Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

Delineasi Batuan Granit dan Sedimen Daerah Bintan dan Sekitarnya, Kepulauan Riau Berdasarkan Analisis Data Gayaberat Imam Setiadi; Noorcahyo D. Aryanto; Nazar Nurdin
Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral Vol. 22 No. 3 (2021): JURNAL GEOLOGI DAN SUMBERDAYA MINERAL
Publisher : Pusat Survei Geologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33332/jgsm.geologi.v22i3.594

Abstract

Kepulauan Riau merupakan bagian dari jalur granit utama pembawa mineral dan timah, cebakan atau pengkayaan mineral diperkirakan terakumulasi sebagai endapan plaser Kuarter yang menempati lembah purba. Studi mengenai penyebaran batuan granit dan sedimen berdasarkan analisis data gayaberat di daerah ini belum pernah dilakukan. Pada eksplorasi sumberdaya mineral khususnya timah dan unsur tanah jarang, informasi mengenai keberadaan batuan granit penting dilakukan untuk mengetahui batuan sumber mineral tersebut. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pola penyebaran batuan granit dan batuan sedimen yang terdapat pada daerah Pulau Bintan dan sekitarnya. Metode yang dilakukan yaitu dengan cara melakukan analisis data gayaberat menggunakan analisis spektral dan bandpass filter, serta pemodelan 3D inversi. Hasil analisis spektral menunjukkan ketebalan batuan sedimen rata-rata diperkirakan sebesar 1,25 km, sedangkan hasil aplikasi bandpass filter menggunakan panjang gelombang cutoff dengan batas bawah 10.000 m dan batas atas 30.000 m digunakan untuk menentukan anomali regional dan residual. Hasil analisis kualitatif memperlihatkan bahwa batuan sedimen menempati bagian baratlaut, tenggara dan baratdaya daerah penelitian, sedangkan pola penyebaran batuan granit mempunyai arah relatif baratlaut-tenggara dan utara-selatan sesuai dengan penyebaran kecenderungan regional jalur granit. Hasil pemodelan inversi 3D gayaberat menunjukkan bahwa batuan granit mempunyai nilai rapat massa rata-rata sebesar 2,65 gr/cc dan batuan sedimen mempunyai nilai rapat massa sekitar 2,4 gr/cc. Batuan granit yang muncul berdasarkan model merupakan batolit dan pada bagian atas mengalami pelapukan, batuan granit yang tererosi selanjutnya terdendapkan yang mengisi lembah-lembah sebagai batuan sedimen yang kemungkinan membawa mineral-mineral ekonomis di daerah penelitianKatakunci:  Batuan granit dan sedimen, gayaberat, bandpass filter, pemodelan 3D, Pulau Bintan, Riau.
Inconsistencies in the Ḥanafī School's View of Children's Legal Competence Fauzi, Moh.; Nurdin, Nazar
Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam Vol 7, No 3 (2023): Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam
Publisher : Islamic Family Law Department, Sharia and Law Faculty, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/sjhk.v7i3.16585

Abstract

This article examines the inconsistencies of the Ḥanafī school of thought regarding the legal capacity of children. The study of this issue is to prove whether or not there is harmony between the legal istinbat method (ushul fiqh) used and the legal product (fikih) created. In fiqh proposal it is determined that children do not have legal capacity so they are freed from all forms of legal imposition (taklif). The problem studied is the inconsistency of children's legal skills and arguments against this problem. This paper is based on qualitative data in the form of books on ushul fiqh and fiqh of thought from the  Ḥanafī school of thought. Data is given meaning through verstehen, namely understanding by using a divergent, creative, and innovative mindset so that deeper meaning is found. After that, the data was analyzed using content analysis, namely taking inventory of data, simplifying it, and generalizing it. This is done interactively between the three components; data reduction, data presentation, and data verification. The results of the research show that there is an inconsistency in the  Ḥanafī school of thought regarding legal competence. Inconsistency is seen in three ways; the standard has been and has not been the functioning of reason related to the age phases of the child, determining the impact of the benefits and harms contained in legal actions, and the scope of legal subjects. Thoughts on the legal skills of children other than the  Ḥanafī school of thought which have not been studied in this paper need further research.
Integration of Pancasila Values in Economic Legal engineering for National Development Yahya, Alvin; Auliaurahman; Fadlulloh, Qolbi Hanif; Nurdin, Nazar; Imanullah, Moch Najib
Walisongo Law Review (Walrev) Vol. 6 No. 1 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/walrev.2024.6.1.22259

Abstract

This article explores the philosophical and constitutional foundations that form the basis for the development of economic law in Indonesia. As is known, Indonesian legal problems such as economic inequality, corruption, legal uncertainty, and complicated bureaucracy make it difficult for the Indonesian economy to develop. Laws that should have been engineered for development capital did not go according to plan. This article uses normative legal methods on legislative systematics. The approach in the paper uses a combination of legislative, philosophical and constitutional approaches. The research results show that the philosophical foundations of economic law in Indonesia are based on Pancasila, which functions to create stability, support development, uphold justice, and increase legal literacy. Economic law plays an important role in national development with the principles of faith, benefits, Pancasila democracy and social justice. The Indonesian Constitution emphasizes the principles of kinship and social justice in economic policy, although it is still challenged by capitalistic and socialistic tendencies. This is why it is important to integrate Pancasila values ​​to achieve sustainable and just development in Indonesia. Artikel ini mengeksplorasi dasar-dasar filosofis dan konstitusional yang menjadi dasar pengembangan hukum ekonomi di Indonesia. Seperti diketahui persoalan hukum Indonesia seperti ketimpangan ekonomi, korupsi, ketidakpastian hukum, hingga birokrasi berbelit membuat ekonomi Indonesia sulit berkembang. Hukum yang semestinya direkayasa untuk modal pembangunan tidak berjalan sesuai rencana. Adapun penelitian ini menggunakan metode hukum normatif pada sistematika perundang-undangan. Pendekatan dalam artikel menggunakan gabungan pendekatan perundang-undangan, filsafat dan konstitusional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar-dasar filosofis hukum ekonomi di Indonesia yang berlandaskan Pancasila, yang berfungsi untuk menciptakan stabilitas, mendukung pembangunan, menegakkan keadilan, dan meningkatkan literasi hukum. Hukum ekonomi berperan penting dalam pembangunan nasional dengan prinsip-prinsip keimanan, manfaat, demokrasi Pancasila, dan keadilan sosial. Konstitusi Indonesia menekankan prinsip kekeluargaan dan keadilan sosial dalam kebijakan ekonomi, meskipun masih tantangan dari kecenderungan paham kapitalistik dan sosialistik. Dari sini penting adanya integrasi nilai-nilai Pancasila untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan di Indonesia
Blasphemy as a Criminal Offence: Legal Transformation in Indonesia from Colonial Era to Modern Rokhmad, Abu; Saifudin, Saifudin; Sunandar, Sunandar; Nurdin, Nazar
Walisongo Law Review (Walrev) Vol. 6 No. 1 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/walrev.2024.6.1.22667

Abstract

This paper was written to answer three important questions, namely knowing the narrative trend and the transformation model for blasphemy offenses in Indonesian legislation. Religious offenses are the only state instrument to crackdown on perpetrators of blasphemy. The implementation of the blasphemy offense in practice has been criticized, especially in relation to human rights violations. The results of this study confirm three things, firstly, religious offenses were first regulated through a Circular Letter of the Supreme Court in 1964 and PNPS Number 1 1965 which were designed to prevent the deviation of religious teachings and to protect religious peace. Blasphemy offenses were included in the Criminal Code in the New Order, then strengthened in the Reformation Era by incorporating blasphemy offenses into Law No. 11 of 2008. Second, the transformation of religious offenses stems from the British code applied in India, adopted by the Dutch colonial government and used in the region. Dutch East Indies because there are many similarities in cultural diversity between India and Indonesia. Third, the conception of religious offenses in KUHP makes religious blasphemy the basis for criminal acts. Religion is not the only element of a crime, but as an element that is an important part of a crime. Implementation of the guarantee of freedom of religion is indeed not easy to do because of differences in the definition of religion and freedom of religion; different definitions of human rights; and differences in the meaning of human rights protection. Tulisan ini ditulis untuk menjawab tiga pertanyaan penting, yakni mengetahui tren narasi dan model transformasi tindak pidana penodaan agama dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Delik agama merupakan satu-satunya instrumen negara untuk menindak pelaku penodaan agama. Penerapan tindak pidana penodaan agama dalam praktiknya banyak menuai kritik, terutama terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia. Hasil penelitian ini menegaskan tiga hal, pertama, delik keagamaan pertama kali diatur melalui Surat Edaran Mahkamah Agung tahun 1964 dan PNPS Nomor 1 Tahun 1965 yang dirancang untuk mencegah penyimpangan ajaran agama dan menjaga ketentraman umat beragama. Delik penodaan agama dimasukkan dalam KUHP pada masa Orde Baru, kemudian diperkuat pada Era Reformasi dengan memasukkan delik penodaan agama ke dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008. Kedua, transformasi delik keagamaan bermula dari KUHP Inggris yang diterapkan di India, yang diadopsi oleh KUHP. Pemerintah kolonial Belanda dan digunakan di wilayah tersebut. Hindia Belanda karena banyak kesamaan keanekaragaman budaya antara India dan Indonesia. Ketiga, konsepsi delik agama dalam KUHP menjadikan penodaan agama sebagai dasar tindak pidana. Agama bukan satu-satunya unsur suatu kejahatan, namun sebagai unsur yang menjadi bagian penting dalam suatu kejahatan. Implementasi jaminan kebebasan beragama memang tidak mudah dilakukan karena adanya perbedaan definisi agama dan kebebasan beragama; definisi hak asasi manusia yang berbeda; dan perbedaan makna perlindungan hak asasi manusia
KOREKSI MISTIE PADA SEISMIK SINGLE CHANNEL MENGGUNAKAN SINGLE BEAM ECHOSOUNDER DI PERAIRAN BINTAN SELATAN Zahran, Hafizh; Manik, Henry Munandar; Zulfikar, Muhammad; Nurdin, Nazar
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Vol 22, No 2 (2024)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32693/jgk.22.2.2024.918

Abstract

Seismik merupakan metode eksplorasi geologi bawah laut dengan menggunakan penjalaran gelombang akustik sehingga dapat menggambarkan bentuk dan lapisan bawah permukaan dasar laut. Pada pengolahan data seismik, penjalaran gelombang yang merambat dari pengirim menuju penerima akan menghasilkan kedalaman yang berbeda dengan kondisi sebenarnya yang ada di lapangan. Perbedaan kedalaman yang terjadi pada jalur lintasan seimik yang berpotongan biasa disebut mistie. Kesalahan mistie pada data seismik jika tidak diperbaiki, akan menghasilkan bentuk stratigrafi yang salah dan kesalahan pada saat interpretasi data seismik. Penelitian bertujuan menganalisis kedalaman dasar laut yang diperoleh dari single beam echosounder (SBES) dan seismik serta perbedaan kedalaman pada dasar laut di jalur seismik yang berpotongan. Data kedalaman yang diperoleh dari single beam echosounder (SBES) dilakukan koreksi pasang surut dan digunakan sebagai data acuan pada seismik. Data kedalaman yang diolah dilakukan interpolasi dengan menggunakan metode kriging. Hasil kedalaman yang diperoleh pada Perairan Bintan dengan menggunakan single beam echosounder (SBES) didapatkan nilai kedalaman berkisar 1 hingga 27 meter dan pengukuran seismik berkisar 4,5 meter hingga 30 meter. Mistie yang terjadi pada tiap jalur lintasan memiliki nilai lebih dari 1,5 meter. Data kedalaman dari single beam echosounder (SBES) yang telah dilakukan koreksi pasang surut dapat mengatasi mistie pada jalur seismik yang berpotongan.
Isolasi Mandiri dalam Islam: Kritik Metodologis Fatwa LBM PWNU Jawa Tengah tentang Anjuran Isolasi saat Wabah: Isolasi Mandiri dalam Islam: Kritik Metodologis Fatwa LBM PWNU Jawa Tengah tentang Anjuran Isolasi saat Wabah Nurdin, Nazar; Bintarawati, Fenny; Nihayah, Ulfatun
Journal of Islamic Law Vol. 2 No. 1 (2021): Journal of Islamic Law
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/jil.v2i1.145

Abstract

This article intends to examine the recommendation to self-isolate infected with the plague within the framework of Islamic law. The study will focus on the fatwa on the LBM PWNU Jawa Tengah allowance of isolation. Isolation is an effective way of preventing the spread of the plague, reducing the number of infections. Isolation requires people to stay at home, not work or travel to public places. Even though there were isolation violations, the isolation policy was sufficient to reduce the infection rate in an area. Islam allows isolation to protect the human soul because it is part of the purpose of Islamic law. This paper is qualitative research written with a normative approach. The research data comes from library materials. The primary data source is the LBM PWNU Jawa Tengah fatwa regarding the recommendation for independent isolation, and the secondary data comes from books, journals, or other scientific publications related to research topics. After the data was collected, the analysis was carried out using a qualitative descriptive method. This study found that the opinion of Islamic law regarding the permissibility of isolation can be recommended as an effort to control infectious diseases. However, the result of this formula is not strong enough methodologically because it is sufficient to follow the opinion of jurists in standardized books. For legal opinion to be stronger methodologically, more efforts are needed to search for legal opinions to capture the meaning of the message according to the times.
Konsep Al-Tsabit dan Al-Mutahawwil Serta Implikasinya dalam Hukum Islam: Telaah Pemikiran Ali Ahmad Said Asbar Rokhmad, Abu; Nurdin, Nazar
SHAHIH: Journal of Islamicate Multidisciplinary Vol. 6 No. 2 (2021)
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22515/shahih.v6i2.3285

Abstract

This article examines the concepts of al-tsabit (the unchangeable) and al-mutahawwil (the changeable) which were popularized by Ali Ahmad Said Asbar (Adonis) in Islamic studies, then they are limitedly associated with Islamic legal thinking. This study aims to find a formula for understanding Islamic law that is more comprehensive and dynamic in accordance with the challenges of the times. This paper is a type of qualitative research with a character study approach. The method used is usually qualitative research, but it focuses more on documentation and records of Ali Ahmad Said Asbar's life journey. This study found that the concepts of al-tsabit and al-mutahawwil which were explored deeply by Adonis are important concepts in Islamic studies to be applied in the lives of Muslims. The Koran and al-Sunnah are final with the death of the bearer of the Islamic message. Even so, it is impossible for the two sources of Islamic law to avoid answering legal events that have emerged recently. If its vitality remains, then the jargon of al-Islam ‘shalih li kulli zaman wa makan’ is not in doubt. This jargon also conveys an important recognition that in Islam there are teachings that are fixed and impossible to change (al-tsabit), and there are also teachings that are dynamic and bound to change (al-mutahawwil). The issue of faith and worship is a principle that cannot change, but in other dimensions of Islam, such as law, it is very likely to be open to new meanings. Artikel ini mengkaji tentang konsep al-tsabit (the unchangeable) dan al-mutahawwil (the changeable) yang dipopulerkan oleh Ali Ahmad Said Asbar (Adonis) dalam kajian keislaman, lalu secara terbatas dikaitkan dengan pemikiran hukum Islam. Studi ini hendak menemukan formula pemahaman hukum Islam yang lebih komprehensif dan dinamis sesuai dengan tantangan zaman. Tulisan ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi tokoh. Metode yang dipakai lazimnya penelitian kualitatif, namun lebih fokus pada dokumentasi dan catatan perjalanan hidup Ali Ahmad Said Asbar. Studi ini menemukan bahwa konsep al-tsabit dan al-mutahawwil yang dieksplorasi mendalam oleh Adonis, merupakan konsep penting dalam kajian Islam untuk aplikasikan dalam kehidupan umat Islam. Alquran dan al-Sunnah sudah final seiring dengan wafatnya pembawa risalah Islam. Meskipun begitu, dua sumber hukum Islam tersebut tidak mungkin menghindar untuk menjawab peristiwa-peristiwa hukum yang muncul belakangan. Jika vitalitasnya masih tetap, maka jargon al-Islam shalih li kulli zaman wa makan tidak diragukan. Jargon tersebut sekaligus menyuratkan pengakuan penting bahwa di dalam Islam memang ada ajaran yang tetap dan tidak mungkin berubah (al-tsabit), dan ada pula ajaran yang dinamis dan pasti berubah (al-mutahawwil). Masalah akidah dan ibadah adalah prinsip yang tidak mungkin berubah, namun pada dimensi Islam lainnya, seperti hukum, ia sangat mungkin terbuka menerima makna-makna baru.
Islamic Political Law in Economic Warfare: Indonesian Economic Policy in the Global Economic Struggle Yayan Muhammad Royani; Nazar Nurdin
Jurnal Iqtisad Vol 11 No 2 (2024): Jurnal Iqtisad
Publisher : Universitas Wahid Hasyim Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/iq.v11i2.11345

Abstract

The era of globalization has shifted the form of military warfare to hybrid warfare involving economic warfare. The contribution of Islamic political law thinking is needed for Indonesia in addressing these issues. This paper is prepared using a qualitative-descriptive method. Data collection is done using desk research and annotated bibliography methods. Three approaches are utilized: textual-contextual, Islamic legal sociology, and comparative. The research results explain that Islamic Political Law is an instrument of political policy for Islamic countries in governance, including in both wartime and peacetime situations. For the Indonesian context, Islamic political law adapts to the development of the nation-state, where Indonesia is considered a state based on agreements or peace, positioning it similarly to Islamic countries. Therefore, Islamic political law thinking is currently needed in building civilization in the era of globalization, especially in dealing with new-style colonization or neo-colonialism. Islamic political law can contribute to the formulation of Indonesian economic policies in facing global economic warfare. The concept of "Indonesian Economic" refers to the result of ijtihad in Islamic political law in the economic field. Thus, a mechanism of synergy is needed for the values embedded in the Pancasila economic system and the Sharia economic system. The five basic principles of Islamic economic values, when synergized with the basic values of Pancasila, are applied in Indonesia, considering social, cultural, political, geographical, and all other aspects.  
From Ikhtilaf to Eklektisisme: Tracing Qodri Azizy's Evolutionary Perspectives on Islamic Legal Concepts Nurdin, Nazar; Ridwan, Ridwan; Widianto, Eko
Media Syari'ah : Wahana Kajian Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 26, No 2 (2024)
Publisher : Sharia and Law Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jms.v26i2.25261

Abstract

This article delves into and elucidates the framework of Qodri Azizy's Islamic legal thought as a prominent Muslim intellectual in Indonesia. His contemplations on eclecticism are deemed crucial in the context of national legal development, emerging from specific situations and contexts. The analysis employs normative and hermeneutical approaches, encompassing significant works such as "Ikhtilaf in Islamic Law" and "Reformasi Bermazhab". The idea of eclecticism in Islamic law is understood through Fazlur Rahman's hermeneutics of the double movement. Qodri's thoughts are influenced by his educational environment in the United States, particularly regarding the concepts of ikhtilaf, madhhab, and talfiq. His critique of scholars who neglect the historical understanding of Islamic law results in a perception of legal opinions as unalterable dogma. Qodri asserts that legal opinions from past scholars result from a dialectical process and interaction of ideas, emphasizing their relative nature. In the modern context, Qodri's views remain relevant as he underscores that legal truth is relative, and a process of mutual enrichment (eclecticism) occurs, where seemingly strong opinions are supported by weaker ones.
Pelanggaran Sumpah dalam Paradigma Negara Hukum Pancasila Nazar Nurdin; Sudjito Sudjito; Siti Rofiah
Hukum dan Dinamika Masyarakat Vol 22, No 2 (2024): HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT
Publisher : Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus (UNTAG) Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56444/hdm.v22i2.5247

Abstract

Sumpah dalam hukum positif di Indonesia diatur dalam berbagai regulasi, baik mengenai sumpah jabatan, sumpah setia, sumpah profesi, maupun sumpah kebenaran. Seorang yang menduduki jabatan tertentu secara normatif diharuskan untuk mengucap sumpah, begitu juga terhadap para pihak orang yang memberi kesaksian di muka pengadilan. Problem teoritis adalah tidak adanya mekanisme pengaturan sanksi kepada pelanggar sumpah. Makalah ini menganalisis pelanggaran sumpah dalam paradigma negara hukum Pancasila. Sumpah merupakan cerminan dari perwujudan komitmen terhadap sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara yuridis, pengaturan terhadap pelanggaran sumpah tidak jelas atau kabur karena ditempatkan sebagai pelanggaran etika. Dalam Negara Hukum Pancasila yang mengedepankan asas kepastian hukum, pelanggaran terhadap sumpah seyogyanya diberikan pedoman yang jelas. Pengaturan sanksi bagi pelanggar sumpah dapat mengadopsi dari berbagai doktrin, salah satunya doktrin hukum Islam yang memberikan ancaman sanksi mulai denda, hukuman sosial, hingga tidak diterimanya kesaksian seorang (pelanggar) untuk selama-lamanya dalam jabatan perdata maupun publik.