatun Heniyatun; Heni Hendrawati
Jurnal Hukum Novelty Vol 8, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (817.049 KB) | DOI: 10.26555/novelty.v8i1.a5530

Abstract

Franchise (waralaba) merupakan suatu bisnis yang telah teruji keberhasilannya, sehingga banyak usaha yang kemudian diwaralabakan. Hal ini tak terkecuali mulai dikenal dan digunakan oleh para pengusaha yang menjalankan bisnisnya menggunakan prinsip Syariah. Walaupun waralaba dalam hukum ekonomi Islam masih dianggap suatu hal baru namun sudah banyak menarik perhatian para pengusaha untuk menekuninya, dengan alasan bahwa waralaba lebih menguntungkan dan tidak bertentangan dengan konsep Syariah. Salah satu ciri khas waralaba adalah adanya royalty, yaitu pembagian keuntungan antar franchisor dan franchisee dengan ketentuan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Adapun  waralaba Syariah, sistim pembagian keuntungannya menggunakan sistim bagi hasil. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana sistim bagi hasil dalam perjanjian waralaba perspektif hukum Islam, dan bagaimana cara mengatasi kendala dalam sistim bagi hasil dalam perjanjian waralaba perspektif hukum Islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan  metode pendekatan yuridis normatif, dan menggunakan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Adapun penarikan sampelnya menggunakan purposive sampling. Alat penelitian meliputi studi kepustakaan dan wawancara. Selanjutnya dianalisis dengan metode kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian pembagian keuntungan dalam perjanjian waralaba perspektif hukum Islam menggunakan sistim bagi hasil, dengan prosentase yang bervariatif yaitu: 50:50 atau 60:40 tergantung kesepakatan para pihak (franchisor dan franchisee). Kendala yang sering terjadi dalam perjanjian waralaba, yaitu ketika terjadi kerugian, ketidakseimbangan antara prestasi yang diberikan dengan keuntungan (bagi hasil), dan adanya pembagian keuntungan yang kurang transparan. Penyelesaian kendala-kendala tersebut terutama dalam pembagian keuntungan biasanya diselesaikan secara musyawarah mufakat, pembayaran ganti rugi, atau jika tidak tercapai dapat melalui arbitrase.