Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Hak-Hak Tersangka dan Terdakwa dalam Proses Persidangan: The Rights of Suspects and Defendants in the Trial Process Ade Daharis; Sri Herlina; Nining Suningrat; Herwantono; Yulianis Safrinadiya Rahman
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 7 No. 6: Juni 2024
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v7i6.5551

Abstract

Negara Republik indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, oleh karena itu bahwa semua aspek hukum yang berlaku di indonesia harus bernafaskan pancasilan dan Undang-undang Dasar 1945, yang mengakui adanya jaminan perlindungan hak asasi manusia, kesamaan kedudukan dalam hukum, dengan penekanan pada keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta antara kepentingan individu dan masyarakat umum. Perlindungan ini perlu karena secara implisit sesuai dengan asas praduga takbersalah bagi setiap orang yang diadili karena diduga melakukan pelanggaran hukum, sehingga hak-hak tersebut dapat diwujudkan. Hak-hak tersangka dan terdakwa dalam proses persidangan sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Tersangka memiliki hak-hak tersendiri baik proses penangkapan, proses penahanan dan proses penggeledahan. Begitujuga terdakwa memiliki hak-hak sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Tinjauan Hukum Islam Tentang Perlindungan Konsumen dalam Produk Halal : Tantangannya di Era Globalisasi: Islamic Law Review on Consumer Protection in Halal Products: Challenges in the Era of Globalization Sumirahayu Sulaiman; Herwantono; Rio Akmal Syahbana; Nining Suningrat; Hendrikus Haipon
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 7 No. 10: Oktober 2024
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v7i10.6221

Abstract

Perlindungan konsumen dalam konteks produk halal merupakan aspek penting dalam hukum Islam. Hal ini mencakup berbagai prinsip yang menekankan keadilan, kejujuran, dan tanggung jawab dalam transaksi. Selain itu ini merupakan isu penting yang mencerminkan prinsip-prinsip etika dan syariah dalam transaksi perdagangan. Islam menekankan pentingnya kehalalan dan keamanan produk yang dikonsumsi oleh umatnya. Perlindungan konsumen dalam produk halal berdasarkan hukum Islam merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, terutama di era globalisasi yang penuh tantangan. Untuk mencapai tujuan ini, dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah, lembaga sertifikasi, dan masyarakat untuk memastikan bahwa produk yang beredar memenuhi standar halal dan aman. Perlindungan konsumen dalam produk halal merupakan hal yang penting dalam hukum Islam, mengingat kehalalan makanan dan barang merupakan salah satu aspek fundamental bagi umat Muslim. Hukum Islam memberikan pedoman yang jelas mengenai kehalalan, keamanan, dan tanggung jawab dalam transaksi.
Perkembangan Hukum Perdata Dalam Penyelesaian Sengketa Perjanjian Online: Development of Civil Law in Online Agreement Dispute Resolution Ernesta Arita Ari; Agnes Maria Janni Widyawati; Mig Irianto Legowo; Nining Suningrat; Heri Purnomo
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 7 No. 11: November 2024
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v7i11.6361

Abstract

Artikel ini membahas perkembangan hukum perdata dalam konteks penyelesaian sengketa perjanjian online yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan teknologi digital. Transformasi ini memunculkan tantangan baru dalam penegakan hukum, khususnya terkait dengan yurisdiksi, perlindungan konsumen, dan validitas bukti digital. Regulasi khusus, seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di Indonesia, serta metode penyelesaian sengketa seperti Online Dispute Resolution (ODR) mulai diadopsi untuk menanggapi kebutuhan ini. Selain itu, teknologi seperti blockchain, smart contracts, dan kecerdasan buatan (AI) berpotensi meningkatkan efektivitas dan transparansi dalam penyelesaian sengketa online. Meskipun demikian, implementasi teknologi ini memerlukan infrastruktur hukum yang adaptif serta kerja sama lintas sektor untuk menjamin keamanan dan keadilan proses penyelesaian sengketa. Artikel ini menyimpulkan bahwa pengembangan hukum perdata yang responsif terhadap inovasi digital dapat memberikan perlindungan hukum yang lebih baik dan meningkatkan kepercayaan publik dalam transaksi daring.
The Role of Evidence in Proving the Element of Intent in Murder Cases Bambang Sasmita Adi Putra; Tumian Lian Daya Purba; Hamzah Mardiansyah; Nining Suningrat; Yanto Irianto
International Journal of Health, Economics, and Social Sciences (IJHESS) Vol. 7 No. 2: April 2025
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/ijhess.v7i2.7320

Abstract

This study examines the role of evidence in proving intent in murder cases within the criminal justice system. Intent is an element in distinguishing between different types of homicide, such as premeditated murder and manslaughter. The complexity of proving intent is influenced by the types of evidence available, including direct, circumstantial, forensic, and testimonial evidence. Direct evidence, such as confessions or eyewitness testimony, is the most definitive but is often unavailable, making circumstantial evidence essential in many cases. Forensic evidence, particularly autopsy results, provides significant insights into whether the actions were deliberate or accidental. Motive also plays an important role in strengthening the case for intent, offering contextual understanding of the perpetrator's reasons for committing the crime. Witness testimony, although important, requires careful evaluation to ensure its reliability. Psychological factors, such as emotional distress or provocation, can further complicate proving intent, as they may reduce the level of premeditation and influence the legal classification of the crime. This paper argues that proving intent in murder cases requires a comprehensive approach that integrates multiple forms of evidence to ensure accurate legal outcomes and fair justice.
Kewenangan Konstitusional Presiden Dalam Pembubaran DPR: Studi Perbandingan Sistem Presidensial Dan Parlementer: The President's Constitutional Authority to Dissolve the DPR: A Comparative Study of Presidential and Parliamentary Systems Deny, Muslimah, Nining Suningrat, Muktar, Edy Sony; Muslimah; Nining Suningrat; Muktar; Edy Sony
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 8 No. 9: September 2025
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v8i9.8672

Abstract

Tulisan ini bertujuan mengkaji kewenangan konstitusional presiden dalam membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan melakukan studi perbandingan antara sistem presidensial dan sistem parlementer. Dalam konteks ketatanegaraan Indonesia, UUD NRI 1945 secara tegas melarang presiden membubarkan DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 7C, sehingga kedudukan antara lembaga eksekutif dan legislatif bersifat sejajar. Hal ini berbeda dengan praktik di negara-negara yang menganut sistem parlementer, seperti Inggris dan Jepang, yang memungkinkan pembubaran parlemen sebagai mekanisme konstitusional untuk mengatasi kebuntuan politik dan memperbarui mandat rakyat melalui pemilu dini. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan pendekatan perbandingan konstitusi (comparative constitutional study) dan analisis doktrin ketatanegaraan. Hasil kajian menunjukkan bahwa dalam sistem presidensial, pembubaran parlemen oleh presiden dipandang sebagai bentuk pengingkaran terhadap prinsip pemisahan kekuasaan dan check and balances, sedangkan dalam sistem parlementer, kewenangan tersebut justru menjadi bagian penting untuk menjaga stabilitas pemerintahan. Studi ini menegaskan pentingnya memperkuat mekanisme penyelesaian sengketa eksekutif-legislatif tanpa memberikan kewenangan pembubaran DPR kepada presiden, agar keseimbangan kekuasaan tetap terjaga dan stabilitas politik tetap terpelihara.