Articles
MANFAAT TAâLIM AL-QURâAN SEBAGAI MAHAR (KAJIAN FIQH MUQARAN)
Fauzi, Moh.
Wahana Akademika: Jurnal Studi Islam dan Sosial Vol 12, No 1 (2011): Wahana Akademika
Publisher : Kopertais Wilayah X Jawa Tengah
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21580/wa.v12i1.2256
Mahar dalam Islam ditetapkan sebagai kewajiban suami kepada istrinya, sebagai tanda kecintaan dan ketulusan hati menikahinya, sebagai penghormatan terhadap kemanusiaannya, bukan sebagai ganti harga atas dirinya. Karena, sebelum Islam datang mahar menjadi milik wali atau pengampunya, maka Islam menetapkan mahar sebagai hak milik si perempuan. Karenanya, dalam menentukan jenisnya meskipun didasarkan atas kesepakatan dan kerelaan kedua pihak, suara pihak perempuan yang menghendaki jenisnya harus diperhatikan, sehingga mahar yang diberikan benar-benar bermanfaat.Berdasarkan adanya dua aliran pendapat tentang boleh dan tidaknya mahar dà lam bentuk taâlim al-Qurâan, pendapat aliran pertama yang menyatakan boleh dan sah mahar dalam bentuk taâlim aI-Qurâan lebih sejalan dengan konteks kehidupan dunia modem yang cenderung materialistis. Dengan mahar dalam bentuk taâlim aI-Qurâan akan dapat memberi siraman dan kesejukan hati di tengah kegersangan hati umat manusia modern. Terlebih jika perempuan yang akan dinikahi adalah muâallaf yang sudah terpenuhi kebutuhan materinya. Pemberian mahar dalam bentuk taâlim al-Qurâan akan sangat berguna baginya dibandingkan mahar dalam bentuk materi.
WOMENâS POLITICAL RIGHTS IN ISLAMIC LAW PERSPECTIVE
Fauzi, Moh.
Sawwa: Jurnal Studi Gender Vol 10, No 1 (2014): Oktober 2014
Publisher : Pusat Studi gender dan Anak (PSGA) Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (228.132 KB)
|
DOI: 10.21580/sa.v10i1.627
Di sebagian besar Negara Islam, masyarakatnya selalu diÂdominasi kaum laki-lakinya. Hal ini disebabkan sistem patrilinial yang dianut masyarakatnya. Di dalam kehidupan masyarakat seperti ini, hak-hak perempuan, termasuk hak untuk berÂpartisipasi dalam politik sangat sedikit sekali memberikan hak ini kepada perempuan sebagai pemilik sejatinya. Padahal kalau perempuan diberikan hak berpolitik ini mereka akan mampu ikut menentukan kehidupan masyarakat bahkan keÂhidupÂan berbangsa dan bernegara. Tulisan ini mendiskusikan hak politik perempuan dalam pandangÂan Hukum Islam. Hasil kajian menunjukkan bahwa Islam sangat menjunjung tinggi hak-hak perempuan. SebagaiÂmana patnernya kaum laki-laki, perempuan pun memiliki hak untuk memainkan peran public, termasuk dalam ranah politik.
PENGUATAN HAK ASASI PEREMPUAN DAN KESETARAAN GENDER MELALUI DIALOG WARGA
Umriana, Anila;
Fauzi, Moh.;
Hasanah, Hasyim
Sawwa: Jurnal Studi Gender Vol 12, No 1 (2016): Oktober 2016
Publisher : Pusat Studi gender dan Anak (PSGA) Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (271.506 KB)
|
DOI: 10.21580/sa.v12i1.1467
Tulisan ini menjelaskan penguatan hak asasi perempuan dan keÂsetaraan gender melalui dialog warga di kelurahan Gisikdrono Kec. Semarang Barat Kota Semarang. Tulisan ini merupakan hasil program pengÂabdian yang diarahkan pada munculnya kesadaran warga mengenai hak asasi perempuan dan kesetaraan gender. Hasil kegiatan pendampingan menunjukkan bahwa masih terdapat problem peÂmahaman dan kesadaran hak asasi perempuan dan kesetaraan gender di masyarakat. Ini dibuktikan dengan masih banyaknya ketidakÂadilan gender berupa diskriminasi, subordinasi, beban ganda yang dibebaÂnÂkan kepada perempuan. Upaya yang digunakan untuk mningkatkan kapasistas kesadaran hak asasi perempuan dan kesetaraan gender melalui dialog warga. Metode pengabdian menggunakan prinsip dialog warga. Model dialog warga bertujuan untuk mengembangkan kompetensi komunitas dalam menangani isu hak asasi perempuan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan yang mereka anggap paling penting. Salah satu pinsip dasar dialog warga selalu berbasis kepada hak asasi, kesetaraan, apresiatif, berbasis asset masyarakat, memÂberdayakan, berkelanjutan, berorientasi perubahan, menggunaÂkan bahasa istilah lokal, dan bukan merupakan proyek. Peningkatan kapasitas hak asasi perempuan dan kesetaraan gender dilakukan mendasarkan pada siklus dialog warga. Hasil akhir program menunjukÂkan bahwa telah terbentuk kesadaran dan pemahaman mengenai hak asasi perempuan, dan kesetaraan gender di masyarakat.Â
DIALEKTIKA RADIKALISME DAN ANTI RADIKALISME DI PESANTREN
Kusmanto, Thohir Yuli;
Fauzi, Moh.;
Jamil, M. Mukhsin
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 23, No 1 (2015): Pendidikan dan Deradikalisasi Agama
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21580/ws.23.1.221
Any effort opoosing toward any form of radicalism is a part of the reactions to anti-radicalism. The spirit of anti-radicalism emerged as part of the people's resistance. Radicalism and anti-radicalism was dialectically interrelated. Although both are paradoxical, but always be united. Dialectic of radicalism and anti-radicalism interesting is once it was observed in boarding school life. The phenomena of Islamic radicalism is often associated with Islamic boarding schools in Indonesia. Some communities understood that the growing radicalism came from Islamic boarding schools. This view was based on the the many actors of violent Islamic radicalism were the alumni of boarding school. The reality may be true in certain cases, but they may not be generalized. This study explored the data on the perspective of Islamic boarding schools on the discourse and praxis of radicalism and anti radicalism and resistance patterns. The research results showed that the community of Islamic boarding schools rejected, oppossed and actively built the spirit of anti radicalism that was implemented in several patterns. The findings of these research was a synthesis of the thesis which had become the public discourse about radicalism and Islamic boarding school.***Upaya menentang segala bentuk radikalisme merupakan bagian dari reaksi anti radikalisme. Semangat anti radikalisme muncul sebagai bagian dari resistensi masyarakat. Radikalisme dan anti radikalisme saling berkaitan secara dialektis. Meskipun keduanya merupakan sesuatu yang paradoks, namun selalu menyatu. Dialektika radikalisme dan anti radikalisme menarik ketika dilihat dalam kehidupan pesantren. Fenomena radikalisme Islam seringkali dihubungkan dengan masyarakat pesantren di Indonesia. Beberapa kelompok masyarakat memahami radikalisme tumbuh dari pesantren. Pandangan tersebut didasari oleh banyaknya pelaku radikalisme Islam dalam bentuk kekerasan alumni pesantren. Realitas tersebut bisa jadi benar dalam kasus tertentu, tetapi tidak bisa digeneralisasi. Penelitian ini berupaya menggali data pandangan pesantren tentang wacana dan praksis radikalisme dan anti radikalisme serta pola resistensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat pesantren menolak, menentang dan aktif membangun spirit anti radikalisme yang diwujudkan dalam beberapa pola. Temuan penelitian tersebut merupakan sintesis dari tesis yang selama ini menjadi wacana masyarakat tentang radikalisme dan pesantren.
PERIKATAN DAN PERJANJIAN DALAM HUKUM ISLAM
Fauzi, Moh.
At-Taqaddum Volume 3, Nomor 1, Juli 2011
Publisher : Quality Assurance Institute (LPM) State Islamic University Walisongo Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (2001.001 KB)
|
DOI: 10.21580/at.v3i1.299
This study is a study of ushul fiqh relates with the law of the transaction between individuals in relation to the property. In that transaction is sometimes used the term of the engagement (al-iltizam) and agreement (al-?aqd), both of which are often interpreted and used in different contexts. Iltizam is closely related to the case of al-haq (right), which is something that arises as a form of human relations. Therefore, the fulfillment of such right is bound by rules that must be complied with. In addition, sometimes arising form the relationship between humans, sometimes in the form of the agreement. Both became important in the discussion of Islamic law.
Perempuan Sebagai Wali Nikah
Fauzi, Moh.
Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam Vol. 5 No. 2 (2007)
Publisher : Sunan Kalijaga State Islamic University & The Asia Foundation
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.14421/musawa.2007.52.281-298
The debate on whether or not a wali is required in a marriage contract has been a long standing issue among Muslim jurists, particularly during the formation of madzahib (schools of thought). The mainstream view held by Indonesian Muslims who are mostly adhered to the Syafi'i madzhab is that the presence of a wali becomes a criteria for the validity of a marriage. However, if the issue of wali is being re-examined by using historical and Islamic jurisprudence approach it is found that the presence of wali is not required in all marriage contracts of all women. A woman may become a wali and may marry off herself without a wali if she fulfils the requirement of being a wali, namely intelligent, sound of judgment, mature and independent. Such a view is held by scholars from the Hanafi school of law. Nevertheless, the concept of wali is not merely a legal issue; it is a meant for guaranteeing the wellbeing of a woman upon entering her marriage. The Prophet is therefore suggested that wali should be presented in a marriage contract.
MANFAAT TA‘LIM AL-QUR’AN SEBAGAI MAHAR (KAJIAN FIQH MUQARAN)
Fauzi, Moh.
Wahana Akademika: Jurnal Studi Islam dan Sosial Vol 12, No 1 (2011): Wahana Akademika
Publisher : Kopertais Wilayah X Jawa Tengah
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21580/wa.v12i1.2256
Mahar dalam Islam ditetapkan sebagai kewajiban suami kepada istrinya, sebagai tanda kecintaan dan ketulusan hati menikahinya, sebagai penghormatan terhadap kemanusiaannya, bukan sebagai ganti harga atas dirinya. Karena, sebelum Islam datang mahar menjadi milik wali atau pengampunya, maka Islam menetapkan mahar sebagai hak milik si perempuan. Karenanya, dalam menentukan jenisnya meskipun didasarkan atas kesepakatan dan kerelaan kedua pihak, suara pihak perempuan yang menghendaki jenisnya harus diperhatikan, sehingga mahar yang diberikan benar-benar bermanfaat.Berdasarkan adanya dua aliran pendapat tentang boleh dan tidaknya mahar dà lam bentuk ta’lim al-Qur’an, pendapat aliran pertama yang menyatakan boleh dan sah mahar dalam bentuk ta’lim aI-Qur’an lebih sejalan dengan konteks kehidupan dunia modem yang cenderung materialistis. Dengan mahar dalam bentuk ta’lim aI-Qur’an akan dapat memberi siraman dan kesejukan hati di tengah kegersangan hati umat manusia modern. Terlebih jika perempuan yang akan dinikahi adalah mu’allaf yang sudah terpenuhi kebutuhan materinya. Pemberian mahar dalam bentuk ta’lim al-Qur’an akan sangat berguna baginya dibandingkan mahar dalam bentuk materi.
PENGUATAN HAK ASASI PEREMPUAN DAN KESETARAAN GENDER MELALUI DIALOG WARGA
Umriana, Anila;
Fauzi, Moh.;
Hasanah, Hasyim
Sawwa: Jurnal Studi Gender Vol 12, No 1 (2016): Oktober 2016
Publisher : Pusat Studi gender dan Anak (PSGA) Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (271.506 KB)
|
DOI: 10.21580/sa.v12i1.1467
Tulisan ini menjelaskan penguatan hak asasi perempuan dan keÂsetaraan gender melalui dialog warga di kelurahan Gisikdrono Kec. Semarang Barat Kota Semarang. Tulisan ini merupakan hasil program pengÂabdian yang diarahkan pada munculnya kesadaran warga mengenai hak asasi perempuan dan kesetaraan gender. Hasil kegiatan pendampingan menunjukkan bahwa masih terdapat problem peÂmahaman dan kesadaran hak asasi perempuan dan kesetaraan gender di masyarakat. Ini dibuktikan dengan masih banyaknya ketidakÂadilan gender berupa diskriminasi, subordinasi, beban ganda yang dibebaÂnÂkan kepada perempuan. Upaya yang digunakan untuk mningkatkan kapasistas kesadaran hak asasi perempuan dan kesetaraan gender melalui dialog warga. Metode pengabdian menggunakan prinsip dialog warga. Model dialog warga bertujuan untuk mengembangkan kompetensi komunitas dalam menangani isu hak asasi perempuan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan yang mereka anggap paling penting. Salah satu pinsip dasar dialog warga selalu berbasis kepada hak asasi, kesetaraan, apresiatif, berbasis asset masyarakat, memÂberdayakan, berkelanjutan, berorientasi perubahan, menggunaÂkan bahasa istilah lokal, dan bukan merupakan proyek. Peningkatan kapasitas hak asasi perempuan dan kesetaraan gender dilakukan mendasarkan pada siklus dialog warga. Hasil akhir program menunjukÂkan bahwa telah terbentuk kesadaran dan pemahaman mengenai hak asasi perempuan, dan kesetaraan gender di masyarakat.Â
WOMEN’S POLITICAL RIGHTS IN ISLAMIC LAW PERSPECTIVE
Fauzi, Moh.
Sawwa: Jurnal Studi Gender Vol 10, No 1 (2014): Oktober 2014
Publisher : Pusat Studi gender dan Anak (PSGA) Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (228.132 KB)
|
DOI: 10.21580/sa.v10i1.627
Di sebagian besar Negara Islam, masyarakatnya selalu diÂdominasi kaum laki-lakinya. Hal ini disebabkan sistem patrilinial yang dianut masyarakatnya. Di dalam kehidupan masyarakat seperti ini, hak-hak perempuan, termasuk hak untuk berÂpartisipasi dalam politik sangat sedikit sekali memberikan hak ini kepada perempuan sebagai pemilik sejatinya. Padahal kalau perempuan diberikan hak berpolitik ini mereka akan mampu ikut menentukan kehidupan masyarakat bahkan keÂhidupÂan berbangsa dan bernegara. Tulisan ini mendiskusikan hak politik perempuan dalam pandangÂan Hukum Islam. Hasil kajian menunjukkan bahwa Islam sangat menjunjung tinggi hak-hak perempuan. SebagaiÂmana patnernya kaum laki-laki, perempuan pun memiliki hak untuk memainkan peran public, termasuk dalam ranah politik.
Implementasi etika bisnis islam pedagang dalam menjamin kestabilan harga dan daya beli masyarakat di masa new normal
Muyassarah, Muyassarah;
Fauzi, Moh.
INOVASI Vol 17, No 2 (2021)
Publisher : Faculty of Economics and Business Mulawarman University
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (159.805 KB)
|
DOI: 10.29264/jinv.v17i2.8032
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui implementasi etika bisnis Islam tentang keberadaan pedagang terhadap stabilitas harga dan daya beli masyarakat di masa new normal. Penelitian bersifat kualitatif dan objek penelitian ini adalah pedagang pasar Minggu JB. Salatiga. Metode penulisan ini menggunakan berbagai bentuk seperti wawancara, dokumentasi, observasi dan penelusuruan literatur kepustakaan digunakan dalam rangka untuk mengumpulkan data. Penganalisaan yang dilakukan peneliti agar ilmiah maka dengan kritis dan kreatif dengan melakukan mondar-mandir antara metode yang melalui kesimpulan yang logis dan dengan metode penggalian data kemudian dievaluasi untuk menyimpulkan. Adapun penelitian yang penulis teliti untuk mengetahui implementasi etika bisnis Islam tentang keberadaan pedagang terhadap stabilitas harga dan mengetahui keberadaan pedagang terhadap daya beli masyarakat. Bahwa etika bisnis dipraktekan pedagang antara lain: kepedulian dengan lingkungan dagang, kejujuran, kebenaran, keadilan, menghindari unsur-unsur yang dilarang dalam memberikan layanan serta tidak mengambil kesempatan dalam kesempitan pada pembeli. Pemerintah  juga bertanggung jawab menstabilkan harga  dan meningkatkan daya beli masyarakat masa new normal covid -19 namun dalam penelitian ini kebijakan  pemerintah menstabilkan harga dan daya beli masyarakat relatif tidak mempengaruhi hal tersebut. Karena keberdaan pedagang berkomitmen bekerja sama antara pedagang dengan pembeli dan pedagang dengan pedagang untuk mengimplementasikan strategi etika bisnis Islam untuk mempertahankan stabilitas harga bahkan daya beli masyarakat tetap terjaga walaupun masa new normal covid -19. Dengan sifat-sifat pedagang tersebut bisa mempengaruhi daya beli masyarakat dan stabilitas harga barang atau jasa. Stabilitas harga bisa stabil atau tetap melalui pedagang yang mengimplementasikan etika bisnis Islam dengan komitmen Halalan Toyyiban/karakter moral dan krakter kerja menjadi nilai universal bagi pedagang. Karakter moral dan karakter kerja artinya pedagang memiliki integritas keagamaan, kejujuran kepedulian lingkungan, amanah dan bekerja keras, semangat, etos kerja tinggi tidak sebaliknya pedagang jujur tapi malas, etos kerja rendah atau pedagang kerja keras, semangat bekerja tapi culas (tidak jujur).