Lilik Warsito
Universitas Darul Ulum Islamic Centre Sudirman

Published : 15 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

TINDAK PIDANA PEMALSUAN AKTA OTENTIK DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH: PERAN DAN TANGGUNG JAWAB NOTARIS Herwin Sulistyowati herwin; lilik warsito
Justicia Journal Vol. 14 No. 1 (2025): Maret 2025
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Darul Ulum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32492/jj.v14i1.14107

Abstract

Pemalsuan akta otentik dalam peralihan hak atas tanah merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang dapat menimbulkan dampak hukum serius, baik bagi individu maupun bagi sistem pertanahan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk-bentuk pemalsuan akta otentik, faktor penyebabnya, serta peran dan tanggung jawab notaris dalam mencegah serta menghadapi pertanggungjawaban hukum terkait pemalsuan tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan kasus.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemalsuan akta otentik dalam peralihan hak atas tanah sering terjadi akibat lemahnya sistem administrasi pertanahan, keterlibatan oknum notaris yang tidak berintegritas, serta kurangnya pengawasan dari pihak berwenang. Notaris yang terlibat dalam pemalsuan akta otentik dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan Pasal 263 dan 266 KUHP, pertanggungjawaban perdata atas kerugian yang timbul, serta sanksi administratif dari Majelis Pengawas Notaris. Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan penguatan sistem administrasi pertanahan melalui digitalisasi layanan, peningkatan pengawasan terhadap notaris, serta penegakan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku pemalsuan akta otentik.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA PEREMPUAN TERHADAP KEKERASAN SEKSUAL DI PT. SEMARANG GARMENT KABUPATEN SEMARANG Hutomo, Irfan Rizky; Warsito, Lilik; Farida, Any; Sejati, Hono; Susilowati, Tri; Lamijan, Lamijan; Marfu'atun, Dika Ratu
JPeHI (Jurnal Penelitian Hukum Indonesia) Vol 6, No 01 (2025): Jurnal Penelitian Hukum Indonesia (JPeHI)
Publisher : Universitas Darul Ulum Islamic Centre Sudirman GUPPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61689/jpehi.v6i01.748

Abstract

ABSTRAKKekerasan seksual di tempat kerja merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang serius dan masih menjadi masalah global, termasuk di Indonesia. Pekerja perempuan seringkali menjadi korban utama dari tindakan ini, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan mental, produktivitas kerja, dan kualitas hidup mereka. PT Semarang Garment, sebagai salah satu perusahaan garmen terkemuka di Kabupaten Semarang, memiliki tanggung jawab untuk melindungi pekerjanya, terutama pekerja perempuan, dari segala bentuk kekerasan seksual. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum yang ada bagi pekerja perempuan terhadap kekerasan seksual di PT Semarang Garment dan mengidentifikasi tantangan serta peluang untuk meningkatkan perlindungan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis sosiologis. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan pekerja perempuan, manajemen perusahaan dan serikat pekerja. Analisis data menggunakan teknik deskriptif kualitatif untuk mengkaji implementasi perlindungan hukum terhadap pekerja perempuan dari kekerasan seksual.Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Pekerja Perempuan, Kekerasan Seksual
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA PEREMPUAN TERHADAP KEKERASAN SEKSUAL DI PT. SEMARANG GARMENT KABUPATEN SEMARANG Hutomo, Irfan Rizky; Warsito, Lilik; Farida, Any; Sejati, Hono; Susilowati, Tri; Lamijan, Lamijan; Marfu’atun, Dika Ratu; Umami, Anni Shanty
JPeHI (Jurnal Penelitian Hukum Indonesia) Vol 6, No 01 (2025): Jurnal Penelitian Hukum Indonesia (JPeHI)
Publisher : Universitas Darul Ulum Islamic Centre Sudirman GUPPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61689/jpehi.v6i01.765

Abstract

ABSTRAKKekerasan seksual di tempat kerja merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang serius dan masih menjadi masalah global, termasuk di Indonesia. Pekerja perempuan seringkali menjadi korban utama dari tindakan ini, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan mental, produktivitas kerja, dan kualitas hidup mereka. PT Semarang Garment, sebagai salah satu perusahaan garmen terkemuka di Kabupaten Semarang, memiliki tanggung jawab untuk melindungi pekerjanya, terutama pekerja perempuan, dari segala bentuk kekerasan seksual. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum yang ada bagi pekerja perempuan terhadap kekerasan seksual di PT Semarang Garment dan mengidentifikasi tantangan serta peluang untuk meningkatkan perlindungan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis sosiologis. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan pekerja perempuan, manajemen perusahaan dan serikat pekerja. Analisis data menggunakan teknik deskriptif kualitatif untuk mengkaji implementasi perlindungan hukum terhadap pekerja perempuan dari kekerasan seksual.Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Pekerja Perempuan, Kekerasan Seksual 
Urgensi Pembuktian Syarat Kepailitan dan Tes Insolvensi Dalam Permohonan Kepailitan Warsito, Lilik
JURNAL USM LAW REVIEW Vol. 7 No. 2 (2024): AUGUST
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/julr.v7i2.9018

Abstract

This study aims to analyze the conditions of insolvency and the role of the bankruptcy test in bankrupt proceedings under Act No. 37 of 2004 on Insolvencies and Delayed Debt Payment Obligations. (UUK-PKPU). In the context of Indonesian law, insolvency proceedings are regarded as a final settlement mechanism for debtors who are unable to pay their debts. This research is urgent given the severity of insolvency cases that affect not only debtors and creditors but also the economy as a whole. This normative law research uses a library-based approach by analyzing secondary data such as legislative regulations, court rulings, and related literature. The findings show that the current insolvency conditions are too simple, requiring only the presence of two or more creditors and the inability to pay one debt that has been due. The study criticizes the failure of the insolvency test as a condition of insolventness, which is important in determining whether the debtor is really in a position to be unable to pay his debt. The absence of the insolvency test could lead to a company with sufficient assets still to pay its declared debt, which in turn could harm the economy and create uncertainty for investors. The study recommends a revision of the UUK-PKPU to restore the insolvency test as one of the conditions of insolvents, ensuring that only debtors who are truly unable to pay their debts can be declared to be pailit as the debtor provides better protection to debtors that are still solvent and prevents the abuse of the process as a means to charge debts quickly.   Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis syarat-syarat kepailitan dan peran tes insolvensi dalam proses kepailitan berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU). Dalam konteks hukum Indonesia, proses kepailitan dianggap sebagai mekanisme penyelesaian akhir untuk debitur yang tidak mampu membayar utangnya. Penelitian ini memiliki urgensi mengingat maraknya kasus kepailitan yang tidak hanya berdampak pada debitur dan kreditur, tetapi juga pada ekonomi secara keseluruhan. Penelitian hukum normatif ini menggunakan pendekatan kepustakaan dengan menganalisis data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, dan literatur terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa syarat-syarat kepailitan yang diberlakukan saat ini terlalu sederhana, hanya memerlukan adanya dua atau lebih kreditur dan ketidakmampuan membayar satu utang yang telah jatuh tempo. Penelitian ini mengkritik hilangnya tes insolvensi sebagai syarat kepailitan, yang mana tes tersebut penting untuk menentukan apakah debitur benar-benar dalam kondisi tidak mampu membayar utangnya. Absennya tes insolvensi dapat menyebabkan perusahaan dengan aset yang masih cukup untuk membayar utangnya dinyatakan pailit, yang pada gilirannya dapat merugikan perekonomian dan menimbulkan ketidakpastian bagi investor. Penelitian ini merekomendasikan revisi pada UUK-PKPU untuk mengembalikan tes insolvensi sebagai salah satu syarat kepailitan, memastikan bahwa hanya debitur yang benar-benar tidak mampu membayar utangnya yang dapat dinyatakan pailit sebagai bentuk memberikan perlindungan lebih baik kepada debitur yang masih solven serta mencegah penyalahgunaan proses kepailitan sebagai alat untuk menagih utang secara cepat. 
TRANSFORMASI PERJANJIAN PERKAWINAN SEBAGAI INSTRUMEN PENGATURAN HARTA KEKAYAAN PASCA-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Warsito, Lilik; Sulistyowati, Herwin; Dewi, Putri Maha
JPeHI (Jurnal Penelitian Hukum Indonesia) Vol 6, No 02 (2025): Jurnal Penelitian Hukum Indonesia (JPeHI)
Publisher : Universitas Darul Ulum Islamic Centre Sudirman GUPPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61689/jpehi.v6i02.763

Abstract

ABSTRAK Transformasi perjanjian perkawinan sebagai instrumen pengaturan harta kekayaan mengalami perubahan signifikan pasca-Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015. Sebelumnya, perjanjian perkawinan hanya dapat dibuat sebelum atau pada saat perkawinan dilangsungkan, sehingga ruang lingkup pengaturan harta kekayaan suami-istri terbatas pada periode tersebut. Namun, melalui putusan Mahkamah Konstitusi, kini perjanjian perkawinan dapat dibuat selama ikatan perkawinan berlangsung, memberikan fleksibilitas bagi pasangan untuk mengatur pemisahan atau pengelolaan harta bersama kapan saja selama perkawinan berjalan. Pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menelaah dan menganalisis transformasi perjanjian perkawinan sebagai instrumen pengaturan harta kekayaan pasca-Putusan Mahkamah Konstitusi. Transformasi ini memperluas fungsi perjanjian perkawinan, tidak hanya sebagai pencegahan konflik harta saat perceraian, tetapi juga sebagai upaya perlindungan hukum terhadap kepentingan para pihak dan pihak ketiga yang terkait dengan harta bersama. Implementasi putusan tersebut memberikan kepastian hukum, khususnya bagi pasangan perkawinan campuran, serta memungkinkan pemisahan harta berlaku efektif sejak tanggal perjanjian dibuat tanpa berlaku surut, sehingga menghindari ketidakpastian atas status harta yang telah ada sebelumnya. Dengan demikian, perjanjian perkawinan pasca-putusan Mahkamah Konstitusi bertransformasi menjadi instrumen strategis dalam pengelolaan dan perlindungan harta kekayaan dalam perkawinan di Indonesia. Kata Kunci : Pemisahan harta bersama; Hukum keluarga Indonesia; Kepastian hukum perjanjian perkawinan