cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
Raheema
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education, Social,
Raheema (P-ISSN: 2502-812X and E-ISSN: 2502-8111) is a scientific journal Gender and Children, published by the Center for the Study of Gender and Children (PSGA) Institute for Research and Services In the Community (LP2M) State Islamic Institute (IAIN) Pontianak. This journal contains the works of authors and researchers who have competence in their skills. A vision of the journal Raheema is: Realizing the scientific community who have vision, knowledge, awareness, and concern about Gender and Children. While the mission of the journal Raheema is: First, Being the Information Center and the study of science on Gender and Children for all academics and the general public. Second, Making Media Journal Raheema as scientific publications Gender and Child-quality, innovative and competitive locally, nationally, and internationally. Third, to accommodate, to develop the knowledge, insight, and ideas of the author and researcher in the field of Gender and Children. Raheema journal is published twice a year, namely in June and December.
Arjuna Subject : -
Articles 169 Documents
Pengaruh Gender Terhadap Impulse Buying (Studi pada Mahasiswa Jurusan Perbankan Syariah FSEI IAIN Pontianak) Prihantono Prihantono
Raheema Vol 5, No 1 (2018)
Publisher : PSGA LP2M IAIN Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (466.943 KB) | DOI: 10.24260/raheema.v5i1.1099

Abstract

Tujuan dari tulisan ini, mendeskripsikan pengaruh gender terhadap impluse buying (perilaku pembelian yang tidak direncanakan). Dengan mengambil sampel sebanyak 191 responden yang terdiri dari mahasiswa dan mahasiswi semester V Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Pontianak. Hasil penelitian variabel gender bahwa sifat materialisme mayoritas memberikan penilaian tinggi terhadap sifat materialisme sebanyak 115 orang (60,21%), penilaian sedang sebanyak 44 orang (23,04%), sedangkan penilaian rendah sebanyak 32 orang (16,75%). Sedangkan hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa mayoritas responden memberikan penilaian terhadap perilaku impulse buying dikategorikan tinggi sebanyak 127 orang (66,50%), 36 orang (18,84%) kategori sedang, dan sisanya 28 orang (14,66%) dikategorikan rendah. Disimpulkan bahwa sifat materialisme berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying. Sedangkan variabel gender tidak berpengaruh terhadap perilaku impulse buying. Pada bagian akhir tulisan ini berbicara perilaku konsumsi dalam tinjauan ekonomi Islam.
Reinterpretasi Kesaksian Perempuan dalam Qs. Al-Baqarah [2]: 282 (Menelisik Antara Pemahaman Normatif-Tekstualis dan Historis-Kontekstualis) Wendi Parwanto; Ridwan Rosdiawan
Raheema Vol 5, No 1 (2018)
Publisher : PSGA LP2M IAIN Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (771.207 KB) | DOI: 10.24260/raheema.v5i1.1084

Abstract

The polemics on comprehending the position of women as witness within the context of qs. Al-Baqarah [2] : 282 become one of interest to be examined further. Literally, the verse appears to undermine the women status and raises the issue of gender inequality. The article offers an alternate way to look up this widely discussed theme. Using Fazlur Rahman's theory of double movement, namely micro and macro asbab an-nuzul, the verse is revisited in order to gain a more progressive and comprehensive understanding on the status of women witness. Other analytical tools such as linguistics, intra-textuality and inter-textuality are also deployed in enriching the discussion.
SEJARAH PERKEMBANGAN POLITIK PEREMPUAN DI INDONESIA (Analisis Masa Orde Lama-Reformasi dan Perspektif Al-Qur`an) Fathurrosi Fathurrosi
Raheema Vol 5, No 2 (2018)
Publisher : PSGA LP2M IAIN Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (528.463 KB) | DOI: 10.24260/raheema.v5i2.1259

Abstract

This study aims to explain the political position of women in the era of globalization which provides an opportunity to participate in the government institutions. The problem identified in this study is the history of the development of women's organizations in Indonesia during the pre-independence period, post-independence, the Old Orde and the New Orde and during the Reformation Era. This study uses a qualitative method with a descriptive approach derived from the literature review. Based on the sources which are obtained from several references show that the role of women in the development countries and the developing countries are certainly determines. [Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan posisi politik perempuan di era globalisasi yang memberikan kesempatan untuk ikut serta dalam lembaga-lembaga pemerintahan. Masalah yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sejarah perkembangan organisasi perempuan di Indonesia pada masa pra kemerdekaan, pasca kemerdekaan, pada masa orde lama dan orde baru serta pada masa reformasi. Penelitian ini menggunakan Metode kualitatif dengan pendekatan deskripstif yang bersumber pada kajian pustaka. Berdasarkan sumber yang diperoleh dari beberapa referensi menunjukkan peran perempuan dalam negara maju dan berkembang menjadi bagian yang tidak terpisahkan, meskipun perempuan memiliki potensi yang berbeda dengan kaum laki-kali].
BAHASA DAN GENDER DALAM MASYARAKAT MELAYU DI PEDALAMAN KALBAR Yusriadi Yusriadi
Raheema Vol 5, No 2 (2018)
Publisher : PSGA LP2M IAIN Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (713.349 KB) | DOI: 10.24260/raheema.v5i2.1264

Abstract

Observers often consider that the Malay society lack of attention to aspects of gender. They use German, English, Francis, or Arabic, as comparisons. This article is presented to illustrate how gender aspects are considered in Malay language and society. The data are collected from Malay speakers in the rural area of Kapuas Hulu, West Kalimantan, shows that gender aspects are actually present in the language and culture of society. The community knows the concept or words of the pemali to maintain deviant behavior among women and men. Language-speaking communities also have vocabulary to show the division of tasks between women and men, and are reinforced by distinctive narratives found in folklore. These data show that gender aspects are actually felt and important in Malay language and society, especially Malay communities. [Para pemerhati sering menganggap masyarakat Melayu kurang memberikan perhatian pada aspek gender. Mereka menggunakan bahasa Jerman, Inggris, Francis, atau Arab, sebagai pembandingnya. Artikel ini disajikan untuk menggambarkan bagaimana aspek gender diperhatikan dalam bahasa dan masyarakat Melayu. Data yang dikumpulkan dari penutur bahasa Melayu di pedalaman Kapuas Hulu, Kalbar, menunjukkan bahwa aspek gender sebenarnya hadir dalam bahasa dan budaya masyarakat. Masyarakat mengenal konsep atau kata-kata pemali untuk menjaga prilaku menyimpang dari kalangan perempuan dan lelaki. Masyarakat penutur bahasa juga memiliki kosa kata untuk menunjukkan adanya pembagian tugas perempuan dan lelaki, serta diperkuat dengan narasi yang distingtif terdapat dalam cerita rakyat. Data ini menunjukkan bahwa aspek gender sebenarnya dirasakan dan penting dalam bahasa dan masyarakat Melayu, terutama masyarakat Melayu di pedalaman Kapuas Hulu, di Kalimantan Barat].
KAJIAN SOSIOLOGIS TENTANG EKSISTENSI PEREMPUAN DI TEPI SUNGAI KAPUAS, PONTIANAK – KALIMANTAN BARAT Ismail Ruslan; Nunik Hasriyanti
Raheema Vol 5, No 2 (2018)
Publisher : PSGA LP2M IAIN Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (534.765 KB) | DOI: 10.24260/raheema.v5i2.1260

Abstract

The writing of this article aims to reveal the existence of women on the banks of the Kapuas River, in the Pontianak area and its surroundings. This article is used is a qualitative method with a sociological approach. Based on the results of a study conducted by researchers, some interesting findings were obtained, including: 1) from the economic aspects of the community on the banks of the Kapuas River they always rely their lives on the natural resources of the Kapuas river; 2) from the aspect of gender, previously women were not justified and considered taboo to play a role in the public domain, they only served in domicile regions, now women have played a role and acted more freely in the public domain; and, 3) the continuation of the public role, the facts show that not a few women on the edge of the Kapuas River have shown achievements in all aspects of life, both social, economic, political, etc. [Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengungkap tentang eksistensi perempuan di tepi sungai Kapuas, di wilayah Pontianak dan sekitarnya. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan sosiologis. Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh peneliti, diperoleh beberapa temuan menarik, antara lain: 1) dari aspek ekonomi masyarakat pinggir Sungai Kapuas selalu menyandarkan kehidupan mereka pada sumber daya alam sungai Kapuas; 2) dari aspek gender, dahulu perempuan tidak dibenarkan dan dianggap tabu berperan dalam domain publik, mereka hanya bertugas dalam wilayah domistik, saat ini perempuan telah berperan dan berkiprah lebih leluasa dalam wilayah publik; dan, 3) kelanjutan dari peran publik itu, fakta menunjukkan bahwa tidak sedikit perempuan pinggir Sungai Kapuas yang telah menunjukkan prestasi dalam segala aspek kehidupan baik sosial, ekonomi, politik dan sebagainya].
ADOPSI ANAK DALAM HUKUM ISLAM Sukardi Sukardi
Raheema Vol 5, No 2 (2018)
Publisher : PSGA LP2M IAIN Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (646.998 KB) | DOI: 10.24260/raheema.v5i2.1266

Abstract

Adoption of children is one of the methods taken for husband and wife who have no offspring in their marriage. In its development, adoption must be carried out based on applicable legal provisions, in this case in accordance with the religion of prospective adoptive parents (Muslim is in the Religious Courts and other religions are in the District Court. Adoption, in principle is done as a provocation that can later be blessed with children. In Islamic law, adopted children are not prohibited as long as it involves maintaining, educating and nurturing them, but is not known if connected or associated with his legal position. [Pengangkatan anak (adopsi) merupakan salah satu cara yang ditempuh bagi suami isteri yang belum memiliki keturunan di dalam perkawinannya. Pengangkatan anak (adopsi) haruslah dilakukan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, dalam hal ini sesuai dengan agama calon orang tua angkat dalam hal ini bagi yang beragama Islam dilakukan di Pengadilan Agama dan bagi yang beragama selain Islam dilakukan di Pengadilan Negeri. Pada prinsipnya pengangkatan anak (adopsi) dilakukan sebagai pancingan agar kelak dapat dikaruniai anak. Dalam hukum Islam, anak angkat itu tidak dilarang sepanjang hal itu menyangkut memelihara, mendidik dan mengasuhnya, akan tetapi anak angkat itu tidak dikenal bila dihubungkan atau dikaitkan dengan kedudukan hukumnya.
PERAN WANITA DALAM MASYARAKAT SAMBAS Khatijah Khatijah
Raheema Vol 5, No 2 (2018)
Publisher : PSGA LP2M IAIN Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (445.579 KB) | DOI: 10.24260/raheema.v5i2.1261

Abstract

This article discusses the role of women in the Sambas community, West Kalimantan. This study uses ethnographic methods, with a sociological-economic approach. The results of the study show that Sambas women have an important role in various sectors of life, such as households, society and customs activities. Age development brought changes in the role of Sambas women, not only about traditions that ended in wells, kitchens and mattresses, but many women had important roles in the outside world, both in politics and in customs. [Artikel ini membahas tentang peranan wanita pada masyarakat Sambas, Kalimantan Barat. Kajian ini menggunakan metode etnografis, dengan pendekatan sosiologis-ekonomis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita Sambas memiliki peranan penting dalam berbagai sector kehidupan, seperti rumah tangga, masyarakat, dan kegiatan adat istiadat. Perkembangan zaman membawa perubahan dalam peran wanita Sambas, bukan hanya tentang tradisi yang berakhir di sumur, dapur dan kasur, namun sudah banyak wanita yang memiliki peran penting di dunia luar, baik dalam hal politik maupun dalam adat istiadat].
KONSTRUKSI ANAK MELALUI BAHASA PELABELAN (STEREOTIPE) DI KALANGAN KELUARGA DAN MASYARAKAT Sultan Sultan
Raheema Vol 5, No 2 (2018)
Publisher : PSGA LP2M IAIN Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (483.046 KB) | DOI: 10.24260/raheema.v5i2.1267

Abstract

This article is motivated by the argument that in the family environment and plural communities occur calling or greeting children with labeling languages, such as children with bau kencur (Indonesian: smells like kaempferia galangal), bodoh (stupid kids), gemuk (fat children), anak ingusan (snot-nosed kids). Whereas the psychological study expresses that there are impacts on growth and development of children. Therefore, in this article it is concluded that, in the social life environment, labeling is something that is considered natural, because the community has already given a labeling to a person, by not considering and understanding the psychological and intellectual conditions of the person concerned. The use of labeling language for children in the family and community is considered normal, but behind that habit it is not denied that there is an adverse impact on the child's growth and psychological development. The effects of labeling include disturbing self-confidence, decreasing social skills in the community, loss of self-confidence, and weakening of the soft skills possessed by children. [Artikel ini dilatarbelakangi oleh argumentasi bahwa di lingkungan keluarga dan masyarakat jamak terjadi memanggil atau menyapa anak-anak dengan bahasa pelabelan, seperti, anak bau kencur, anak bodoh, anak gemuk, anak ingusan. Padahal secara kajian psikologis ungkapan-ungkpan tersebut berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan psikologis anak. Oleh sebab itu, dalam artikel ini disimpulkan bahwa, dalam lingkungan kehidupan sosial masyarat, labeling merupakan sesuatu yang dianggap wajar, karena masyarakat sudah jamak memberikan pelabelan pada seseorang, dengan tidak mempertimbangkan dan memahami keadaan psikologis dan intlektual orang yang bersangkutan. Penggunaan bahasa pelabelan bagi anak di kalangan keluarga dan masyarakat sudah dianggap biasa, namun dibalik keterbiasaan itu tidak dimungkiri terdapat dampak yang kurang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan psikologis anak. Dampak-dampak yang ditimbulkan dari pelabelan di antaranya, mengusik kepercayaan diri, menurunnya keterampilan bersosialisasi di lingkungan masyarakat, hilangnya kepercayaan diri, dan melemahnya sof skill yang dimiliki oleh anak].
IDENTITAS PRIA TRANSSEKSUAL Kajian Fenomenologi Pria Transseksual Gang Abadi Di Jalan Adi Sucipto Nani Sugiarti
Raheema Vol 5, No 2 (2018)
Publisher : PSGA LP2M IAIN Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (544.193 KB) | DOI: 10.24260/raheema.v5i2.1262

Abstract

This research was conducted to determine the identity of transsexual men in the Abadi Gang Jalan Adi Sucipto. The study was conducted with a phenomenological qualitative approach with a case study form. The data sources of this study consisted of primary sources and secondary sources, namely: 1) Primary sources were SJ, transsexual men who had a gender identity disorder, domiciled on Jalan Adi Sucipto Gang Abadi, still active as transsexual men; 2) Secondary sources are families of transsexual men, namely sisters and in-laws and neighbors of transsexual men. The results of data analysis showed that 1) SJ grew up in a normal family, daily activities carried out before turning into a transvestite also looked normal, playing, studying, schooling, and friends but SJ began to feel a change in playing style and dress at three to four years old and eight years old SJ realizes that he likes same-sex; 2) SJ is a sufferer of gender identity disorder who lives his life in accordance with the wishes and expectations of the past. Gender identity disorder experienced by SJ is a disorder that starts from internal factors, namely the desire and hope to be able to live as members of different sexes. In realizing his wishes and hopes, this is expressed in the form of makeup, make up, style and behavior resembling that of a woman, even though it does not lead to sex reassignment surgery; 3) Feelings of disappointment towards reality that are not in accordance with the expectations of the sex that is desired to make SJ now adjust to the environment by displaying a style like men in general to fulfill one way to survive in the world of work; 4) SJ's attempt to return to being a real man has been shown by returning to remembering God, that is, carrying out the obligatory prayer service in accordance with His commands and trying to open hearts to women. [Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui identitas pria transseksual di Gang Abadi Jalan Adi Sucipto. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang bersifat fenomenologi dengan bentuk studi kasus. Sumber data penelitian ini terdiri dari sumber primer dan sumber sekunder, yaitu: 1) Sumber primer adalah SJ, pria transseksual yang memiliki gangguan identitas gender, berdomisli di Jalan Adi Sucipto Gang Abadi, masih aktif berstatus sebagai pria transseksual; 2) Sumber sekunder adalah keluarga pria transseksual yaitu saudara perempuan dan ipar serta tetangga pria transseksual. Hasil analisis data menunjukan bahwa 1) SJ tumbuh dalam keluarga normal, aktivitas harian yang dilakukan sebelum berubah menjadi waria juga terlihat normal, bermain, belajar, sekolah, dan berteman namun SJ mulai merasakan perubahan gaya bermain dan berpakaian saat berusia tiga sampai empat tahun dan saat berusia delapan tahun SJ menyadari bahwa dirinya menyukai sesama jenis; 2) SJ merupakan seorang penderita gangguan identitas gender yang menjalani hidupnya sesuai dengan keinginan dan harapan masa lalu. Gangguan identitas gender yang dialami SJ merupakan gangguan yang berawal dari faktor internal, yaitu adanya keinginan dan harapan untuk dapat hidup sebagai anggota dari jenis kelamin yang berbeda. Dalam merealisasikan keinginan dan harapannya, hal tersebut diekspresikan dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku menyerupai wanita, meski tidak sampai kepada operasi penggantian kelamin; 3) Perasaan kecewa terhadap kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan jenis kelamin yang di inginkan membuat SJ kini menyesuaikan diri terhadap lingkungan yaitu dengan menampilkan gaya seperti pria pada umumnya untuk memenuhi salah satu cara agar dapat bertahan di dunia pekerjaan; 4) Upaya untuk kembali menjadi pria sejati pernah ditunjukan SJ dengan kembali mengingat Tuhan yaitu menjalankan ibadah shalat wajib sesuai dengan perintah-Nya serta mencoba untuk membuka hati pada wanita].
MIMPI TENTANG MASA DEPAN DALAM KARYA ANAK-ANAK KUBU Ambaryani Ambaryani
Raheema Vol 5, No 2 (2018)
Publisher : PSGA LP2M IAIN Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (442.122 KB) | DOI: 10.24260/raheema.v5i2.1263

Abstract

This article discusses the dreams of the children of Kubu who live in Mengkalang and Olak-olak Kubu. The authors want to see what the aspirations of children living in remote areas are like, but who were once famous areas; and the reasons for the children mentioning their aspirations. This data was taken from the documentation of the activities of the Social Welfare Section of the Head of Kubu Sub-District which had been published as a book by STAIN Pontianak Press 2018. The data obtained showed children who attended secondary schools in these two places had ideals -we are so high that it's worthy of being called a dream. Some children want to be teachers, employees, police and soldiers, to dream of becoming famous doctors, businessmen and football players. Those dreams are envisioned by children because they get enlightenment from teachers and inspiration from watching on TV media and Youtube. Apparently, remoteness does not limit the beautiful dreams of Kubu children. [Artikel ini membahas mengenai mimpi anak-anak Kubu yang tinggal di Mengkalang dan Olak-olak Kubu.Penulis ingin melihat bagaimana bentuk cita-cita anak-anak yang tinggal di daerah terpencil tetapi pernah menjadi daerah yang terkenal; serta alasan anak-anak menyebutkan cita-cita mereka itu.Data ini diambil dari dokumentasi kegiatan bagian Kesejahteraan Sosial Camat Kubu yang sudah diterbitkan menjadi buku oleh STAIN Pontianak Press 2018. Data yang diperoleh menunjukkan anak yang bersekolah di sekolah menengah di dua tempat ini memiliki cita-cita yang tinggi sehingga layak disebut mimpi. Ada yang ingin menjadi guru, pegawai, polisi dan tentara, hingga bermimpi menjadi dokter, pengusaha dan pemain bola terkenal.Mimpi-mimpi itu dibayangkan oleh anak-anak karena mereka mendapat pencerahan dari guru dan inspirasi dari tontonan di media TV dan youtube.Ternyata, keterpencilan tidak membatasi mimpi-mimpi indah anak Kubu].

Page 8 of 17 | Total Record : 169