Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

TRADISI MASYARAKAT BANJAR ZIARAH KE KUBAH HABIB BASIRIH (HABIB HAMID BIN ABBAS BAHASYIM) RIKA; KHASYI'IN, NURIL
Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah Vol. 1 No. 3 (2023): Tashdiq: Jurnal Kajian Agama dan Dakwah
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.4236/tashdiq.v2i1.1529

Abstract

Ziarah kubur dalam tradisi Islam merupakan perjalanan spiritual untuk memetik sumber barokah yaitu dengan berkunjung ke makam para wali atau ulama yang dianggap memiliki kharisma atau karomah. Adapun bagi mayarakat Banjar, ziarah kubur sudah menjadi tradisi yang turun temurun, biasanya tempat yang sering diziarahi diantaranya adalah Makam Keramat Kubah Babib Basirih. Tradisi berziarah ke Kubah Habib Basirih ini lengkap dengan berbagai macam fenomena kepercayaan, tujuan, hingga motif masyarakat untuk berziarah yaitu antara lain melaksanakan nazar, ingin mendapat kesembuhan dari penyakit, ingin mendapat berkah, ingin mendapat rezeki yang lebih baik, ingin mendapat jodoh, dan lain sebagainya. Hal ini terjadi karena masyarakat Banjar mengenal Habib Basirih adalah ulama Banjar yang merupakan dzuriat Rasulullah SAW dan seorang wali Allah yang masyhur dan majdzub, yaitu diangkat Allah SWT akal basyariyyah (akal kemanusiaan) diganti dengan akal rubbaniyyah (ketuhanan). Sang Habib sangat terkenal dengan karomahnya sehingga banyak masyarakat yang datang untuk berziarah. Tidak hanya masyarakat kota Banjarmasin yang mengetahui popularitas Habib Basirih, melainkan juga orang-orang dari luar kota Banjarmasin. Bahkan mereka yang berasal dari luar Provinsi Kalimantan Selatan seperti Kalimantan Tengah, hingga Pulau Jawa. Oleh karena itu, tradisi ziarah ke Kubah Habib Basirih inipun sarat akan nilai-nilai pendidikan Islam yaitu nilai akidah, nilai ibadah, dan nilai akhlak. Dari ketiga nilai tersebut maka dapat membuat masyarakat semakin semangat dalam berziarah dan menambah rasa kecintaan masyarakat kepada Habib Basirih.
POLITIK HUKUM ISLAM SUMBER DAYA AIR DALAM KEBIJAKAN PUBLIK EKOSENTRIS BERBASIS FIQH SIYASAH DUSTURIYAH Nopliardy, Rakhmat; Aseri, Ahmad Fauzi; Umar, Masyitah; Khasyi'in, Nuril
Al-Adl : Jurnal Hukum Vol 17, No 1 (2025)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31602/al-adl.v17i1.18061

Abstract

Abstrak Penelitian ini mengkaji integrasi politik hukum Islam dalam pengelolaan sumber daya air di Indonesia melalui perspektif fiqh siyasah dusturiyah dengan pendekatan ekosentris. Fokus utamanya adalah menganalisis kebijakan publik terkait sumber daya air, khususnya UU No. 17 Tahun 2019 dan UU No. 6 Tahun 2023, dalam kerangka fiqh siyasah dusturiyah. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip-prinsip fiqh siyasah dusturiyah seperti kemaslahatan umat, keadilan, dan perlindungan lingkungan sejalan dengan konsep pengelolaan sumber daya air yang ekosentris. Namun, implementasinya masih menghadapi tantangan dalam hal pengawasan dan pemerataan akses. Penelitian ini menyimpulkan perlunya penguatan peran negara dalam menjamin akses air bagi rakyat, peningkatan partisipasi masyarakat, serta penerapan sanksi tegas bagi perusak lingkungan sesuai dengan prinsip-prinsip fiqh siyasah dusturiyah. Rekomendasi utamanya adalah harmonisasi kebijakan sumber daya air dengan nilai-nilai Islam dan kearifan lokal untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya air yang adil dan berkelanjutan. Kata kunci: Fiqh Siyasah Dusturiyah, Politik Hukum Islam, Sumber Daya Air, Kebijakan Publik, Ekosentris    
POLITIK HUKUM ISLAM SUMBER DAYA AIR DALAM KEBIJAKAN PUBLIK EKOSENTRIS BERBASIS FIQH SIYASAH DUSTURIYAH Nopliardy, Rakhmat; Aseri, Ahmad Fauzi; Umar, Masyitah; Khasyi'in, Nuril
Al-Adl : Jurnal Hukum Vol 17, No 1 (2025)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31602/al-adl.v17i1.18061

Abstract

Abstrak Penelitian ini mengkaji integrasi politik hukum Islam dalam pengelolaan sumber daya air di Indonesia melalui perspektif fiqh siyasah dusturiyah dengan pendekatan ekosentris. Fokus utamanya adalah menganalisis kebijakan publik terkait sumber daya air, khususnya UU No. 17 Tahun 2019 dan UU No. 6 Tahun 2023, dalam kerangka fiqh siyasah dusturiyah. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip-prinsip fiqh siyasah dusturiyah seperti kemaslahatan umat, keadilan, dan perlindungan lingkungan sejalan dengan konsep pengelolaan sumber daya air yang ekosentris. Namun, implementasinya masih menghadapi tantangan dalam hal pengawasan dan pemerataan akses. Penelitian ini menyimpulkan perlunya penguatan peran negara dalam menjamin akses air bagi rakyat, peningkatan partisipasi masyarakat, serta penerapan sanksi tegas bagi perusak lingkungan sesuai dengan prinsip-prinsip fiqh siyasah dusturiyah. Rekomendasi utamanya adalah harmonisasi kebijakan sumber daya air dengan nilai-nilai Islam dan kearifan lokal untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya air yang adil dan berkelanjutan. Kata kunci: Fiqh Siyasah Dusturiyah, Politik Hukum Islam, Sumber Daya Air, Kebijakan Publik, Ekosentris    
PEMIKIRAN AL-MAWARDI TENTANG KEPALA NEGARA DAN RELEVANSINYA DENGAN PERPOLITIKAN DI INDONESIA Khasyi'in, Nuril; Muthiah, Aulia
SULTAN ADAM: Jurnal Hukum dan Sosial Vol 1 No 2 (2023): Juli 2023
Publisher : Yayasan Pendidikan Tanggui Baimbaian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.71456/sultan.v1i2.410

Abstract

Imam Al-Mawardi dalam kitabnya Al- Ahkam As-Sulthaniyah menyebutkan tentang konsep kepala negara yang secara detail menyebutkan ada tujuh kriteria untuk menjadi kepala negara, yaitu: adil, berilmu, sehat inderawi, sehat organ tubuh, berwawasan, berani/tegas dan keturunan Quraisy. Kriteria ini dianggap sangat ideal untuk seorang kepala negara, selanjutnya konsep ini apakah dapat diterapkan di Indonesia secara maksimal. Penelitian ini menggunakan penelitian normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan menggunakan data sekunder sebagai bahan utamanya yaitu peraturan perundang undangan dan referensi yang terkait dengan konsep kepala negara baik dalam kajian hukum positif maupun hukum Islam. Hasil pembahasan menyatakan bahwa Imam Al-Mawardi menyebutkan bahwa kepala negara adalah imam yang dipilih oleh ahlul-Ikhtiyar (dewan pemilih). Konsep pemikiran Al-Mawardi tidak semua relevan dengan perpolitikan yang ada di Indonesia, seperti kriteria Imam tidak semuanya dapat diterapkan dalam perpolitikan di Indonesia. Konsep lain mempunyai kesamaan adalah wajibnya pengangkatan kepala negara dan adanya kontrak sosial berupa sumpah jabatan.
PENGEMBANGAN KAJIAN ISLAM DAN DEMOKRASI DI INDONESIA Sanjaya, Muhammad Iqbal; Khasyi'in, Nuril
SULTAN ADAM: Jurnal Hukum dan Sosial Vol 1 No 2 (2023): Juli 2023
Publisher : Yayasan Pendidikan Tanggui Baimbaian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Realitas mengenai pemahaman demokrasi oleh para tokoh-tokoh politik di Indonesia mengalami perbedaan pendapat pada ada atau tidak ada hubungan Islam dan demokrasi. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil dalam penelitian ini adalah ada tiga pandangan yang dianut oleh para intelektual dan cendekiawan muslim di seluruh dunia mengenai adanya keterkaitan antara ajaran Islam dan demokrasi. Pertama, menurut sebagian masyarakat yang memiliki pemahaman konservatif berpandangan bahwa Islam dan negara adalah entitas yang terpisah karena menurut pandangan mereka Islam telah mengatur sistem sosial secara lengkap. Di antara mereka yang mengikuti pertemuan ini adalah kaum konservatif yang benar-benar mengikuti kebiasaan ide dan praktik politik Islam tradisional atau abad pertengahan. Kedua, menurut sebagian kelompok modernis berpendapat bahwa Islam pada dasarnya berasal dari sistem lain, khususnya sistem Barat, yang telah menampakkan keunggulannya, dan bahwa Islam hanya mengatur masalah-masalah duniawi (masyarakat) pada tataran fundamental. Ketiga, kelompok sekuler yang ingin memisahkan Islam dari pemerintah.