Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Hak-Hak Tersangka dan Terdakwa dalam Proses Persidangan: The Rights of Suspects and Defendants in the Trial Process Ade Daharis; Sri Herlina; Nining Suningrat; Herwantono; Yulianis Safrinadiya Rahman
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 7 No. 6: Juni 2024
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v7i6.5551

Abstract

Negara Republik indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, oleh karena itu bahwa semua aspek hukum yang berlaku di indonesia harus bernafaskan pancasilan dan Undang-undang Dasar 1945, yang mengakui adanya jaminan perlindungan hak asasi manusia, kesamaan kedudukan dalam hukum, dengan penekanan pada keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta antara kepentingan individu dan masyarakat umum. Perlindungan ini perlu karena secara implisit sesuai dengan asas praduga takbersalah bagi setiap orang yang diadili karena diduga melakukan pelanggaran hukum, sehingga hak-hak tersebut dapat diwujudkan. Hak-hak tersangka dan terdakwa dalam proses persidangan sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Tersangka memiliki hak-hak tersendiri baik proses penangkapan, proses penahanan dan proses penggeledahan. Begitujuga terdakwa memiliki hak-hak sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap Praktik Poligami: Review of Islamic Law and Positive Law on the Practice of Polygamy Ade Daharis; Riadi Asra Rahmad; Kalijunjung Hasibuan; Hamzah Mardiansyah; Rengga Kusuma Putra
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 7 No. 8: Agustus 2024
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v7i8.5907

Abstract

Poligami di Indonesia lebih dikenal luas sebagai bentuk pernikahan dimana laki-laki menikahi lebih dari satu perempuan. Dalam dunia Islam, kata poligami banyak digunakan untuk mengacu pada praktik laki-laki muslim yang menikah lebih dari satu istri. Poligami, adalah praktik seorang pria memiliki lebih dari satu istri, ini merupakan topik yang sering menimbulkan perdebatan baik dalam konteks hukum Islam maupun hukum positif di berbagai negara. Hukum Islam maupun hukum positif mengakui keberadaan poligami tetapi dengan pendekatan yang berbeda dalam hal regulasi dan praktik. Hukum Islam memberikan landasan yang lebih luas untuk poligami dengan penekanan pada keadilan, sedangkan hukum positif Indonesia mengatur secara lebih ketat dengan tujuan untuk melindungi hak-hak individu dan memastikan keadilan sosial.
Hubungan Agama dan Negara di Indonesia dan dalam Hukum Islam: The Relationship between Religion and State in Indonesia and in Islamic Law Ade Daharis; Asasriwarni; Ikhwan; Syaflin Halim
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 7 No. 11: November 2024
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v7i11.6572

Abstract

Artikel ini bertujuan mengkaji Hubunan agama dan negara dalam hukum Islam di Indonesia. Metode penelitian menggunakan penelitian kualitatif deskriptif dengan studi pustaka yang bertujuan untuk mengkaji data primer yaitu undang-undang, peraturan sejenis, jurnal, buku, dan sumber lain yang berkaitan dengan masalah penelitian. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum. Teknik pengumpulan data dengan studi literatur dengan analisis data dengan metode deskriptif kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa Indonesia bukanlah negara agama tetapi agama merupakan salah satu unsur yang sangat penting, sehingga hubungan antara agama dan negara berimplikasi pada positivisasi hukum Islam ke dalam hukum nasional sebagai bentuk manifestasi negara sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan beragama yang bersifat simbiosis-integralistik, dengan melahirkan suatu produk hukum Islam sebagai hukum nasional hingga tetap berlaku. sehingga memberikan kerukunan, kedamaian, dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara tercapai dan tetap lestari.
Streams of Law in Islam, the History of the Emergence of Legal Schools, and Differences of Opinion Regarding the Position of Legal Sources Ade Daharis; Salma; Muchlis Bahar
International Journal of Health, Economics, and Social Sciences (IJHESS) Vol. 7 No. 1: January 2025
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/ijhess.v7i1.6753

Abstract

Differences of opinion among scholars in the fields of Islamic law actually occurred during the time of the Companions of the Prophet. However, these differences can still be overcome with political policies and the legality of ijmak. However, at the end of the Companion period, known as the Tabi'in period (approximately starting in 41 AH), differences of opinion could not be resolved like they were resolved during the Companion period. This is where the process of transitioning Islamic law began from a form of ijtihad which was based on the greatness of friends to a scientific and measurable process until the birth of school imams who codified the results of their legal thinking in the form of fiqh books. Ahl al-Hadith and Ahl al-ra'y are two forms of legal thought that ushered in this transition process. That period was the time when efforts to shape Islamic law began to suit societal conditions and rationality. The school of thought is the main idea or basis used by the mujtahid Imam in solving problems; or adhere to Islamic law. The emergence of the school of thought, as part of the historical process of establishing Islamic law, was neatly arranged from generations of friends, tabi'in, until it reached its golden age in the Abbasid Caliphate, but it must be acknowledged that the school of thought has made a major contribution to thinking in establishing Islamic jurisprudence law. The reasons for the differences opinion/school of thought due to differences in perception in ushul fiqh and fiqh as well as differences in interpretation or interpretation of mujtahids. Adhering to the understanding of bermahzab, due to factors Our "inability" to explore Sharia law itself directly from its sources (the Koran and Sunnah). The source of Islamic law is the most basic thing in the process of establishing a law. In Islam, the main sources of law are the Al-Quran and Sunnah.
Kedudukan Anak Hasil Pernikahan Siri dalam Perspektif Hukum Islam dan UU Perkawinan: The Position of Children from Secret Marriages from the Perspective of Islamic Law and the Marriage Law Ade Daharis; Alief Akbar Musaddad; Sandi Yoga Pradana; Nadzif Ali Asyari; Seftia Azrianti
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 8 No. 2: Februari 2025
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v8i2.6971

Abstract

Sebagian masyarakat Indonesia masih melakukan pernikahan siri, yaitu pernikahan yang tidak diresmikan di lembaga negara. Salah satu konsekuensi dari pernikahan siri, status hukum anak yang dilahirkan dari pernikahan ini tidak jelas menurut hukum Islam maupun Undang-Undang Perkawinan Indonesia. Artikel ini membahas posisi hukum anak-anak yang dilahirkan dari pernikahan silang dengan sudut pandang hukum negara dan hukum Islam (UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974). Tujuan dari percakapan ini adalah untuk meningkatkan pemahaman kita tentang hak-hak anak yang lahir dari pernikahan siri dan konsekuensi hukumnya.
Relevansi Konsep Mubadalah Dalam Relasi Suami-Istri Menurut Hukum Keluarga Islam: The Relevance of the Concept of Mubadalah in Husband-Wife Relations According to Islamic Family Law Ade Daharis; Sandi Yoga Pradana; Kalijunjung Hasibuan; Lia Fadjriani; Hamzah Mardiansyah
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 8 No. 3: Maret 2025
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v8i3.7201

Abstract

Konsep mubadalah (pertukaran peran) dalam hubungan suami-istri memiliki relevansi yang signifikan dalam konteks hukum keluarga Islam yang terus berkembang. Dengan adanya perubahan sosial dan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan hubungan yang lebih setara dan harmonis dalam kehidupan rumah tangga, pemahaman tentang peran dan tanggung jawab masing-masing pasangan suami istri menjadi semakin penting. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis relevansi konsep mubadalah dalam perspektif hukum keluarga Islam, yang menekankan pentingnya kesetaraan dan saling pengertian antara suami dan istri dalam menciptakan keluarga yang adil dan harmonis. Pembahasan dalam tulisan ini akan fokus pada penerapan konsep mubadalah dalam hubungan suami-istri, urgensi kesetaraan hak dan kewajiban, serta dampaknya terhadap kehidupan rumah tangga.
Pembatalan Perkawinan dalam Hukum Islam dan Komparasinya dengan Hukum Positif Indonesia: Annulment of Marriage in Islamic Law and Its Comparison with Indonesian Positive Law Ade Daharis; Salma; Elfia
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 8 No. 6: Juni 2025
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v8i6.7942

Abstract

Perkawinan merupakan lembaga yang memiliki makna sakral serta kedudukan hukum yang kuat, baik menurut ajaran agama maupun dalam sistem hukum nasional Indonesia. Perkawinan didirikan dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang sah, harmonis, dan sejahtera, yang sejalan dengan norma hukum dan nilai-nilai keagamaan yang berlaku. Tetapi dalam kenyataannya, tidak semua perkawinan dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan hukum dan ketentuan agama yang berlaku. Dalam situasi tertentu, suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila terdapat pelanggaran terhadap syarat-syarat sahnya perkawinan, baik karena adanya cacat hukum pada pelaksanaan akad, penipuan, paksaan, maupun ketidaksahan wali atau saksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki secara menyeluruh dasar hukum pembatalan perkawinan, proses pembatalan, dan konsekuensi hukum dari pembatalan perkawinan dalam sistem hukum Indonesia, khususnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Studi ini menggunakan yuridis normatif dan doktrinal. Data dianalisis secara kualitatif setelah dikumpulkan melalui studi pustaka. Studi menunjukkan bahwa keputusan pengadilan agama yang membatalkan perkawinan memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Meskipun demikian, hak-hak pihak ketiga yang bertindak dengan niat baik tetap dilindungi oleh hukum setelah pembatalan perkawinan, dan status hukum anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tidak terpengaruh.
Analisis Perbandingan Hukum Keluarga Islam dan Hukum Positif dalam Menyelesaikan Masalah Poligami: Comparative Analysis of Islamic Family Law and Positive Law in Resolving the Problem of Polygamy Ade Daharis; Diana Pujiningsih; Hilmi Siti Raudhoh; Halisma Amili; Rasdianah
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 8 No. 6: Juni 2025
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v8i6.7964

Abstract

Poligami menjadi salah satu topik sensitif dalam ranah hukum keluarga di Indonesia yang kerap menimbulkan perdebatan antara norma keagamaan dan aturan hukum negara. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an Surah An-Nisa ayat 3, hukum keluarga Islam memungkinkan poligami jika suami dapat bersikap adil kepada seluruh istrinya. Konsep keadilan di sini mencakup keadilan secara mental dan emosional. Sementara itu, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Indonesia menetapkan batasan yang lebih ketat. Pengadilan agama harus memberikan izin kepada pasangan untuk berpoligami setelah memenuhi persyaratan administratif, termasuk persetujuan istri pertama dan alasan yang sah menurut hukum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari perbandingan antara dua sistem hukum yang berbeda dalam menangani masalah poligami. Untuk mencapai tujuan ini, penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif yang menggabungkan pendekatan normatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa meskipun landasan kedua sistem hukum ini berbeda, keduanya memiliki tujuan yang sejalan, yaitu menegakkan keadilan dan melindungi hak-hak perempuan. Namun, penerapan kedua sistem tersebut tidak lepas dari tantangan, khususnya terkait disharmonisasi antara hukum agama dan hukum negara, serta lemahnya penegakan hukum terhadap praktik poligami yang tidak sesuai ketentuan.
Legal Schools in Islam, History of the Emergence of Legal Schools, Differences of Opinion About the Position of Legal Sources Ade Daharis; Salma; Muchlis Bahar
International Journal of Health, Economics, and Social Sciences (IJHESS) Vol. 7 No. 3: July 2025
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/ijhess.v7i3.6752

Abstract

Differences of opinion among scholars in the fields of Islamic law actually occurred during the time of the Companions of the Prophet. However, these differences can still be overcome with political policies and the legality of ijmak. However, at the end of the Companion period, known as the Tabi'in period (approximately starting in 41 AH), differences of opinion could not be resolved like they were resolved during the Companion period. This is where the process of transitioning Islamic law began from a form of ijtihad which was based on the greatness of friends to a scientific and measurable process until the birth of school imams who codified the results of their legal thinking in the form of fiqh books. Ahl al-Hadith and Ahl al-ra'y are two forms of legal thought that ushered in this transition process. That period was the time when efforts to shape Islamic law began to suit societal conditions and rationality. The school of thought is the main idea or basis used by the mujtahid Imam in solving problems; or adhere to Islamic law. The emergence of the school of thought, as part of the historical process of establishing Islamic law, was neatly arranged from generations of friends, tabi'in, until it reached its golden age in the Abbasid Caliphate, but it must be acknowledged that the school of thought has made a major contribution to thinking in establishing Islamic jurisprudence law. The reasons for the differences opinion/school of thought due to differences in perception in ushul fiqh and fiqh as well as differences in interpretation or interpretation of mujtahids. Adhering to the understanding of bermahzab, due to factors Our "inability" to explore Sharia law itself directly from its sources (the Koran and Sunnah). The source of Islamic law is the most basic thing in the process of establishing a law. In Islam, the main sources of law are the Al-Quran and Sunnah.
Mediasi Dalam Perkara Tidak Terpenuhinya Nafkah Batin Dalam Hubungan Rumah Tangga Perspektif Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974: Mediation in cases of non-fulfillment of inner life support Domestic Relations Perspective of Law Number 1 of 1974 Adi Herisasono; Ade Daharis; Ach. Jaelani; Haposan Sahala Raja Sinaga; Taufik Hidayaturrahman
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 7 No. 3: MARET 2024
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (213.834 KB) | DOI: 10.56338/jks.v1i1.431

Abstract

Menurut undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan Wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga), yang Bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa. Suami sebagai pemimpin dalam rumah tangga (suami) wajib memberikan segala sesuatu keperluan rumah tangga kepada istrinya, seperti memberi makanan, pakaian, tempat tinggal dan sebagainya termasuk kebutuhan seksual, hal tersebut sering dialami banyak orang, mereka kandas dalam membangun hubungan rumah tangga d karenakan kurang terpenuhinya dalam hubungan nafkah batin. Oleh karenanya hal tersebut harus bisa dikomunikasikan Bersama (suami istri) bukan malah memendam hal-hal yang membuat salah satu pihak dirugikan. Supaya kekurangan yang dimikinya bisa diperbaiki atau bisa disempurnakan. Dalam hubungan perkawinan bukan hanya hak-hak suami lah yang harus dipenuhinya melainkan hak istilah yang harus juga diperhatikan karena jika hal itu tidak diperhatikan maka akan memunculkan problem-problem yang dapat membawa rumah tangga dalam kehancuran.