Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Nasionalisme Muhammadiyah: Konsep dan Tantangan Fadlan Barakah; Bukhari Bukhari; Sa'i Sa'i
SINTHOP: Media Kajian Pendidikan, Agama, Sosial dan Budaya Vol 2 No 1 (2023): Januari-Juni
Publisher : Lembaga Aneuk Muda Peduli Umat, Bekerjasama dengan Pusat Jurnal Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/sinthop.v2i1.2746

Abstract

This article discusses the concept of Muhammadiyah's nationalism and the challenges it faces in the present context. The research utilizes a literature-based approach, drawing from relevant sources. The study highlights Muhammadiyah's perspective that Islam and nationalism can coexist. Muhammadiyah's nationalism is rooted in religious beliefs and is based on Islam and the socio-historical context of Indonesia. The history of Muhammadiyah as an Islamic movement founded by KH Ahmad Dahlan demonstrates their commitment to the development of the Muslim community in Indonesia. However, Muhammadiyah and moderate Islamic movements encounter challenges in dealing with views that consider nationalism contradictory to Islamic teachings. The primary challenge faced by Muhammadiyah's nationalism today is the rapid advancement of technology, which has not been accompanied by the strong internalization of Muhammadiyah's nationalist ideology among the younger generation. Additionally, the rise of transnational Islamic movements that oppose nationalism poses a significant challenge. Abstrak Artikel ini membahas konsep nasionalisme Muhammadiyah dan tantangan yang dihadapinya dalam konteks masa kini. Pendekatan kepustakaan digunakan dalam penelitian ini dengan mengacu pada literatur-literatur yang relevan. Kajian ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah memandang bahwa ajaran Islam dan nasionalisme dapat berjalan seiring. Nasionalisme Muhammadiyah merupakan nasionalisme religius yang didasarkan pada ajaran Islam dan konteks sosio-historis Indonesia. Sejarah Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan menunjukkan komitmen mereka terhadap pembangunan umat Islam di Indonesia. Namun, Muhammadiyah menghadapi tantangan dalam menghadapi pandangan yang menganggap nasionalisme bertentangan dengan ajaran Islam. Tantangan utama yang dihadapi nasionalisme Muhammadiyah saat ini adalah pesatnya perkembangan teknologi yang belum diimbangi dengan proses internalisasi paham nasionalisme Muhammadiyah yang kuat pada generasi muda Muhammadiyah, serta menguatnya gerakan Islam transnasional yang menentang nasionalisme.
Wacana Childfree dan Ekspektasi Netizen: Studi Kasus Gita Savitri dan Cinta Laura dalam Konteks Budaya Indonesia: Discourse on Childfreedom and Netizen Expectations: A Case Study of Gita Savitri and Cinta Laura within the Indonesian Cultural Context Fadlan Barakah; Yelly Elanda; Azhari Evendi; Meila Riskia Fitri; Eva Royandi
Jurnal Sosiologi Agama Indonesia (JSAI) Vol. 5 No. 1 (2024)
Publisher : Program Studi Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jsai.v5i1.4323

Abstract

The phenomenon of childfree, or the choice not to have children, has garnered increasing attention in Indonesia, a country where religious and cultural norms strongly dictate childbearing as a duty. This study aims to examine how the lifestyle choice of being childfree is communicated and received within the Indonesian social context, through the discourse analysis of childfree narratives shared by two influencers, Gita Savitri and Cinta Laura, and the response from Indonesian netizens. Employing Foucault’s critical discourse analysis approach, this research explores the construction of discourse, power relations, and the dynamics of ideology within the discussion of childfree. The research methodology includes content analysis of social media and mass media related to the childfree statements of the two influencers and the reactions they receive. Findings reveal significant differences in the way Gita Savitri and Cinta Laura present their childfree choices and in the netizen responses, influenced by the extent to which their choices align with or challenge dominant social norms. The conclusion of this study underscores that the acceptance of childfree in Indonesia depends not only on the discourse content itself but also on how individuals interact with broader social and cultural structures. Abstrak Fenomena childfree, atau pilihan untuk tidak memiliki anak, mendapatkan perhatian yang meningkat di Indonesia, sebuah negara dengan kuatnya pengaruh norma agama dan budaya yang menganggap memiliki anak sebagai sebuah kewajiban. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana childfree sebagai pilihan hidup dikomunikasikan dan diterima dalam konteks sosial Indonesia, melalui analisis wacana childfree yang disampaikan oleh dua influencer, Gita Savitri dan Cinta Laura, dan respons netizen Indonesia terhadapnya. Menggunakan pendekatan analisis wacana kritis Foucault, studi ini mengeksplorasi konstruksi wacana, relasi kekuasaan, dan dinamika ideologi dalam diskusi childfree. Metode penelitian melibatkan analisis konten media sosial dan media massa yang berkaitan dengan pernyataan childfree kedua influencer dan respons yang mereka terima. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan signifikan dalam cara Gita Savitri dan Cinta Laura mempresentasikan pilihan childfree mereka dan perbedaan dalam respons netizen, yang dipengaruhi oleh sejauh mana pilihan mereka sejalan atau bertentangan dengan norma sosial dominan. Kesimpulan penelitian ini menekankan bahwa penerimaan childfree di Indonesia tidak hanya tergantung pada konten wacana itu sendiri tetapi juga pada bagaimana individu berinteraksi dengan struktur sosial dan budaya yang lebih luas.
Nasionalisme Muhammadiyah: Konsep dan Tantangan Barakah, Fadlan; Bukhari, Bukhari; Sa'i, Sa'i
SINTHOP: Media Kajian Pendidikan, Agama, Sosial dan Budaya Vol. 2 No. 1 (2023): Januari-Juni
Publisher : Lembaga Aneuk Muda Peduli Umat, Bekerjasama dengan Pusat Jurnal Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/sinthop.v2i1.2746

Abstract

This article discusses the concept of Muhammadiyah's nationalism and the challenges it faces in the present context. The research utilizes a literature-based approach, drawing from relevant sources. The study highlights Muhammadiyah's perspective that Islam and nationalism can coexist. Muhammadiyah's nationalism is rooted in religious beliefs and is based on Islam and the socio-historical context of Indonesia. The history of Muhammadiyah as an Islamic movement founded by KH Ahmad Dahlan demonstrates their commitment to the development of the Muslim community in Indonesia. However, Muhammadiyah and moderate Islamic movements encounter challenges in dealing with views that consider nationalism contradictory to Islamic teachings. The primary challenge faced by Muhammadiyah's nationalism today is the rapid advancement of technology, which has not been accompanied by the strong internalization of Muhammadiyah's nationalist ideology among the younger generation. Additionally, the rise of transnational Islamic movements that oppose nationalism poses a significant challenge. Abstrak Artikel ini membahas konsep nasionalisme Muhammadiyah dan tantangan yang dihadapinya dalam konteks masa kini. Pendekatan kepustakaan digunakan dalam penelitian ini dengan mengacu pada literatur-literatur yang relevan. Kajian ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah memandang bahwa ajaran Islam dan nasionalisme dapat berjalan seiring. Nasionalisme Muhammadiyah merupakan nasionalisme religius yang didasarkan pada ajaran Islam dan konteks sosio-historis Indonesia. Sejarah Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan menunjukkan komitmen mereka terhadap pembangunan umat Islam di Indonesia. Namun, Muhammadiyah menghadapi tantangan dalam menghadapi pandangan yang menganggap nasionalisme bertentangan dengan ajaran Islam. Tantangan utama yang dihadapi nasionalisme Muhammadiyah saat ini adalah pesatnya perkembangan teknologi yang belum diimbangi dengan proses internalisasi paham nasionalisme Muhammadiyah yang kuat pada generasi muda Muhammadiyah, serta menguatnya gerakan Islam transnasional yang menentang nasionalisme.
Nationalism of Santri Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta : Nasionalisme Santri Muallimin Muhammadiyah Yogakarta Barakah, Fadlan; Ikromatoun, Siti; Amin, Khairul; Halik; Nusuary, Firdaus Mirza
Jurnal Sosiologi Nusantara Vol 9 No 2 (2023)
Publisher : UNIB Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33369/jsn.9.2.203-218

Abstract

Nasionalisme adalah syarat penting bagi warga negara untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara, termasuk di Indonesia. Masa depan Indonesia sebagai bangsa juga bergantung pada generasi muda, salah satunya adalah santri Pondok Pesantren Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta. Artikel ini mengkaji pandangan nasionalisme santri Muallimin, yang merupakan sekolah kader Muhammadiyah. Di masa depan, santri Muallimin akan menduduki posisi-posisi penting di Muhammadiyah dari tingkat ranting sampai pusat. Metode yang digunakan adalah fenomenologi, yaitu metode yang berbasis pada pengalaman subjektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa santri Muallimin memiliki pemahaman nasionalisme yang baik, yang berasal dari pemahaman mandiri mereka dan pelajaran agama Islam yang mereka peroleh di Muallimin. Santri Muallimin dapat menjelaskan konsep nasionalisme dan dasar-dasar ajaran islam dalam pandangan nasionalisme mereka. Nasionalisme santri Muallimin adalah nasionalisme religius, yaitu nasionalisme yang diperkuat oleh ajaran islam yang santri Muallimin dapatkan dari proses pembelajaran di Muallimin.
Sosialisasi Pemilu 2024 Melalui Podcast kepada Gen Z Fadlan Barakah; Ajirna Ajirna; Cut Lusi Chairun Nisak; Ibnu Phonna Nurdin; Dara Fatia; Uswatun Nisa; Annisah Putri; Bukhari Bukhari
ABDI: Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Vol 6 No 2 (2024): Abdi: Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat
Publisher : Labor Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24036/abdi.v6i2.709

Abstract

Salah satu tantangan Pemilu 2024, adalah mendorong partisipasi generasi muda, khususnya Gen Z sebagai pemilih pemula untuk menggunakan hak pilihnya. Pendidikan politik menjadi sebuah keharusan, dengan fokus pada sosialisasi untuk mendorong partisipasi aktif mereka pada Pemilu 2024. Tujuan kegiatan pengabdian ini tersedianya konten sosial media untuk Gen Z agar proaktif terhadap isu-isu sosial politik dan mendorong partisipasi aktif dalam pemilu 2024 bagi generasi muda di Aceh. Lazimnya, sosialiasi atau pendidikan politik menggunakan metode ceramah dan diskusi, namun dalam pengbdian ini sosialisasi memanfaatkan podcast dan youtube sebagai media sosialisi. Dipilihnya podcast sebagai model sosialiasi didasarkan pada profil dan kedekatan Gen Z dengan teknologi dan sosial media. Pendekatan ini bertujuan untuk memudahkan aksesibilitas bagi Gen Z, dan efektivitas komunikasi. Sosialisasi melalui podcast ini bukan hanya sekedar penyampaian informasi, namun juga merupakan bentuk pendidikan dan peningkatan kesadaran politik bagi generasi muda, khususnya Gen Z sebagai pemilih pemula. Pengabdian ini dilakukan pada bulan Mei 2023, tahapan pertama yang dilakukan adalah persiapan, dengan cara berdiskusi dengan dengan beberapa rekan dosen FISIP USK tentang tema Gen Z dan Pemilu 2024. Tahapa kedua, adalah pelaksanan podcast, dan tahapan terakhir berupa finalisasi dengan meupload konten podcast ke youtube Sagoe TV. Hasil dari pengabdian ini adalah tersedianya konten media sosial di youtube, berupa sosialisasi pemilu kepada Gen Z untuk berpatisipasi aktif, khususnya bagi generasi muda Aceh.
Narasi Konflik dan Fragmentasi Pengetahuan Masa Lalu dalam Pendidikan: Studi Kasus di Kabupaten Pidie, Aceh Ikramatoun, Siti; Barakah, Fadlan
Jurnal Sosiologi Agama Indonesia (JSAI) Vol. 5 No. 3 (2024)
Publisher : Program Studi Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jsai.v5i3.7489

Abstract

The way past conflict narratives are understood and taught plays a crucial role in reconciliation and peacebuilding efforts in post-conflict regions such as Aceh, Indonesia. However, the effectiveness of this process depends on how complex and sensitive historical knowledge is transmitted and internalized by key educational actors. This study aims to examine the depth, sources, and characteristics of historical knowledge about the Aceh conflict held by high school teachers and students in Pidie District. Employing a qualitative descriptive method, data were collected through in-depth interviews, passive classroom observation, and document analysis at MAN 1 Pidie. The findings reveal a significant knowledge gap. Teachers’ understanding of the Aceh conflict tends to be fragmented, heavily reliant on personal experiences, and constrained by perceptions of limited formal teaching resources. As a result, students acquire minimal formal knowledge from school, often relying on informal sources—such as family narratives and digital media—whose validity is questionable. This knowledge gap hinders the development of students’ critical understanding of the past and limits the potential of education as a transformative vehicle for peace. The study underscores the urgent need for systemic interventions, including curriculum reform, foundational capacity-building for teachers (content mastery and critical pedagogy), and the enhancement of students’ critical literacy in navigating contested historical narratives. Abstrak Bagaimana narasi konflik masa lalu dipahami dan diajarkan memainkan peran krusial dalam proses rekonsiliasi dan pembangunan perdamaian di wilayah pasca-konflik seperti Aceh, Indonesia. Namun, efektivitasnya bergantung pada bagaimana pengetahuan tentang masa lalu yang kompleks dan sensitif ditransmisikan dan dipahami oleh aktor kunci dalam sistem pendidikan. Penelitian ini bertujuan menganalisis kedalaman, sumber, dan karakteristik pengetahuan guru dan siswa sekolah menengah atas di Kabupaten Pidie mengenai narasi konflik Aceh. Menggunakan metode kualitatif deskriptif, data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi kelas partisipan pasif, dan analisis dokumen di MAN 1 Pidie, melibatkan guru mata pelajaran relevan (Sejarah, Sosiologi, PKN) dan siswa jurusan IPS. Hasil penelitian menunjukkan adanya kesenjangan pengetahuan yang signifikan. Pengetahuan guru mengenai narasi konflik Aceh cenderung fragmentaris, sangat bergantung pada pengalaman personal, dan terkendala persepsi keterbatasan sumber ajar formal. Akibatnya, pengetahuan siswa yang diperoleh dari sekolah sangat minimal, mendorong mereka bergantung pada sumber informasi informal (narasi keluarga, media digital) yang validitasnya diragukan. Kesenjangan ini menghambat pembentukan pemahaman kritis mengenai masa lalu (critical understanding of the past) dan efektivitas pendidikan untuk perdamaian. Studi ini menegaskan perlunya intervensi sistemik yang mencakup reformasi kurikulum, penguatan kapasitas fundamental guru (penguasaan materi & pedagogi kritis), serta pengembangan literasi kritis siswa dalam menavigasi narasi masa lalu.
Hijaber Vapers di Kota Syariat: Identitas, Stigma, dan Simbol Sosial Barakah, Fadlan; Almunawar, Zacky; Nisak, Cut Lusi Chairun; Nusuary, Firdaus Mirza; Fatia, Dara
Regalia: Jurnal Riset Gender dan Anak Vol 4 No 1 (2025): Juli, 2025
Publisher : Pusat Penelitian Pemberdayaan Perempuan, Gender, dan Anak UMRAH

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31629/jga.v3i2.7126

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis representasi diri perempuan berhijab pengguna vape (hijaber vapers) di Kota Banda Aceh dalam konteks sosial yang sarat nilai religius dan norma patriarkal. Fenomena ini menarik karena memperlihatkan ketegangan simbolik antara citra religius yang melekat pada hijab dan gaya hidup modern yang diasosiasikan dengan penggunaan vape. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus dan teori interaksi simbolik dari George Herbert Mead sebagai kerangka analisis. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi terhadap perempuan berhijab berusia 18–25 tahun yang aktif menggunakan vape. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hijaber vapers memaknai vaping sebagai ekspresi kebebasan, pencitraan diri, dan bentuk resistensi simbolik terhadap ekspektasi sosial. Meskipun menghadapi stigma dan tekanan sosial, mereka menegosiasikan identitasnya melalui pemisahan makna antara religiusitas dan gaya hidup personal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa representasi diri hijaber vapers dibentuk dalam ruang tarik-menarik antara agensi individu dan kontrol sosial, sekaligus membuka ruang baru bagi redefinisi identitas perempuan dalam masyarakat religius.
Transformasi Social Entrepreneurship dalam Perkembangan Coffee shop di Kota Banda Aceh Maulana, Muhammad Aqib; Yusuf, Bukhari; khairulyadi, khairulyadi; Barakah, Fadlan
Jurnal Sosiologi USK (Media Pemikiran & Aplikasi) Vol 18, No 2 (2024)
Publisher : Sociology Department Of Syiah Kuala University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/jsu.v18i2.42963

Abstract

This study aims to analyze the phenomenon of coffee shops in Banda Aceh through the lens of social entrepreneurship. Coffee shops focus on financial profitability and contribute to social impact through creative programs. Using Max Weber's social action theory, the research employs a descriptive qualitative approach, with data collected through in-depth interviews with coffee shop owners, documentation, and participatory observation. The findings reveal that the rapid growth of coffee shops in Banda Aceh reflects a shift in the community's coffee-drinking culture and their role as public spaces for working, learning, and creating. Additionally, the implementation of social entrepreneurship practices significantly contributes to local economic growth and the development of youth skills through activities such as workshops and mentorship programs. Thus, coffee shops in Banda Aceh have become not only part of the modern lifestyle but also catalysts for fostering social activities and youth empowerment while positively impacting the local creative economy.AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis fenomena coffee shop di Banda Aceh dari perspektif social entrepreneurship. Coffee shop tidak hanya berorientasi pada keuntungan finansial, tetapi juga berperan dalam memberikan dampak sosial melalui program-program kreatif. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam terhadap pemilik coffee shop, dokumentasi, dan observasi partisipatif. Analisis dilakukan menggunakan teori tindakan sosial Max Weber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan pesat coffee shop di Banda Aceh tidak hanya mencerminkan perubahan budaya ngopi masyarakat, tetapi juga berfungsi sebagai ruang publik untuk bekerja, belajar, dan berkarya. Selain itu, praktik social entrepreneurship yang diterapkan memberikan kontribusi nyata terhadap pertumbuhan ekonomi lokal serta pengembangan keterampilan generasi muda melalui kegiatan seperti workshop dan mentorship. Dengan demikian, coffee shop di Banda Aceh tidak hanya menjadi bagian dari gaya hidup modern, tetapi juga berperan sebagai katalisator dalam mendukung aktivitas sosial dan pemberdayaan generasi muda, sekaligus memberikan dampak positif terhadap ekonomi kreatif di tingkat lokal.
Everyday Religious Tolerance in Gampong Keude Siblah: Social Practices and Symbolic Boundaries between Chinese-Indonesian and Muslim Communities Muhammad, Muhammad; Khusnia, Nayla; Barakah, Fadlan
Sinthop: Media Kajian Pendidikan, Agama, Sosial dan Budaya Vol. 4 No. 1 (2025): January-June
Publisher : Lembaga Aneuk Muda Peduli Umat, Bekerjasama dengan LaKaspia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.69548/sinthop.v4.i1.28.84-91

Abstract

This study explores religious tolerance between the Chinese-Indonesian and Muslim communities in Keude Siblah Village, Southwest Aceh. Using a qualitative case study approach, the research draws on in-depth interviews, participant observation, and documentation. The findings reveal that religious tolerance in this village is a lived reality, visible in shared participation in village activities, mutual respect for religious holidays, and inclusive social solidarity. Rather than stemming from formal regulations, this tolerance has evolved through long-standing symbolic interactions rooted in local history and culture. Local institutions—including the village government, customary councils, religious leaders, and women’s groups—play essential roles in sustaining social harmony. However, minority religious expressions remain culturally constrained, often practiced in private. The main challenges include limited structural representation for the Chinese community and increasing intolerance among youth influenced by digital media. The study concludes that local religious tolerance is a negotiated social construct that requires structural support to be sustained. The findings highlight the need to integrate multicultural values into village policies and local education.