Claim Missing Document
Check
Articles

Found 29 Documents
Search

FENOMENA HOAX: Tantangan terhadap Idealisme Media & Etika Bermedia Fensi, Fabianus
Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi Vol 4, No 02 (2018): Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi
Publisher : Universitas Bunda Mulia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (27.805 KB) | DOI: 10.30813/bricolage.v4i02.1345

Abstract

Fenomena hoax adalah sebuah kenyataan sejarah. Dia lahir bersamaan dengan kelahiran era kebebasan media informasi. Namun, keberadaannya seringkali merusak tatanan masyarakat yang plural. Sejarah mencatat bahwa hoax menggoyahkan kerukunan, bahkan perpecahan masyarakat. Karena ituhoax harus segera diakhiri. Tulisan ini menggunakan pendekatan kajian literatur tekstual, dimana fenomena hoax ditempatkan dalam ketegangan antara idealisme media dan etika bermedia. Cakupan pembahasan dimulai dari tinjauan terhadap beberapa regulasi formal negara, seperti Undang-undang yangpernah dihasilkan. Bagi penulis, regulasi negara atas kehidupan media adalah kondisi ideal (idealisme media) dimana negara berdasarkan kapasitasnya mengatur apa yang harus disiarkan. Hasilnya bahwa kondisi ideal tidak selalu berdampak dalam kenyataannya. Banyak aturan dilanggar dalam praktikbermedia, terutama media sosial. Maka, seharusnya ada ruang yang harus diisi untuk mengatasi kesenjangan tersebut, yaitu sebuah komitmen etis sebagai keharusan normatif bagi para pegiat media sosial. Penegakan hukum saja tidak cukup maka harus pula dilengkapi modal sosial yang lain, yaitu: keteguhan sikap warga negara, pengguna media sosial untuk menjaga keutuhan masyarakat. Keutuhan itu dimungkinan oleh keteguhan masyarakat media sosial untuk memastikan sebuah kebenaran pesan sebelum disiarkan kepada publik; Menjaga hak istimewa yang melekat pada setiap individu; Memisahkandengan tegas ranah persoalan privat dari persoalan publik; Mengungkapkan pesan yang menghindari motif-motif bohong, fitnah, dan menyerang pribadi orang lain; dan kesadaran penuh bahwa keragaman budaya masyarakat adalah sensitif. Semua ini disebut sebagai prinsip etis yang harus dianggap sebagaipedoman hidup bersama sebagai bangsa.Kata Kunci: Etika, Hoax, Media Sosial, Pluralitas, Regulasi.
DETERMINAN CITRA MEREK PADA IKLAN PRODUK GAWAI “VIVO” BERDASARKAN ASPEK “CELEBRITY ENDORSER” Fensi, Fabianus; Christian, Michael
Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi Vol 4, No 02 (2018): Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi
Publisher : Universitas Bunda Mulia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (27.805 KB) | DOI: 10.30813/bricolage.v4i02.1347

Abstract

Dampak dari penggunaan influencer dalam dalam suatu produk seperti gawai yang dapat menciptakan efektivitas iklan yang lebih kuat. Hal ini menguatkan pemahaman iklan dalam upaya untuk menceritakan kisah, membangkitkan emosi, menciptakan fantasi, dan dampak memberikan visual yangkuat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh citra merek gawai VIVO. Dengan menggunakan penelitian kuantitatif dan diolah dengan SPSS 25.0 hasil penelitian ini menjelaskan citra merek secara parsial dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kualitas diri endorser, kesamaan, dan kekuatan persuasif yang ditampilkan. Sedangkan faktor-faktor dapat dipercaya, keahlian, daya tarik fisik,popularitas tidak berpengaruhi. Secara simultan citra merek pada gawai VIVO dipengaruhi oleh faktorfaktor Dapat Dipercaya, Keahlian, Daya Tarik Fisik, Kualitas Dihargai, Kesamaan, Popularitas, dan Kekuatan Persuasif.Kata kunci: citra merek, gawai, endorser, influencer
Urgensi Komunikasi dalam Pengembangan Organisasi Modern Fabianus Fensi
Ultimacomm: Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 9 No 1 (2017): ULTIMACOMM
Publisher : Universitas Multimedia Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3142.693 KB) | DOI: 10.31937/ultimacomm.v9i1.875

Abstract

Modern organization requires a participatory model of communication which provides the room for the involvement of all organizational components. Role hierarchy is required, but it aims to smoothen the flow of information distribution within the organization. Weak standards of organizational communication often cause conflict in an organization. Conflicts can occur between members and organizations, between members within the organization, or between organizations and members. Therefore, conflict resolution mechanisms that win the common interest are needed. Superiors and subordinates are the organizational devices of the channeling or communications actors within the organization so that the organization mechanism runs according to mutual agreement within the organization. No conflicts have no way out. The importance for an organization is to negotiate egalitarian to win the common interest as the vision and mission of the organization. Keywords: Conflict, communication, negotiation, organization
MENGENDUS PATOLOGI MEDIA SOSIAL DARI PERSPEKTIF FILSAFAT POSTMODERNISME Fabianus Fensi
Commed : Jurnal Komunikasi dan Media Vol. 4 No. 2 (2020): COMMED : Jurnal Komunikasi dan Media
Publisher : Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Putera Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (575.817 KB) | DOI: 10.33884/commed.v4i2.1657

Abstract

Media sosial dalam seluruh sejarah kelahirannya tidak dapat dipisahkan dari sejarah modernitas itu sendiri. Dia tidak lagi hanya sebuah fenomena gaya hidup tetapi juga pernyataan diri pengguna sebagai subjek yang otonom. Keberadaan media sosial, di satu sisi menyapa dunia dengan segala keramahannya, tetapi di sisi lain, ia menjadi alat teror sosial bagi masyarakat. Ini disebut patologi. Media sosial mengadopsi cara kerja modernitas untuk menggambarkan keberadaannya. Dengan menggunakan pendekatan postmodern, penelitian ini berupaya mengungkap patologi media sosial. Pendekatan postmodern digunakan untuk memberikan peluang bagi pengoperasian nilai-nilai etis tradisional dalam bentuk, misalnya, melindungi privasi setiap orang, memastikan keakuratan informasi, melindungi hak asasi setiap orang, memastikan semua orang untuk mengakses berbagai sumber daya yang tersedia, dan kebebasan berekspresi. harus selalu mempertimbangkan kemajemukan sosial dengan berbagai narasi kecil yang menyertainya. Media sosial sebagai penanda modernitas tidak selalu berlawanan dengan berbagai pertimbangan etis, tetapi selalu bergerak bersama untuk membangun peradaban yang konstruktif. Postmodernisme, tidak hanya menawarkan pendekatan progesi, tetapi juga cara bekejra regresi, yaitu kembali ke etika tradisional apa adanya.
MENAFSIR AHOK DARI PERSPEKTIF ETIKA UTILITARIANISME (Analisis Hermeneutik pada Komunikasi & Tindakan Politik) Fabianus Fensi
SEMIOTIKA: Jurnal Komunikasi Vol 10, No 1 (2016): SEMIOTIKA: Jurnal Komunikasi
Publisher : Universitas Bunda Mulia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30813/s:jk.v10i1.28

Abstract

Ahok is the Governor of Jakarta Province that has a style of communication and political action is unique. Communication styles and how to act frankly often rated as a bad action. This study tried to see the other side, namely the use of Ahok’s communication style and political action lead Jakarta. By using the utilitarian ethical theory perspective this study tried to explore the meaning of style led Ahok with instrument hermeneutical interpretation, even archaeological. Starting from this perspective and approach, then discovered that Ahok has a specific purpose with his unique style. Communicate, act, and at the top of the corridor applicable rules Ahok makes a breakthrough on behalf of and for the benefit of a lot of peoples of Jakarta Province. The principle of utilitarianism acts and regulations were given a room in Ahok’s communications and political action. Or, utilitarianism demanding that always strives for happiness as much as possible for as many people got confirmation in Ahok’s action. Low context model communication and political action is the antithesis of Ahok’s disgust to the social system that is permissive to the behavior of the political elite who often manipulate people. On behalf of his rebellion against the hypocrisy of the elite, Ahok goes to ask everything clearly and seemed arogant. Behind it all, it must be admitted, the ordinary people become the main Ahok’s consideration. Key Words: Utilitarianism, Hermeneutics, High Context, Low Context
PARADOXIC LANGUAGE "CEBONG-KAMPRET" IN FACEBOOK AS A MIRROR OF THE POLITICAL LANGUAGE OF INDONESIA Fabianus Fensi
Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi Vol 5, No 02 (2019): Accredited by Kemenristekdikti RI SK No. 36/E/KPT/2019
Publisher : Universitas Bunda Mulia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (451.091 KB) | DOI: 10.30813/bricolage.v5i02.1887

Abstract

ABSTRACTCommunication and language are two phenomena from one reality. Language is a means of expressing ways of communicating, and it reciprocally presupposes with communication. Where there is communication, language presence is demanded. Hence the language exists as a medium of communication. This study analyses the language battles of “Cebong-Kampret” on Facebook groups. Two aspects are investigated in this research: logic and ethics. The logic requires the use of language by rules. Language can be understood within the framework of rationality. Ethics requires language that creating peace rather than encouraging hatred. How is the language contested in the battle of “Cebong Kampret” on Facebook? Facebook is a web-based media technology that has its characteristics, such as easily accessed and reach a wider audience. Everyone can be a creator of meaning. The communication process is synchronous and encourages the user’s instant response. This characteristic carries risks. Facebook, in the political context of “Cebong-Kampret,” is paradoxical. People’s political preferences are influenced by Facebook even though the language ignores the logical-ethical language rules. The fight of language in politics is justified as far as upholding the logic and ethics. Logic language teaches the principles based on standards. Misuse of language logic makes language lose its ethical value in practice. Language ethics teaches the principles of good language, which can create peace.Keywords: Language; Logic and Ethicsl; Social Media; Paradox, PoliticsABSTRAKKomunikasi dan bahasa adalah dua fenomena dari satu kenyataan. Komunikasi menyertakan bahasa. Bahasa sebagai alat mengekspresikan berbagai cara berkomunikasi. Bahasa dan komunikasi saling mengandaikan. Dimana terdapat kegiatan berkomunikasi bahasa dituntut kehadirannya. Bahasa hadir sebagai media ekspresi aktivitas komunikasi. Kajian ini menganalisis pertarungan bahasa kelompok “Cebong” dan “Kampret” di facebook. Dua aspek dianalisis, yaitu logika dan etika berbahasa. Logika berbahasa mensyaratkan penggunaan bahasa menurut kaidah sehingga bisa dimengerti dalam kerangka rasionalitas. Etika mensyaratkan penggunaan bahasa yang menciptakan perdamaian bukan mendorong kebencian. Apa yang terjadi dengan bahasa yang dipertarungkan “Cebong” dan “Kampret” di facebook? Facebook adalah media berbasis teknologi web. Dia memiliki karakteristik sendiri, seperti: Dapat diakses dengan mudah. Menjangkau khalayak lebih luas. Setiap orang bisa menjadi pencipta makna. Proses komunikasi berlangsung sinkronik. Mendorong respon instan penggunanya. Karakteristik ini mengandung risiko. Penggunaan facebook, dalam konteks politik “Cebong” dan “Kampret” bersifat paradoks. Preferensi pilihan politik masyarakat dipengaruhi facebook padahal bahasa yang digunakan mengabaikan aturan berbahasa secara logis-etis. Pertarungan bahasa dalam politik dibenarkan sejauh menjunjung tinggi logika dan etika berbahasa. Logika berbahasa mengajarkan prinsip berbahasa berdasarkan aturan. Penyalahgunaan logika berbahasa membuat bahasa kehilangan nilai etis dalam praktiknya. Etika berbahasa mengajar prinsip pemakaian bahasa yang baik. Bahasa yang baik menciptakan perdamaian.Kata Kunci; Bahasa; Logika dan Etika, Media Sosial, Paradoks, Politik.
DETERMINAN CITRA MEREK PADA IKLAN PRODUK GAWAI “VIVO” BERDASARKAN ASPEK “CELEBRITY ENDORSER” Fabianus Fensi; Michael Christian
Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi Vol 4, No 02 (2018): Accredited by Kemenristekdikti RI SK No. 28/E/KPT/2019
Publisher : Universitas Bunda Mulia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (446.615 KB) | DOI: 10.30813/bricolage.v4i02.1659

Abstract

ABSTRACTThe impact of using influencers in a product such as a smartphone that can create stronger advertising effectiveness. This strengthens the understanding of advertising in an effort to tell stories, arouse emotions, create fantasy, and impact to provide strong visuals. This study aims to analyze the effect of VIVO brand image. By using quantitative research and processed with SPSS 25.0, the results of this study explain that brand image is partially influenced by factors such as endorser self quality, similarity, and persuasive power displayed. While factors can be trusted, expertise, physical attractiveness, popularity does not affect. Simultaneously the brand image in the VIVO device is influenced by Trustworthy factors, Expertise, Physical Attraction, Quality Appreciated, Similarity, Popularity, and Persuasive Strength.Keywords: brand image, device, endorser, influencerABSTRAKDampak dari penggunaan influencer dalam dalam suatu produk seperti gawai yang dapat menciptakan efektivitas iklan yang lebih kuat. Hal ini menguatkan pemahaman iklan dalam upaya untuk menceritakan kisah, membangkitkan emosi, menciptakan fantasi, dan dampak memberikan visual yang kuat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh citra merek gawai VIVO. Dengan menggunakan penelitian kuantitatif dan diolah dengan SPSS 25.0 hasil penelitian ini menjelaskan citra merek secara parsial dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kualitas diri endorser, kesamaan, dan kekuatan persuasif yang ditampilkan. Sedangkan faktor-faktor dapat dipercaya, keahlian, daya tarik fisik, popularitas tidak berpengaruhi. Secara simultan citra merek pada gawai VIVO dipengaruhi oleh faktor-faktor Dapat Dipercaya, Keahlian, Daya Tarik Fisik, Kualitas Dihargai, Kesamaan, Popularitas, dan Kekuatan Persuasif.Kata kunci: citra merek, gawai, endorser, influencer
PERILAKU PADA IKLAN TERHADAP PENGGUNAAN KARTU E-TOLL Fabianus Fensi; Michael Christian
Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi Vol 3, No 02 (2017): BRICOLAGE: Jurnal Magister Ilmu Komunikasi
Publisher : Universitas Bunda Mulia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (257.723 KB) | DOI: 10.30813/bricolage.v3i02.924

Abstract

Data menunjukkan bahwa beberapa kategori produk mengalami peningkatan belanja iklan di tahun 2016.Kategori produk pemerintahan & organisasi politik dan korporasi-iklan layanan masyarakat diantaranyamengalami kenaikan 9 sampai 10 persen. Peningkatan belanja iklan diharapkan mampu mencapai ukuranefektivitas iklan yaitu penjualan, pengingatan ataupun persuasi. Sosialiasi penerapan pembayaran nontunai dalam bentuk kartu e-toll merupakan tantangan bagi pemerintah dalam mencapai realisasipenggunaan pada akhir tahun dan mencapai penggunaan secara menyeluruh dalam periode dekat.Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan apakah terdapat pengaruh perilaku pada iklan terhadappenggunaan kartu e-toll. Penelitian ini menggunakan model SEM dengan SMART PLS 3.0. Dengan galatsebesar 0,5 hasil penelitian ini menjelaskan bahwa perilaku pada iklan e-toll memberikan pengaruh padaloyalitas penggunaan dan juga pembelian kartu e-toll secara impulsif. Penggunaan strategi sosialisasidengan pesan bebasis lokasi (LBMA) dirasa sesuai untuk menjangkau lebih banyak pengguna.Kata Kunci: Periklanan, Iklan, Perilaku, e-toll
FENOMENA HOAX: Tantangan terhadap Idealisme Media & Etika Bermedia Fabianus Fensi
Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi Vol 4, No 02 (2018): Accredited by Kemenristekdikti RI SK No. 28/E/KPT/2019
Publisher : Universitas Bunda Mulia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (264.852 KB) | DOI: 10.30813/bricolage.v4i02.1657

Abstract

ABSTRACTThe hoax phenomenon is a historical reality. He was born along with the birth of the era of information media freedom. Hoaxes are often damaging to a pluralistic society. History records that hoaxes destabilize harmony of a society. Therefore the hoax must be terminated immediately. This paper uses a textual literature study approach. Hoax phenomenon is placed in the tension between media idealism and media ethics. The scope of the discussion began with a review of some of the country's formal regulations, such as the Law that had been produced. For the author, state regulation of media life is an ideal condition (media idealism) where the state is based on its capacity to regulate what must be broadcast. The result is that ideal conditions do not always have an impact in reality. Many rules are violated in the practice of media, especially social media. So, there should be room to be filled in to overcome this gap, namely an ethical commitment as a normative necessity for social media activists. Law enforcement alone is not enough so it must also be equipped with other social capital, namely: the firmness of citizens' attitudes, are social media users to maintain the integrity of society. The integrity is possible by the determination of the social media community to ensure a truth of the message before it is broadcast to the public; Maintain the privileges inherent in each individual; Strictly separating the realm of private issues from public problems; Reveal a message that avoids lying, slander, and attacking others' personal motives; and full awareness that the cultural diversity of society is sensitive. All of these are referred to as ethical principles that must be considered as guidelines for living together as a nation.Keywords: Ethics, Hoaxes, Social Media, Plurality, Regulation.ABSTRAKFenomena hoax adalah sebuah kenyataan sejarah. Dia lahir bersamaan dengan kelahiran era kebebasan media informasi. Namun, keberadaannya seringkali merusak tatanan masyarakat yang plural. Sejarah mencatat bahwa hoax menggoyahkan kerukunan, bahkan perpecahan masyarakat. Karena itu hoax harus segera diakhiri. Tulisan ini menggunakan pendekatan kajian literatur tekstual, dimana fenomena hoax ditempatkan dalam ketegangan antara idealisme media dan etika bermedia. Cakupan pembahasan dimulai dari tinjauan terhadap beberapa regulasi formal negara, seperti Undang-undang yang pernah dihasilkan. Bagi penulis, regulasi negara atas kehidupan media adalah kondisi ideal (idealisme media) dimana negara berdasarkan kapasitasnya mengatur apa yang harus disiarkan. Hasilnya bahwa kondisi ideal tidak selalu berdampak dalam kenyataannya. Banyak aturan dilanggar dalam praktik bermedia, terutama media sosial. Maka, seharusnya ada ruang yang harus diisi untuk mengatasi kesenjangan tersebut, yaitu sebuah komitmen etis sebagai keharusan normatif bagi para pegiat media sosial. Penegakan hukum saja tidak cukup maka harus pula dilengkapi modal sosial yang lain, yaitu: keteguhan sikap warga negara, pengguna media sosial untuk menjaga keutuhan masyarakat. Keutuhan itu dimungkinan oleh keteguhan masyarakat media sosial untuk memastikan sebuah kebenaran pesan sebelum disiarkan kepada publik; Menjaga hak istimewa yang melekat pada setiap individu; Memisahkan dengan tegas ranah persoalan privat dari persoalan publik; Mengungkapkan pesan yang menghindari motif-motif bohong, fitnah, dan menyerang pribadi orang lain; dan kesadaran penuh bahwa keragaman budaya masyarakat adalah sensitif. Semua ini disebut sebagai prinsip etis yang harus dianggap sebagai pedoman hidup bersama sebagai bangsa.Kata Kunci: Etika, Hoax, Media Sosial, Pluralitas, Regulasi.
Penerapan Metode Diskusi Kelompok untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPS di Kelas IX SMP Santa Maria Monica, Bekasi Timur Ch. Catur Putriyanti; Fabianus Fensi
Psibernetika Vol 10, No 2 (2017): Psibernetika
Publisher : Universitas Bunda Mulia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (311.062 KB) | DOI: 10.30813/psibernetika.v10i2.1047

Abstract

Learning process and student learning outcomes have a close relationship. A good learning process improves student learning outcomes. Improvement of student learning outcomes is determined by how the learning process is done by teachers. Talking about the learning process is the same as talking about learning and teaching methods. There are many methods of teaching and  learning. The teachers and students live to have the method which is in accordance with the conditions of each class. This research tries one of interactive teaching and learning method, that is group discussion. With group discussions the students are invited to discuss lesson themes in social science subjects. To measure the increase of student learning outcomes with this group discussion method then conducted Pre Test about the students' knowledge before the learning process. After the group discussion intervention the teacher performed a Post Test. The result can be said that the teaching and learning methods with group discussion effectively to improve student learning outcomes. Keywords:   Learning Method, Group Discussion, Pre Test, Post Test